Destiny of the Flora [REVISI❤...

By Risennea

283K 16.7K 436

(MASA REVISI SEKALI LAGI) [Fantasi Romance] [Season 1] Calista Angelia Bellvanist kembali ke tempat yang di... More

Mohon Dibaca
Must Read
[TRAILER]
Prolog (REVISI❤️)
1. Calista Angelia Bellvanist (REVISI❤️)
2. Selamat Datang Kembali di 'Neraka' (REVISI❤️)
4. Bertemu (REVISI❤️)
5. Hari Baru (REVISI❤️)
6. Si Putri Tidur (REVISI❤️)
7. Kemarahan Calista (REVISI❤️)
8. Kejadian (REVISI❤️)
9. Kembali (REVISI❤️)
10. Pelukan Hangat (REVISI❤️)
Cast [PART1]
11. Tunangan Pertama? (REVISI❤️)
12. Aku Takut (REVISI❤️)
13. Kesempatan Kedua? (REVISI❤️)
14. Labirin (REVISI❤️)
15. Tolong (REVISI ❤️)
16. Lagi?
17. Hari Pertama
18. Kacau
19. Suara Alam
20. Hukuman
21. Gosip
Cast [PART2]
22. Menjadi Gadis Liar
23. Si Mata Emas
24. Tidak Nyata!
25. Bertemu Lagi
26. Monster
27. Kebenaran
28. Keinginan
29. Terlalu Sayang
30. Bolehkah?
31. Sweet Moment
32. Kabar Buruk
33. Pengkhianat
34. Menyakitkan
35. Pelarian
36. Tidak Butuh Siapa Pun
37. Butuh Kamu
38. Maafkan Aku
39. Beauvais
40. Ibu?
41. Kenapa Aku?
42. Membuang Waktu
43. Serigala Abu-abu
Cast [PART3]
44. Just One Kiss
45. Awal Perang
46. Perang
47. Kehilangan Jiwaku
48. Membuka Hati
49. Pengkhianat (2)
50. Membuka Hati (2)
51. Kehilangan Lagi
52. Pilihan yang Sulit
Epilog
Author Note And Question
[Another Story] My Witch Gangster
About Destiny Season

3. Ingatan (REVISI❤️)

6.2K 393 4
By Risennea

9 tahun yang lalu.

Seorang gadis kecil, berlari menghampiri ibunya yang sedang duduk di gazebo istana. Gadis kecil itu adalah Calista.

Calista kecil sampai di depan ibunya-Bellva. Tangan mungilnya tersembunyi di belakang tubuh.

"Ibu, coba tebak apa yang Calie sembunyikan di belakang Calie?" Calista tersenyum pada ibunya, yang baru saja meminum teh.

Bellva berpura-pura berpikir.
"Emm, apa ya? Pasti tidak ada apa-apa?"

Calista terkekeh geli. "Salah."

"Emm, hadiah untuk ibu?"

"Salah."

"Mungkin, cincin permata?"

"Salah juga."

Bellva terus menebak, tetapi tebakan selalu salah. Hal itu membuat Calista kecil mulai cemberut.

"Tidak seru bermain dengan ibu, ibu tidak pintar." Bibir Calista terus manyun.

Bellva menangkup kedua pipi putrinya. Suaranya melembut. "Kalau ibu tidak pintar, berarti Calie harus memberitahunya pada ibu."

"Tidak. Calie lebih suka bermain dengan kakak Ash juga adik kembar. Mereka pintar menebak, tapi ibu tidak." Calista menggoyangkan kepalanya dengan berlebihan. Ekpsresi kesal terpatri jelas di wajahnya.

Bellva membelai rambut pirang Calista. Ia menghela napas, mencoba bersabar menghadapi tingkah putrinya.

"Itu tandanya Calie tidak perlu bermain bersama ibu, ibu rasa Calie juga tidak punya teman karena kakak Ash dan adik kembar, juga ayah dan ibu Titania sedang berlibur."

Calista cemberut lucu, wajahnya yang bulat membuatnya semakin imut. Perlahan ia mulai mengeluarkan tangannya di belakang punggung, dengan ragu Calista mengulurkan tangan ke arah ibunya, membukanya. Mata Calista terbelalak begitu melihat tidak ada apa-apa di genggamannya.

