BERILIUM

By halusinojin

47.3K 6K 1.7K

Antara kemelut hati yang nyata dan kebahagiaan yang semu, Seokjin berdiri di sana. Kuat, tak goyah, namun rap... More

Home Sweet Home.
Hal yang Lumrah.
Menaruh Curiga.
Kesalahan Pertama.
Stalker.
'Dia' yang Mengetahui Segalanya.
Pembual.
Sebuah Permohonan.
Sebuah Impresi.
Pikiran Rumit Seokjin.
Datang.
Sudut Pandang.
Sepercik Binar.
Praduga.
Ada Sesuatu yang Hilang.
Hidup.
Hilang.
Krusial.
Semua Salahnya.
Aksa.
'Dia' yang Akan Tergantikan.
Di Ujung Tebing.
Sebuah Kebenaran Telak.
Rekah.
Akhir [1].

Ibu, Kau Berubah.

2.3K 338 105
By halusinojin

Rahang Yoongi memerah, matanya berair, tak sanggup menahan perih yang menjalar di wajahnya.

Min Hyeji dengan secarik kertas bertinta merah ia remas penuh amarah, alis menekuk dan deru napas yang memburu, menghiasi hari Yoongi kala ia pulang dari sekolah.

"Jelaskan padaku." Titahnya.

Yoongi hanya terdiam, menunduk, tak melontarkan sekalipun penjelasan pada Min Hyeji.

"Min Yoongi! Jelaskan padaku apa arti dari ini?!" Emosi wanita itu membuncah, tak terbendung lagi. Ia melempar kertas yang sedari tadi ada digenggamannya dengan kasar pada anak kandung sendiri.

'Oh ... Tuhan, mengapa harus saat ini?' Keluh Yoongi dalam hati tatkala melihat benda kusut yang sudah tak berbentuk tergeletak di lantai—tepat di bawah pandangannya.

"Apakah kau tak bisa belajar dengan benar?! Huh?! Sebegitu sulitkah kau mendapatkan nilai delapan puluh?!"

Tetap sama.

Yoongi masih terdiam.

Dan sangat jelas membuat Min Hyeji pedar.

"Untuk apa Tuhan menciptakan mulut jika kau tak bisa menggunakannya?! Jawab aku!"

"Tak berpendidikan!" Ia siap melayangkan lagi sebuah pukulan didasari amarah yang membumbung tinggi.

Dan Yoongi hanya terpejam, bersiap menerima itu 'tuk kesekian kalinya.

Ia pikir, ini memang salahnya. Tak lebih giat dalam menghapal rumus-rumus pelajaran, dan kini harus mendapat konsekuensinya; ia mendapat nilai yang kurang dari apa yang Min Hyeji targetkan-ia dapat nilai 78.

Terjadi lagi.

Terhitung dua kali Min Hyeji mendaratkan lengannya secara kasar di pipi Yoongi—hari ini—kini sebelah kiri.

Yoongi masih bergeming, ia terdiam di tempat dengan bahu yang naik-turun.

Pemuda itu berusaha menahan sakit dan amarah yang telah menyatu, membaur, hingga ia tak dapat membedakannya. Tak tahu mana yang hendak ia muntahkan mentah-mentah.

"I-ibu?! Ada apa?"

Suara yang mereka kenali terdengar di ambang pintu. Kemudian derap langkah kaki kian mendekati mereka, Seokjin melempar tas asal setelah mendengar beberapa teriakan Min Hyeji yang mengisi seluruh rumah.

"Yoongi ... A-ada apa?" Ia khawatir melihat adiknya terdiam dengan kedua pipi memerah. Seokjin merangkul kedua pundak anak itu.

"Ibu ... Tolong, jangan seperti ini. Yoongi tak salah apapun ... Ia sudah berusaha keras ...."

Min Hyeji hanya terkekeh mendengar paparan Seokjin.

"Tolong bu, jangan lakukan ini ... A-aku yang salah, aku tak mengajarinya pada saat itu ...." Ia memohon, disusul dengan tatapan tak percaya Yoongi.

"Aku menghidupi kalian seorang diri! Dan inikah balasannya?! Setelah apa yang aku korbankan padamu?!"

Ya ampun.

Ia memulai pembicaraan yang sama.

