BERILIUM

By halusinojin

47.3K 6K 1.7K

Antara kemelut hati yang nyata dan kebahagiaan yang semu, Seokjin berdiri di sana. Kuat, tak goyah, namun rap... More

Home Sweet Home.
Hal yang Lumrah.
Menaruh Curiga.
Ibu, Kau Berubah.
Kesalahan Pertama.
Stalker.
'Dia' yang Mengetahui Segalanya.
Pembual.
Sebuah Permohonan.
Sebuah Impresi.
Pikiran Rumit Seokjin.
Datang.
Sudut Pandang.
Sepercik Binar.
Ada Sesuatu yang Hilang.
Hidup.
Hilang.
Krusial.
Semua Salahnya.
Aksa.
'Dia' yang Akan Tergantikan.
Di Ujung Tebing.
Sebuah Kebenaran Telak.
Rekah.
Akhir [1].

Praduga.

1.1K 187 49
By halusinojin

🎈

"Jin, ceritakan padaku jika ada hal yang mengganggumu. Ya? Ibu akan senang mendengarnya."

"Datanglah padaku kapanpun kau mau. Pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu dan Yoongi."

Kata-kata itu masih terekam jelas di benak Seokjin.

Nyonya Song berpesan demikian. Di pagi hari, di ambang pintu, setelah mereka bermalam di rumahnya dan hendak pamit pulang.

Ia sempat memaksa 'tuk ikut mengantar, tapi Seokjin dan Yoongi menolak halus niat baik Nyonya Song; dengan alasan Min Hyeji tak ada di rumah karena pergi kerja.

Alhasil, Nyonya Song akan berkunjung esok, melepas rindu dan ingin mengobrol pada Min Hyeji katanya.

'Tidak akan terjadi apa-apa bukan?'

'Ya, mereka akan baik-baik saja dan sebaiknya aku memberi tahu ibu.'

Sementara ia berkutat dengan pikirannya sendiri-bukan pada tugas sekolah sembari menyentuh plester luka yang masih melekat, seseorang tengah terdiam di pintu, mengetuk perlahan meski kamar Seokjin tidak tertutup sepenuhnya.

"Kau sedang sibuk?"

Sedikit terkejut dengan suara Yoongi, ia hanya bisa menjawab dengan gelengan pelan kemudian berkata, "Tidak. Ada apa?"

Yoongi menghampiri Seokjin yang tengah mencoba fokus pada buku pelajaran di kamar. Kemudian ia menunjukkan benda yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya. "Aku ingin bertanya padamu mengenai ini, hyung."

Ia menunjukkan sebuah kalung.

Meletakkan pensil, ia mengalihkan sejenak atensi pada Yoongi, mendesah pendek sebelum berkata, "Kalung yang kau temukan di halaman? Mana coba kulihat." Sepasang netra itu pun memerhatikan tangan Yoongi tengah menggenggam benda yang dibicarakan.

"Kalung dari panti asuhan?" Sepersekon kemudian, Seokjin bersuara.

"Mana kutahu." Cebik Yoongi dengan wajah masam.

"Bukan begitu. Dasar. Aku hanya memastikan." Katanya.

"Yasudah cepat pastikan kalau begitu. Aku ingin segera pergi."

"Ke mana?"

"Toserba."

Sedikit mengerling dengan kedua alis tertekuk, Seokjin menggerutu setelahnya. "Kau ini. Mau mendengar penjelasanku tidak sih? Katanya bilang padaku sibuk atau tidak. Tapi malah kau sendiri yang cepat-cepat ingin pergi."

Sementara itu orang yang disindir hanya terdiam, raut wajahnya terlihat kesal. "Soalnya, kau menyebalkan. Hyung."

Seokjin akhirnya terkekeh, kemudian menghabiskan setidaknya lima menit untuk 'menganalisa' benda itu-menatap lamat-lamat, pun bergumam pelan.

"Iya ... Tidak salah lagi. Ini kalung panti." Seokjin menyimpulkan.

Yoongi pun sedikit terlonjak-terlihat dari mata yang membesar pun bahu terangkat. "Ma-maksudmu, si penguntit yang selalu berada di rumah ini adalah salah satu orang dari panti asuhan tempat tinggalmu dulu?" Ia bertanya tanpa kata jeda. Disusul oleh anggukan Seokjin meski terlihat samar-Seokjin tak menyangka akan hal itu.

"Astaga. I-ini mengerikan. Tidak mungkin 'kan?" Yoongi bangkit, merasa gelisah dengan si penguntit keluarga Min.

