heart of terror

By queenrexx

106K 17.6K 7.8K

cover by the talented @BYBcool *** Sembilan orang itu disebut Venom, sekelompok teroris yang perlahan-lahan t... More

before you read
1 - nine dangerous dorks
2 - cops and their own drama
3 - just another normal day for bunch of terrorist
4 - charles kale is trying his best
5 - why so serious, district aguare?
6 - our bonding time includes threat, wrestle, and cuddle
7 - we're destroying our homeland 'cause why not
8 - dumbest reason to get married
9 - here comes the big boss *dramatic explosion in the background*
10 - richy rich people not so richy anymore
11 - media, or also known as the biggest trash talker ever
12 - seven minutes in heaven, forever in hell
13 - another bonding time ft. grocery shopping
14 - fuck queen, long live bellezza
16 - ask this v important issue as (not) anonymous
17 - who the frick let alpha name things? smh
18 - do you feel like a young god? because they do
19 - district vioren aka the WEAKEST district asking for help?! *fake gasp*
20 - my tech brings all the boys to the yard
21 - he's beauty he's grace he'll punch u in your face
22 - S I K E
23 - when trickster got tricked while tricking
24 - connor.exe has stopped working
25 - a quest to the deadly shoes, now with sequel
26 - lieutenant charles works hard but the devil works harder
QnA answers!!
27 - f is for failure we did together
28 - knock knock children it's murder time
29 - kale brothers, drama, and more drama
30 - goddamn which side you actually pick
31 - our favorite angry boy, truly an icon
32 - headline: local cinnamon roll trying to look tough
33 - a good day for work (unless you're cop or smth)
34 - join the alliance of asshole to be the assholest to ever asshole
35 - someone's DEAD, charles is STRESSED, connor is lying AGAIN
36 - *slides $5 to essence* tell me about the aliens
37 - "fank you" is when u can't decide whether to say fuck/thank you
38 - 2 bros sitting in the darkness 0 feet apart 'cause they're suicidal
39 - IS THIS YOUR KING?!
40 - HELL YEAH HE IS
41 - help, i have 11 main characters and this story is a disaster
42 - tracing the sharp edges of you
43 - last chill chapter of the goddamn story
44 - i'm here to ruin your day
45 - a completely makes sense ending
last a/n
QnA & a bit info
characters' info
GUESS WHAT

15 - death dresscode

1.6K 348 80
By queenrexx

MATA-mata dituntut supaya mampu menguasai beragam teknik penyamaran, salah satu yang tersulit adalah memalsukan wajah sedemikian rupa hingga orang tak perlu repot-repot mencurigai saking terlihat aslinya.

Bellezza mempelajari teknik satu itu dari Eloise Thorne, sebagaimana ia juga mempelajari teknik-teknik lain dari dirinya. Eloise adalah seorang mata-mata profesional, agen Connor yang diutus menyelamatkan Bellezza sewaktu terlibat masalah di Distrik Aguare sekaligus menjadi mentornya selama setahun. Pelatihan mata-mata intens, Bellezza mengingat sambil bergidik ngeri. Eloise tidak main-main soal aksi, meski ia tahu apa yang baru menimpa Bellezza sampai harus 'diambil' Connor.

Intinya, yah, terjadi sebuah kecelakaan di pertandingan bela diri. Cukup fatal. Connor terpaksa memboyong Bellezza, patah kaki dan menangisi bayangan cacat seumur hidup, ke salah satu di antara tiga negara yang mengisi Benua Beku, yakni Negara Rheondus, agar mendapat perawatan medis terbaik dan paling tinggi persen kesembuhannya.

Kini tiga tahun terlewati, Bellezza belum berkesempatan menemui gurunya secara langsung lagi, dan ia betul-betul merindukan nilai-nilai kedisiplinan seorang mata-mata yang telah ditanamkan Eloise kepadanya sejak awal perjumpaan.

Benar, sejak awal perjumpaan. Pertama kali mereka bertemu, ketika Bellezza patah kaki dan kesakitan dan kalah, sendirian, tak bisa melenyapkan rasa kecewa melihat betapa banyak keprihatinan ditumpahkan ke penderitaannya, kekalahannya yang paling telak. "Bahkan dalam keadaan seperti ini kau berhasil menarik perhatian Connor," demikian Eloise berkata. "Bayangkan apa yang terjadi selepas kau sembuh nanti, bertambah mahir melebihi lawanmu; melebihi dirimu hari ini."