"Well, seperti yang ibu bilang, Calie tidak menyembunyikan apa-apa." Bellva berujar santai lalu kembali menyesap teh yang mulai dingin.

Mata Calista berkaca-kaca.

"Calie tidak berbohong, tadi Calie mengenggamnya dengan erat supaya tidak kabur," lirihnya.

"Dan apa yang sedang Calie sembunyikan?" Bellva menatap putrinya.

Terdengar isakan dari bibir mungil Calista. "Tadi ada, sekarang tidak ada."


"Apa yang tidak ada, sayang?" Bellva meraih putrinya ke dalam pelukan.

Calista menangis dalam pelukan ibunya, tangannya menggosok mata sembari menghapus air mata. "Tadi Calie menangkap kunang-kunang. Calie memukulnya agar dia mati dan tidak bisa kabur," Calista terisak lagi, "Tapi mungkin dia hidup lagi, dan akan membalas dendam kepada Calie, lalu Calie yang akan mati."

Bellva berusaha keras menahan senyuman di sudut bibirnya. Tangannya terus mengelus kepala putrinya, berusaha menenangkannya. "Siapa yang mengatakan hal itu padamu, sayang?"

"Ibu Titania."

Bellva menghapus air mata Calista. "Sayang, itu hanya mitos, tidak nyata. Mungkin, ibu Titania hanya menceritakan yang ada di buku."

Calista mulai tenang, tangisnya sudah berhenti. "Cuma cerita?" suaranya berubah parau. "Jadi Calie ditipu oleh ibu Titania, berarti ibu Titania jahat," lanjutnya.

"Ibu Titania tidak jahat, dia ibu yang baik dan ibu Titania hanya menceritakan apa yang ada di buku, sayang. Calie harus bisa membedakan mana yang baik atau yang jahat,"

Calista kecil mengangguk.

"Mau dengar cerita ibu, tentang ayah, ibu dan ibu Titania waktu bertemu?"

Calista kembali mengangguk pelan, dan Bellva memulai ceritanya.

***

Dulu sekali, di saat Raja Aaron dan Ratu Bellva dari kerajaan Gardenia menikah selama 10 tahun, mereka belum mendapatkan seorang anak. Kerajaan saat itu tengah heboh-hebohnya percaya, siapa saja yang tidak mendapatkan keturunan dikatakan kalau ia telah dikutuk. Kerajaan memaksa Raja Aaron untuk menikah lagi, tentu saja Raja Aaron menolak karena ia hanya mencintai Ratu Bellva—istri tercintanya. Tetapi semua terlambat, karena yang tidak diinginkan akhirnya terjadi juga.

Raja Aaron berjanji hanya akan mencintai istrinya—Bellva. Tetapi begitu ia bertemu Titania—perempuan dari bangsawan terhormat—semuanya berubah. Titania sama saja dengan Bellva, wanita itu cantik, lemah lembut, pintar dan anggun, tetapi Titania punya satu kelebihan yaitu bisa mempunyai keturunan. Setelah menikah kemudian dirinya dijadikan sebagai selir.

Salahkan Bellva yang awalnya mendukung Aaron menjadi cemburu saat Titania hamil dan Aaron lebih banyak menghabiskan waktu bersama Titania. Bahkan setelah melahirkan anak pertamanya-seorang putra yang langsung mendapatkan banyak pujian dari pihak kerajaan yang mengatakan putra itu yang akan menjadi putra mahkota-kadidat tertinggi untuk menduduki posisi Raja.

Tiga tahun kemudian, harapan pihak kerajaan pupus sudah, karena nyatanya Ratu Bellva hamil setelah sekian lama yang tidak mendapatkan keturunan, akhirnya lahir seorang putri, yang membuatnya mengantikan posisi putra mahkota menjadi putri mahkota yang akan memimpin kerajaan, karena anak dari Ratu Bellva yang dianggap sangat sah.

Titania sama sekali tidak cemburu mengetahui hal itu, dia wanita yang bisa berbagi, karena memang Titania bangsawan yang sangat menjunjung kesetiaan dan kepercayaan, ia percaya suatu saat nanti ia dan anak-anaknya akan bahagia, walaupun dirinya hanya seorang selir. Sampai akhirnya Titania melahirkan anak keduanya yang ternyata kembar, ia sangat senang saat itu, ia sangat bahagia. Anak keduanya dengan putri mahkota hanya beda satu tahun.

