My Cute Office Girl

Por clarisayani2

4.5M 260K 12.1K

Menceritakan seorang Office Girl yang bekerja di salah satu perusahan properti terbesar di Indonesia, di bawa... Más

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50 (End)
Extra Part 1

Extra Part II

130K 5.2K 246
Por clarisayani2

"Sayang, masak apa?" tanya Kris seraya melangkahkan kakinya ke dapur melihat istrinya tampak sibuk di depan kompor tanamnya sesampainya ia di rumah. Kris melonggarkan dasinya dan menarik lengan kemeja sebatas siku.

Alena menoleh ke arah suaminya dengan sendu. "Lagi masak sup iga. Aku menambahkan banyak sayuran ke dalamnya. Kamu tidak makan dengan baik akhir-akhir ini."

Sudah satu minggu pekerjaan Kris begitu menumpuk. Alhasil, untuk mengenyangkan perut saja ia tidak sempat.

Kris kian mendekat ke arah istrinya. Memeluk tubuh Alena dari belakang dan menghirup aroma segar yang menguar dari tubuhnya.

"Aku tidak apa-apa. Jangan menekuk wajah kamu seperti itu." Kris menguraikan pelukan dan membalik tubuh Alena agar menghadapnya. Ia mengangkat dagu Alena, mendekatkan bibirnya dan langsung melumatnya dalam. Alena perlahan membalas ciuman Kris menyeimbangi belitan lihainya dalam mulutnya.

Kris melepaskan pagutan, kemudian tersenyum menatap lekat paras cantik istrinya. "Rasanya masih sama menggairahkannya seperti saat pertama kali kita berciuman tujuh tahun lalu. Meski telah beratus kali aku mengisapnya, tetap saja manisnya tidak pernah hilang." Ia mengusap-usapkan ibu jarinya pada permukaan bibir bawah Alena seraya menyelipkan rambutnya ke telinga.

Alena meninju kecil perut rata Kris tersipu malu. "Gombal,"

Kris menarik pipi Alena dengan gemas. "Lihatlah rona merah ini. Masih sama seperti gadis perawan saja. Jangan menunjukkan rona ini pada siapa pun. Aku tidak ingin mereka berpikir kamu masih single."

Alena berdecak mendengar gombalan Kris yang seakan tidak pernah ada habisnya. "Siapa yang akan berpikir kalau aku masih lajang jika dalam keadaan bunting tua seperti ini?" Alena melepaskan tangan Kris yang masih menarik-narik gemas kedua pipinya dan menunjuk perutnya.

Kris tersenyum. "Oh iya, aku yang buat ya ternyata. Bentuk tubuh kamu sudah diborgol oleh buah cinta kita." Ucap Kris terpaksa melepaskan tarikan di pipi Alena dan berpindah mengusap perutnya yang tengah hamil besar.

Dua bulan dari sekarang, Alena akan kembali menjadi Ibu, dan Kris akan menjadi seorang ayah untuk anak keduanya yang telah diprediksi berjenis kelamin laki-laki sesuai USG. Kebahagiaan akan bertambah dan berkali lipat dari sebelumnya dengan kedatangan anggota baru untuk rumah tangga mereka berdua. Kembali mendapatkan hadiah lagi dari Tuhan di dalam bahtera cintanya bersama Alenanya membuat Kris tidak hentinya berucap syukur pada yang Kuasa.

Jalan terjal yang dilalui mereka berdua untuk bisa bersatu terbayar sudah dengan kebahagiaan tiada tara ini. Jika ia bisa memutar ulang masa lalu dan tepatnya ke masa itu di mana Alena hanyalah gadis tanpa orangtua, pendidikan yang memadai, maupun pekerjaan yang mengesankan, ia akan tetap memilih seorang Alena untuk dijadikan wanita yang akan menemaninya sampai hari tua dimana malaikat pencabut nyawa datang menjemputnya. Ia tidak menginginkan hal lain lagi jika hadiah yang menantinya adalah Alenanya.

"Junior kayaknya lagi tidur," ujar Kris ketika tidak mendapatkan tendangan seperti biasa di perut Alena. Biasanya saat ia menyentuh permukaan perutnya, anaknya seolah girang di dalam dan tak mau diam.

Alena mengangguk seraya tersenyum ikut meletakkan tangannya pada tangan Kris, mengelus lembut tangannya. "Hari ini dia sangat tenang. Hanya sesekali menendang."

Kris merengkuh pinggang Alena semakin merekatkan tubuh keduanya. "Tapi junior yang satunya malah bangun," Kris menyeringai, kemudian ia mematikan kompor dan beralih lagi menatap Alena penuh arti.