Maka Bellezza tak mempunyai pilihan lain. Berpisah dari keluarga yang penuh tuntutan, beralih dari dunia pertarungan resmi yang selama ini selalu menuai sejarah di antara luka lebamnya, menuju dunia kekerasan baru. Kekerasan sesungguhnya, tempat di mana kekalahan berarti mati dan wasit ditentukan oleh harga diri.

Sekarang, bangkit bersama Venom, ia nyaris tak terkalahkan.

Sebesar itulah pengaruh Eloise terhadap perkembangan Bellezza.

Bellezza selesai menatap masa lalunya empat tahun ke belakang melalui cermin di ruang ganti. Ia mendesah, menahan dorongan untuk menggaruk dagu aslinya yang tersembunyi di balik dagu palsu tiruan Stevani Addine. Lama kelamaan gatal juga. Oh, betapa Bellezza akrab dengan ketidaknyamanan ini.

Tak hanya dagu, nasib serupa pun ikut menimpa kulit kepalanya yang mendekam di balik wig pirang bergelombang supertebal ala sang desainer. Bellezza makin gerah membayangkan apabila rambutnya lebih tebal atau panjang sedikit saja. Mungkin itulah alasan mengapa mata-mata seperti dirinya, Andromeda, bahkan Eloise dikaruniai rambut tipis.

Beralih ke sisi para bodyguard. Terakhir kali Bellezza melihat Max di bus menuju Astro, si spesialis kabur-kaburan tampak terganggu karena harus meluruskan rambut pirang ikalnya demi totalitas penyamaran. Untunglah tambahan kacamata hitam sukses memperbaiki mood-nya. Alpha sendiri tak jauh berbeda, ia sempat menolak dipakaikan wig seolah tidak sadar betapa highlight biru pada rambutnya bakal menarik perhatian. Untuk sentuhan akhir, wajah keduanya ditempel kumis-jenggot-jambang lebat.

Hal-hal di luar penampilan berjalan cukup lancar hingga sekarang.

Max tengah berjaga sendiri di depan pintu ruang ganti usai ditinggalkan Alpha yang pergi memindai seisi gedung; mencari sudut terbaik untuk meletakkan dinamit-dinamit kecil sedangkan dinamit besarnya dipegang oleh Bellezza, diikat di betis dan tersembunyi di balik gaun putih panjang nan mekar. Soal seragam pesanan Alpha, mereka baru diizinkan mengambilnya usai misi dinyatakan berhasil. Ada barang bagus buat Bellezza—tampang Alpha sangat meyakinkan saat menjanjikannya—sebuah senjata, bisa dipakai langsung dalam misi selanjutnya.

"Hei, dua menit lagi peragaannya dimulai." Max berujar lembut di alat komunikasi Bellezza, nyaris berbisik (itulah suara seseorang yang terbiasa berteriak-teriak di dalam mobil kedap suara, bukan di luar ruangan). "Kau sudah siap?"

"Alpha belum kembali?" Bellezza menggoyang-goyangkan ekor gaun agar semakin menutupi betis. Duh, kayak angsa.

"Alpha akan menemuiku di pintu masuk panggung peragaan."

Bellezza menegakkan tubuh kemudian berjalan menjauhi cermin. "Baiklah."

Pintu ruang ganti terbuka dan Max mendapati dirinya terpukau sekaligus ngeri. Bellezza tampak cantik, tentu saja, bahkan tanpa mode penyamaran Stevani Addine sekalipun. Namun, ketimbang riasan wajah, gaun, tatanan rambut, serta fakta bahwa ada dinamit terikat di betis Bellezza, Max lebih dibuat takut oleh heels pembunuh setinggi sepuluh senti yang dikenakan si mata-mata. Lancip sekali. Max menelan ludah membayangkan ada berapa banyak daging yang dapat disobek Bellezza menggunakan heels tersebut.

Sudut bibir Bellezza terangkat. "Ujung heels tambahan yang dibuat dari logam. Bagaimana menurutmu?"

