[END] Daddy's Little Prince

By Poppytata

289K 31.6K 6K

Soojung merasa pengalaman pertamanya masuk ke club sungguh menyedihkan. Dia menampar salah satu pria brengsek... More

Cast
1. Stupid Club
2. I Can't Believe It!
3. Mischievous Little Devil
4. Super Bomb
5. Something is Gonna Happen
6. Electric Shock
7. Signal
8. Love Me Right
9. Papparashit!
10. Rude Love
11. This Classic Reason
Cast 2
12. Ours
13. Fractured First Night
14. Re-Life
15. Under The Rain
16. Her Favorite Place
17. Old Summer Friend
18. Baloon
19. Trying
20. Affraid
21. Shame on You, Kidnappers
22. Drained Out
23. We're Doomed
24. Different Path
25. Hunso Protection Program
26. Leave Me Alone
27. Greatest Gift
28. Cheating
29. Another Target
About DLP and My Plan
30. Ferris Wheel
32. Last Minute Tension
33. The Unfounded Way
34. Unexpected Ambush
Nü Work: Gynophobia
35. Our Ending
36. Farewell
37. Daddy's Little Princess
Ekstra 1: Craziest Wedding Ever!
Ekstra 2: (Part1) Jin Joo's Enemy
100K

31. Dealing With the Past

5.5K 686 110
By Poppytata

Surprise, aku balik lumayan cepet kan? Chapter ini ga ada (+) dulu ya. Hahaha udh 3 berturut-turut masa masih kurang?

Enjoy ^^

***

Seolim National High School. Bangunan tua yang masih berdiri kokoh itu terlihat suram. Sudah lama sekali sejak terakhir kalinya Irene menginjakkan kakinya di tempat yang jadi mimpi buruknya selama bertahun-tahun. Dia memaksakan kakinya untuk melangkah masuk kesana.

Jam pelajaran yang sedang berlangsung membuat dirinya tidak kesulitan untuk berkeliling. Dia tidak memiliki tujuan khusus, jadinya dia memberi alasan pada para guru bahwa dia hanya merindukan sekolahnya. Hah! Alasan yang menjijikan mengingat tidak ada hal yang bisa Irene rindukan dari tempat ini selain kepingan kecil kebahagiaan yang dia dapat setelah Sehun pindah ke sekolah yang sama dengannya.

Berbekal sedikit kenekatan, Sehun menyelamatkannya, sampah sekolah yang bahkan telah diperingatkan pada Sehun untuk dijauhi. Dia berjalan tanpa henti, bahkan tidak sadar saat jam pulang sekolah telah tiba. Para siswa laki-laki yang ada disana terpesona memperhatikan wajah cantiknya. Namun dia tetap tidak berekspresi. Kepalanya kosong dan kakinya tidak mau diajak kerja sama untuk meninggalkan tempat itu. Benar saja dia terus berjalan, bahkan sampai sekolah itu kembali sepi.

Matahari mulai tenggelam, memakan habis bayangan Irene sehingga dia benar-benar sendirian.

"Agassi, kau tidak pulang?" tanya satu guru terakhir yang akan meninggalkan tempat itu. Irene tersenyum lemah.

"Ah, sudah malam ya." Hanya itu yang dia ucapkan sebelum keluar dari gerbang sekolah. Dia ingin menangis tetapi tidak tahu apa yang harus dia tangisi. Setelah terbebas dari mimpi buruknya, Irene tidak bisa menerima kenyataan bahwa ibunya akan kembali. Rasa takut yang dia rasakan sangat hebat, bahkan hingga mengalahkan rasa lapar dan hausnya. Dia sudah 7 jam penuh hanya berjalan di sekolah seperti zombie.

Dia meraih ponselnya, mencari nama Oh Sehun di sana. Dia meneleponnya.

"Halo, Irene?"

Irene memutus panggilan begitu suara merdu Soojung menyapanya. Dia kembali meringis dan merasa sesak. dia teringat kata-kata Suzy. pantaskah dirinya masih mengganggu Jung Soojung? Irene tidak bisa lagi mengucapkan terimakasih pada Soo Yeon yang telah menolongnya bahkan disaat mereka masih orang asing. Irene tidak bisa mengatakan betapa dia bersyukur karena Soo Yeon menghentikan dirinya yang nyaris jadi pelacur.

Irene putus asa, tidak tahu lagi siapa yang harus dicarinya selain Sehun nya, yang dulu selalu melindunginya dari teman-teman mereka yang menyiksanya.

Langkah kaki Irene terhenti saat melihat sepasang kaki di depannya. Dia menaikkan pandangannya dan matanya bersiborok dengan Kim Suho.

"Sudah cukupkah waktu yang kuberikan padamu untuk berbuat seenaknya? Demi Tuhan, Bae Joohyun! Kau membuatku ketakutan setengah mati saat tahu kau menghilang lebih dari 8 jam hari ini!" pria di depannya terus saja memarahinya seperti orang tua yang memarahi anak kecil.

Irene baru kali ini benar-benar memperhatikan Suho. Pria di depannya ini, selalu saja ikut campur. Dia selalu tahu dimana dia berada seperti penguntit. Dia benci bagaimana pria ini selalu mengusiknya. Bahkan sejak pria ini mendekatinya.

"Kita sama" Irene terbayang lagi ucapan pria ini dulu padanya. Sebuah penawaran pertemanan yang dia pikir akan berakhir manis justru jadi malapetaka untuknya. Pria ini tidak seperti Oh Sehun yang mampu melindunginya.

Tapi meskipun sudah Irene tolak berulang kali, pria ini tidak pergi. Hanya dia orang yang benar-benar mengikutinya dari awal sampai akhir.

"Joohyun! Kau mendengarku tidak?! Kalau lain kali kau sep-"

Ucapan Suho terpotong begitu Irene menyembunyikan wajah di dadanya dan terisak kecil.

"Kita berbeda, Suho-ya. Dia kembali. Kembali untuk membunuhku. Kembali untuk memasukkan aku dalam neraka." Ujar Irene sambil menangis.

Suho merasakan lagi sakit di hatinya.

Dia mengusap lembut punggung Irene yang bergetar ketakutan.

"Aku tahu... dan dia sedang berencana membalaskan dendam pada Soojung dan Sehun..." ucapan Suho membuat Irene terkesiap.

"A..Apa?!" pekik Irene terkejut.

"Dia menganggap Soojung pantas mati setelah apa yang diperbuat kakaknya. Dan Sehun juga harus sama menderitanya karena kau menganggapnya berharga." Jelas Suho. Tidak ada gunanya lagi menutup-nutupi semua ini.

Pikiran Irene kacau lagi. tidak, ini jauh lebih buruk daripada fakta bahwa ibunya mengincarnya. Dia bisa mati kalau ada sesuatu terjadi pada kedua orang itu. Seperti kata Suzy, dia akan mati menyesal.

Dia tidak bisa berkata apapun lagi, hanya menatap liar ke segala arah, seperti orang yang mengalami disorientasi serius dalam pikirannya.

Sebuah tangan besar yang hangat menggenggamnya.

"Aku akan melindungimu. Dan aku tidak akan gagal kali ini. Akan aku pastikan tidak akan ada yang terjadi pada keluarga Sehun. Betapa besarnya pengaruh kata-kata itu pada Irene. Dia langsung terdiam, tubuh tegangnya mulai rileks, dan dia kehilangan kesadarannya.

***

"OH HUNSO BANGUN ATAU KAU KUSIRAM AIR PANAS!" teriak Soojung sambil memukul panci dengan sendok, membuat Hunso yang sudah terlanjur terbangun itu membalas dengan kesal.

"PENGANGGURAN ITU MEMANG TIDAK ADA KERJAAN YA!" jeritnya dari kamar membuat Soojung mendobrak pintunya dengan emosi.

Soojung menghampiri Hunso dan menjewer telinga anak itu.

"Tidak boleh kurang ajar begitu, Oh Hunso!" omel Soojung.

"Eomma... makanya cari pekerjaan. Menganggur itu tidak baik." Ucap Hunso sambil menarik lepas tangan Soojung. Di depan pintu, Sehun yang masih setengah sadar menatap malas keduanya. Sudah nyaris sebulan sejak mereka pulang dari taman bermain. Hal ini sudah berlangsung 5 hari berturut-turut belakangan ini dan dia sungguh tidak mau ikut campur dengan segala keanehan mereka.

"Kaupikir aku senang menganggur? Tidak ada hubungannya! Maksudku kau tidak boleh bicara begitu pada orangtuamu!" Soojung rupanya masih merasa Hunso sudah keterlaluan kali ini.

Tidak mengerti bahwa Soojung hanya sedang mendidik anaknya, Hunso ternyata marah dan tidak mau bicara pada Soojung. Mereka berangkat ke sekolah dengan saling mendiamkan satu sama lain. Awalnya Sehun merasa bahwa keduanya sangat konyol, tetapi lama kelamaan dia merasa keadaaan ini lebih serius daripada yang seharusnya terjadi.