Inilah yang Yoongi benci, entah setan jenis apa yang telah bersarang ditubuh Min Hyeji; karena dengan tega ia mengubahnya menjadi seperti seseorang yang asing, kasar, tak senonoh, bahkan yang paling buruk ....

Ia membenci anaknya sendiri.

"Pergi. Min Yoongi. Masuk ke kamar. Aku sangat kecewa padamu."

Ya Tuhan ....

Apa salah anak itu hingga ia harus mengalami hal ini?

"Yoon, masuklah ...." Pinta Seokjin dengan intonasi pelan.

Pada akhirnya, satu isakkan pelan terlontar, diiringi langkah tegap yang terselubung rasa kecewa mendalam ia pergi.

Meninggalkan Min Hyeji dan Seokjin di sana.



🎈

Seokjin kini terduduk di tepian ranjang, kedua alisnya tertaut, dan kedua netra itu terpejam.

Rasa yang tak asing telah kembali menggerayami tubuh, ngilu dan perih.


Ia membaringkan dirinya dengan susah payah, kemudian kembali menatap langit kamar. Memandang kosong, dengan pikiran yang terombang-ambing entah kemana. Hingga satu memori yang takkan pernah ia lupakan itu kembali hinggap, tanpa aba-aba terputar dibenaknya.





Ayunan yang hanya terbuat dari ban mobil bekas dan sebuah tali tambang, tak pernah luput dari incaran anak-anak yang ingin menaikinya.

Memang, hanya itulah satu-satunya penghibur bagi seluruh anak di sana.

Anak-anak yang tak memiliki harapan hidup, anak yang terkucilkan, tak diharapkan, kurang sempurna, semua ada di sana.

Bernaungkan satu atap; dengan belasan kasur yang tersusun rapi, satu kamar mandi 'tuk berbagi, dan ruang makan yang ramai. Kim Seokjin menghabiskan waktunya selama lima tahun di sana. Menjalani kehidupan dari belas kasih orang, merasakan hidup dengan rasa kekeluargaan yang begitu lekat.

Sore itu, anak dengan rambut gaya mangkuk berwarna hitam legam bermandikan sinar mentari sore, tengah asyik bermain dengan memakai kaus putih kebesaran dan celana biru langit selutut, ia menaiki ayunan karet ban dengan senyum semanis buah plum yang baru masak.

Mata bulat, dan pipi yang tembam, membuat siapapun takkan berpikir panjang ingin menjawil benda imut nan lembut yang ia miliki.

"Jinie ... Sini sayang, ada yang ingin bertemu denganmu ...." Seorang pengurus panti memanggilnya, lantas pemuda itu turun dari ayunan dengan susah payah dan sedikit berlari menghampiri pengasuh.

"Ada apa? Nyonya?" Tanya sang anak dengan kepala yang agak dimiringkan setelah melihat presensi dua orang dewasa yang jauh lebih tinggi dibandingkan dirinya. Lantas ia mendongakkan pandangan, pipi gembilnya pun ikut terangkat.

"Ini ada Tuan dan Nyonya Min yang ingin mengobrol lagi dengamu sayang ... Jinie bisa?"

Seokjin yang baru berumur baru lima tahun hanya tersenyum manis sambil mengangguk, kemudian menyambut uluran tangan Min Hyeji yang hangat.

"Umurmu berapa tahun sayang?" Tanya Min Hyeji lembut. Mereka kini tengah terduduk di sofa tamu rumah itu.

Sang bocah tampak berpikir keras, alisnya tertekuk, ia melihat jari-jemarinya—berusaha 'tuk terlihat sedang berpikir.

"Ah ... Umm ... Itu, Jinie lima tahun ... Iya 'kan Nyonya?" Dengan manik yang bulat, Seokjin melirik Nyonya Song—pengurus panti bertubuh kurus nan cantik yang berada di sampingnya.

Sang pengasuh pun tertawa, "Iya ... Dia berumur lima tahun. Jinie itu anaknya sangat aktif ... Biasanya ia pemalu jika bertemu orang yang tidak dikenali ...."

Nyonya Song mengusak pelan surai Seokjin yang lembut, sementara sang anak tengah fokus memakan roti isi pemberian keluarga Min dengan pipi yang menyembul ke atas, dan beberapa noda saus yang menempel di sudut bibirnya.