Alena memutar bola matanya mengerti maksud ucapan Kris, dan sekarang ia berharap ia hanyalah anak polos yang tidak tahu menahu arti dari seringaian iblis yang lebih sering terbit itu untuk menggoda hormon kehamilannya yang gampang memuncak.

"Kris, nanti saja. Ini masih terlalu sore. Lagipula, sebentar lagi makan malam. Kamu tidak lapar?" tanya Alena antisipasi merasakan belaian lembut Kris yang mulai merambat ke area-area sensitifnya. Jika sudah begini, akan sulit melepaskan diri dari serangan Kris tidak peduli alasan apa yang akan diberikannya. 

Kris mengangguk. "Aku lapar. Lapar sekali sampai juniorku kian menyesakkan dan mulai terasa menyakitkan, Bie."

Alena mendesah. Sulit berkompromi dengan Kris jika dia sedang diliputi gebuan gairah seperti ini.

"Bukan itu maksudku," Alena menggeram.

"Sepertinya, kamu juga sudah siap." Goda Kris tersenyum miring merasakan respons tubuh Alena yang mulai menegang, merinding karena sentuhan Kris yang dapat membuainya begitu cepat.

Kris menunduk, namun Alena menahan dadanya sebelum ciuman mendarat di lehernya.

"Kamu baru saja pulang kerja. Mandi dulu sana." Kata Alena seraya melepaskan dasi yang masih menggantung di leher suaminya yang telah dilonggarkan.

"Seharian ini aku hanya duduk di ruanganku, tidak ke mana-mana," Kris mulai melepaskan kancing kemejanya satu per satu, dan tangan yang satunya lagi masih digunakan menahan tubuh Alena agar tetap di tempatnya.

Semua kancing telah ditanggalkan, kemudian ia membuka kemejanya dan melemparkan sembarangan ke meja makan menyisakan perut berotot Kris hasil olahraga rutinnya hampir setiap pagi untuk menyenangkan fantasi sang istri. Kris merengkuh wajah Alena ke dadanya. Alena meronta kecil sambil mendorong Kris dengan sebal menerima kelakuan kekanakannya yang kadang masih sering dia tunjukkan meski usianya sudah tidak lagi muda untuk bermain-main seperti anak remaja kebanyakan.

"Masih harum, kan?" Kris melepaskan kancing piyama tidur Alena. "Ayo kita selesaikan urusan yang ini dulu. Yang lain bisa menunggu," Kris dengan cepat menyurukkan kepalanya ke leher Alena dan menciumnya— seraya menggigiti kecil. Meremas dadanya memberikan desahan kenikmatan yang meluncur dari bibir tipis istrinya.

Di sela-sela ciumannya, Kris bergumam, "Ai sedang menginap di rumah mami, kan?"

Dengan terengah seraya meremas rambut Kris yang menyusuri setiap inci daerah dadanya, Alena mengangguk.

Sore tadi Miranda menjemput Aileen sekembalinya dia dari Prancis dan mengajaknya untuk menginap satu malam di kediamannya. Ai tentu tidak menolak, karena sang Nenek bisa lebih memanjakannya lebih dari ibunya yang sangat disiplin meski begitu lemah lembut saat menerapkan kedisiplinan untuk kebaikannya. Tapi namanya juga anak kecil, pasti ia sesekali ingin dimanja dengan limpahan barang dan kemewahan khusus anak kecil dari Neneknya.

"Bagus. Aku ingin kita melakukannya di sini." Kris menggeser tubuh Alena agar sedikit menjauh dari kompor. Ia membalikan kembali tubuh Alena agar memunggunginya seraya menanggalkan baju Alena yang melekat di tubuhnya. Tanpa perintah seolah tahu apa yang akan dilakukan suaminya, Alena mencondongkan tubuhnya ke depan dan bertumpu pada konter dapur.

Tanpa suara lagi dari keduanya, Kris menyatukan tubuh mereka berdua, hanya erangan dan desahan yang mengisi di sekitarnya.

Mendinginlah sup iga panas yang telah susah payah dibuatkan Alena untuk makan malam mereka. Jiwa mereka lebih lapar dan musik keroncongan lambung yang berasal dari cacing pun tak lagi dihiraukan.

Setelah satu ronde terselesaikan, Kris menggendong tubuh polos Alena ke kamar meninggalkan pakaian yang berserakan di dapur. Membaringkan tubuhnya di ranjang dan kembali menyatukannya lagi seakan rasa lelah tidak dapat ia rasakan.

Tubuh Alena bagaikan candu yang tidak pernah bosan untuk disatukan dengan miliknya meski beratus bahkan beribu kali telah ditidurinya.

Kris berguling merebahkan diri di samping Alena setelah melakukan pelepasan yang ketiga kalinya malam ini. Alena mengatur napasnya dan menyingkab rambutnya yang basah oleh keringat.