Bellva mencoba mendapatkan keturunan lagi, tapi sayangnya takdir hanya memberi kesempatan satu kali untuknya, dan Bellva merasa bersyukur setidaknya ia sudah punya satu anak.

Bellva dan Titania sama-sama mencoba menerima kalau mereka sama sekali tidak boleh dalam situasi canggung, maka mereka mencoba untuk mengenali satu sama lain. Usaha mereka sama sekali tidak sia-sia, mereka semakin akrab sekalipun Aaron berada di tengah mereka.

***

"Jadi begitulah ceritanya," Bellva mengakhirnya cerita, mengelus rambut Calista yang masih berada di pelukannya.

Calista kecil mendongakkan wajah ke arah ibunya.

"Jadi ibu Titania tidak jahat, walaupun ibu Titania sudah merebut ayah dari ibu?" bibir Calista terlihat manyun, ia masih ragu dengan cerita ibunya.

"Tidak, sayang. Kami tidak pernah merebut apa pun, kami hanya berbagi." Bellva mencoba bersabar karena menyebalkan kalau putrinya ini sudah dalam keadaan sok jenius.

"Jadi ibu Titania baik?" mata bulat Calista melebar seakan terkejut.

"Tentu saja, sayang."

Calista kecil hanya terdiam.

"Mau dengar sesuatu dari ibu?" tanya Bellva lembut.

Calista kecil hanya mengangguk pelan.

"Suatu saat nanti, saat Calie sudah besar. Ibu ingin Calie tidak boleh membenci saudara-saudara Calie, termasuk kakak Ash dan dua adik kembar. Calie hanya perlu ingat, kalau mereka bukan anak tiri, tapi mereka saudara Calie dari ibu yang berbeda. Jadi, mereka sedarah se-ayah dengan Calie, mengerti?"

"Iya, Calie mengerti." Calista kecil mengangguk dengan polos.

***

"Ibu, hari ini kan hari ulang tahun Calie. Apa kita tidak akan merayakannya?"

Calista kecil berkata dan menatap ibunya dengan mata biru yang memelas, saat berada di ruang kerja kerajaan.

Bellva menghela napas. Ini adalah seminggu setelah dirinya menceritakan kisahnya pada Calista di gazebo waktu itu, dan sudah seminggu lebih Raja Aaron dan selir Titania dan anak-anak pergi. Bellva lah yang mengurus Istana dan memimpinnya sementara.

Bellva mendongakkan wajahnya dari kertas penting yang sedang ditanda tanganinya. Ia melihat mata putrinya yang sudah berkaca-kaca.

"Calie, Calie tahu kan Ibu sedang banyak pekerjaan. Bagaimana kalau Calie bermain dengan Martha dan teman-teman yang lain?"

Setetes air mata jatuh di pipi Calista. Wajahnya sedih seakan mengambarkan suasana hatinya.

"Ibu jahat! Ibu selalu mementingkan pekerjaan. Hari ini hari ulang tahun Calie yang ke delapan. Sehari saja ibu tinggalkan tugas ibu untuk Calie," Calista terisak pelan. "Memangnya siapa yang lebih penting dari Calie dengan pekerjaan ibu? Bahkan ibu lupa mengucapkan selamat tahun untuk Calie." Tangis Calista semakin keras.

Bellva memijit pangkal hidung. Kalau putrinya sudah menangis itu tandanya Bellva harus meninggalkan pekerjaannya, meski pekerjaan itu penting. Ia berjalan ke arah Calista dan menyejajarkan tubuhnya.

"Calie, Ibu minta maaf. Ibu bukan lupa, hanya saja ibu sedang sangat sibuk. Calie bisa mengerti?" Bellva menatap putrinya dengan lembut berharap putrinya bisa mengerti.

"Tidak!" ucap Calista dengan keras.
Punggung tangan Calista mengosok matanya, menghapus air mata.
"Sekarang katakan! Lebih penting siapa, Calie atau pekerjaan ibu?"

