Memory Glass

By yulianawiddi

4.5K 869 118

Tak semua cerita berakhir bahagia. Sepasang merpati yang ditakdirkan bersama pun bisa berpisah. Mungkin akiba... More

prolog
MEMORY GLASS -1
MEMORY GLASS -2
MEMORY GLASS -3
MEMORY GLASS -4
MEMORY GLASS -5
MEMORY GLASS -6
MEMORY GLASS -7
MEMORY GLASS -8
MEMORY GLASS-9
MEMORY GLASS -10
MEMORY GLASS -11
MEMORY GLASS -12
MEMORY GLASS -13
MEMORY GLASS -14
MEMORY GLASS -15
MEMORY GLASS -16
MEMORY GLASS -17
MEMORY GLASS -18
MEMORY GLASS -19
MEMORY GLASS -20
MEMORY GLASS -21
MEMORY GLASS -22
MEMORY GLASS -23
MEMORY GLASS -24
MEMORY GLASS -25
MEMORY GLASS -26
MEMORY GLASS -27
MEMORY GLASS -29
MEMORY GLASS -30
MEMORY GLASS -31
MEMORY GLASS -32
MEMORY GLASS -33
MEMORY GLASS -34
MEMORY GLASS -35

MEMORY GLASS -28

87 15 0
By yulianawiddi

Terkadang sebagian orang terlalu hebat dalam menyimpan rasa, sehingga mereka lupa untuk bahagia.
(MemoryGlass)

"Rana bangun!!" suara Mama yang dapat ku dengar walau dibawah selimut. Buat apa Mama membangunkanku sepagi ini? Toh aku pergi dengan Andien masih jam 10 nanti.

Hari ini aku dan Andien berencana pergi ke SMP kami dulu, sekedar jalan-jalan untuk menikmati masa masa liburan di Solo.

"RANA BANGUN CEPAT!!!" aku langsung terlonjak kaget mendengar suara Mama yang sangat melengking seperti itu. Baru kali ini Mama membangunkan aku dengan nada seperti monster tadi seperti sedang terjadi kebakaran. Namun disini tidak ada asap ataupun bau bau kebakaran.

"Ada apa si Ma.. Rana masih ngantuk 5 menit la–" ucapku setengah sadar.

"Bereskan pakaianmu kita akan pulang ke Jakarta sekarang!"

"Loh tapi kenapa Ma?" Tanyaku sambil mengerjapkan mata berkali kali.

"Nanti Mama jelaskan, cepat!!"

"Iya iya"

Nada Mama terdengar sangat panik. Aku langsung mandi, dan ganti baju, lalu turun kebawah.

Semuanya sudah berkumpul diruang tamu, kenapa wajah mereka kelihatan cemas sekali?

Semesta kenapa lagi sih ini?

Apa yang sebenarnya terjadi?

Disana sudah berkumpul Nenek, abang, dan juga Mama. Semuanya dalam posisi berdiri, tidak ada yang duduk sama sekali!

Ku gambarkan seperti sedang ada maling yang menerobos masuk ke dalam pesawat.

"Ma.." ucapku sangat pelan, sambil menuruni anak tangga secepat mungkin.

"Ayok sayang cepat nanti ketinggalan pesawat."

Kalian bingung? Yah aku juga. Kenapa tiba-tiba semuanya jadi begini, lalu rencana ku dengan Andien siang nanti? Ck! Sudah pasti gagal!

Aku pamit dengan nenek memeluknya cukup lama, karena akan tidak tahu kapan aku kesini lagi.
Taksi yang kami tumpangi buru buru melesat ketika Mama bilang 'cepat pak'. Entah apa yang terjadi aku pun bingung abang pun sejak tadi diam saja, seperti orang terkena sandra. Ah mereka aneh.

"Bang ada apa sih kok Rana gak dikasih tau?" Ucapku berbisik pelan kearah bang Galih yang duduk disampingku.

"Jangan syok ataupun teriak, awas aja kalau lo sampe teriak."
Aku mengangguk cepat dan menatap abang serius.

"Bang Dana kecelakaan."

"APA!?" Spontan aku teriak dan, hmpftt bang Galih menutup mulutku dengan cepat.

"Gue bilang jangan teriak bego, bikin Mama tambah sedih."

"Abang bercanda kan? Bang Dana gak mungkin kecelakaan kemarin dia baik baik aja kok." Tanya ku masih tidak percaya.Semesta kau pandai sekali membuat rencana yang tak terduga seperti ini.

"Hm, gue juga mikirnya gitu. Dana pasti baik-baik aja. " Jawab bang Galih lalu ia mengalihkan pandangannya keluar jendela. Aku tahu laki-laki ini pasti ikut sedih.

Aku memajukan tubuh ke arah kursi depan untuk bicara dengan Mama.
"Ma... bang Dana gapapa kan Ma? Dia baik baik aja kan Ma?!"

"Abang pasti baik-baik saja sayang."

Aku tahu wanita ini sangat terluka melihat putranya terbaring lemah dirumah sakit. Karena bagi setiap ibu, seorang anak adalah sebuah cahaya dari permata indah di dunia. Apakah anak anak berfikir sebaliknya? Cukup sanubari masing-masing yang menjawab.

***

22.03
Rumah sakit, Jakarta.

Sesampainya kami di salah satu rumah sakit  Jakarta, Mama langsung berlari menuju ruang dimana bang Dana sekarang berada, ruang operasi. Meskipun dokter telah melarangnya, namun Mama tetap bersikeras untuk bisa masuk ke ruangan demi melihat kondisi putranya tersebut.
Sebegitu hancurnya seorang ibu melihat anaknya terluka?
Aku dan bang Galih mencoba menenangkan Mama dengan membawanya duduk diruang tunggu operasi.

"Ma... Bang Dana pasti baik-baik aja. Mama harus tenang ya." ucapku seraya memeluk Mama.

"Dana orang yang kuat Ma, dia pasti sembuh." Kini bang Galih bicara seraya duduk disamping ku.

"Mama juga berharap begitu sayang."
Jawab Mama sambil terisak menangis, hingga akhirnya pintu ruang operasi terbuka menampilkan dokter dengan jas operasi muncul dengan berdiri tegap diambang pintu.

"Ibu keluarganya pasien?" Tanya dokter bernama Suyono itu.

"Iya saya ibunya, bagaimana keadaan putra saya dok? Dia baik-baik saja kan?"

"Pasien mengalami lumpuh untuk sementara Bu, karena ada beberapa syaraf nya yang sedikit bermasalah sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pemulihannya. pasien bisa melakukan terapi agar pemulihan bisa berjalan secara efisien"

"Kalau begitu saya permisi ke ruangan lain dulu Bu."

"Iya dokter terimakasih"

Dokter masuk keruangan lain, dan Mama langsung menangis terisak. Sungguh, siapa yang kuat melihat seorang ibu menangis seperti ini? Aku tidak berani bicara sekarang, cukup angin dan bau obat-obatan yang mengisi suasana hening disini.

***

Sejak seminggu dirawat dirumah sakit, Mama masih belum mau pulang dan memilih untuk menemani bang Dana sampai boleh dipulangkan. Terkadang aku dan bang Galih harus bergantian pulang untuk menjaga rumah yang kosong.

Aku keluar dari ruangan bang Dana dirawat, dan duduk diruang tunggu sendirian. Meresapi bau obat-obatan yang tak pernah asing dari penciuman ku. Bau yang sama ketika Papa dirawat saat melawan penyakitnya. Sudahlah aku tak mau membahas itu. Bukan apa, hanya saja takut aku akan bersedih lagi.

"Rei?" Gumamku melihat sosok cowok tinggi yang berjalan menghampiri ruang tunggu kak Dana, "kamu ngapain disini?"

"Mau jenguk kak Dana." Penampilannya tidak pernah berbeda dari hari ke hari, sebuah jaket yang menutupi kaus polos, dan celana jeansnya yang hitam yang menutupi kaki jenjang itu. Mirip sekali dengan Zee.

"Kamu tahu dari mana kalau kak Dana di–"  kebiasaan! Kakak dan adik sama saja, selalu memotong saat orang berbicara.

"Kak Alzee."

"Hah?"
Tunggu! Zee yang memberitahu Reiza? Lantas Zee tau dari mana? Apa dia peramal?

"Gimana keadaan bang Dana?" Reiza duduk sambil memberi keranjang buah padaku.

"Sempat siuman hari lalu, tapi belum siuman lagi sekarang."

"Jangan sedih, kak Dana orangnya kuat dia pasti sembuh." Kata Rei sambil mengecek sesuatu di ponselnya.

"Hm."

"Besok lo sekolah? Apa masih mau dirumah sakit?"

"Dirumah sakit dulu aja deh, pasti belum belajar juga kan?" Tanyaku berusaha secuek mungkin, karena aku sudah berjanji akan menjauhi Reiza demi Tara. Bagiku persahabatan itu lebih penting daripada seorang cowok.

"Iya, paling cuma lihat pengumuman kelas aja." Jawab Rei mengalihkan pandangan ke arah lain. Aku tahu ia pasti paham dengan sifat ku barusan.

Masuk sekolah setelah liburan pasti belum ada kegiatan belajar. Soal pembagian kelas bisa kulihat nanti.
Kalian pasti bingung ya? Jadi, setelah liburan di Solo seminggu lalu, aku menghabiskan masa liburan sekolah dirumah sakit untuk menemani bang Dana yang belum boleh pulang karena harus dirawat, dan hari ini adalah terakhir hari liburan sekolah ditutup. Aku sudah kelas 12 sekarang, yah walaupun naik dengan peringkat 2 masih bisa dibanggakan lah ya. Tapi, berhubungan info dari Andien lalu, kali ini aku harus bersungguh-sungguh untuk lulus dengan nilai yang tidak biasa, agar dapat mengikuti program beasiswa bersama Andien keluar negeri. Intinya, aku harus serius di pelajaran kelas 12.

Aku baru ingat, terakhir kali bertemu dengan Reiza adalah saat dikantin sekolah waktu pembagian rapot, aku bertengkar dengannya karena ingin menjauhi cowok ini.

"Aku boleh minta tolong?" Kataku kembali bersuara, dan dia menoleh, "besok kamu tolong lihat kelas ku di papan pengumuman."

"Hm kalau ada syaratnya gimana?" Aku langsung menatapnya bingung. Apa tadi syarat?

"Maksud kamu?"

"Lo gak boleh jauhin gue lagi, oke?"

Duh bagaimana ini disatu sisi aku tidak mau menjauhi Reiza, tapi Tara?Belum lagi kata Fika yang menyuruhku untuk menjauhi cowok ini demi sahabat. Kalian tahu, posisi ku saat ini seperti sedang berada dipinggir tebing, dan tidak tahu mau buat apa. Apa harus melompat saja?

"Rei kamu pasti ngerti kan... Tara." Tanyaku meminta Rei mengerti.

"Tapi Ran, lo gak boleh jauhin gue hanya karena Tara suka sama gue. Lo tahu.. itu alasan yang gak masuk akal."

"Tapi kenyataannya seperti ini Rei. Aku juga bingung, kamu harus mengerti, Tara sahabatku!"

"Terus gue siapa? Gue siapa Ran? Orang asing? Kalau lo masih berfikir gue mau temenan sama lo karena perintah kak Alzee, lo salah. Gue tulus pengen jadi temen lo. Udah berapa kali gue bilang gitu? Dan lo masih gak percaya. Kalau dengan cara lo jauhin gue bisa buat lo bahagia, gue akan turutin itu."

"Gue harap kita masih bisa berteman. Gue pamit, salam ke bang Galih."

Dia bangkit dan.. Astaga semarah itu kah Rei? Apa perkataan ku tadi terlalu menyakitinya?

Demi apapun kamu jahat Ran.

Sekarang apa?

Sudah hancur semuanya, tidak ada lagi Reiza yang selalu ada untukku dan menasihati aku tentang Alzee, yang selalu menemani sepiku tanpa kakaknya itu. Kalian pasti bingung siapa sebenarnya tokoh utama di dalam cerita ini. Entahlah karena aku pun bingung.

"Dek." Panggil abang sambil duduk disebelah ku.

"Tadi Reiza kesini ya?"
Aku hanya mengangguk untuk sekedar menjawab.

"Mana kok cepet banget?"

"Sudah pulang." aku masih menunduk dan menyesali perkataan ku yang membuat Rei pergi.

"Si curut, gue juga tau dia udah pulang, yang gue tanya kenapa cepet banget?"

"Mungkin dia kebelet." jawabku asal.

"Padahal ada kamar mandi. Apa Reiza alergi sama kamar mandi rumah sakit ya dek?"

Aku menoleh ke abang dengan tatapan serius, meminta solusi untuk semua masalah tentang Rei, karena sekarang bang Galih dan Rei sangat dekat.

"Rei marah bang, dia kecewa sama Rana." Kataku sambil memegang kaos baju bang Galih.

"Tunggu, ini ada apa sih gue gak ngerti."

Aku menceritakan semua yang kurasakan saat Rei hadir, kupikir ia bisa menggantikan Zee sampai ia pulang nanti. Namun aku salah, aku sadar bahwa satu orang tidak bisa kita anggap sama. Aku kira aku menyukai Rei, tapi ternyata itu tidak benar semua ini karena Rei mirip sekali dengan Zee.
Dan aku sadar karena sifat ku itu semuanya jadi marah sekarang.

"Ini rumit." Kata abang sambil mengelus dagu, "antara sahabat dan cowok, mirip kek sinetron yang sering gue tonton deh.. suerr."

"Abang! Serius dong Rana harus gimana nih.."

"Lo tinggal ngomong aja sama Tara kalau lo gak ada perasaan sama sekali ke Reiza, dan bahkan lo mau bantuin dia deket sama Reiza, terus lo jelasin aja kalau perasaan lo ke Alzee itu masih sama. Soal Reiza biar gue yang urus, sekarang lo fokus ke Tara aja dari pada lo gak ada temen ntar disekolah."

Tidak sia-sia menceritakan semuanya ke Abang, tidak sia-sia juga dia menonton sinetron tiap hari.

"Bang Kirana takut, gimana kalau Tara gak mau maafin Rana."

"Lo gak bakal tau kalau belum nyoba, udah ah makan yuk abang laper."

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 118K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
250K 11.5K 17
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...
2.5M 126K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
5.4M 393K 55
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...