My Cute Office Girl

By clarisayani2

4.5M 260K 12.1K

Menceritakan seorang Office Girl yang bekerja di salah satu perusahan properti terbesar di Indonesia, di bawa... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50 (End)
Extra Part 1
Extra Part II

Chapter 14

72.7K 5K 105
By clarisayani2

Alena menatap langit malam yang tampak lebih indah dari biasanya. Pikiran yang berpencar, menyatu bersama keheningan sekitar seraya memutar ulang segala ucapan menyakitkan yang terlontar dari bibir Kris hari ini.

Sebenarnya, apa yang membuat Kris membencinya? Di mana letak kesalahannya?

Di secarik kertas, ia kembali membaca apa yang ditulis. Anggaplah bentuk dari segala keluh-kesahnya karena tidak memiliki teman untuk berbagi cerita. Hatinya terasa berat, dan ia butuh pelampiasan dari segala kegelisahan. Kertas dan pen inilah yang menjadi saksi di mana setiap curahan hatinya tertuliskan.

Hai Kris... mengapa kamu begitu menyebalkan? Apakah orang sepertiku hanya pantas untuk disalahkan tanpa ada penjelasan? Sekali saja ... Sekali saja, bisakah kamu tidak menyakitiku dengan ucapanmu? Tidak bisakah kamu menyadari bahwa aku di sini begitu tersakiti oleh sikapmu? Tidak bisakah kamu melihat bahwa aku pun bisa terluka? Aku tahu aku tak akan pernah pantas untukmu, dan maafkan aku.

Maafkan aku yang bukan siapa-siapa ini karena menyukaimu.

Maafkan aku karena aku tetap saja merindukanmu walaupun kamu telah menorehkan luka baru di dalam hatiku.

Perasaan asing yang tertanam di dasar hati begitu menyesakkan ruang dada. Menyiksaku perlahan hingga nyeri tak terkira. Jatuh cinta memang perasaan yang seharusnya tidak aku rasa. Apalagi sama kamu yang sudah menjadi milik dia. Sementara Alena, hanyalah seorang gadis gila yang menyukai Bosnya.

The end...

Alena memukul kepalanya agak kencang. Astaga... apa yang barusan ia tulis? Mengapa ia tiba-tiba jadi begitu puitis dan mellow? Andaikan pukulan ini bisa menyadarkan. Mengumpulkan kepingan kebodohan yang semakin berantakan. Sial ... Sial...

Apakah aku hanya menyukainya? Ataukah aku sudah masuk terlalu jauh mengharapkan cintanya?

Dia di sana bersama pujaan hatinya, sedangkan aku di sini tersakiti oleh cintanya. Aku masih berada di kehidupan kemarin, sementara dia sudah melangkah jauh di depan meninggalkanku bersama cintanya di kehidupan berikutnya.

Apa yang ia harapkan dari cinta sepihaknya ini?

Alena tersenyum getir mengingat kehidupan menyedihkannya. Tidak pernah terpikirkan bahwa ia akan menyukainya. Ya, inilah dirinya dan kehidupan bodohnya. Mereka benar... Mereka benar bahwa ia memang bodoh. Apakah sekarang ia memiliki alasan untuk marah ketika semua orang mengatakannya? Sedangkan sekarang ia tahu, memang itulah faktanya.

Alena mencoba menahan bulir bening yang sudah berada di pelupuk mata siap meluncur jatuh kapan saja. Dan ia tidak ingin tetesan bening itu kembali terurai di pipinya lagi. Sudah cukup ia menangisinya! Sudah cukup ia mengharapkan sesuatu yang mustahil dan malah menyakitinya. Sekarang yang harus ia lakukan adalah bangkit dan menata hatinya kembali. Meyakinkan hati menyedihkannya ini bahwa ia tak menyukainya. Dia hanyalah Bos menyebalkan yang sering mengerjainya, itu saja. Ia terus mendongakkan kepala ke atas langit agar air matanya tidak terjatuh dan terserap kembali ke asalnya.

Di beranda kamarnya, ia terduduk sendirian. Memang kesendirian inilah yang ia butuhkan. Ia merasa beruntung Megie menyiapkan kamar ini untuk ditempati. Setidaknya saat malam tiba, ia bisa melihat beberapa bintang yang berkerlip menghiasi langit malam seperti saat ia berada di desa tempatnya berasal. Hanya saja, di sana lebih tenang. Udaranya lebih segar dan sejuk. Tak seperti di sini yang begitu bising dengan suara deruan mesin motor dan mobil yang lalu lalang di depan halaman rumah.

Mengembuskan napas lelah, ia masuk ke dalam kamar membiarkan kertas-kertas itu berserakan di kursi beranda melihat waktu telah menunjukkan hampir pukul sebelas malam.

***
Ahh... Sial!

Karena semalam terlalu sulit untuk memejamkan mata dan tertidur dengan tenang, alhasil Alena jadi kesiangan seperti ini. Kedua kalinya, ia terlambat. Ia sudah harus menyiapkan hati untuk dimarahi. Bagaimana pun juga, dirinya memang salah. Perusahaan ini bukan milik nenek moyangnya, mengapa ia masuk kerja seenaknya? Astaga...

Persetan dengan penampilanku yang sudah terlihat seperti gelandangan!

Alena melesat cepat ke arah lift yang terbuka dengan napas tersengal-sengal. Saat ia sampai di pertengahan pintu lift, tanpa menunggu lama ia langsung melangkah mundur kembali ke belakang menyadari kehadiran orang yang tak ingin dilihat keberadaannya saat ini ada di sana. Tepat berada di hadapannya. Menatap Alena datar—bahkan ia tak yakin apa Kris benar-benar tengah menatapnya? Ia merasa seperti tak terlihat sekarang.

Kenapa dari beribu-ribu karyawan di sini, aku harus bertemu dengannya seperti ini?! Takdir benar-benar sedang mempermainkanku.

Alena mundur dua langkah lalu menunduk sedikit tanda kesopanan khas para bawahan pada Bosnya. Lelaki itu langsung menutup pintu lift tanpa menunggu lama.

Alena mengacak-acak rambutnya. "Gue salah apa sih sama dia? Heran," ia menggeram dan menunduk lesu.

Tidak masalah, Alena. Jangan dipikirkan. Dia Bosmu, dan ingat aja kamu itu cuma kacungnya. Itulah memang gambaran perlakuan semua Bos terhadap karyawan rendahan sepertimu. Nggak usah baper, dibawa santai saja.

Berulang kali Alena berusaha menyadarkan dirinya dalam hati. Mengurut dada sambil menyemangati diri sendiri.

***
"Len, kamu sekarang beres-beres di lantai biasa lagi ya kayak dulu?" Vika menanyakan perihal tugas Alena yang dikerjakan oleh Afifah.

Benar. Alena dipindahtugaskan lagi ke ruangan biasa seperti dulu ketika bekerja pertama kali di sini. Tentu saja ia pikir ia tahu kenapa. Itu karena si Kris muak melihatnya— dan sampai hari ini, ia sendiri saja masih merasa bingung apa sebenarnya kesalahannya terhadap Kris. Ia pribadi tidak merasa melakukan kesalahan apapun baik itu saat membersihkan ruangannya, atau pun saat menuruti perintah konyolnya.

Tapi ... ya sudah. Mungkin ini yang terbaik. Melihatnya hanya akan mempersulit penataan hatinya.

"Iya... Akhirnya aku terbebas dari monster mengerikan itu," sahut Alena bersemangat, mengulas senyum selebar mungkin.

"Segitu senengnya kah?" Vika menaikkan sebelah alisnya.

"Of course!"

Apakah aku benar merasa senang?Munafik kamu, Alena.

"Aku senang melihat kamu senang. Akhirnya kamu kembali pada dirimu yang dulu lagi." Vika tersenyum tipis seraya menghela pelan. "Jadi ... gimana?"

Alena mengernyit tak mengerti maksud Vika. "Gimana apanya?"

"Perasaan kamu lah. Apa kamu baik-baik aja?"

Alena mengangguk semangat. "Yup! Aku udah nggak suka lagi tuh, sama si Kris!"

Vika mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sesuai dugaanku. Kamu menyukai Pak Kris,"

"Huh?!"

"Orang yang kamu sebut dia, ternyata itu bener Pak Kris!" pungkas Vika yang membuat Alena sontak membelalak terkejut.

Alena menggapai lengan Vika dengan dada bertaluan kencang. "Vik, itu... nggak seperti itu. Maksudku...," astaga, Tuhan. Mengapa ia bisa kelepasan?! Alena tergeragap tidak tahu harus menjelaskannya seperti apa. Ia yakin Vika saat ini tidak tahan untuk menertawakan kekonyolannya. Menyukai CEO? CEO??

Terlalu malu, akhirnya ia hanya berani menundukkan kepala. "Maaf, aku memang konyol."

"Kenapa, Len? Konyol apa maksud kamu?" Vika menaikkan dagu Alena agar menatapnya. "Kamu ngomong apa sih," Vika mendecak sambil tersenyum usil.

Alena sudah sangat siap jika Vika akan menertawainya yang dengan tidak tahu dirinya menyukai CEO itu.

"Apa kamu akan menertawakan perasaanku terhadapnya? Jika iya, lakukanlah. Aku tidak akan marah. Aku tahu memang perasaanku terhadap Bos kita benar-benar tidak masuk akal," ucap Alena yang masih menahan malu tidak sanggup menatap matanya. Ia tersenyum miris, kembali menunduk.

"Ya ampun, Alena... Kamu ngomong apa sih? Aku bukan orang yang seperti itu, kamu sendiri tahu. Aku sejujurnya sudah kepikiran mengenai ini, tapi melihat kamu yang mencoba menutupinya dari aku, aku jadi nggak berani menebaknya asal. Apa kamu ingat saat ibu Michel berada di depan lift?" tanya Vika. Alena hanya mengangguk kecil.

"Kemarin aku mengatakan itu karena aku ingin tahu bagaimana ekspresimu. Dan ternyata benar, kamu memberikan ekspresi seperti yang sudah aku duga." Vika meraih tangan Alena. "Aku nggak berniat menyakitimu dengan mengatakan tentang kesempurnaan fisik ibu Michel. Aku hanya ingin memastikan saja. Dan ekspresi yang kamu berikan membuatnya terlihat lebih jelas."

"Apa maksudmu?" Alena baru berani menatap Vika lekat.

"Ekpresimu mengatakan kamu nggak pantas untuknya dan merasa sangat kecil dibandingkan ibu Michel dengan segala kesempurnaannya."

Alena mengangguk pelan. Vika benar-benar tahu betul perasaannya.

"Kamu jangan menekuk wajahmu begitu, Len. Kamu merasa seperti itu karena kamu gadis polos dan baik. Itu kenapa kamu merasa nggak pantas untuknya dan tetap mengakui kecantikan kekasihnya. Kamu tahu? Beberapa gadis di luaran sana banyak yang berbanding terbalik denganmu. Mereka yang menyukai lelaki yang sudah memiliki kekasih, biasanya lebih merasa merekalah yang terbaik dari kekasihnya dan membutakan matanya. Dia hanya ingin percaya apa yang ingin dia percaya tanpa melihat kenyataan. Bahkan kebanyakan dari mereka ingin merebut tempat itu dengan egoisnya. Tapi, kamu nggak. Kamu hanya ingin pria yang kamu sukai menganggap keberadaanmu. Walaupun nggak bisa kita pungkiri juga ya, ketika kita menyukai seseorang pasti sisi lain hati kita pun ingin memilikinya."

Alena menundukkan kepalanya lagi. "Aku malu, Vik. Aku malu dengan perasaanku yang begitu lancang menyukainya," gumamnya parau. Dan tanpa terasa, tetes-tetes bening itu berjatuhan.

Vika membelai rambut Alena. "Kamu nggak perlu malu dengan perasaan yang kamu miliki terhadap Pak CEO. Wajar kok. Banyak banget yang suka sama dia. Sesuatu yang lumrah di sini. Lagian ya, Len, nggak peduli apa status kalian sebagai atasan dan bawahan, terlepas dari semua itu, Cinta adalah Cinta. Dan hatimu memilih apa yang diinginkannya. Jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri karena sudah memiliki perasaan terhadapnya. Nggak ada yang salah dengan itu. Itu bukan tindakan kriminal. Hatimu sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengisi ruang kosong untuk terisi dengan si pemiliknya."

Kata Vika panjang lebar seraya tersenyum tulus memberi Alena semangat. Sedetik kemudian, ia langsung berhambur memeluk Vika begitu erat. Tidak tahu apa yang harus dikatakan lagi betapa beruntungnya ia memiliki Vika. Tidak ada ucapan yang bisa dilontarkannya lagi kecuali dekapan hangat dari sosok sahabat terbaiknya.

Vika mengusap punggung Alena dengan lembut. "Alena, jika kamu pikir menyukainya terlalu menyakitkan, maka cobalah untuk melupakan. Tapi, jika melupakannya akan lebih menyakitkan, maka biarkanlah hatimu mengalir sesuai apa yang diinginkan. Serahkanlah semuanya kepada sang waktu," ucap Vika. Alena mengangguk, mengeratkan pelukan di pinggangnya.

**
Saat Alena dan Vika tengah berjalan dari kantin untuk kembali ke pantry, ia melihat pasangan itu. Michel dan Kris– yang baru keluar dari lift berjalan ke arah mereka. Keduanya saling merangkul. Kris melingkarkan tangannya di sekitar pinggang Michel, begitu pun dengan Michel yang begitu rekat menempelkan tubuhnya di bahu Kris.

Mereka terlihat begitu saling mencintai...

Vika yang menyadari perubahan ekspresi Alena, langsung merangkul bahunya menguatkan. Langkah Alena dan Vika terhenti, menunduk dan menyapa Bosnya meski semua sapaan itu diabaikan. Mereka berjalan melewati tanpa menoleh sedikit pun.

***
"Alena..."

Alena mengurut dada—terkejut mendengar panggilan seseorang di balik punggungnya ketika ia baru sampai di lobi perusahaan hendak keluar. Tidak terasa, waktu pulang sudah tiba. Bahkan, nyaris pukul enam di mana hampir semua karyawan telah bergegas meninggalkan gedung besar ini.

"Len, tunggu..."

Alena memutar badan, tersenyum kaku sambil mengangguk kecil saat melihat Alex di sana berjalan cepat menghampirinya. Jaket kulit membungkus tubuh Alex menutupi pakaian kantornya saat ini. Dia terlihat tampan dengan postur tubuh yang cukup lumayan.

"Pulang bareng yuk?"

Alena mengusap tengkuk. "Um, maaf Pak, nggak deh. Aku naik bus aja. Hari ini aku capek banget. Kalau aku naik motor, nanti yang ada malah ketiduran kayak tempo hari itu. Alhasil, aku jadiin punggung bapak bantalan sepanjang perjalanan. Padahal mungkin Pak Alex juga capek saat itu kerja duduk seharian. Eh, aku malah enak-enakan tidur senderan. Kurang ajar banget nggak sih?" jawab Alena mengingat kejadian malam itu diikuti kekehan hambarnya.

"Ya, ampun. Nggak apa-apa juga, kali... Bukannya kamu udah setuju akan anggap aku teman ketika di luar kantor? Jadi tolong, nggak usah bersikap sungkan. Apalagi harus pake Anda-Bapak kayak gitu."

Alena menggelengkan kepala. "Hari ini aku sangat lelah dan mengantuk. Aku pasti akan langsung tertidur. Jika aku naik bus, lumayan aku bisa tidur di sana selama satu jam perjalanan."

Terlihat raut kecewa di wajahnya.
"Serius nggak mau?" Alex mendesah, "ya sudah kalau begitu. Kamu hati-hati, ya."

"Iya, Pak Alex juga." Alena tersenyum simpul, lalu melangkahkan kakinya berbalik mendahului meninggalkan Alex di belakang. Mood-nya sedang kacau dan hari ini terlalu melelahkan.

Tertidur...? Sialan! Ternyata aku sudah salah paham terhadapnya!

Continue Reading

You'll Also Like

80.7K 4.6K 39
Ketika biasanya seseorang bersahabat lalu jatuh cinta, seseorang ini jatuh cinta lalu bersahabat--hanya agar bisa dekat. Ini bukan tentang ketidakjuj...
2.8M 196K 35
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
587K 38.9K 32
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...
5.3M 428K 55
1 Dalam #Chicklit 1 Dalam #CEO 1 Dalam #Comedy 1 Dalam #RomCom 1 Dalam #Campus 1 Dalam #Bucin 2 Dalam #Roman 3 Dalam #Romance 3 Dalam #Perjodohan ***...