Sementara Seokjin hanya terdiam, mencoba mengingat siapa pemilik kalung itu meski hanya sedikit. Ia takut apa yang ia curigai kini benar adanya.

"Hyung. A-aku, mengetahui sesuatu."

"A-apa?"

"Hoseok tak terlihat memakai kalung akhir-akhir ini."

Menahan napas sejenak, Seokjin tahu kemana arah obrolan ini selanjutnya. "Jadi, maksudmu-"

"Itu hanya dugaanku saja. Tapi hyung, aku masih ingat saat mereka datang ke sini, Jungkook menanyakan kemana kalung yang selalu Hoseok pakai. Dan saat itu, Hoseok tak memakainya sama sekali. Beralasan jika kalung tersebut berada di rumah." Yoongi berasumsi demikian.

"Dan, Hoseok berasal dari panti." Seokjin menatap lurus Yoongi, ia agaknya menemukan sebuah titik terang.

Seokjin mencoba menyimpulkan dugaan yang terlontar dari mulut Yoongi secara perlahan. Semua hal yang ia curigai sebagai petunjuk, kini mulai memusat pada suatu kesimpulan. "Aku sempat berpikir begitu Yoon .... Semua ini sedikit demi sedikit terlihat jelas."

"Tapi, hyung. Apa tujuannya melakukan itu? Dia orang yang baik. Aku tahu itu." Sedikit kecewa, Yoongi ingin menyangkal semua fakta yang ada. Ingin tetap pada pikirannya jikalau Jung Hoseok adalah teman baik, selalu ceria dan tersenyum, menjengkelkan, dan hangat.

Tidak seperti ini.

Seokjin hanya menggeleng pelan, "Aku tidak tahu. Yang terpenting, kita jangan asal menuduhnya dengan bukti kecil seperti ini. Terlebih, banyak orang yang bisa memakai kalung model yang sama." Paparnya, kemudian Yoongi nampak setuju. Ia menghela napas berat sebelum mengiyakan, "Iya, aku tahu."

'Semoga saja, bukan Hoseok yang melakukannya.'

"Kalau begitu, aku pergi. Hyung." Yoongi hendak pamit, ingin membeli beberapa barang di toserba depan.

"Iya, hati-hati."

Terhenti di ambang pintu, Yoongi berbalik sesaat, membuat Seokjin kembali bertanya, "Ada apa?"

"Jika ... Benar Hoseok pelakunya, tolong, selesaikan ini dengan baik-baik. Hyung. Kumohon, bagaimanapun ... Hoseok itu temanku." Jelasnya pelan sebelum benar-benar pergi.

Seokjin mendesah pelan, menjawab pernyataan Yoongi meski kini presensi pemuda itu telah menghilang, "Iya, tenang saja. Dia temanmu." Kemudian tersenyum tipis.


Ting!

4 new messages!

Pandangannya teralihkan, kini ia tertuju pada sebuah pesan masuk dari ponsel di sebelah kiri.

20.50 PM

Jimeen.
Hei, Jin.
Semua yang ku katakan benar bukan?

Jimeen.
Mengenai Hoseok.

Jimeen.
Sebaiknya kau dan adikmu berhati-hati.

Jimeen.
Karena mungkin saja, ia akan membahayakan keluargamu.






____________

Yoongi berjalan agak cepat menelusuri trotoar. Malam ini cuaca cukup dingin, ia memasukkan kedua tangan ke dalam hoodie yang dipakai.

Masuk ke dalam toko sembari mengembuskan napas berat. Tak lama rasa hangat mulai menyelimuti tubuhnya.

Jadi, membeli beberapa alat tulis dan camilan, ia lekas menghampiri etalase di mana benda tersebut berada. "Pulpen, penghapus, kertas-"

Pandangan Yoongi terhenti.

Ia mendapati seseorang berdiri tak jauh di sebelah kiri, sedang memilih sesuatu sebelum akhirnya tersadar akan tatapan sepasang mata mengarah padanya.

"Hoseok?" Yoongi sedikit bergumam. Sementara pemuda itu terkejut dan datang menghampiri dengan senyum pun langkah besar.

"Hai, Yoon." Sapa Hoseok, ia nampak senang bisa bertemu dengan teman dekatnya.

Sedang Yoongi hanya membalas canggung, pun pandangan tidak fokus pada sang lawan bicara-menghindari kontak mata.

