My Cute Office Girl

Von clarisayani2

4.5M 260K 12.1K

Menceritakan seorang Office Girl yang bekerja di salah satu perusahan properti terbesar di Indonesia, di bawa... Mehr

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50 (End)
Extra Part 1
Extra Part II

Chapter 18

71.7K 4.6K 121
Von clarisayani2

Alena memasuki rumah Megie sambil bersenandung riang. Sesampainya di depan tangga, terdengar suara Dina memanggilnya. Ia pun berbalik ke arah Dina. Di sana, Dina sedang menatapnya sinis seperti biasa, tapi kali ini Alena juga melihat sudut bibir Dina yang tertarik ke atas menampakkan senyuman miring penuh arti. Alena hanya memutar bola matanya malas mencoba untuk tidak memedulikan dan berbalik lagi melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamar.

Alena cukup lelah, tapi moodnya begitu baik saat ini. Ia tidak ingin berdebat dengan Dina karena ucapannya sudah pasti akan membuat suasana hati yang tadinya baik dalam sedetik hancur berantakan. Ia bisa menjamin itu. Segala perkataan yang dilontarkannya tidak akan pernah terdengar mengenakkan di indra pendengaran.

Baru saja Alena menaiki beberapa anak tangga, suara Dina terdengar lagi di balik punggungnya.

"Apa kamu juga merangkak jadi simpanan Om-om, Len?" tanya Dina sinis.

Alena menoleh di bahu. "Maksudmu apa? Aku heran, kenapa gadis yang katanya pintar itu terus saja berbicara padaku tanpa saringan. Apa kamu butuh sebuah penyaringan agar kamu bisa berpikir dulu sebelum berucap, Din?" sahut Alena tak kalah ketus mendengar tuduhan tak masuk diakalnya.

"Memang faktanya seperti itu! Aku tahu kamu sangat ingin keluar dari rumah ini, jadi menurutku, itu hal yang sangat masuk akal jika benar kamu melakukannya." Dina mengibas-ibaskan tangannya. "Baiklah... sejujurnya aku nggak peduli apa yang kamu lakuin di luar sana. Tapi aku cuma mau ngasih tahu, menyingkirlah dari hidup Alex! Nggak mungkin 'kan, jalang sepertimu masih berani-beraninya berkeliaran di sekitar orang baik sepertinya. Ngerti maksudku, kan? Walaupun kamu itu bodoh, tapi aku harap otakmu itu tahu bagaimana menempatkan diri," Dina tersenyum seraya melipat tangannya di dada.

Alena menghela napas menatap Dina jengah. "Kata-katamu benar-benar tidak masuk akal, Din. Otak di dalam kepalaku yang kamu sebut bodoh ini tidak dapat mencernanya dengan baik semua ucapan yang baru saja kamu lontarkan!"

Wajah Dina menggelap. Selalu saja seperti ini! Gadis itu tidak pernah merasa sedikit pun terintimidasi oleh ucapannya. Mengesalkan...

"Aku melihatmu keluar dari mobil mewah. Dan... baju mahal yang kamu kenakan ini...," ia berjalan mendekat, menarik sedikit kain bajunya menghentikan kata-katanya sejenak."...kamu tidur sama dia ya untuk mendapatkan ini semua? Benar-benar menyedihkan!" desisnya lagi dengan tajam.

Alena mengepalkan tangan menahan amarah yang bergejolak di dada. Ia menepis kasar tangan Dina. Ia mengalihkan pandangannya ke depan tidak lagi menatap wajah menyebalkannya. Rasanya tangan Alena ingin sekali mengacak-ngacak wajahnya, tapi ia masih mencoba mengendalikan emosi. Karena kalau tidak, bisa-bisa ia benar-benar akan ditendang dari rumah ini.

"Yang kamu sebut dengan panggilan Om-om itu, Pak Kris. Jadi, hentikanlah omong kosongmu itu!" Ia melanjutkan langkahnya meninggalkan Dina.

"Dasar pembual sialan! Mana mungkin dia sudi jalan bersama pegawai rendahan sepertimu. Alena, kamu pikir siapa dirimu?!" Maki Dina. Dia teriak sekencang mungkin, dan naasnya tak sama sekali Alena hiraukan. Gadis itu hanya melambaikan tangan tanpa menoleh pada Dina yang sedang kalap di tempat.

**
Alena baru saja selesai dengan ritual mandinya. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di kasur sambil memandangi baju yang Kris berikan tadi siang—tergantung di cantelan pintu dengan manisnya.

Berapa harga baju itu? Terlihat sangat mahal sekali.