"Kau suka Jinie?" Min Hyeji menyetarakan pandangan agar Seokjin tak perlu menengadah. Disusul dengan sebuah anggukan; membuat surainya ikut bergoyang sementara Min Hyeji dengan senyum sabit indah itu terlihat tulus; melihat Seokjin seperti anak kandungnya sendiri.

Ia mengangguk perlahan, "I-iya ... Ini enak ... Nyonya Mi—"

"Panggil aku ibu ya, sayang? Dan paman ini ayahmu ...." Dengan senyum teduh itu ia memberi Seokjin harapan 'tuk hidup lebih baik.

Min Hyeji kemudian membersihkan noda dengan ibu jarinya, menunjukkan kasih sayang yang sepantasnya diberikan kepada anak umur lima tahun yang sangat memerlukan pelukan ibu. Disambut dengan cekikikan pelan dari Seokjin.

Selang beberapa detik, Seokjin kecil nampaknya agak terheran dengan ucapan yang Min Hyeji lontarkan. Kemudian mengalihkan pandangan pada Nyonya Song yang sama-sama menaruh perhatian terhadapnya, "A-apa itu artinya? Nyonya Song ... Apakah Jinie akan pergi dari Nyonya Song?"

Ia membalas dengan anggukan pelan dan sebuah senyuman, "Kau akan hidup lebih baik ... Jinie."

Seokjin kecil kini tertegun, "Meninggalkan semua teman di sini?" Maniknya membulat dengan roti isi yang masih tergenggam erat di tangan.

"Kau akan punya teman baru ...."

Min Hyeji ikut menenangkan anak itu, "Iya sayang, Jinie tahu?Ada anak kecil yang tengah menantimu di rumah ... Ia ingiiiin sekali bermain denganmu ...." Dengan huruf 'i' yang agak dipanjangkan Min Hyeji meyakinkan, tak lupa menjawil pipi sang anak yang telah ia tunggu-tunggu.

"Benarkah?! Jinie mau main!" Ia memekik senang.

Hati Min Hyeji lega, kemudian mengulum senyum; ia lega setelah niat baik itu rupanya tak terhalang sesuatu yang sulit.

"Ayo, sayang ... Ikut dengan ibu ...."

Sang anak pun mengucapkan salam perpisahan pada pengasuhnya, senyum yang ranum ia tunjukkan lengkap dengan tangan mungil melambai-lambai di udara. "Dadah Nyonya Song! Terima kasih telah merawatku! Jinie pergi dulu .... Dadah!" Seokjin kecil berada dalam dekapan sang ayah sekarang.

Hatinya mencelos melihat bocah periang Kim Seokjin pergi, ia membalas dengan lambaian pelan.

"Nah ... Jinie siap? Ibu akan menyayangimu sepenuh hati ibu, Jinie tak perlu takut ... Ayah dan Ibu akan selalu ada untuk Jinie ... Juga sayangi adikmu Yoongi, ya?"

Min Hyeji meremas penuh kasih sayang tubuh mungil itu, mengecup kening Seokjin dengan lembut diiringi bibir Seokjin kecil yang berucap pelan, "Jinie janji akan jadi anak yang baik. Menyayangi ayah, ibu dan juga Yoongi. Terima kasih ... Ibu."









"Aku merindukanmu, bu. Aku merindukan senyummu."

Seokjin berujar pelan ketika terlelap dengan setitik air meluncur bebas dari kedua pelupuknya. []

▪•▪•▪•▪•▪•▪•▪

Halloo...

Btw itu mulmed Min Hyeji-nya ku comot dari internet.

Dia aktris korea, namanya Kim Tae Hee. (Fyi)

Entah kenapa imej nya cocok aja menurutkuh :")

But ....

Kalo menurut kalian kurang cocok atau gak sesuai dengan harapan, kalian bisa berimajinasi dengan apa yang kalian pikirkaan :3
It's up to youu ^^

DAN GAK LUPA JUGA MAKASIH BUAT YANG MANTENGIN FF INIII :")

ILYSM ♡

^MULAI ALAY LAGI^ :")

Bye!💜💜💜

-asdfghjkl

Continue Reading

You'll Also Like

373K 38.9K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
102K 8.6K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
94K 657 4
isinya jimin dan kelakuan gilanya
76.7K 3.5K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++