"Kau membeli apa?" Ia sedikit mengintip barang bawaan Yoongi, kemudian melanjutkan, "Ah ... Alat tulis, ya? Wah, jadi teringat buku catatanku di rumah sudah habis. Sepertinya, aku harus beli." Kemudian mengambil barang yang dimaksud tepat di sebelah kanan Yoongi.

"Sudah?" Ucap Yoongi beberapa detik kemudian. Ia berusaha untuk tidak terlihat mencurigakan sama sekali, terlebih, semua ini masihlah tabu. Tak bisa seenak jidat mengatakan pada Hoseok seperti 'Hei, makhluk pluto! Kau stalker ya?!'

Jadi, tindakan Yoongi saat ini adalah; bersikap sewajarnya pada Hoseok sebelum semua bukti terlihat sangat jelas.

Hoseok terangguk, "Iya, ayo ... Kita pulang."

Menaikkan kedua alis dan terangguk mantap, Yoongi lantas pergi terlebih dahulu, meninggalkan Hoseok beberapa langkah di belakang.

"Ngomong-ngomong, Hoseok." Yoongi kembali membuka pembicaraan di depan pintu toko. Ia berbalik, menatap yakin sahabatnya itu.

Sedikit menarik napas perlahan, ia melanjutkan, "Aku percaya padamu." Sembari tersenyum tipis, tak lupa dengan sebuah tepukan di bahu kanannya.

"Aku pulang duluan. Hati-hati, Hoseok ...." Lantas ia berbalik, hendak pergi membiarkan Hoseok mematung beserta pikiran rumitnya.

Si pemuda hanya mengernyit heran, hendak melayangkan pertanyaan pada Yoongi sebelum pada akhirnya terpotong oleh sosok wanita di hadapan mereka.

Sontak, kalimat yang terlontar dari Hoseok adalah; "Siapa itu? Yoon?" Hoseok mempertanyakan kehadiran wanita tersebut yang disambut hangat oleh Yoongi.

"Ah, ini Nyonya Song."

"Senang bertemu denganmu, Jung Hoseok."

Tercenung beberapa detik, Yoongi terheran setelahnya, "Tunggu, Nyonya mengenal Hoseok? Sejak kapan?"

Nyonya Song tersenyum, "Sejak dulu ... Aku pernah mengasuhnya, dan tak kusangka ia jadi temanmu, Yoon. Dunia ini sempit ya?" Kemudian terkekeh ringan. Sedangkan lelaki yang dimaksud hanya membalas ala kadarnya.

"Iya, aku tak menyangka bisa bertemu denganmu setelah sekian lama, Nyonya." Ucap Hoseok, kemudian ia tiba-tiba melirik jam tangan di pergelangan kiri. "Ah, sudah malam ... Aku harus pulang." Seraya bermaksud 'tuk pamit, ia menatap Yoongi sebelum berlanjut, "Sampai jumpa di sekolah besok. Yoon."

Diakhiri sebuah senyum, Hoseok melangkah pergi. Berbalik dengan langkah tegap pun agak cepat. Membuat Yoongi sedikit terheran.

"Ayo, sebaiknya kita juga pulang." Ucap Nyonya Song, ia menyentuh pundak Yoongi dan mengajak untuk melangkah.

Yoongi hanya menurut, ia berjalan beriringan dengan Nyonya Song di perjalanan pulang.




"Aku ... Merasa ada yang aneh dengan Hoseok, Yoon." Nyonya Song mengungkapkan pikirannya.

Yoongi menoleh, melihat air muka Nyonya Song yang tampak gelisah. "Memangnya kenapa? Dia hanya temanku."

Menggigit bibir pelan, perasaan kalut wanita tersebut semakin jelas terlihat. "Hoseok itu, seperti orang aneh. Aku sering melihatnya di malam hari, di sekitar sini." Jelasnya.

"Lalu? Ada yang salah?" Yoongi mulai menaruh atensi lebih pada Nyonya Song.

"Begini, Yoon. Setiap malam, ibu selalu pergi keluar untuk membeli perlengkapan menghias bunga. Dan entah mengapa, ia selalu terlihat berkeliling. Memakai pakaian serba hitam, lho!" Ia menghentikan langkah sesaat, menatap Yoongi dengan mata terbuka lebar.

"Itu bukan hal yang wajar 'kan? Terlebih ... Kulihat hampir terlihat setiap malam. Kau tak tahu apa yang sedang ia lakukan?"

Bukan menatap manik Nyonya Song yang tengah memerhatikan, namun ia justru menatap trotoar, pikirannya menjadi keruh, kecurigaan pada Hoseok semakin menumpuk. Hingga sepersekon kemudian, Yoongi mengangkat pandangan, membalas tatapan Nyonya Song seraya berkata, "Ah, mungkin Nyonya Song salah lihat ... Aku tahu Hoseok orangnya seperti apa, dia itu anak yang baik. Hoseok pasti takkan melakukan hal-hal yang aneh." Diakhiri dengan senyum tipis pun kekehan pelan.

Sedang Nyonya Song hanya terdiam, dengan dahi berkedut pun menatap Yoongi tak yakin. Ia tahu, Hoseok tengah melakukan sesuatu di sekitar lingkungan rumah keluarga Min, dan itu bukanlah hanya sekadar tuduhan tak beralasan yang terlontar dari mulutnya.

Selang beberapa detik, helaan napas terdengar, Nyonya Song nampak sedikit memahami jalan pikiran Yoongi; tak ingin curiga terhadap orang yang paling ia percaya, yakni sahabat sendiri. "Begitu ya ... Baiklah, kau lebih mengetahuinya dibandingkan denganku." Kemudian menepuk bahu Yoongi berulang-ulang secara lembut, "Tapi ... Tetap hati-hati ya ... Seseorang bisa berubah."

Yoongi terangguk lesu, "Iya, Nyonya Song. Kalau begitu, aku permisi. Kita berpisah di sini 'kan?"

"Baiklah, hati-hati." Ia melambaikan tangan pada Yoongi yang telah pergi menjauh, helaan napas kembali terlihat.

'Akupun berharap dugaanku ini salah, Yoon. Semoga.'

____________

20.55 PM

Jin.
Kau benar, Jim. Semua yang kau katakan benar.

Jin.
Aku melihat Hoseok diantara semak-semak yang tak jauh dari rumah. Saat pergi keluar.

Dengan teleskop tentunya.

Jin.
Apa yang harus kulakukan?




Menatap layar ponselnya sembari tersenyum miring, Park Jimin kemudian membalas;

'Jauhkan adikmu darinya.'

'Karena rencana Hoseok untuk membawamu kembali ke sini sangat berbahaya bagi ibumu juga Yoongi. Jadi, berhati-hatilah.'

Terkirim.

Menatap langit-langit seraya menghela napas berat, Jimin rasa ia telah melakukan satu hal yang benar.

Memasukkan ponsel ke dalam saku celana, ia bangkit dari duduknya, hendak pergi keluar kamar sebelum akhirnya bertemu bocah yang tengah hangat diperbincangkan.

"Dari mana? Hoseok?" Ia bertanya pada sosok tersebut, "Mengapa kau gelisah seperti itu?" Sembari menelisik air muka Hoseok yang terlihat resah-peluh membanjiri, napas berat, pun sorot mata tak diam.

Menekuk bibir tebalnya seraya mendecih, Jimin mencoba menerka, "Ah, kau ketahuan ya?" Disusul Hoseok yang mengangkat pandangan. "A-Apa maksudmu?"

"Sudah kubilang, lakukan cara itu ... Masih tak mengerti? Jika terus seperti ini, Seokjin takkan pernah kembali. Hoseok."

"Semoga berhasil." Ia melengos pergi.

Sementara Hoseok semakin gusar, mengacak surainya secara kasar sebelum melempar benda di genggaman dengan brutal. Apa yang terjadi hari ini? Bagaimana bisa Seokjin bersikap begitu padanya?

Seokjin menatap dirinya dengan penuh kebencian.

'Jimin benar, a-aku harus segera melakukannya.'

"Tunggu, Jimin." Hoseok menghentikan Park Jimin sebelum melangkah lebih jauh.

"Apa?" Pemuda itu mengerling, sedang Hoseok datang menghampiri.

"Kau mau melakukannya bersamaku?"

Mengangkat kedua alis, Jimin membentuk kurva tipis dari kedua sudut bibirnya.

"Ya. Tentu saja."

'Kena kau sekarang, adikku yang bebal. Jung Hoseok.'[]

Continue Reading

You'll Also Like

MPREG NCT By ola

Fanfiction

87.1K 1K 5
ONESHOOT!! request? dm! kumpulan oneshot nct, mpreg alias cowok hamil sampai proses melahirkan. 21+ dosa ditanggung masing-masing xoxo.
42.7K 9.6K 111
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
731K 34.9K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
39.7K 5.8K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG