BERILIUM

By halusinojin

47.3K 6K 1.7K

Antara kemelut hati yang nyata dan kebahagiaan yang semu, Seokjin berdiri di sana. Kuat, tak goyah, namun rap... More

Home Sweet Home.
Hal yang Lumrah.
Ibu, Kau Berubah.
Kesalahan Pertama.
Stalker.
'Dia' yang Mengetahui Segalanya.
Pembual.
Sebuah Permohonan.
Sebuah Impresi.
Pikiran Rumit Seokjin.
Datang.
Sudut Pandang.
Sepercik Binar.
Praduga.
Ada Sesuatu yang Hilang.
Hidup.
Hilang.
Krusial.
Semua Salahnya.
Aksa.
'Dia' yang Akan Tergantikan.
Di Ujung Tebing.
Sebuah Kebenaran Telak.
Rekah.
Akhir [1].

Menaruh Curiga.

2.4K 331 104
By halusinojin

"Ada seseorang yang hendak memasuki rumah kita."

Seokjin bingung, ia masih memerhatikan tempat yang ditunjuk oleh Yoongi dengan memicingkan mata.

"Mungkin kau salah lihat ... Tak ada siapapun di sana." Seraya kembali melangkahkan tungkai.

"Aku benar melihatnya hyung ... Ia hendak memasuki rumah lewat jendela ... Tapi kemudian berlari, sepertinya ia melihat kita ...." Yoongi kembali mengikuti langkah Seokjin.

Hal itu tak digubris oleh Seokjin. Ia kukuh pada pendiriannya, "Salah lihat, kau terlalu banyak menonton film, Yoon. Mana mungkin ada perampok yang bekerja siang hari?" Logika Seokjin berkata demikian, disambung oleh dengusan pelan Yoongi.

Ia menyerah.

🎈


Selalu seperti ini.

Empat kursi kayu mahoni lengkap dengan meja bundar itu hanya terduduki oleh dua orang saja, menjadikan suasana ruang makan di keluarga Min sunyi senyap. Tak ada ayah yang duduk sebagai kepala keluarga, apalagi sang ibu yang menyediakan nasi bila anaknya meminta tambahan.

Seokjin dan Yoongi hanya berdua di sana.

Hening.

Hanya suara dentingan sendok yang beradu kasar dengan permukaan piring.

Min Hyeji kali ini pulang larut malam, tak peduli dengan kondisi perut anak-anak mereka yang sudah merongrong minta diisi. Habis sudah waktunya 'tuk mengisi kegiatan pekerjaan dilanjut dengan hiburan malam bersama teman kantornya.

Sungguh, ibu yang pengertian.

Seokjin tiba-tiba menghentikan kegiatannya, nasi dan lauk masih tersisa di atas piring namun ia telah menyimpan sendok dan lekas membasahi kerongkongannya, "Aku ke kamar dulu."

Kemudian meninggalkan Yoongi sendirian, tungkainya melangkah maju, menuju lantai dua dengan ritme yang cukup cepat.

Berbelok kanan, mendekati jendela yang terletak di ujung lorong rumah, tujuannya adalah itu. Cukup untuk mengelabui Yoongi yang tengah berselera makan meskipun rasanya selalu sama—hambar.

Lupakan masalah masakan Seokjin yang hambar, kini pemuda itu telah sampai di tempat tujuannya. Mengintip disebalik tirai, ia bisa melihat halaman rumah keluarga Min yang cukup luas, namun saat ini atmosfernya sangat berbeda; dengan lampu temaram dan rumput liar yang telah mengakar di sana membuat siapapun yang melihat pada malam hari akan bergidik ngeri dibuatnya.

'Aku ... Tak salah lihat kan?'

Ia bergumam kecil, seraya menelisik setiap senti halaman belakang keluarga Min dengan kedua netranya.

'Ada seseorang di sana, aku bisa melihat bayangan itu. Di balik tirai jendela dapur ... Tepat di belakang Yoongi ....'

Oh, Seokjin kini sangat khawatir.

'Stalker? Atau hanya orang lewat?'

Ia tak melihat sesosok pun di sana, yang ada hanyalah rembulan yang menyembul di angkasa, menghiasi langit malam.

Satu helaan napas pelan ia keluarkan. Kemudian berbalik badan, hendak kembali duduk di meja makan dan siap menjawab segala pertanyaan yang akan Yoongi lontarkan padanya.

'Mungkin ... Halusinasiku saja.'






Seokjin pun kembali terduduk di sana, presensi Yoongi masihlah sama—sendok di tangan kanan dan pandangan ke arah layar ponsel yang diletakkan di sebelah kiri. Hampir tak menyadari jikalau kakaknya kini telah kembali.

"Sudah? Ada apa sampai terlihat buru-buru seperti itu?"

"Tidak ada ... Hanya aku teringat sesuatu yang membuatku tak yakin. Jadi aku mengeceknya." Seokjin membual.

Yoongi menyipitkan mata, menyelidiki Seokjin seakan ia tak boleh mempercayai begitu saja apa yang telah Seokjin paparkan.

"Mengapa? Kau tak percaya?"

"Kau bohong ya? Hyung?"

"Tidak ...." Sanggahnya.

"Sungguh?"

Seokjin mengangguk yakin.

Lupakan.

Tak ada yang bisa menggoyahkan Seokjin kala ia kukuh dengan perkataannya.

Yoongi menghela napas seraya beranjak dari tempat, melangkah pelan dengan ponsel yang digenggam erat.

Melewati Seokjin yang tengah terdiam.

Dan membisikkan sesuatu tepat di telinga Seokjin.

"Kau juga melihatnya kan? Hyung?"






____________

Seokjin masih terjaga.

Meski ini telah larut malam bahkan menjelang pagi.

Ia tak dapat memejamkan kedua matanya, membenamkan pikiran ke dalam dunia mimpi seperti biasa.

Kini Seokjin tengah memandang langit-langit kamar berwarna abu muda itu, memikirkan banyak hal yang telah ia alami pada hari ini.

'Apa yang dikatakan Yoongi benar.'

'Siapa dia?'

'Mengapa terlihat seperti tengah mengintai keluarga ini?'

'Apa yang akan terjadi selanjutnya?'

'Bagaimana dengan Yoongi?'

'Apakah ibu akan baik-baik saja?'

Tak lama, satu dorongan pintu yang cukup keras terdengar nyaring oleh Seokjin. Ia menyadari ada sesuatu yang tengah memasuki rumah.

'Itu Ibu, dia pulang.'

Ia terperanjat, hal yang telah dinantinya kini tiba. Seokjin menyibakkan selimut yang dikenakan, memakai sandal tidur dan segera menemui seseorang yang baru saja tiba di ambang pintu.

Seokjin menuruni tangga dengan ritme yang cepat. Membuat orang itu menaruh atensi padanya.

"Ibu ... Sudah pulang?" Sapa Seokjin dengan lembut.

Min Hyeji mendelik tak suka, baginya, Seokjin hanyalah pengganggu di antara ketenangan yang saat ini ia tengah rasakan.

"Kau lupa dengan apa yang telah ku katakan tempo hari? Kim Seokjin?"

"A-ah ... I-iya, maaf ...."

"Nyonya."

Min Hyeji kini melihat raut wajah Seokjin. Ia berkata, "Ada apa?" Seraya pergi menuju dapur, hendak membawa segelas air 'tuk meringankan efek alkoholnya.

"Apakah ib-Maksudku, Nyonya melihat seseorang di luar?"

"Tidak."

"Sama sekali?"

"Ya."

Singkat.

"A-aku hanya khawatir ... Aku takut ada hal buruk terjadi padamu, bu. Ada seseorang di halaman rumah kita yang terlihat seperti—"

Min Hyeji menyimpan gelas dengan tekanan tinggi di atas meja, membuat suara nyaring dan alhasil Seokjin menghentikan kalimat rasa khawatirnya pada sang ibu.

Sial.

Seokjin tak bisa menghilangkan kata 'ibu' dalam otaknya.

Dan kini, Min Hyeji perlahan mendekati Seokjin dengan sepatu hak yang belum ia lepas.

"Dengar, hariku selalu buruk semenjak kematian suamiku. Dan itu penyebabnya adalah kau, Kim Seokjin." Netranya menatap tajam Seokjin.

"Bisakah kau tidak membual satu hal apapun? Dan tidak selalu menemuiku? Huh?! Satu hari saja, Tak bisa kah kau melakukan itu?!"

Intonasinya semakin meninggi, terutama pada akhir kalimat.

Seokjin tak habis pikir mengapa ia tak bisa membenci wanita di hadapannya ini? Meskipun ia telah mendera begitu banyak luka yang diberikan oleh Min Hyeji.

Rasa sakit itu mungkin tertutupi oleh kebaikan dan kebahagiaan yang pernah Min Hyeji berikan pada Seokjin beberapa tahun silam.

"Kim Seokjin. Hentikan bualanmu itu dan pergi dari sini." Min Hyeji bertitah.

"Ta-pi bu—"

"Pergi!!" Ia membentak kali ini.

Seokjin menelan kekecewaan, ia mundur perlahan dengan dua kalimat terucap pelan dari kedua belah bibirnya.

"Baik, ibu ... Selamat malam."

















🎈

"Jin ...."

Sayup-sayup itu memanggilnya. Namun, si pemuda tak mendengar.

"Jin!"











"KIM SEOKJIN!"







"AH!"

Ia terbangun, seraya berteriak setelah mendengar seseorang memanggil namanya dan diiringi tubuh yang diguncang pelan.

"Ma-maaf aku mengganggu tidurmu, tapi ... Kau tak apa? Wajahmu pucat."

Oh ....

Itu hanya Kim Taehyung, ia terlihat khawatir mendapati Seokjin tengah menenggelamkan wajahnya di antara lipatan tangan di atas meja.

"Taehyung ... Jam be-berapa ini?" Ucapnya dengan kantung mata yang terlihat kentara.

Taehyung melirik benda bulat yang tergantung di depan kelas untuk beberapa detik, "Ini waktunya istirahat ...."

"Mau kuantar ke UKS? Kau sakit ya? Mengapa memaksakan sekolah? Masuk angin? Demam? Apa tenggorokanmu kering?"

Apa yang dikatakan Taehyung benar. Bahkan untuk saat ini, berdiri pun dirasa sulit bagi Seokjin, telinga memerah, tubuh yang hangat, ditambah bibir pucat itu, semua orang tahu Seokjin sedang dalam kondisi tak sehat.

"Tidak ... Tidak usah, Tae ... Sebentar lagi juga pulang." Lirihnya.

"Kau ini, lima jam itu masih lama ... Jangan memaksakan begitu, jika pingsan ... Siapa yang repot? Seluruh kelas pasti repot, petugas PMR yang datang kemari, hingga wali kelas yang menanyakan hal ini-itu padamu setelah kau siuman, belum lagi bagian keamanan sekolah yang—"

Kata yang terlontar dari mulut Taehyung terhenti ketika Seokjin mengankat tangan, mengisyaratkan Taehyung 'tuk diam sejenak.

Seokjin tertawa pelan mendengar beribu kemungkinan yang dipaparkan Taehyung. "Itu tak mungkin terjadi Taehyung ... Kau ini, ada-ada saja. Aku hanya kurang tidur semalam."

Ya, Seokjin benar. Ia hanya kurang tidur gara-gara orang asing yang terlihat sedang menginvasi rumah, sampai-sampai tak dapat tertidur hingga alarmnya berbunyi kembali.

Taehyung menghela napas perlahan, kemudian tersenyum tipis. "Jika guru memarahimu karena tertidur di kelas, aku pun akan kena imbasnya, Jin."

"Ah iya, kau benar." Seokjin mengangkat pandangan.

"Benar kan ... Nah, sekarang ... Ayo pergi ke UKS!!" Ucap si pemuda dengan riang. Ia begitu bersemangat karena bisa membolos dua jam pelajaran—40 menit—tentang sejarah dan menemani Seokjin dengan satu gelas teh manis hangat.

"Tidak. Tae ... Aku tidak akan tidur ... Lagipula aku sudah meminum kopi." Ia tak mengikuti tarikan tangan yang Taehyung lakukan. Kemudian Taehyung kembali terduduk di kursinya.

Taehyung mendesah, "Padahal 'kan di sana ada tempat tidur." Ia kecewa. Impiannya akan satu gelas teh manis hangat pun lenyap tak bersisa.

Seokjin hanya menyimpulkan senyum dengan mata tertutup, rasa pening yang menjalar di kepalanya perlahan hilang seiring Taehyung berucap hal yang tidak-tidak.

🎈

"Lama sekali."

Itu Yoongi, sebuah hal aneh bila kini ia yang menunggu Seokjin di depan gerbang.

Netranya sibuk melihat kesana-sini, mencari presensi yang tak asing 'tuk dilihat.

Yoongi mulai gusar.

'Setengah jam? Ia bahkan tak memberi kabar sama sekali.'

Seseorang yang tengah berlari melintasi Yoongi kemudian terdiam. "Ah! Kau adiknya Seokjin kan? Min Yoongi?" Teka orang itu.

Yoongi mengedip dua kali lebih cepat sesaat, kemudian mengangguk pelan.

"Sudah kuduga. Oh ya, hyung-mu menyuruh untuk pulang duluan, katanya ia ada kegiatan." Jelasnya.

"Ah ... Iya, terima kasih ... Emm—"

"Jimin, namaku Jimin." Sembari tersenyum simpul.

"I-iya Jimin-hyung."

"Aish ... Tak usah memanggilku hyung, umur kita sama ... Hanya saja aku lebih dulu masuk sekolah dibandingkan kau ...." Ia sedikit tertawa.

"Yasudah, Sampai nanti, Yoon!" Kemudian berlalu.

'Ah ... Seumuran, pantas saja tubuhnya—'

'Tunggu. Jin-hyung tak bisa pulang? Dasar. Merepotkan. Kalau begitu sedari tadi aku pulang.'

Yoongi menggerutu dalam hati, dalam perjalanan pulang, ia kini hanya ditemani sepasang earphone tanpa adanya Seokjin yang selalu tak membiarkan Yoongi berdalih barang sedetik.

Sepi.

Namun ia merasa tenang.




Setelah sepuluh menit ia berjalan, akhirnya ia sampai di 'neraka'nya.

Pintu bercat putih ia dorong perlahan, menimbulkan suara decitan yang cukup nyaring.

"Oh, Yoongi. Kau sudah pulang?"

Suara itu ... Ia mengenalinya.

Dengan cepat Yoongi mengangkat pandangan.

'Tidak.'

'I-ibu berhasil menemukannya.' []

Continue Reading

You'll Also Like

39.7K 5.8K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG
101K 7.4K 50
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
170K 8.3K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
31K 3.3K 14
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG