Memory Glass

By yulianawiddi

4.5K 869 118

Tak semua cerita berakhir bahagia. Sepasang merpati yang ditakdirkan bersama pun bisa berpisah. Mungkin akiba... More

prolog
MEMORY GLASS -1
MEMORY GLASS -2
MEMORY GLASS -3
MEMORY GLASS -4
MEMORY GLASS -5
MEMORY GLASS -6
MEMORY GLASS -7
MEMORY GLASS -8
MEMORY GLASS-9
MEMORY GLASS -10
MEMORY GLASS -11
MEMORY GLASS -12
MEMORY GLASS -13
MEMORY GLASS -14
MEMORY GLASS -15
MEMORY GLASS -16
MEMORY GLASS -17
MEMORY GLASS -18
MEMORY GLASS -19
MEMORY GLASS -20
MEMORY GLASS -21
MEMORY GLASS -22
MEMORY GLASS -23
MEMORY GLASS -24
MEMORY GLASS -25
MEMORY GLASS -26
MEMORY GLASS -27
MEMORY GLASS -28
MEMORY GLASS -29
MEMORY GLASS -30
MEMORY GLASS -31
MEMORY GLASS -32
MEMORY GLASS -34
MEMORY GLASS -35

MEMORY GLASS -33

80 14 1
By yulianawiddi

Bukkk.

"Belajar menghargai seorang perempuan kalo lo gak mau hidup kesepian lagi! Brengsek!"

Bukkkk.

dan setelah pukulan terakhir itu ia berbalik badan dan menuju kearahku. Ya Tuhan sesempurna inikah ciptaan mu? Bahkan ia terlihat lebih tampan dari 2 tahun lalu.

"Zee..." bibirku gemetar, tiba tiba lidahku kaku seketika setelah mengucapkan namanya.

"Sudah aman, ada aku disini." Setelah itu, Zee  membawaku dalam pelukannya, pelukan yang sangat aku favorit kan dari manusia ajaib ini. Aku hanya diam, menikmati setiap detik dari bagian dirinya.

Sampai di mobil belum ada yang bicara, aku diam dia pun begitu. Sesekali aku mencuri pandang kearahnya, habisnya dia sangat tampan.

Aku tahu jalan ini mengarah kemana. Sebuah gang kecil yang sebulan lalu baru kudatangi bersama Rei, dan sekarang aku datang dengan pemilik sesungguhnya. Pemilik yang telah lama aku tunggu, kalian bisa bayangkan sendiri betapa bahagianya aku sekarang.

"Lihat Zee lampunya masih menyala hingga sekarang, jadi tidak perlu lilin." Kataku ketika kami telah sampai dirumah cermin. Lampunya memang masih menyala, berbeda saat dulu aku kesini sendirian, gelap.

"Sudah aku ganti dengan yang baru, aku gak mau waktu kita kesini malah gelap. Kamu 'kan takut gelap, Ran."

Kenapa bisa? Setiap nada suara yang keluar dari bibirnya adalah instrumen penenang tersendiri untuk ku. Seperti candu yang membuat aku selalu ingin mendengarnya lebih lama.

Aku tersenyum. Lalu mengeratkan gandengan ketangannya. Duduk berhadapan sambil melihat bintang dari sini.

"Ran? Kamu gak papa kan. Apa kita laporkan persoalan tadi ke pengadilan?"

"Aku gak papa. Kalau kamu tidak datang mungkin sekarang sudah tidak ada lagi aku disini."

"Rei kemana? Dia gak jagain kamu?"

"Dia juga punya kesibukan sendiri, Zee. Tidak melulu harus menjagaku terus."

"Aku hanya takut kamu terluka, mungkin kalau itu sampai terjadi– maka bumi tidak mau lagi berpihak padaku."

"Aku bisa jaga diri sendiri kok. Jadi kamu gak perlu suruh Rei untuk selalu ada buat aku."

"Seperti tadi bisa dibilang jaga diri?"

"Zee... Ayolah ini bukan saatnya membahas soal itu."

"Aku minta maaf,"

"Soal?"

"Tidak bisa menjaga kamu."

"Tidak apa."

Untuk beberapa menit kami saling diam dalam bisu. Sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk bicara duluan.

"Bintangnya indah ya Zee, ramai. gak kayak dulu waktu aku kesini sendirian, bintangnya sedikit, awannya juga mendung."

"Pasti waktu itu kamu sedang sedih."

"Darimana kamu tahu?"

"Ran, jangan menunggu sesuatu yang tidak pasti, kamu akan menyesal." Ia berbicara sambil memegang pipi kiri ku.

"Aku hanya menunggu kamu. Salah?"

"Aku bukan siapa siapa, Ran. Tidak perlu kamu tunggu."

"Kamu Zee, yang menciptakan rumah pertama di hatiku lalu pergi, sampai membuat aku menunggu pemiliknya datang. Begitu lama, dan sekarang aku mau dia ambil keputusan untuk menetap kembali kerumah itu atau tidak. Karena mungkin rumah itu akan diisi oleh orang lain."

"Tidak semudah itu Ran, membuat keputusan membutuhkan tanggung jawab yang besar." Jawab Zee lalu melepas tangannya dari pipiku.

"Apa yang harus diragukan lagi? Kita sama sama cinta, Zee."

Ia malah memelukku, pelukan yang kurindukan selama dua tahun terakhir. Entah mengapa rasanya sangat berbeda. Aku terus memeluk nya, tidak perduli suara jangkrik memenuhi sekitar, yang penting aku bisa bersama orang ini seterusnya jika detik tak lagi berputar.

"Aku hanya belum percaya perasaan ini cinta atau– Aku hanya takut kamu terluka, Ran. Aku tidak ingin semudah itu ambil keputusan."

Aku mengangguk dalam pelukannya. Mencoba mengerti kalimatnya barusan. Walau sedikit sesak karena ia tidak juga mau buat keputusan.

Dia melepaskan pelukannya, menatapku serius, tatapan ini yang selalu membuat jantungku bekerja lebih cepat.

"Sekarang apa?" Kata Zee.

"Apa?"

"Beritahu aku soal rencanamu ke Paris yang sebenarnya?"

"Apa kamu mau mendengar jawaban yang sama?"

"Ran, jangan jadikan aku sebagai alasan kamu itu."

"Zee, tolong jangan buat aku ragu untuk pergi kesana. Besok ujian Nasional terakhir yang aku ikuti, dan setelah itu aku harus ke Solo untuk mengikuti tes beasiswa. Kamu hanya perlu mendoakan aku agar kita bisa pergi bersama."

"Aku hanya takut menyakiti kamu, Ran. Mungkin, jika itu sampai terjadi aku akan menjadi orang bodoh sedunia."

"Tidak ada yang perlu ditakutkan jika kamu sendiri belum memulai, Zee. Aku gak masalah kita seperti ini. Aku cukup bahagia dengan kita yang sekarang."

"You are the perfect girl."

Lalu ia mendekat, membisikin sebuah kata itu disebelah telingaku, mengecup keningku sekali, lalu kami saling berpelukan. Dibawah langit dengan kemerlap bintang bintang, aku ucapakan terimakasih kepada semesta, karena telah menghadirkan seseorang yang dapat membuat hati ku bahagia untuk sekian kalinya.

Di sini. Dirumah cermin dia memelukku.
Dengan suhu yang dingin dia mampu menghangatkannya.
Kelap kelip bintang menjadi lampu nyata dari kegelapan cerita kami.
Tidak perduli suara jangkrik menganggu deru nafasnya.
Saat ini, detik ini, aku bahagia.

"Zee."

"Iya?"

"Jika ada yang tanya tentang kebahagianku itu apa. Jawabnya adalah kamu."

Sontak Zee melepaskan pelukannya, kemudian menatapku terdiam dalam bisu, seolah berbanding balik dengan aku yang terus tersenyum menatapnya. Aku bertanya "kenapa?"
Namun dia menggeleng pelan dan kembali memelukku, aneh.

"Zee. Kamu tahu gak kalau rindu itu gak berbatas?"

"Iya"

"Aku rindu kamu melebihi apapun. Sejak kita pertama bertemu, lalu melihat senja sama sama. Aku sudah merasakan itu ketika esok harinya aku tidak bertemu denganmu. Semua terasa berwarna jika sedang denganmu, Zee. Coba saja kamu tidak perlu kuliah di Paris, pasti kita akan menjadi pasangan paling bahagia dimuka bumi."

"Detik itu berputar Ran, bersamaan dengan manusia yang terus berubah sewaktu-waktu. Kita gak bisa terus berada di satu titik dan memandang suatu hal dengan sama."
Jawab Zee sambil mengusap rambutku.

"Kamu benar. Jika aku boleh minta sama Tuhan tolong hentikan detik sekarang. Aku pengen terus sama kamu, melihat bintang kayak gini berdua, selamanya."
Aku semakin erat memeluknya, tidak ingin berbagi dengan angin yang ingin masuk kedalam tubuh Zee.

"Aku take off lusa."

Kini aku yang melepaskan pelukannya. Cairan bening mulai membasahi pipiku. Kenapa katanya barusan sangat menyakitkan? Baru saja aku merasakan bahagia ketika bersamanya, namun kenapa semesta mengambil semua itu? Andai saja kalian tahu bahwa seseorang yang kalian cintai akan pergi ketika baru bertemu. Bagaimana rasanya? Beritahu aku? Sakit pasti.

"Jangan menangis, Ran. Kumohon."

"Kamu gak mau nunggu aku? Setidaknya, temani aku kesolo untuk tes beasiswa itu Zee, kalau aku lolos tes kita bisa pergi sama sama ke Paris"

"Kita akan kuliah sama sama Zee, disana, berdua, menemukan ujung cerita ini." Masih aku yang bicara. Sedangkan Zee hanya diam sembari mengusap air mataku.

"Aku percaya kamu akan lolos tes, Ran. Buat apa aku kesana kalau hanya buat kamu tidak fokus?"

"Tapi—"

"Aku akan menunggu kamu di Paris."

"Zee aku takut kalau tidak lolos bagaimana?"

"Seharusnya kamu lebih takut kepada negara yang akan kamu jadikan tujuan. Paris itu kejam Ran, pergaulan yang bebas, tidak ada rasa mengasihani, semuanya hanya mementingkan diri sendiri"

"Kalau ada kamu kenapa aku harus takut?"

"Kamu tidak paham . Justru aku yang paling takut untuk menjagamu."

Malam semakin larut. Suhu yang tadinya hangat sekarang berubah jadi dingin. Untuk malam ini mataku tidak mengantuk sama sekali mungkin dia juga ingin melihat pemandangan indah karya Tuhan yang buat aku bahagia. Zee melepaskan jaketnya dan memakaikannya ditubuhku agar aku tidak kedinginan.

Aku tidak perduli rencana apalagi setelah ini yang dibuat semesta untuk kami. Apa menyenangkan atau malah menyedihkan?..
Tapi sekarang aku lebih memilih untuk menikmati malam berdua ini dengannya. Dibawah Mega cerah yang ditemani rembukan serta bintang.

"Aku gak mau pulang"

"Lalu kamu mau apa?"

"Berdua denganmu disini sampai fajar menjemput. Boleh kan aku tidur disini?"

"Tapi besok kamu harus sekolah."

"Satu hari aja Zee bawa aku bolos seperti dulu kamu membawaku kesini!"

"Ran.."

"Ayolah Zee anggap saja ini permintaan ulang tahun ku bulan minggu lalu."

"Hm"

"Serius Zee? Kita Disni sampai besok?"

"Kita akan disni sampai kamu tidur. Mana bisa aku nolak permintaan tuan Puteri."

Lalu aku mengambil posisi tidur dengan tangan Zee yang menjadi bantal nya. Menghadap ke arah langit lewat atab transparan rumah cermin.

"Kamu gak mau tidur?" Kataku bertanya karena namerasjan mata yang semakin berat.

"Mana mungkin aku bisa tidur kalau ada bidadari dinsni" hhh dia selalu saja bisa membuat pipi ku merah padam.

"Diparis banyak guru gombal ya?"

Dia malah tersenyum dengan tertawa jahil.

"Kamu gak ngantuk memangnya?"
Tanyaku lagi, karena ia masih sibuk memperhatikan ku dengan tatapan nya itu.

"Kalau aku tidur, yang jagain kamu siapa?"

"Diani aman Zee, hanya ada kita berdua"

"Ada nyamuk"

"Hah?"

"Aku gak rela kalau sampai nyamuk menyentuhmu"

"Kenapa?"

"Kalau dia sampai menyentuh mu, maka akan ku bakar sarangnya nanti"

"Memangnya kamu tahu dimana sarangnya?"

"Akan ku cari sampai tidak ada lagi nyamuk yang berani menyentuh sampai menghitmu.

"Halah gombal."

"Sudah tidur sana"

"Gimana aku bisa tidur kalau kamu masih memperhatikan wajahku. Malu tahu!"

"Kalau bukan lihat kamu, aku harus lihat siapa?"

"Bintang kek, atau tembok gitu"

"Mereka semua gak indah. Indahnya hanya ada di kamu"

"Yasudsh aku tidur y"

"Hm"

"Zee..

"Stay here."

Setelah itu aku tertidur dengan Zee  disamping ku.

Continue Reading

You'll Also Like

448K 47.4K 20
*Spin off Kiblat Cinta. Disarankan untuk membaca cerita Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengetahui alur dan karakter tokoh di dalam cerita Muara Kibla...
775K 93.7K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
2.9M 144K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
1.3M 94.7K 43
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...