"Hunso, Eommamu hanya ingin mengajarkan padamu hal yang baik. Jangan bersikap seperti ini." Sehun memperingatkan putranya dengan tegas. Anak itu masih marah, merasa bahwa tidak seharusnya dia di jewer tadi.

"Hunso, jawab Appamu." Sehun menegurnya lagi saat dilihatnya Hunso bahkan tak mau melihat kearahnya.

"Aku sekolah dulu." Jawab Hunso ketus dan melompat turun dari bis. Sial seklai karena timingnya tidak tepat. Soojung hanya duduk dan memperhatikan Hunso sampai anak itu emnghilang ke balik gerbang.

"Biarkan saja, nanti dia akan baik sendiri." Hibur Sehun pada istrinya. Dia tahu meskipun melakukan hal yang benar, tetap saja Soojung merasa sedikit bersalah pada Hunso.

"Kau tidak pernah menjewernya ya?" tanya Soojung pada Sehun. Pria itu menggeleng dan Soojung langsung maklum dengan sikap anak itu.

"Aku lupa kau hanya pernah mengurungnya di lemari." Jawab Soojung enteng lalu terkekeh saat Sehun sudah menggeram di sampingnya.

"Ngomong-ngomong Irene meneleponmu tadi malam." Ucap Soojung yang teringat.

"Ada apa?" Tanya Sehun. Soojung menggeleng sebagai jawabannya.

"Waktu ku angkat, tidak ada yang bicara. Kupikir dia tidak sengaja menekan ponselnya."

"Yasudah, biarkan saja. Jika penting dia pasti meneleponku lagi."

Bus membawa mereka kembali ke halte dekat rumah. Sementara Soojung masuk ke rumah, Sehun memilih mencari-cari sesuatu yang bisa dilakukan di sekitaran rumah. Mungkin dia bisa membeli makanan atau apa untuk Hunso nanti.

Tidak pulang karena sudah tanggung, jadilah Sehun langsung menjemput Hunso tanpa Soojung saat jam pulang sudah tiba.

"Appa beli cupcake untuk kita bertiga. Ayo kita makan." Ajak Sehun begitu mereka sampai di depan pintu rumah. Hunso melepas sepatu sekolahnya, menaruhnya dengan rapi di rak sepatu dan masuk ke rumah dengan kaus kakinya.

"Bagaimana di sekolah?" tanya Soojung ceria.

Hunso hanya melirik sekilas dan berkata singkat.

"Lumayan." Anak itu melepas kaus kakinya, memasukkannya ke dalam keranjang cucian dan langsung masuk ke kamar.

Keadaan sepanjang hari itu tidak membaik, begitu juga keesokan harinya. Soojung tidak pantas meminta maaf karena yang dilakukannya semata-mata adalah bentuk pengajaran. Dia berharap semoga Hunso bisa meminta maaf terlebih dulu padanya nanti.

Pagi tiba dengan cepat dan anak itu bersikap tak jauh berbeda dengan kemarin. Dia langsung meloncat turun dari bus tanpa repot-repot memandang Soojung. Hari ini wajah Soojung agak murung. Dia berpikir dengan membuatkan Hunso es buah, mungkin dia bisa berbaikan dengan anak itu.

"Soojung-ah, jangan terlalu sedih memikirkan Hunso. dia hanya... tidak biasa dengan perlakuan dari seorang ibu. Dia tidak tahu rasanya dan tidak mengerti apa yang kau lakukan." Ucap Sehun begitu mereka turun dari bus dan berdiri bersisian di halte.

"Aku mengerti, Sehun. Hanya saja dia tidak biasanya begini, padahal dia bisa saja menganggap jeweranku sebagai pertengkaran kecil dengannya yang biasa terjadi. Kan sama saja." Soojung sangat bingung karena keanehan ini.

Sehun tersenyum kecil melihatnya.

"Tidak sama, karena kemarin kau bersikap sebagai seorang ibu. Bukan lagi pelindungnya, temannya, atau kakaknya. Berusahalah sedikit lagi. dia hanya sedang keras kepala." Sehun mengacak rambut Soojung dan menyemangati wanitanya.

"Err.. kenapa kita terus berdiri disini?" tanya Soojung heran. Mereka sudah diterpa angin selama lima menit, dan Sehun masih setia berdiri seperti menunggu sesuatu.

"Aku mau ke Future Corp." Jawab Sehun dan Soojung mengerti kenapa mereka masih bertahan di halte.

"Aku harus ikut denganmu?" tanya Soojung lagi.

"Kenapa? Kau tidak mau?" Sehun heran karena biasanya Soojung senang-senang saja bepergian dengannya.

"Bukannya tidak mau. Aku ingin membuat es buah untuk Hunso." balas Soojung. Sehun pun mengerti ini adalah salah satu cara Soojung untuk berusaha lebih.

Sehun tersenyum dan mengecup pipi Soojung singkat.

"Baiklah aku akan pergi sendiri. Baik-baik di rumah, istriku..." pamit Sehun. Dia harus pergi sekarang karena bus yang akan dia naiki sudah tiba. Pria itu melambaikan tangan sekali lagi pada Soojung sebelum masuk dan duduk nyaman di kursi bus, menuju ke tempat Kim Suho yang sudah membuatnya bangkrut.

Dia agak terkejut karena kemarin, dalam perjalanan menjemput Hunso, dia menerima telepon dari sekretaris Suho yang mengatakan bahwa sang CEO meminta Sehun untuk datang ke Future pukul 8.

Lama duduk merenung di bus, Sehun akhirnya keluar dan berjalan masuk ke perusahaan besar itu. Sehun menghampiri meja receptionist dan disambut oleh seorang wanita.

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu sopan.

"Saya Oh Sehun. Kim Suho memintaku datang kemari pukul 8." Balas Sehun datar.

"Ah, Tuan Oh rupanya. Silakan menuju ke lantai paling atas. Kim-sajangnim sudah menunggu anda di ruangannya."

Dengan begitupun Sehun menuju ke lift dan menekan tombol lantai paling atas. Sehun tidak memerlukan waktu lama untuk menemukan ruangan Suho. Dia mengetuknya sebentar lalu masuk setelah ada sahutan dari dalam.

Di dalam, Suho sudah duduk di sofa ditemani Irene di sampingnya. Suho dan Irene sudah mengantisipasi untuk melihat wajah marah Sehun, namun mereka malah terkejut karena wajah Sehun sangat santai, jauh dari kesan jengkel atau marah.

"Ada apa kau mencariku?" tanya Sehun begitu duduk di seberang keduanya. Kini pria itu malah asik mengamati ruangan Suho yang jauh lebih besar dari miliknya dulu.

"Err, kau tidak marah pada kami?" tanya Suho tanpa basa-basi.

Sehun memusatkan perhatian pada Suho lagi. "Marah karena kalian sudah membuatku miskin?" tebak Sehun. Irene yang mengangguk duluan.

Sehun menegakkan duduknya dan menatap tajam kedua orang itu.

"Katakan saja apa maksudnya kalian memanggilku. Nanti baru kuputuskan aku harus marah atau tidak." Ujar Sehun kemudian kembali bersandar ke sofa.

"Joohyun ingin perusahaanmu di kembalikan padamu." Kata Suho lagi melirik Irene yang menunduk gugup di sampingnya.

"Aku tidak membutuhkannya." Irene mengangkat kepalanya secepat kilat dan memelototi Sehun tidak percaya. Pria ini tolol.

"Apa?!" Irene tidak bisa menahan diri.

"Sehun, tolong pikirkan lagi ucapanmu." Suho meringis karena Irene menatap sengit Sehun dan begitu juga sebaliknya.

"Kau yang seenaknya menyuruh pacarmu mengambil perusahaanku. Kenapa kau kesal kalau sekarang aku tidak mau mengambilnya kembali?" tanya Sehun pada Irene.

"Dia bukan pacarku!" jawab Irene kesal. Dia menghela nafasnya kasar sebelum melanjutkan lagi. "Tidakkah kau lihat aku sedang mencoba berubah?" tanya Irene sinis.

"Berubah? Kau pikir dirimu pahlawan bertopeng? Bae Joohyun, mau segila apapun kelakuanmu, kau tetap temanku. Sebenarnya jatuh miskin tidak seburuk itu kok. Memang awalnya aku nyaris gila karena kesusahan. Tapi sekarang aku bahagia-bahagia saja." Sehun mengangkat bahunya santai.

Suho menepuk dahinya. Bicara dengan pria yang baru saja mendapat kebahagiaan sejati lewat keluarga kecilnya memang akan selalu jadi begini.

"Kau tetap butuh uang untuk membiayai Hunso..." ujar Suho mengingatkan.

"Ah iya juga. Omong-omong aku pengangguran sekarang. Ada lowongan?" Sehun bertanya seolah dia orang yang bisa mengisi posisi cleaning service kapan saja. Gila, padahal dia salah satu pengusaha tercerdas di Korea Selatan.

"Ck, seriuslah Oh Sehun. Dengar, aku mengakuisisi perusahaanmu hanya karena Joohyun memintaku untuk melakukannya." Suho memulai lagi, mencoba untuk merasionalkan pikiran Sehun yang agak melenceng.

"Irene-ah, coba suruh pacarmu menenggak racun serangga." Sehun menemukan sedikit kelucuan antara Suho dan Irene.

"Dia bukan pacarku dan cobalah untuk serius, Oh Sehun!" Irene kembali mendengus karena Sehun lagi-lagi bercanda.

"Intinya aku ingin mengembalikannya padamu. Sahammu sebesar enam puluh persen akan jadi milikmu lagi. sisanya tetap di tangan para pemegang saham." Ujar Suho final.

"Bisa kau suruh orang mengurus perusahaan itu?" tanya Sehun sambil memainkan pajangan diatas meja.

"Untuk mengisi posisi CEO? Hei, kau tidak berencana pensiun dini kan?!"

"Kenapa tidak. Tinggal duduk santai dapat uang." Jawab Sehun memngesalkan.

"Sial, aku jadi ingin meninjumu!" geram Suho pada Sehun.

"Aku ingin membuka sebuah tempat pameran untuk lukisan-lukisan Hunso dan beberapa pelukis jalanan. Aku ingin mengelola itu. Aku bukan pemalas seperti yang ada di kepalamu, Kim Suho. Aku tetap bekerja kok, tapi dibalik layar. Cuma aku butuh seseorang untuk menghandle sementara aku sibuk dengan tempat pameran itu." Sehun menjelaskan secara garis besarnya sehingga kedua orang di depannya ini tidak seenaknya lagi menilai keputusan yang ia ambil.

"Baik, baik. Kulakukan sesuai maumu. Ck. Merepotkan." Gerutu Suho.

"Jadi, kalau dia bukan pacarmu, dia kacungmu?" Sehun bertanya lagi pada Irene.

"Tidak, aku calon suaminya" Serobot Suho sebelum Irene sempat menjawab.

***

Hunso menunggu dengan kesal di depan sekolah. Tidak ada yang menjemputnya!

Nyaris nekat menaiki bus sendirian, Hunso kembali di serang ragu. Dia memang punya uang. Tapi bagaimana kalau dia lupa rutenya? Aduh dia sudah lelah sekali padahal.

"Tuan muda!" Im Ahjussi berdiri di depannya sambil tersenyum lebar.

"Ahjusssi, Ahjussi memang seperti ibu periku!" ujar Hunso kelewat senang. Untung saja Im Ahjussi sedang lewat daerah sana dan memutuskan untuk berhenti. Jadilah Im Ahjussi mengantarkan Hunso pulang ke rumahnya. Mereka bercerita banyak hal. Hunso juga menceritakan perihal Soojung yang menjewer telinganya.

"Tuan muda tidak seharusnya bersikap seperti ini.." Hunso bersabar mendengarkan Im Ahjussi. Pria tua ini sudah seperti guru baginya.

"Kenapa Ahjussi?"

"Nyonya berhenti bersikap seperti teman dan kakak bagi tuan muda. Dia mulai bersikap sebagaimana layaknya seorang ibu. Jadi tuan muda tidak boleh marah pada nyonya." Jelas Im Ahjussi sabar. Mereka turun dari bus dan berjalan menuju ke rumah atap Hunso.

Daritadi anak itu terdiam, mencoba mengerti apa yang dijelaskan Im Ahjussi padanya.

"Nah, sudah sampai. Ahjussi pulang dulu ya." Pamit pria tua itu.

"Terimakasih, Ahjussi. Hati-hati ya!" saat Im Ahjussi menghilang ke arah tangga, Hunso melepas sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu. Dia membuka pintu rumah yang sepi sekali. Apa Appa dan Eomma sedang keluar?

Dengan gontai ia berjalan ke dapur, mencari segelas air untuk mengobati hausnya. Begitu terkejutnya dia menemukan tubuh Soojung tergeletak di lantai dapur. Semua buah berserakan di lantai dan air mata mengalir deras dari mata Hunso.

"Eomma!!"

***

Gimana Hunsonya? Jangan lupa kasih comment uii 😂

Seneng deh ngerjain ini. Dari semua work ku, ini yang paling banyak dapat komenan readers.

Ditunggu ya chap selanjutnya.

See you next chap ^^

Continue Reading

You'll Also Like

51.2K 3.6K 24
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
58.2K 5.2K 46
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
309K 23.7K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
44.8K 6.1K 38
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...