Kris melirik ke sampingnya, kemudian tersenyum melihat Alena yang telah dibanjiri peluh sama halnya dengan dirinya. Ia meraih remote AC menambahkan suhu agar lebih dingin, walau sudah di suhu terminim.

Ia bertumpu pada sikunya menyamping memperhatikan Alena yang masih tampak kelelahan. Ia mengulurkan tangannya, menyusuri wajah Alena dengan jari telunjuknya. Dari lekukan hidung mancung mungil Alena, lalu turun ke bibirnya. Alena menggigit jari Kris gemas yang tanpa henti mengusapkan jarinya pada bibir Alena. Kris terpekik sambil tergelak.

"Ganas ih." Protes Kris setelah gigitan itu terlepas dari gigi Alena.

"Lagian sih nggak bisa diem." Napasnya mulai teratur. Alena lantas mendudukkan tubuhnya perlahan, merasakan pegal di sekujur tubuhnya akibat aktivitas beberapa saat lalu.

Kris tersenyum, menyingkab selimut yang menutupi area pribadinya. "Aku mandi dulu. Setelah ini kita makan," Ia bangun dari ranjang.

Alena mengangkat tangannya minta digendong. "Aku juga mau mandi lagi. Lengket. Nggak enak kalau seperti ini."

Alis Kris saling bertaut setelah melihat waktu telah menunjukkan ke angka sepuluh. "Ini sudah malam, Sayang. Besok pagi saja mandinya. Nanti juga keringatnnya menyusut sendiri," Kris melarang, namun baru akan melangkah ke kamar mandi, Alena merengek.

"Aku mau mandi sekarang!" Dengan nada manjanya.

Kris menghela napas dan berjalan ke arah ranjang. Ia menyentil dahi Alena pelan. "Bandel!" Lantas membopong tubuh gemuk Istrinya ke kamar mandi menuruti tidak ingin berselisih. Alena melingkarkan tangannya di leher Kris sambil mengendus aroma parfum dan keringat yang telah menjadi satu pada tubuhnya.

Kris mendudukkan tubuh Alena di closet duduk sembari menunggu air hangat untuk memenuhi bathtub.

"Bermain satu ronde lagi kayaknya masih sempat deh, bie, sekalian nunggu air penuh," goda Kris yang sedang bersandar pada dinding kamar mandi seraya menatap Alena.

"Kris, ih!"

Kris tertawa. "Iya, iya! Horor banget tadi tatapan kamu."

"Lagian sih!" Alena mendengkus mengangkat bokongnya untuk mengambil sabun susu cair dan dituangkan ke dalam bathtub-nya.

Kris yang melihat apa yang dilakukan Alena cuma mengulum senyum dengan lipatan tangan di dada tidak terputus memerhatikan gerak-geriknya dengan perut buncit. Seksi. Itulah kata yang tertahan di tenggorokan.

"Witwiw~" Kris bersiul. Alena mendelik sebal menatap Kris, dan masuk ke dalam bathtub yang telah dipenuhi air hangat disusul oleh suaminya. Saling menyabuni tubuh masing-masing, Kris tidak hentinya menggoda Alena dan sesekali tergelak menertawakannya.

***
Kris melajukan mobilnya bersama Alena di sebelahnya menuju kediaman Miranda untuk menjemput Aileen, putri semata wayang mereka. Sejak pagi sekali Miranda berulang kali menelepon bahwa Aileen menangis merindukan ibunya. Bahkan dari semalam, Aileen minta untuk ditemani tidur ibunya, namun ponsel Kris tidak diangkat, tahu lah apa yang dilakukan mereka sampai tengah malam hingga mengacuhkan suara panggilan. Untung saja tangis Aileen mereda setelah Miranda membacakan dongeng anak-anak, gadis kecil itu pun terhanyut dan terbuai memasuki alam mimpi.

Miranda masih merindukan cucunya, mengajak Kris dan Alena untuk menginap saja di sana. Tapi percuma, jika tidak begitu penting, Kris lebih memilih untuk tidur di rumah mewah pribadinya bersama kedua cintanya. Dalihnya karena jarak sekolah TK Aileen lebih jauh untuk ditempuh jika mereka menginap di sana. Besok sudah hari senin, Aileen pun harus sekolah seperti anak kecil lainnya.

Mobil sport Kris memasuki halaman luas kediaman keluarganya. Ia mematikan deruan mesin, dan tanpa disuruh, melepaskan seatbelt yang melingkari perut Alena. Kebiasaan dari dulu yang tidak bisa dihilangkan padahal Alena sudah berulang kali mengatakan ia bisa melepaskannya sendiri. Dan sekarang, itu malah jadi kebiasaan—menunggu Kris untuk membukakan seatbelt miliknya.

"Papaaa..." seru Aileen melihat papanya dan mamanya saat memasuki rumah. Aileen yang sedari tadi sedang bermain dengan segala jenis boneka di karpet, berlari ke arah Kris yang sedang membuka lebar tangannya.

"Ayo kesayangan papa," kata Kris menepukkan tangannya menyemangati langkah kecil Aileen untuk menghambur ke pelukannya.

"Happ... dapat!!" Kris berseru ketika Aileen melompat ke dalam pelukannya.

Kris mengangkat tubuh kecil putrinya sambil memberikan ciuman bertubi-tubi di pipinya yang membuat Aileen cekikikan kegelian.

"Papa, Aileen kangen." Rengeknya seraya mengeratkan tangannya yang dikalungkan di leher Kris.

"Kalau gitu gantian. Ai yang cium papa," Kris menyodorkan pipinya minta dicium. Aileen mencium pipi kanan dan kiri Kris.

"Papa, kacamatanya ngalangin," Aileen melepaskan kacamata yang dikenakan Kris. "Mama..." Aileen memberikan kacamata itu pada Alena. "Papanya harum. Ai harum nggak?" tanya Aileen riang.

Kris berpura-pura mengendus dan mencebikkan bibirnya. "Kok harumnya beda ya?" Ia menggoda anaknya penuh rasa ingin tahu.

"Harum, kan? Oma beliin minyak wangi baby di Paris. Katanya di sana wangi ini popular!" Antusias, Aileen membeberkan.

"Oh ya? Tapi masih haruman yang dibeliin papa deh!" Kris menggelengkan kepalanya sambil menatap anaknya.

Aileen cemberut di pangkuan Kris membalas tatapan meledek ayahnya.

Gemas, Kris menarik pipi gembil Aileen. "Suka banget sih merajuk kayak mamanya. Gampang ngambekan ya si kesayangan papa ini!" Ia mencium pipinya bertubi-tubi lagi sampai Aileen terpekik kegelian.

Alena dan Miranda hanya tersenyum melihat pemandangan tidak asing antara ayah dan anak itu.

"Kamu apa kabar, sayang?" tanya Miranda seraya memeluk Alena dan bercipika-cipiki.

"Aku baik, mih. Mamih gimana keadaannya, sehat?"

"Tentu. Mamih selalu sehat." Miranda menuntun Alena berjalan ke ruang tamu. "Kalian sudah sarapan? Mami masak banyak hari ini."

"Belum Mih. Tadi buru-buru takut Aileen masih ngambek," jawab Alena.

"Tuh kan, apa Papa bilang, Aileen mah ngambekan kayak Mama. Untung Papa sabar." Celetuk Kris sambil berlalu melewati kedua wanita itu dan masuk ke arah dapur mencari makanan.

Alena mengikuti langkah Kris dari belakang. Kris sudah duduk di kursi mengambil piring untuk dirinya dan Alena serta sendok dan garpu disiapkan di sampingnya.

Ia menepuk kursi makan menyuruh agar Alena duduk. "Sayang, ayo makan dulu. Semalam nggak sempet makan banyak keburu ngantuk, 'kan kamu?"

"Kris, harusnya sedikit berbasa-basi dulu dengan ibumu." Gerutu Alena pelan di sebelah Kris.

Kris menarik kursi untuk diduduki Alena. "Hidup Mami itu sudah sangat bahagia, sayang. Aku sering meneleponnya kok." Jelas Kris dan memajukan kursinya lagi. Alena pun ikut duduk, sembari mendengar celotehan Aileen di sebelahnya.

"Betul! Mami sudah sangat bahagia di usia yang tidak lagi muda ini. Semoga kalian juga akan selalu seperti ini sampai maut memisahkan." Harap Miranda tulus seraya mengulas senyum hangat.

"Amin..." Kris dan Alena mengamini harapan Ibunya.

***

The End

Yayyy... akhirnya cerita ini kelar repostingnya 🙏🏻 Terima kasih untuk yang sudah baca 😘😘 Tidak ada extra part lagi yaa 🤗DADAHHH

Seguir leyendo

También te gustarán

2.5M 177K 33
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
4.3M 174K 26
Bagaimana rasanya jika bos mu adalah mantan pacarmu? Pacar yang sangat dingin kepadamu? Bahkan dia tidak pernah bersikap manis kepadamu? Um.. sebenar...
586K 25.1K 20
Cinta seorang gadis biasa, yang telah lama di pendamnya pada seorang Niko, siswa senior di sekolahnya. Pada malam perayaan kelulusan lelaki itu, Kari...
2.9M 260K 67
"Kalau umur gue udah 25 tahun dan gue belum menikah, lo nikahin gue ya?" "Enggak mau ah, lo tepos!" Cerita ini tentang Mayluna dan Mahesa yang sudah...