Bellva menghela napas. Ia tahu sifat putrinya, putrinya akan menangis saat keinginannya tidak dikabulkan, dan sedetik kemudian akan marah jika tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Walaupun begitu putrinya anak yang jenius bahkan Bellva bingung kenapa putrinya begitu pintar bicara.

"Tentu saja yang paling penting adalah Calie."

Calista menatap mata ibunya seakan mencari kebenaran dari mata ibunya. Tetapi mata Bellva mengatakan bahwa ucapannya serius.

"Lalu kenapa Ibu sibuk dengan pekerjaan?"

"Pekerjaan Ibu memang harus cepat diselesaikan karena batas waktunya adalah besok, sedangkan Calie tidak ada batas waktu, yang berarti Calie ada untuk ibu selamanya."

Tatapan Calista yang tadi menatap ibunya kini menunduk.

"Benarkah? Berarti tadi Calie yang salah?"

Bellva menyelipkan rambut Calista ke belakang telinga. Ia tersenyum.

"Iya, tapi nanti malam Ibu janji kita akan merayakannya di luar istana." Bellva lalu memeluk Calista.

Calista membalas pelukan ibunya.

"Janji?"

Bellva menganggukkan kepalanya. "Ibu janji."

***

Malamnya, seperti janji Bellva setelah menyelesaikan pekerjaannya. Bellva dan Calista keluar istana. Mereka hanya berjalan kaki tanpa kereta kuda, para penjaga keamanan mengikuti mereka dari belakang. Saat keduanya sampai di sebuah danau, Calista meminta ibunya untuk menaiki perahu. Awalnya Bellva menolak tetapi Calista dengan keras kepala mengajak ibunya untuk naik perahu.

"Ibu, ini hadiah terindah yang pernah kita lakukan saat ulang tahun Calie," ucap Calista begitu mereka telah duduk perahu.

Senyum Bellva merekah, ia akan selalu bahagia jika putri tercintanya bahagia. Memang menaiki perahu pada malam hari sedikit berbahaya. Namun, ia percaya semua yang akan terjadi akan melindungi dirinya dan juga putrinya.

Setelah mereka menaiki perahu, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di tepi danau. Para penjaga juga masih mengikuti mereka dari belakang. Tangan Calista mengenggam erat tangan Bellva.

"Apa Calie sudah merasa senang?" tanya Bellva lembut sambil merapatkan mantel gaunnya.

Bibir mungil Calista tersenyum bahagia. "Sangat senang," jawabnya.
"Tapi bagaimana kalau kita bermain kejar-kejaran? Calie akan lari dan ibu akan menangkap Calie."

Bellva membuka mulut ingin menjawab, tentu ia akan melarangnya, tetapi Calista sudah lari menjauh dari Bellva. Alhasil Bellva juga berlari mengejar putrinya. Para penjaga yang hampir lengah kini juga ikut berlarian. Mereka terus tertawa, padahal tidak ada yang perlu ditertawakan, mereka bahagia karena bahagia sangatlah mudah.

"Nah, tertangkap!" seru Bellva saat Calista tersudut di sebuah pohon.

Napas Calista terengah-engah, wajahnya tersenyum bahagia. Gaun yang dipakainya melambai-lambai, menandai betapa dinginnya malam ini.

Bellva tidak jauh berbeda dari Calista, rambut hitamnya tertiup angin, wajahnya terlihat bahagia walau setelah berlari-lari.

"Tidak akan pernah," Calista tersenyum setelah itu memasuki hutan dekat danau, meninggalkan Bellva yang terkejut.

Bukan apa-apa, Bellva khawatir kalau hutan di malam hari itu berbahaya dan bisa melukai Calista.

"Jangan jauh-jauh, sayang. Hutan berbahaya," Bellva langsung menyusul memasuki hutan.

Sialnya, Bellva kehilangan jejak Calista. Ia mulai panik, ia akan sangat khawatir jika terjadi sesuatu pada putrinya. Putri satu-satunya. Bellva memelankan langkahnya, matanya mengawasi setiap sudut di tempat pohon pinus yang ada di sana.

"Calie!" panggil Bellva cukup keras, bahkan membuat suaranya menggema dalam hutan.

"Calie!" panggilnya lagi, masih belum mendapatkan respon apa pun.

Bellva mencoba tidak panik, ia sangat khawatir dengan keberadaan putrinya. Ia merasakan sesuatu bergerak di belakangnya. Secepat kilat ia berbalik tapi tidak ada apa-apa. Perasaannya mulai tidak enak, ia merasa kalau sebentar lagi akan ada hal buruk yang terjadi. Bahkan para penjaga yang mengikutinya tidak ada lagi di belakangnya lagi. Mungkin mereka kehilangan jejak Bellva melihat begitu cepatnya ia berlari. Malam semakin larut dan Bellva sendirian di hutan.

"Calie? Ibu tidak bercanda, sayang. Cepat keluar dan berhenti bermain-main." Napas Bellva tercekat, matanya mulai memanas.

"Mom?" terdengar suara Calista dari sisi sampingnya. Wajahnya terlihat bingung saat melihat Bellva hampir menangis. Calista berjalan menghampiri Bellva. Bellva tersenyum sedih.

"Jangan buat ibu khawatir, sayang."

"Maaf, Calie tidak bermaksud," ucap Calista berjalan sambil menunduk.

Bellva merasa ada pergerakan dari belakang Calista, matanya menajam saat melihat ada silau tajam di balik pohon pinus. Mengetahui kalau silau tajam itu adalah anak panah. Bellva melihat ke mana arah anak panah itu ditujukan. Calista. Itu ke arah putrinya.

Dengan cepat Bellva berlari ke arah putrinya mencoba menyelamatkan Calista. Begitu ia sudah memeluk putrinya, ia merasakan panah itu telah menancap di punggung kiri tepat di sebelah jantung, anak panah itu hampir menebus tubuhnya.

Calista merasa bingung, saat ibunya memeluknya dan sedetik kemudian terjatuh ke tanah bersama dengan dirinya. Bau anyir seperti logam berkarat tercium di hidungnya. Darah. Mata Calista terbelalak saat melihat sebuah panah menancap di punggung ibunya.

"Ibu?" Calista merasakan darah memenuhi tangannya.

Bellva kian memucat, napasnya tersenggal-senggal l. Bellva mencoba menahan rasa sakitnya dengan tersenyum paksa. Ia tahu ini akan menjadi akhir dari hidupnya.

"Calie, Ibu menyayangimu, sayang." napasnya pendek-pendek. Tangan Bellva mengelus rambut putrinya. "Dan akan selalu begitu."

Mata Calista berkaca-kaca, wajahnya menggeleng-geleng seakan memberitahu kalau ini bukan akhir dari segalanya. Calista terisak keras.

"Tidak, ibu jangan berbicara seperti itu!"

Bellva mencoba menahan tangisnya namun itu sulit. Air mata mengalir di pipinya. Tangannya bergetar hebat saat ia mencoba melepaskan kalung biru yang selalu dipakainya kemudian memakainya ke leher Calista.

"Selamat ulang tahun sayang. Ini ... hadiah terakhir ... yang bisa ibu berikan."

"Ibu tidak boleh berkata seperti itu. TIDAK BOLEH!"

Calista semakin ketakutan, semua yang terjadi ini seakan menjadi akhir pertemuannya dengan ibunya. Tangannya yang tidak berdarah menghapus air mata Bellva. Bibirnya mencium kedua pipi Bellva.

Kepalanya kembali menggeleng.
"Ibu harus kuat," suaranya bergetar menahan tangis."Karena Calie selalu menyayangi ibu."

Bellva tersenyum begitu manis bagi Calista. Wajahnya sudah pucat pasi, darah terus keluar tubuhnya. Senyumnya memudar saat napas tercekat seakan ada yang mencekiknya. Dan detik kemudiaan tubuhnya melemas ke dalam pelukan putrinya.

TIDAK! TIDAK!!

Calista mencoba menguncang bahu ibunya, tapi hasilnya nihil sama sekali tidak bereaksi. Ia meraih tangan Bellva, mencoba merasakan denyut nadi. Tidak ada denyut seakan denyut itu tidak pernah ada. Calista panik. Ia terus menguncang tubuh ibunya. Hasilnya tetap sama, ibunya tidak bangun. Seketika tangisnya pecah. Apa ibunya tidak akan bangun lagi?

"Tolong bangun! Please,"

Tidak ada jawaban.

"Jangan tingalkan Calie."

Calista mulai kelelahan. Ia berhenti menangis terisak-isak.

"TIDAK!!!" teriaknya keras. Dan bulan purnama menjadi saksi bisu dalam tragedi ini.

***

Sudah dua minggu lebih Calista mengurung dirinya di kamar, ia seperti patung hidup yang tidak berguna. Calista yang dulu sangat ceria entah hilang ke mana, ia sering berdiam dan sama sekali tidak berbicara dengan seorang pun, makan saja harus ada yang menyuapinya, ia seperti ini setelah kejadian di hutan di mana ibunya meninggal.

Pada saat pemakaman ibunya, jangan tanya berapa keras Calista menangis selama tiga hari berturut-turut. Dan hal yang paling ia benci adalah saat ayah, ibu Titania serta saudara lainnya tidak hadir di pemakaman sang ratu. Memangnya mana yang penting dari pemakaman ibunya daripada liburan yang hampir menghabiskan waktu selama satu bulan.

Pintu kamar Calista terbuka, Martha yang berumur 15 tahun membawa nampan berisikan makanan. Ia melihat Calista duduk di sofa melamun ke arah jendela, pandangannya kosong. Wajahnya tak lagi diwarnai keceriaan.

Martha berjalan menghampiri Calista, lantas duduk di sebelahnya.

"My Lady, mari kita makan malam dulu. Tadi siang Anda sudah menolak untuk makan."

Calista terdiam. Martha mengembus napas pelan, Martha bukan pelayan Calista, ia hanya anak dari pengasuh Calista yang hanya diperlukan saat mendiang Bellva sedang sibuk. Martha juga sahabat bagi Calista.

"Ayo makan, My lady." Martha mencoba menyuapi Calista, yang tidak direspon apa-apa.

Martha mencoba menahan air matanya, ia tidak tega melihat sahabatnya menjadi tidak waras dan kehilangan akal seperti ini.

"Calie, ayo makan dulu. Nanti kau bisa sakit," lirih Martha.

Calista mengalihkan pandangannya pada Martha, saat mendengar nama yang selalu dipanggil ibunya disebut. Martha tergagap ditatap begitu kosong oleh Calista.

"Tinggalkan aku," ucap Calista parau.

"A-apa?"

Calista tidak menjawab. Martha terdiam, mencoba untuk mengerti. Ia berpamitan lalu bangkit dan berjalan keluar dari kamar.

"Martha? Mulai sekarang kau yang akan jadi pengasuhku," ucap Calista saat Martha meraih gagang pintu. Seketika Martha membalikkan badan ke arah Calista.

"Tidak ada bantahan."

Martha yang terkejut, mencoba memahaminya. Ia dengar apa yang dikatakan Calista, hanya saja ia belum paham maksudnya dan akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar sebelum mengangguk kepala.

Kini Calista sendirian, ia menarik lutut, memeluk dirinya sendiri. Tangisnya pecah, bahunya bergetar seiring kuatnya tangisan. Setelah lelah menangis Calista berhenti, dadanya terasa sesak. Kini mata birunya sembab dengan hidung memerah. Ia kembali teringat kenangan tentang ibu, tentang bagaimana Calista setiap hari menghabiskan waktu bersama Bellva. Saat Bellva tidur dengannya ketika ia mimpi buruk. Semua kenangan yang indah sampai akhirnya kenangan buruk itu muncul, kenangan saat ibunya meninggal karena menyelamatkannya. Karena dirinya.

"Ibu," bibirnya bergetar menyebut kata itu. "Aku sangat merindukanmu."

Calista menarik napasnya seraya menghapus air mata, mencoba berhenti menangis.

"Apa ibu bahagia di sana? Ibu, ayah dan ibu Titania serta kakak Ash juga adik kembar mereka jahat. Mereka tidak ada saat Calie sedih, mereka tidak datang saat pemakaman ibu. Bukankah itu keterlaluan?"

Calista berjalan menghampiri bingkai foto ibunya yang tergantung dinding. Di dalam foto itu, Bellva tersenyum manis, memakai baju berwarna merah muda dengan latar belakang taman istana.

Calista memandang foto ibunya dengan sedih, lalu ia mulai berbicara pada foto itu, seakan foto ibunya adalah Bellva yang masih hidup.