"Kalau kau sanggup berlari dengan heels itu, kunyatakan dirimu sebagai anggota Venom terkuat," ucap Max serius. "Maksudku, oke, kau menendang bokong Atlas dan Valor sekaligus mengobati mereka berkali-kali. Namun, berlari pakai heels berada di level yang lebih tinggi. Kau paham, 'kan?"

"Mari lihat nanti," komentar Bellezza, menutup pintu di belakang lalu bergegas mendahului Max. Koridor berisi kamar khusus bintang tamu yang ditempati Bellezza dan Max sepi. Ketiadaan para bodyguard mengindikasikan bahwa para desainer telah mengosongkan ruangan mereka.

Max membungkuk hormat selagi melewati Bellezza. "Lewat sini, Nona."

oOo

Setengah jam memasuki acara peragaan busana, dua belas granat cahaya dilempar dan meletus tepat di wajah para keamaan di luar ruang peragaan. Mereka berjengit kaget dan kesakitan, senjata dijatuhkan dan alarm darurat luput dinyalakan karena tangan-tangan digunakan untuk menutup mata yang terserang buta temporer. Pelakunya tak lain adalah Alpha, yang sekarang bersembunyi di ujung lorong dengan saku penuh berisi puluhan senjata mematikan lain.

Max merutuk usai menerima pesan Alpha. Ia ingin menggunduli highlight biru elektrik kesayangan sang kawan, tak tanggung-tanggung seluruh rambut hitamnya sekalian, sebab baru mengabari ketika kejadian berlangsung.

Max buru-buru berlari ke luar ruang peragaan, mendahului para bodyguard lain yang niscaya baru bertindak saat mendengar alarm atau perintah atasan. Deretan tatapan nan menghujat menusuk punggung Bellezza ketika gadis itu ikut bergerak mengikuti Max.

Pintu ruangan terbuka. Keduanya disambut bunyi alarm serta pasukan keamanan baru berwajah panik. "Serangan teroris, Anda diharapkan tetap berada di dalam." Salah satunya mencoba mendorong Bellezza.

"Aku bersama penjagaku." Bellezza bersikeras, membanting pintu ruang peragaan di belakangnya sampai menutup. "Biarkan aku pergi."

"Nyonya, ini demi keselamatan—" Granat cahaya lagi-lagi dilempar. Bellezza memanfaatkan keterkejutan si anggota pasukan keamanan untuk menghantamkan perutnya sekuat tenaga menggunakan lutut sedangkan Max lekas mengunci ruang peragaan, memerangkap para tamu di dalam bersama dinamit kendali jarak jauh yang telah berpindah dari betis Bellezza ke kaki kursi yang tadi didudukinya. Tombol peledak tinggal ditekan, dan itu dipastikan bakal terjadi secepat setelah mereka menjauhi bangunan.

Tembakan menggema dari ujung lorong. Alpha berhasil menumbangkan tiga keamanan, Bellezza membantu memukul pingsan lima di antaranya dalam sekali serang tepat ke titik-titik lemah manusia—leher, dagu, telinga—tentu saja Bellezza mengetahuinya, ia bukan hanya seorang mata-mata spesialis bela diri, melainkan juga paramedis. Kombinasi mematikan tersebut memudahkannya menghabisi musuh semudah mematahkan tusuk gigi.

"Kita punya waktu lima menit sampai CCTV aktif kembali," ingat Max seraya menarik lengan Bellezza. Di ujung lorong, sosok Alpha sudah tidak kelihatan. "Jasper dan Lucille tak bisa mengendalikannya lebih lama, jarak mereka terlalu jauh."

"Tak masalah. Alpha punya rencana cadangan."

Max menggosok kumis tempelnya. "Kau tahu, ada alasan mengapa Alpha tak pernah ditunjuk menjadi perancang strategi."

Beberapa keamanan yang lolos dari serangan maut Bellezza berhasil menghubungi bantuan melalui alat komunikasi mereka. Bellezza dan penjaganya pasti dicurigai. Peduli setan, Bellezza justru lega karena akhirnya ia bisa mencopot wig sialan yang melekat di kepalanya. Seluruh tambahan palsu di wajahnya juga segera dilepas, diremukkan dalam kepalan tangan hingga menyisakan serbuk-serbuk kasar serupa debu.

Barang bukti akan terbakar bersama bangunan ini, mereka tidak perlu khawatir.

Lorong-lorong selanjutnya dipenuhi penjaga bersenjata yang tak segan memakai cara kasar guna menghentikan mereka. Namun, Alpha memimpin pelarian sembari membuka jalan dengan baik. Beragam jenis granat berulang kali dilempar, peluru-peluru dilontarkan dari senapan yang mengalung di lehernya. Semua nyaris tak pernah gagal menyasar kepala targetnya. Tak butuh waktu lama bagi Bellezza dan Max untuk menyusul dan meng-K.O. sisanya.

Max bersiul kagum. Binar memancar dari sepasang netra keperakannya selagi memandangi kedua kaki jenjang Bellezza yang lincah bergerak di atas heels. "Kau berlari di atas heels. Astaga, ini bukan sihir!"

"Halo, aku menggantikan posisi Atlas di sini, lho. Tidak ada pujian?" sahut Alpha tanpa merusak irama serangannya. "Apa kalian menganggapku mengagumkan tiap saat?"

Bellezza memutar bola mata sambil memutar leher salah satu petugas keamanan. Krek nyaring terdengar. "Tak diragukan lagi." Merasa seseorang mengincar punggungnya, ia refleks bersalto ke belakang, cukup tinggi hingga sukses mendaratkan tendangan maut di pucuk kepala sang lawan.

"Sial," gumam Alpha sesaat setelah merogoh tas pinggangnya dan mendapati granatnya sudah habis. Cuma granat cahaya dan yang berdaya ledak rendah yang tidak ada, sebetulnya, yang berarti mau tak mau ia mesti memakai granat lain yang lebih besar dan luas jangkauannya. "Hei, aku akan gunakan granat frag."

"Sekarang?" Max mundur selangkah di belakang Bellezza yang tengah mengunci leher seorang petugas.

Si pembuat bom mengangguk. Senapannya disampirkan ke punggung sementara kedua tangan mengeluarkan dua granat baru. Granat frag, tepatnya, senjata lain hasil kreativitas Alpha nan tiada tara. Tak seperti granat biasa maupun granat cahaya, bukan daya ledak granat frag yang mesti diwaspadai melainkan pecahan-pecahan metal di dalam granat. Alpha ingat ia juga menambahkan silet dan jarum sebagai variasi semata.

Dampak ledakan granat frag begitu mematikan sampai ke titik di mana Alpha, orang yang paling mengenal bom tersebut, walau sudah mengenakan seragam dan melapisi diri dengan tameng khusus, masih harus tiarap secepat setelah granat frag dilempar demi mengurangi potensi terluka. Bellezza dan Max tak menunggu perintah Alpha untuk segera mundur, bersembunyi di balik belokan koridor yang tadi mereka lewati, menunggu sampai bunyi ledakan terdengar dibarengi mentalnya komponen-komponen tajam.

Kemudian granat pun dilempar. Kepingan-kepingan besi bercampur silet dan jarum sontak terlontar ke segala penjuru. Pekikan menggema. Bellezza dan Max menonton dalam diam, tahu betul lokasi persembunyian mereka takkan tersentuh efek ledakan. Kecemasan mereka berdua datang dalam bentuk lain, yakni kepungan bala bantuan.

Tim keamanan baru menyusul tepat di belakang—Max menyadari saat menolehkan kepala. "Bukan waktu paling tepat untuk menanggalkan penyamaranmu," akunya kepada Bellezza. "Bersyukurlah karena orang mati tidak bisa bicara."

"Aku tahu." Bellezza buru-buru berdiri. "Ayo."

Sisa-sisa serakan isi granat frag tak ubahnya ranjau. Mudah saja bagi Max untuk berjalan di atasnya berkat sepatu bot yang ia kenakan sebagai persiapan, sedangkan Bellezza perlu ekstra hati-hati kecuali ia ingin tersandung, jatuh, dan berakhir seperti para petugas keamanan yang menjadi korban ledakan granat frag. Bellezza mengamati mereka. Tak banyak yang selamat, tidak dengan kondisi tubuh tertancap minimal lima objek tajam, tidak pula dengan organ vital yang terus-menerus mengucurkan darah.