Tanpa bisa Alena kendalikan, pikirannya pun melayang-layang mengingat kejadian tadi siang yang ia lewatkan hampir seharian penuh bersama Kris. Hanya memikirkannya saja membuat jantung Alena berdetak tak karuan. Ia meraba dadanya yang berdesir hebat. Setelah itu, bayangan Kris mengusap sudut bibir Alena terlintas di kepala dan berhasil membuat Alena mengentak-entakkan kakinya di kasur seraya menutup mulutnya agar tidak berteriak-teriak seperti ABG labil yang baru saja merasakan cinta pertamanya.

Tapi, bukankah memang ini cinta pertamanya...?

Rasa ini tidak dapat ia sangkal lagi. Bercokol dalam di dasar hati. Cinta ini masuk mengendap-endap tanpa permisi, dan mendobrak tanpa Alena sadari. Ia telah berusaha untuk tidak terbuai cintanya, walau tidak mampu karena hatinya telah terbuai dengan sendirinya. Tapi... Siapa dirinya? Ia hanya tukang bersih-bersih di kantor besar milik bosnya. Mengapa ia begitu tidak tahu diri. Ia tidak seharusnya memikirkan Kris. Dia hanyalah mimpi indah yang harus segera ia tepiskan pergi.

Alena mengerjapkan mata berulang kali sadar apa yang baru saja ia gumamkan dalam hati. Sialan... Ia membalikkan tubuhnya, memasukan kepalanya ke bawah bantal dan memukulkan kedua kepalan tangannya pada kasur merutuki kebodohannya yang kian menebal setiap hari.

Berhenti memikirkan hal bodoh lain yang hanya akan menorehkan luka pada akhirnya, Alena!

***

Rasanya otak Kris akan meledak memikirkan gadis ceroboh itu. Sudah beberapa minggu ini ia uring-uringan tidak karuan dengan perasaannya terhadap Alena. Perasaan tidak jelas yang entah apa jawabannya membuat Kris bergidik takut. Ia sangat takut ketika setiap kali melihatnya ada suatu getaran aneh dalam diri yang tidak sanggup untuk dikendalikan. Namun, sialnya, ia tidak bisa menghindari gadis itu karena dengan sintingnya, otaknya akan tanpa henti memikirkan.

Rasanya ia akan gila! Perasaan sesat. Bagaimana mungkin ia merasa gadis itu bergelayutan di dalam kepalanya tanpa henti? Dia terus bergentayangan memonopoli seluruh sel-sel otaknya. Mengerikan.

Ia datang pagi sekali setiap hari ke kantor. Begitu banyak tindakan kekanakan hanya untuk melihatnya lebih lama di ruangan— ketika Alena melakukan pekerjaannya sambil mengingatkan pada kenyataan bahwa gadis itu hanya seorang OFFICE GIRL. Seorang pegawai rendahan! Tidak lebih. Tapi akal sehatnya bagai terkikis, dan otaknya tidak berjalan dengan seharusnya. Mereka seakan menjauh meninggalkan dengan kegilaan yang tak pernah ia rasakan. Semua ini tentu sudah di luar batasan. Ya Tuhan...

Ia mencoba membangun tembok kokoh di antara mereka setinggi-tingginya, tapi ia sendiri jugalah yang meruntuhkan kembali ketika ia melihat Alena.

Lebih parahnya lagi, tubuhnya seperti tersengat aliran listrik hanya dengan sentuhan kecil di punggungnya hari itu. For God's sake, itu hanya sentuhan kecil! Sementara bersama wanita lain mereka akan benar-benar mencumbu dengan lincah hanya untuk membuat Kris bereaksi, termasuk dengan Michel sekalipun.

Ketika merasakan sentuhan gadis itu, tubuhnya merespon dengan cepat dan langsung mengaliri seluruh sarafnya berdesir terlalu hebat. Rasa ini terhadap gadis itu sudah terlalu jauh tersesat melewati jalan yang tak pernah dilewati. Ini salah...

Ya, ia tahu ini salah. Dan ia tidak akan pernah membiarkannya masuk menyentuh hidupnya. Tidak hari ini. Tidak pula hari esok. Alena adalah lempengan di luar bumi yang tak seharusnya ia sentuh.

"Baby..." suara Michel menyapa gendang telinga Kris begitu lembut terdengar tidak jauh darinya. Kris membuka mata, memutus segala pikiran sesat yang bergentayangan dalam kepala. Senyum dipaksakan terbit melihat sosok cantik nan seksi itu tengah berdiri di ambang pintu kamarnya menatap Kris dengan tatapan menggoda.