"Ibu, katakan. Apa yang harus Calie lakukan? Mereka tidak peduli dengan kematian ibu? Ibu, boleh tidak Calie membenci mereka?"

Tangis yang awalnya sempat ditahan kini Calista terisak lagi. Katakan saja ia cengeng, ia tidak peduli. Mungkin sifat cengeng tidak bisa hilang tapi Calista bertekad untuk berubah.

"Bolehkan, Bu? Bahkan sampai hari ini mereka saja belum pulang. Calie bolehkan membenci mereka saat mereka pulang?"

Calista terdiam, mencoba untuk tidak menangis lagi. Dadanya sudah sangat sesak saat ia menarik napas, ia tidak boleh terus-terusan hidup dalam kesedihan, ia harus melakukan sesuatu. Sebelah tangannya menghapus air mata dengan kasar sedangkan satu lagi tergepal dengan kuat.

Wajahnya berubah menjadi dingin, seulas senyum licik tercipta di bibirnya.

"Tentu saja, ibu pasti akan mendukung Calie. Kalau pun Calie berniat membalas dendam pada mereka, supaya mereka tahu, bagaimana rasa sakit begitu kehilangan seseorang yang kita cintai." Tangan Calista menyentuh foto ibunya.

"Akan Calie buat, mereka kehilangan Calie seutuhnya, tidak bisa menyuruh Calie seperti boneka mereka lagi. Mungkin dulu Calie diam, saat ayah menyuruh Calie menghadiri pesta-pesta yang membosankan. Kali ini, Calie akan berubah. Calista yang dulu pendiam tidak akan ada lagi, hanya ada Calista yang pembantah."

Calista kecil terlihat marah. Tidak ada lagi gadis rapuh yang kegiatannya hanya menangis saja, dengan cepat ia berjalan ke arah lemari, meraih dua kain putih panjang. Ia mendorong kursi ke arah bingkai foto dan menaikinya karena tubuh kecilnya tidak mencapai tinggi foto, setelah itu ia menutupi kain putih pada bingkai foto ibunya.

"Dengan begini, Calie tidak akan sedih lagi."

Calista kembali berjalan ke arah cermin. Ia memandang wajahnya yang sangat mirip dengan ibunya, hanya rambut mereka yang berbeda sedangkan mata mereka sama-mata biru yang sangat biru. Kemudian Calista menutup cermin itu dengan kain putih yang lainnya. Dengan begini tidak ada lagi yang membuatnya mengingat wajah ibu, juga mengingat kenangan terburuk yang pernah ada di dalam hidupnya karena wajah Calista sendiri pun sangat mirip ibunya.

Calista menarik napas, dan mengembus pelan melalui mulut.

"Mulai hari ini, Calie akan membantah semua perkataan mereka, dan Calie juga tidak sudi lagi memakai nama belakang 'Wheeler'. Tidak akan sudi!"

Calista tersenyum tipis, saat matanya memandang ke arah langit melalui jendela, kejadian ini membuatnya harus kehilangan sosok sejati dalam dirinya. Mungkin dulu Calista adalah gadis kecil yang ceria, sering tersenyum, penurut dan pendiam. Namun, sekarang ia berubah, ia ingin dikenal menjadi sosok yang dingin dan pembantah, ia akan memulainya hari ini.

"Mulai hari ini. Aku bukan lah Calista Angelia Wheeler, tapi, aku adalah Calista Angelia Bellvanist."

***

Pss. Mulmed : adalah kalung Calista.

Calista Angelia Bellvanist pas kecil. Anggap aja rambutnya pirang :X

(3107 kata)

Continue Reading

You'll Also Like

137K 33.5K 27
[Sekuel 'Romeo, Take Me!'] Dipecat tanpa alasan dari perusahaan lama, kemudian berakhir dengan menjadi sekretaris pribadi CEO Grup Lucero, dan satu-s...
358K 943 8
konten dewasa 🔞🔞🔞
192K 12.3K 19
Ini dia jadinya kalo gadis bar-bar seperti Joana transmigrasi ke dalam sebuah novel romansa dan menjadi anak perempuan dari protagonis yang digambark...
543K 43K 40
#1 Cinta, selalu ada kisah tentang air mata. Dan kisah yang ini selalu sama dengan novel-novel romance yang pernah kalian baca, selalu sama, dan sela...