Bellezza mendapati Alpha berdiri di tengah sisa-sisa kekacauan. Sebelah kepalan tangannya teracung ke arah kedatangan Bellezza, Max, dan pasukan petugas yang mengejar mereka, mengindikasikan granat lain siap dilempar. Namun, serangan itu ditahan sampai kedua rekannya pergi melewatinya menuju lokasi melarikan diri.

"Akan kususul kalian!" seru Alpha berjanji. Seragam bodyguard-nya compang-camping, menampakkan lapisan fabrik khusus yang dipakainya untuk menamengi diri dari ledakan granat frag.

Max mengacungkan jempol, dibalas gestur serupa oleh Alpha lepas ia mengelap cairan yang menetes di dahinya menggunakan punggung tangan. Lelaki itu barangkali terlalu fokus untuk menyadari bahwa cairan tersebut tak lain merupakan darah; bahwa ada luka berupa goresan panjang yang melintang di dahinya.

Entah bakal jatuh ke mana darah Alpha nantinya, Max tidak peduli. Pemuda berambut pirang ikal itu tak repot-repot menyembunyikan tawa, yang kemudian memancing seringai puas Bellezza. Biarlah polisi melakukan investigasi dan penelitian sesuka hati mereka, sebab pada akhir pertunjukkan, suka atau tidak suka, seisi gedung ini akan hancur. Itulah mengapa Bellezza tak sungkan membuang penyamaran dan tak khawatir ada petugas yang menangkap wajahnya, alasan sama berlaku pula baik kepada Alpha maupun Max. Penyamaran hanya buat pembukaan semata guna membuat penonton buta. Namun, kini tirai sudah setengah menutup, identitas para pemain baru boleh dibuka.

Mobil hasil curian menunggu tak jauh dari lokasi gedung, tepatnya di area basement nan sepi tempat kendaraan milik bintang tamu lokal terparkir. Semua berada di gedung, jelas, dan kebanyakan petugas yang mestinya berjaga di sana nyaris semuanya pergi ke sumber keributan Alpha, tanpa sadar berlari ke kuburan mereka sendiri.

Bunyi ledakan pertama terdengar, disusul kedua, ketiga, dan seterusnya selama dinamit terus meledak, mengirim getaran demi getaran secara gradual ke basement. Alpha muncul tak lama kemudian, muka letih dan pucat, sekujur tubuh gemetar dalam balutan seragam khusus yang biasa dikenakan Atlas—perbandingan yang begitu kontras ketika ia yang memakainya mengingat betapa Atlas tidak pernah gemetar, apalagi pucat pasi ketakutan.

Bellezza refleks memeluk Alpha. "Kerja bagus," bisiknya, dengan hati-hati dan perlahan menggiring Alpha masuk ke mobil, duduk menemaninya di kursi penumpang sedangkan Max tersingkir menjadi supir seutuhnya.

Ledakan masih berlanjut—kira-kira, ada lima belas dinamit lagi yang belum meledak—kali ini menyebabkan langit-langit basement benar-benar terancam runtuh.

"Toko Elektronik Derek." Alpha bergumam serak. Mereka punya satu destinasi terakhir untuk dikunjungi sebelum pulang ke Vioren. "Sekarang."[]

A/N: look....... a queen.

btw, ada reader yang nyaranin supaya rex buat group chat HoT. tapi biar lebih efektif, rex bikin square :DDD

kalain bisa cari 'Heart of Terror' di kolom pencarian square dan langsung join aja ya! im waiting ;))

regards,
-Queen Rex

Continue Reading

You'll Also Like

122K 457 5
collection of short stories
11.6K 1.8K 88
(Romance-Action-Comedy-Drama) Perjalanan menggunakan Le Wiston the Seas akan membuatmu melupakan permasalahan hidup sejenak. Nama kapal yang begitu t...
16.4K 3.5K 47
Credit cover by noisa_art (Instagram) ⭐ Follow sebelum membaca ⭐ Tidak mudah menjadi Haura. Di rumahnya, Haura harus menghadapi ibunya yang temperame...
5.3K 195 9
Short story of Edgar allan Poe