Saat ini Kris memang sedang berada di apartemen Michel duduk di sofa depan televisi memposisikan kepalanya pada kepala sofa mencari kenyamanan dengan satu lengan ditempatkan di atas dahi. Ia merasa kalut setelah menghabiskan waktunya bersama gadis itu seharian penuh ini. Semua sentuhannya untuk Alena terasa begitu spontan dan benar, walaupun sudah jelas itu salah. Dan ia mulai takut ia akan goyah. Akhirnya ia memutuskan untuk menghabiskan malam bersama Michel mencari pembenaran dari kesalahan yang terasa benar untuk melupakan apa yang telah dilakukan bersama gadis itu, Alena...

Gadis itu adalah kutukan yang menakutkan.

Ia menjemput Michel di tempat pemotretannya. Di sana mereka menjadi pusat perhatian banyak orang seperti biasa. Ada beberapa wartawan yang mencoba mewawancarai, meski tidak mereka hiraukan. Para wartawan mengikuti mereka sampai ke apartemen Michel untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai rencana pertunangan yang pernah digembor-gemborkan awak media.

Sial! Ia bahkan lupa mengenai pertunangan itu yang terbengkalai karena terlalu sibuk memikirkan hal lain. Ia yakin, besok akan ada gosip terbaru mengenai ini. Entah itu tentang hubungan mereka, atau tentang kedatangannya ke apartemen Michel pada pukul sepuluh malam. Tentu saja ia tahu apa yang akan mereka kabarkan. Awak media pasti akan mengatakan mereka tinggal bersama. Ia bersikap apatis akan hal itu dulu karena memang itu faktanya. Ia tahu apa yang mereka pikirkan saat dua orang dewasa saling menjenguk dalam satu ruangan yang sama, tapi mereka memang melakukannya. Jadi, untuk apa disangkal? Lagipula, memangnya apa yang salah? Mereka sudah sama-sama dewasa bukan anak SD yang memilih bermain ular tangga.

Tapi sekarang, mengapa ia merasa sedikit was-was? Ini gila. Ada rasa takut jika gadis itu melihat gosip aneh mengenai dirinya dan Michel. Jika beritanya mempengaruhi hubungannya dan gadis itu, akan ia tendang para wartawan itu keluar dari kantornya.

Tunggu... Hubungan?! Hubungan apa? Bukankah ia baru saja mengatakan untuk tidak tersesat terlalu jauh? Damn it! Ia bagaikan ABG labil sekarang. Sebenarnya, apa yang baru saja ia pikirkan?! Ada apa dengan dirinya?

Kris menutup lagi matanya tidak tergoda dengan apa yang ia lihat. Ia datang ke sini memang untuk itu agar bisa melupakan perasaan asing yang tertanam di hati untuk Alena. Tapi, melihat Michel seperti itu bahkan tidak bisa membangunkan adiknya di bawah sana sedikit pun.

Ia merasakan tubuh Michel yang datang kepangkuan seraya menciumi setiap inci wajah Kris. Ciumannya turun ke leher, dan ia hanya mencoba menikmati saja sentuhannya dengan mata tertutup. Jemari lentik Michel mulai membuka satu per satu kancing kemejanya. Kris mulai menikmati sentuhan itu dan ia pun mulai membalas ciumannya. Tangan Kris mengelus lembut punggung mulusnya yang hanya tertutupi lingerie tipis. Ia bisa merasakan panas tubuh Michel yang menandakan gairahnya begitu menggebu malam ini, begitu pun juga dengan Kris yang mulai memanas.

"Sudah lama sekali kita tidak melakukannya, Kris." Bisik Michel dengan suara serak di sela ciuman. Mereka memang tidak melakukannya dua minggu ini dikarenakan tubuh Kris sulit sekali merespon ketika pikirannya terpecah belah ke arah lain memikirkan wanita miskin tidak jelas juntrungannya.

Kris membuka mata. Seketika matanya membulat tak percaya dengan apa yang terpampang. Bukan wajah Michel yang berada di pangkuannya, melainkan wajah gadis ceroboh itu menghiasi penglihatan. Kris dengan semangat mendorong pinggang Michel mendekat—merekatkan tubuh mereka lebih dekat. Dan sedetik kemudian, wajahnya tergantikan oleh Michel lagi. Secara repleks, ia mendorong mundur tubuh Michel hingga terjungkal ke belakang langsung beradu dengan lantai.

"Awhh..." Michel meringis. Kris masih tidak fokus dengan apa yang terjadi, sebelum Michel mengaduh lebih nyaring. Ia tersadar dan beranjak dari sofa dengan cepat mengangkat Michel di lantai akibat dorongan tiba-tibanya. Rasa bersalah menyergap. Bibirnya terbuka, namun tidak tahu harus mengucapkan apa. Otaknya serasa blank terlalu sulit merangkai kata menyuarakan rasa bersalah kepadanya. Kris tanpa henti merutuki diri sendiri yang semakin tak terkendali.

"Kris, ada apa denganmu?" tanya Michel yang sudah terduduk di sofa. Sementara Kris masih berkecamuk mengecam kelakuannya. Ia berdiri dengan kaku di depan Michel sesekali menunduk mengembuskan napas berat.

"Aku ... aku minta maaf, Cel. Aku,— aku hanya sedang agak stres akhir-akhir ini karena pekerjaan. Maaf sekali lagi."

Kris mendongak, menatap Michel yang masih bisa mengulas senyum cantik di bibirnya.

Wanita itu beranjak dari duduknya menggapai tubuh Kris. "It's okay, beb.
I understand." Kris agak mundur ke belakang ketika tubuh mereka hampir bertubrukan. Michel berhenti menautkan alis. "Why?"

"Aku minta maaf, Cel. malam ini aku tidak bisa menginap di sini. Aku akan pulang ke apartemen saja," katanya.
Ia tidak bisa berada di sini, di samping Michel. Sementara pikirannya tidak bersamanya meninggalkan jauh ke hari dimana hanya ada dirinya dan Alena. Ia merasa bersalah akan hal itu. Tapi, ia bisa apa? Ia sendiri pun tidak mampu mengendalikannya.

Maafkan aku, Cel..

"Kenapa? Kamu bisa menginap di sini, Sayang." Kata Michel lembut sambil menangkup wajah Kris menyusuri garis rahang kokohnya menelaah ketampanan kekasihnya.

"Malam ini aku tidak bisa melakukannya, Cel. Aku sangat lelah."

"Kita tidak perlu melakukannya. Kita masih memiliki banyak waktu Kris untuk itu," Michel memeluk tubuh Kris. "Aku hanya ingin menghabiskan waktuku lebih banyak bersamamu. Tidur di ranjang yang sama, memeluk tubuhmu, itu sudah cukup untukku." Jawaban Michel membuat rasa bersalah kian menumpuk bertubi-tubi.

Wanita ini begitu mencintaiku. Bagaimana bisa aku mengkhianati hatinya untuk keegoisan hatiku sendiri! Hatiku sendiri...? Memangnya aku melakukan apa? Mengkhianati hatinya? Apakah hatiku sudah berpindah kelain hati? Aku pikir tidak! Aku masih menyayangi Michel sama besarnya seperti dulu.

"I love you, Kris." Ucap Michel pada dada bidang Kris. Kris hanya membalasnya dengan sebuah usapan lembut di rambutnya seraya memberikan seulas senyuman seperti biasa.

"Tapi aku tetap harus pulang, Cel. Aku memiliki beberapa pekerjaan yang belum dituntaskan di apartemen." Lagi-lagi ia harus berbohong sambil melepaskan pelukannya.

Michel menekuk wajahnya. Kris mencoba menenangkannya dengan belaian di pipi Michel untuk membuatnya lebih baik. Dan benar saja. Dia langsung mengangguk kecil dan tersenyum.

"Kalau begitu, aku ke kamar mandi dulu," Kris meninggalkan Michel ke kamar mandi. Di sana, ia membasuh wajahnya yang sudah berantakan tak beraturan walaupun masih tetap terlihat tampan. Pantas saja Michel begitu mencintainya.

Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Rambutnya sedikit basah dan berserakan di dahi. Ia mengancingkan kemeja putihnya yang sudah terlepas hampir di semua bagian. Hanya tersisa satu kancing yang paling bawah saja. Ia bersandar di pintu kamar mandi mendongakkan wajahnya ke langit-langit memikirkan kekacauan hati yang tak tentu arah. Ia hanya ingin segera kembali ke apartemen. Pikirannya terlalu kacau saat ini. Semua rasa di hatinua terlalu buram untuk dimengerti.

Alena...

Tidak mungkin ia jatuh cinta dengan pegawai rendahan seperti Alena. Apa yang akan mereka katakan tentang dirinya? Astaga... luar biasa gila. Ia harus segera menghapusnya, menghapus perasaan asing yang hinggap di hati mengenai segala hal tentangnya.

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

4.6M 179K 18
[DIHAPUS SEBAGIAN - Bisa dibaca lengkap di aplikasi Dreame/Innovel dan Versi PDF tersedia di KaryaKarsa] Seumur hidupnya, Raye tidak pernah berkeingi...
2.1M 30.7K 27
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
80.7K 4.6K 39
Ketika biasanya seseorang bersahabat lalu jatuh cinta, seseorang ini jatuh cinta lalu bersahabat--hanya agar bisa dekat. Ini bukan tentang ketidakjuj...
1.2M 6.4K 4
Dua insan bertemu di suatu keadaan yang bisa dikatakan, ya sangat tidak pas. akan tetapi, pertemuan itu menjadi saksi bisu dari perjalanan mereka. Re...