heart of terror

By queenrexx

105K 17.6K 7.8K

cover by the talented @BYBcool *** Sembilan orang itu disebut Venom, sekelompok teroris yang perlahan-lahan t... More

before you read
1 - nine dangerous dorks
2 - cops and their own drama
3 - just another normal day for bunch of terrorist
4 - charles kale is trying his best
5 - why so serious, district aguare?
6 - our bonding time includes threat, wrestle, and cuddle
7 - we're destroying our homeland 'cause why not
8 - dumbest reason to get married
9 - here comes the big boss *dramatic explosion in the background*
10 - richy rich people not so richy anymore
11 - media, or also known as the biggest trash talker ever
12 - seven minutes in heaven, forever in hell
13 - another bonding time ft. grocery shopping
14 - fuck queen, long live bellezza
15 - death dresscode
16 - ask this v important issue as (not) anonymous
17 - who the frick let alpha name things? smh
18 - do you feel like a young god? because they do
19 - district vioren aka the WEAKEST district asking for help?! *fake gasp*
20 - my tech brings all the boys to the yard
21 - he's beauty he's grace he'll punch u in your face
22 - S I K E
23 - when trickster got tricked while tricking
24 - connor.exe has stopped working
25 - a quest to the deadly shoes, now with sequel
26 - lieutenant charles works hard but the devil works harder
QnA answers!!
27 - f is for failure we did together
28 - knock knock children it's murder time
29 - kale brothers, drama, and more drama
30 - goddamn which side you actually pick
31 - our favorite angry boy, truly an icon
32 - headline: local cinnamon roll trying to look tough
33 - a good day for work (unless you're cop or smth)
34 - join the alliance of asshole to be the assholest to ever asshole
36 - *slides $5 to essence* tell me about the aliens
37 - "fank you" is when u can't decide whether to say fuck/thank you
38 - 2 bros sitting in the darkness 0 feet apart 'cause they're suicidal
39 - IS THIS YOUR KING?!
40 - HELL YEAH HE IS
41 - help, i have 11 main characters and this story is a disaster
42 - tracing the sharp edges of you
43 - last chill chapter of the goddamn story
44 - i'm here to ruin your day
45 - a completely makes sense ending
last a/n
QnA & a bit info
characters' info
GUESS WHAT

35 - someone's DEAD, charles is STRESSED, connor is lying AGAIN

1.1K 277 88
By queenrexx

AWAL mula Charles membuka mata, dia menjumpai warna putih di mana-mana. Seprai putih, ranjang putih, dinding putih, lantai putih. Tingginya intensitas warna putih di tempat tersebut membuatnya curiga dia telah terbangun di alam baka. Namun, nyeri yang berdenyut-denyut di kepala dan punggungnya bersifat terlalu nyata untuk dapat berbohong.

Charles memijit dahi. Sakit. Lalu dia mencoba duduk dan menggerakkan kaki. Sakit juga. Semua terasa sakit dan dia berjengit gara-gara sentuhannya sendiri.

Tak berselang lama kemudian, ketika keadaan mulai jelas sesudah dia mengerjap-ngerjapkan mata, Charles baru menyadari eksistensi warna lain di sana: surai keemasan. Serta fabrik biru pucat. Itu adalah Connor yang sedang mengenakan seragam Divisi Pertahanan, duduk bersandar pada kursi plastik—yang juga putih—di sebelah ranjang Charles. Kepala Connor jatuh ke bantal donat yang mengalungi lehernya, mata terpejam ditaklukkan kantuk.

Sama seperti ruangan ini, beberapa bagian tubuh Connor juga tak luput berhiaskan yang putih-putih. Katakanlah, balutan perban pada sebelah lengannya, serta kapas dan plester di pipi dan pelipisnya.

Keberadaan Connor sontak membangkitkan kenangan pahit mengenai operasi pemindahan Ray yang berujung kekacauan. Pening mendera kepalanya dan Charles yakin yang satu ini tidak dipicu oleh cedera. Menggeleng pelan, sang letnan berupaya mengusir bayang-bayang kecemasan perihal berapa banyak korban yang tewas, sebesar apa kerugian yang mereka alami, dan bagaimana pamannya akan bertanggung jawab atas segalanya. Itu pun jika dia selamat.

Charles bergeser sedikit ke tepi supaya dapat menggapai adiknya. "Hei, Dik," ia memanggil pelan, mengguncang-guncang bahu Connor. "Bangun."

Connor menggeliat, kepalanya berputar ke sisi lain bantal. Dengkuran terdengar.

"Hmm, malah tambah pulas," Charles setengah menggerutu, setengah menahan senyum. Ingin sekali mengabadikan momen menetesnya liur di sudut bibir Connor tetapi apa daya dia tidak tahu di mana ponselnya berada. Kemungkinan besar ikut menjadi korban.

Meninjau dari pengalaman masa kecil, Charles tahu sebatas panggilan dan guncangan tak selalu mempan buat membangunkan Connor, terutama saat dia kelelahan, dan sekarang dia memang tampak kelelahan. Charles bertanya-tanya berapa lama ia tertidur dan sejak kapan Connor menunggunya. Apabila sudah cukup lama, maka dia bersedia bertukar tempat agar adiknya bisa beristirahat di ranjang. Masalahnya cuma satu: Connor tidak bangun-bangun.

"Yah, terima kasih karena sudah bertahan hidup, kurasa," gumam Charles, berakhir mengurungkan niat untuk mengusik tidur lelap Connor.

Sang adik mendengkur lebih keras. Posisi duduknya perlahan-lahan memerosot sehingga mendorong bokongnya ke ujung bangku.

Kepulasan Connor membawa kedamaian tersendiri bagi Charles. Meski kenangan insiden tempo waktu lalu terus berseliweran di benaknya, Charles merasakan kelopak matanya kembali memberat. Maka dia lekas berbaring, menjelajahi alam mimpi untuk kali kedua.

oOo

Tidur lanjutan Charles berlangsung singkat dan dia terbangun dalam keadaan jantung terpacu, sebab adiknya tidak bisa jatuh terjungkal tanpa menimbulkan keributan.

Charles melihat ke bawah tempat tidur dan di sanalah Connor, bersama bangku plastik yang tadi ditempatinya, tergeletak tak berdaya. Connor mengerang selagi berusaha menegakkan kaki dan mendirikan bangku. Bantal donat yang memeluk lehernya mencong ke kanan, alhasil menjadi pelindung leher yang kurang efektif. Tempurung kepalanya yang menghantam lantai diusap-usap penuh derita.

"Aw." Charles ikut meringis, agak merasa bersalah sekaligus bersyukur atas kejadian itu karena—"Hei, setidaknya kau bangun."

"Beginikah caramu membangunkan adik tunggalmu, huh, Kakak?" balas Connor sengit.

"Aku tidak tega, kau kelihatan kecapekan sekali," sahut Charles beralasan. Tangannya dilambaikan, gestur supaya Connor mendekat. "Kemari. Duduk di sini. Aku ingin bicara."

Nyatanya, sang adik tidak cuma berniat duduk. Dia mendorong Charles lalu menginvansi sebanyak mungkin ruang di atas ranjang, semua dilakukan sambil tak lupa cemberut. Selaku kakak yang baik, Charles lekas menyingkir lalu duduk di kursi, cemberut Connor dibalas tawa bernada ejekan. Toh kondisinya telah membaik sehabis melaksanakan maraton tidur, sedangkan Connor jelas-jelas baru terjatuh.

Connor berbaring bak orang sakit betulan. Sepasang iris hijau emerald-nya tertancap lurus ke langit-langit, tampak kontras di antara warna putih yang mendominasi kamar rumah sakit. Firasat Charles mengatakan adiknya sudah bisa menebak topik macam apa yang ingin dibicarakannya, kemungkinan juga sudah menyiapkan argumen andaikata dia dan Charles tidak sepemikiran. Connor memang sepeka itu. Sekarang, dia semata-mata tengah menunggu.

Suasana hening selama beberapa detik sebelum Charles memecahkannya dengan berkata, "Kau melarikan diri."

Connor refleks mendelik. "Kalau tidak, aku takkan berada di sini. Kau sendiri juga bersembunyi di mobil, 'kan?"

"Hei, jangan mengucapkannya seolah aku menganggap kabur adalah pilihan buruk. Kita berdua justru selamat karena itu," ujar Charles penuh pengertian, "dan aku niscaya berbohong jika menyatakan sebaliknya. Tidak usah tegang, aku tidak menyalahkanmu."

Connor mencermati wajah kakaknya, mencari kebohongan; tidak menemukan satu pun. "Yeah, oke. Apa yang sebenarnya ingin kau bahas?"

"Kurasa kau tahu."

Connor bergerak-gerak tak nyaman di atas ranjang. Bantal donatnya dicengkeram erat-erat. "Apa ini soal paman?"

"Seratus poin untuk adik kesayanganku." Kemudian Charles berubah serius. "Apa dia selamat?"

Ragu-ragu, Connor menggeleng. "Venom mengarahkan serangan terkuat mereka tepat ke tubuh paman. Jasadnya nyaris tidak dikenali."

Fakta bahwa berita itu tidak mengejutkan Charles lebih meresahkan ketimbang berita itu sendiri. Charles tertegun. Dia mengingat-ingat momen tatkala Venom melancarkan serangan pamungkas mereka yang luar biasa kuat hingga menggetarkan jalanan, merenggut kesempatan pihak kepolisian untuk menyerang balik. Kenyataannya, dia memang telah membuat dugaan.

Charles berduka. Sungguh, dia teramat berduka atas kepergian sang paman, baik sebagai keponakan maupun petugas di bawah arahannya. Chief Preston Ware bukanlah pemimpin sempurna. Berulang kali dia mengecewakan Charles karena terlalu memfavoritkan Connor ketimbang siapa pun, tetapi setelah dipikir-pikir ulang, itulah yang kerap dilakukan orang-orang terdekat mereka sejak Connor mengikuti jejak Charles menjadi penegak keadilan, jadi tidak ada alasan bagi Charles untuk tidak terbiasa.

Di luar persoalan pribadinya, Charles yakin tidak ada masalah berarti selama Chief Preston memimpin kepolisian Distrik Petrova. Partisipasinya dalam mewujudkan Elite Sembilan pun patut dianggap sebagai prestasi. Namun, kesalahan Chief Preston tidak bersumber dari masalah, melainkan dua keputusan kontroversial yang membuat kebijaksanaannya dipertanyakan.

Pertama, keikutsertaannya membela Connor saat persidangan Kasus Retorra. Kedua, tindakannya kemarin sewaktu operasi pemindahan Ray, yang mana berujung pada kematian banyak petugas termasuk dirinya sendiri. Yang terakhir menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan perwira.

"Charles!" seru Connor tiba-tiba. "Jangan berpikir terlalu keras, nanti kau gila."

Seruan tersebut lekas mengembalikan Charles ke alam nyata. Di hadapannya, Connor sudah duduk bersila sambil bertopang dagu, dan dia serta-merta teringat alasan utama mengapa dirinya mengajak sang adik untuk membahas perkara ini bersama-sama. "Oh, tenang saja," Charles menyahut. "Selama ada kau, aku takkan gila sendiri."

Terang-terangan diajak gila, antusiasme Connor tidak terpancing. "Apa-apaan kau." Dia memasang raut waspada.

"Kau ingat apa yang paman perbuat saat Venom mencegat kita di perjalanan?" Charles keburu mengubah topik, tidak menunggu Connor menjawab dan langsung menambahkan, "Bagaimana pendapatmu?"

Connor menggumam, "Hm, peristiwa tembak-tembakan itu. Kurasa paman mustahil sengaja merencanakannya."

"Kenapa?"

"Ini tindakan yang terlampau nekat," Connor memulai lugas. "Jenis yang cenderung dijauhi orang setelah mereka mempertimbangkan konsekuensinya matang-matang. Semisal kau tahu kau bisa bergulat melawan buaya, tetapi karena potensi kekalahanmu lebih banyak, kau memilih supaya tidak melakukannya sama sekali."

"Kalau kau bilang paman bertindak refleks," ujar Charles, "itu tidak masuk akal. Kau tahu para perwira wajib menjalani pelatihan mental sebelum naik pangkat."

Connor menggeleng. "Pelatihan mental semata-mata bersifat mencegah. Bukan mengatasi."

"Kau serius ingin membahas masalah mental?" Sebisa mungkin, Charles mengatakannya tanpa menyinggung-nyinggung gangguan kejiwaan yang diderita Connor sendiri. "Baiklah, teruskan," pintanya sesudah sang adik mengiakan.

Jemari Connor mengetuk-ngetuk tepi kasur, iramanya yang konstan menandakan konsentrasi kuat atas usahanya menyusun gagasan. "Bayangkan Venom adalah ... hm, singa"—dia jelas-jelas sempat terpikir nama hewan lain, tetapi memilih tidak menggunakannya—"dan paman adalah pawang terlatih yang telah banyak belajar untuk menjinakkan mereka. Suatu hari, singa-singa itu tiba-tiba bisa bernyanyi. Nah, yang demikian tidak pernah dipelajari sang pawang. Maka dia refleks bereaksi sesuai yang dipikirkannya detik itu," terang Connor. "Barangkali dia merasa terhibur dan ikut bernyanyi, padahal menurut kita semestinya tidak."

Singa, pawang. Uraian tersebut menyerap lambat ke otak Charles. "Intinya, kau menganggap serangan Venom adalah sesuatu yang tidak dipersiapkan paman selama pelatihan mental."

Connor menunggu Charles melanjutkan, mata hijaunya berkilat-kilat.

"Entahlah, Connor. Kita berdua sama-sama pernah mengikuti pelatihan mental; kau saat hendak menjadi kapten dan aku sebelum menjabat sebagai letnan. Menghadapi serangan dadakan dengan tenang adalah salah satu latihan paling dasar."

"Aku tidak bilang apa-apa tentang serangan dadakan Venom."

Dahi Charles mengernyit. "Lantas?"

"Dengar, aku sudah mengecek rekaman-rekaman interogasi Ray. Seringnya kunjungan paman ke sana ditambah adu mulut mereka mau tak mau membuatku curiga," ungkap Connor. Tingkahnya seratus persen menyerupai detektif. "Apakah kau ingat pernah mempelajari tahap-tahap interogasi sewaktu di pelatihan mental?"

Charles meragu, tidak bisa menebak ke mana penjelasan Connor akan membawanya. "Itu pelajaran umum di akademi."

"Tepat sekali. Kupikir kita sedikit meremehkan dampak kekuatan komunikasi."

Petunjuk tersebut menggiring Charles ke sebuah kesimpulan: tindakan nekat Chief Preston adalah akibat sesi interogasinya dengan Ray. Sang letnan memijit pangkal hidung. Persoalan ini semakin pelik saja. "Dan kekuatan komunikasi Ray adalah ... ?"

Ketika senyum Connor merekah, lebar dan penuh gigi, Charles tidak yakin apakah itu karena dia percaya diri sudah memecahkan teka-teki ini atau justru dipicu oleh hal lain. "Provokasi," dia menjawab.

Kata itu serta-merta menjadi penutup diskusi Kale Bersaudara tentang mendiang paman mereka. Connor kembali berbaring, meninggalkan sang kakak dalam kondisi terhenyak. Air muka Charles disalahartikan sebagai kekaguman atas bobot hipotesis cerdasnya. Namun, alih-alih memikirkan diskusi barusan, ada hal lain yang mengganggu sudut benak Charles. Sebuah asumsi yang masih menyangkutpautkan mental. Kali ini berfokus pada Connor Kale.

Atmosfer kamar itu tidak berubah. Di atas ranjang, Connor bergelung membentuk bola, siap tertidur dan merestorasi ulang tenaga yang terkuras sepanjang proses diskusi. Lelaki itu kelihatan puas; sisa-sisa senyum membekas di bibirnya, tatapan mata sendu tetapi menyiratkan kemenangan. Charles mengenali ekspresi itu kapan pun Connor sukses menyelesaikan tugas-tugas berat.

Kendati demikian, kesangsian ini tidak bisa dibiarkan selamanya. Charles membulatkan tekad untuk bertanya mengapa Connor sanggup menyampaikan poin-poin argumennya dengan begitu akurat, terlalu akurat, berharap agar alasan sang adik cukup kuat demi mengurangi bibir kecurigaan yang bersarang di hatinya.

Sayang, Charles tidak pernah diberi kesempatan guna mengutarakan apa pun yang ingin dia utarakan, sebab pintu kamar tiba-tiba menjeblak terbuka dan tampak Laysee Hudson McCarter berdiri di ambang pintu.

"Darurat, Letnan!" Wanita itu berseru.

Connor terlonjak kaget. Ketika netranya menjumpai Laysee, dan Laysee melihat ke arahnya, mereka berdua saling mengangguk. Hormat terhadap eksistensi satu sama lain sebagai pendamping Charles.

"Laysee." Charles berdeham kalem. Menilai dari kepangan rambut cokelat Laysee yang amburadul, Charles menduga sang sekretaris habis berlari-lari untuk mencapai kamar rawat inapnya. Entah bagaimana Laysee sanggup mempertahankan sneakers abu-abunya agar tidak jebol usai dia berlari sprint. Kerja kerjas macam itu patut diapresiasi. "Sekadar informasi, otakku mau meledak," lanjut Charles. "Jadi tolong jelaskan secara singkat apa yang terjadi."

"Uh, Sir Kumis—eh, anu, Sir Roman—memanggilmu. Katanya ada kasus yang membutuhkan penanganan khusus Elite Sembilan."

Charles berteriak dalam hati. Tanpa basa-basi, dia segera menyampaikan, "Bilang kepada Sir Ku—Roman, Elite Sembilan sedang fokus memburu Venom, tidak boleh diberatkan oleh kasus-kasus lain."

"Begitulah yang kukatakan pertama kali," tandas Laysee. " Lalu ... lihatlah."

Sang sekretaris berderap menghampiri bosnya, selembar berkas berita dijulurkan. Pelayaran Misterius di Pelabuhan Ortega: Sebuah Kapal Pesiar Lenyap Tak Terdeteksi Satelit, demikian judulnya tertulis, dicetak tebal dan besar-besar.

Mengintip dari balik bahu Charles, Connor berkomentar, "Waduh."

"Waduh sekali," Laysee menyetujui. Kemudian, dia menimpali tak kalah serius, "Kalau aku jadi kau, Letnan, aku akan meminta bantuan seorang inspektur detektif cantik yang namanya berima dengan netra." Kalimat terakhir mengundang dengus tawa Connor. Dua cecunguk itu lantas mengikik geli bersama.

Charles spontan mendelik garang, memastikan Laysee dan Connor menangkap maksud peringatannya. Pekerjaan tidak semudah mereka yang tinggal "waduh, waduh" dan usul ini-itu saja, tidak sebagai polisi, dan terutama tidak sekarang.[]

A/N: for charles' biggest fan *blows kiss at BYBcool

guys, karena minggu depan UN, rex bakal tahan update sampe minggu depannya lagi. ditunggu ya ;)

regards,
-Queen Rex

Continue Reading

You'll Also Like

179K 13.2K 23
"GILA! LEPAS!" Anessa memberontak namun cengkeraman itu semakin kencang dan membuat kesadaran Anessa kepada jalanan yang sekarang dia lewati hilang...
5.7K 1.5K 24
[Kelas X] Completed Synesthesia yang ia miliki, terus membuatnya tidak bisa hidup dengan tenang. Murid-murid sekolah menjauhinya karena kesalahpahama...
138K 9.4K 24
menceritakan seorang pemuda yang lagi membaca novel yang ia beli di toko buku tapi dia tidak menyangka kalo novel yang ia beli ini tidak seperti yang...
8.3K 1.4K 6
saya miskin, dan teman saya jua. image source: pinterest (credit to anonymous) Desember 2018