Tulisan ini menceritakan problem yang gue hadapi sebagai seorang yang didiagnosa PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), karena mengalami Child Sexual Abuse.
Tidak mudah memang mengakui kalau dalam perjalanan hidup menjadi seperti ini.
Layaknya seperti penderita PTSD lainnya :
1. Depresi
Ada bermacam-macam yang dilakukan. Tetapi gue menjadi memiliki kecenderungan mudah marah dan bertindak arogan. Alkohol dan rokok adalah menjadi tempat pelarian terbaik gue.
2. Menghilangkan ingatan atau memelihara ingatan?
Sebagian orang bisa tetap mengingat kejadian masa lalu, tetapi gue dan sebagian orang lain, berhasil membuat diri menjadi "amnesia" terhadap kejadian masa lalu. Hanya kemudian tergantung pemicunya. Apakah ada sebuah kejadian menjadi pemicu, yang perlahan menjadi pembangkit kenangan. Dan efek itu tanpa disadari menjadi sebuah tindakan yang terkadang irasional.
3. Keinginan bunuh diri dan menyakiti diri sendiri.
Ada beberapa orang yang berulang teringat kejadian masa lalu menjadikan ingin bunuh diri. Tetapi kalau gue, lebih memilih melakukan tindakan menantang bahaya, yang mengharap diri bisa mati. Tetapi pada suatu titik perasaan survive demi keluarga yang membuat bertahan hidup. (Galau bingitz yak)
4. Dendam
Rasa marah dan tidak berharga dihinggapi korban pemerkosaan semacam gue. Menjadikan diri berbeda dengan orang lain, salah satu penyebabnya.
Ada beberapa tindakan sebagai wujud dendam. Bisa melakukan pada orang lain, terutama ditujukan ke orang yang lemah.
Tetapi gue memilih orang lain merusak diri gue terus menerus. Karena gue merasa sudah tidak punya harapan.
Terkesan seperti seorang hypersex, tapi gue rasa itu karena dendam, marah dan putus asa.
Di tulisan gue seakan menikmati.
Fakta : perasaan jijik setelahnya dan akan melarikan diri dengan berlama-lama di shower. Rasa marah dan jijik dengan tubuh gue dan selalu membenci diri sendiri.
Air sepertinya sahabat terbaik gue.
5. Berusaha terus menerus menghindari bersentuhan dengan tempat yang berkaitan dengan kejadian.
Dalam tulisan, gue secara eksplisit maupun implisit enggan menuliskan masa SD, SMP dan tempat gue tumbuh. Tetapi begitu melihat tempat tinggal masa kecil, trauma itu datang, walaupun masih belum tahu penyebab utamanya, karena mungkin gue berhasil "amnesia" sementara waktu.
Mengapa kejadian ini tidak mudah ditangani sedari awal?
Sexual Abuse adalah hal yang bisa mematikan kewarasan, mematikan harga diri dan mematikan keinginan mencapai masa depan yang lebih baik.
Maaf apabila tulisan gue berjalan terlalu lambat, sehingga sering menimbulkan misinteprerasi.
Terkesan murahan dsb...dsb
Memang gue sengaja pada awalnya membuat pembaca merasa jijik, seperti perasaan gue melihat gue sendiri pada awalnya.
Tetapi begitu ada pembaca menuliskan hal berkaitan dengan SARA, dan merendahkan baik suku, agama dan etnis, membuat gue menulis DISCLAIMER dari awal.
Padahal niatan gue hanya ingin membuat pembaca untuk merasakan hal yang jijik sama dengan gue.
Gue nggak butuh empati dan simpati dari sejak awal. Karena yang berhak mendapatkan itu semua adalah Ardi, pasangan gue.
Karena dia yang menerima psychological abuse selama mendampingi gue.
Gue juga sebenarnya membuat tulisan ingin membangun pembaca bisa memahami bahwa korban perkosaan pada anak tidak bisa sama dengan orang lain yang semenjak kecil tenteram, aman dan bahagia. Selain itu gue mencoba berani menuliskan bahwa tidak mudah membuat pengakuan semacam ini. Gue seakan ditelanjangi dan siap dihina. Padahal senyatanya gue tidak siap sama sekali. Gue hanya berani menulis, tetapi tidak berani menyampaikan dengan verbal didepan umum.
Maaf sekali lagi, cerita berjalan lambat.
Jika anda, pembaca sekalian yang sangat gue hormati tidak kuat membaca, gue sarankan melambai depan kamera. Jangan dibuka, jangan dibaca. Masih ada cerita yang lain yang bisa anda baca.
Thank you
Best Regards,
Raditya