Memory Glass

Від yulianawiddi

4.5K 869 118

Tak semua cerita berakhir bahagia. Sepasang merpati yang ditakdirkan bersama pun bisa berpisah. Mungkin akiba... Більше

prolog
MEMORY GLASS -1
MEMORY GLASS -2
MEMORY GLASS -3
MEMORY GLASS -4
MEMORY GLASS -5
MEMORY GLASS -6
MEMORY GLASS -7
MEMORY GLASS -8
MEMORY GLASS-9
MEMORY GLASS -10
MEMORY GLASS -11
MEMORY GLASS -12
MEMORY GLASS -13
MEMORY GLASS -14
MEMORY GLASS -15
MEMORY GLASS -16
MEMORY GLASS -17
MEMORY GLASS -18
MEMORY GLASS -20
MEMORY GLASS -21
MEMORY GLASS -22
MEMORY GLASS -23
MEMORY GLASS -24
MEMORY GLASS -25
MEMORY GLASS -26
MEMORY GLASS -27
MEMORY GLASS -28
MEMORY GLASS -29
MEMORY GLASS -30
MEMORY GLASS -31
MEMORY GLASS -32
MEMORY GLASS -33
MEMORY GLASS -34
MEMORY GLASS -35

MEMORY GLASS -19

95 21 4
Від yulianawiddi

Jangan buat aku terbang tinggi, kalau akhirnya kamu juga yang menjatuhkannya.
(Audy Kirana)

Setelah menghabiskan beberapa jam lamanya di gedung pameran glass–yang sangat besar ini, maksudku, siapa yang rela membuat pameran sebesar ini hanya untuk memamerkan sebuah benda yang terbuat dari kaca, dan aku sangat berterimakasih pada orang itu. Sekarang pukul 8 malam, aku merasa bodoh ketika aku menyadari bahwa hanya aku dan Zee yang memakai seragam sekolah. Aku masih memerhatikan miniatur-miniatur yang sebelumnya sudah ku amati, dalam benakku masih ada keinginan untuk membawa salah satu dari mereka ke rumah.

Tapi semua hilang begitu saja dari pandangan ketika sebuah tangan menggenggam ku erat dan menarik untuk menjauhi gedung itu.

"Zee, aku masih mau didalam banyak miniatur yang belum aku lihat"

"Sudah malam Ran, lain kali kita kesini lagi"

Baiklah sepertinya aku harus menuruti perkataan Zee, sudah malam pasti mama dan abang cemas memikirkan aku. Aku mengeluarkan ponsel berniat mengabari mama.

"Gak usah ditelpon" Zee mengambil alih handpone ku dan memencet tombol riset disana.

"Loh kenapa, aku takut Mama khawatir"

"Aku udah telpon bang Galih dan bicara sama Mama kamu untuk meminjam anaknya sebentar"

Lagi? Semesta kenapa ucapan nya selau saja bisa menciptakan ukiran bulan sabit dibibir ku.

"Kita ke rumah cermin dulu ya Ran, gak papa kan?"

"Mau ngapain?"

Ini yang aku benci dari Zee dia selalu saja tidak mau menjawab pertanyaannya ku! Menyebalkan.

"Kamu memang seperti ini ya Zee?"

"Kenapa?"

"Selalu gak jawab ketika orang bertanya"

"Tergantung"

"Tergantung apa?"

"Kadang ada pertanyaan yang gak perlu kamu jawab dan bisa kamu temukan sendiri jawabannya diakhir cerita nanti,  contohnya pertanyaan kamu" dia mengacak rambutku sekali, "pertanyaan kamu gak perlu dijawab karena kalau aku jawab bukan kejutan lagi namanya"

"Hmm. Aku boleh tanya? tapi yang ini harus kamu jawab ya" aku memberanikan diri untuk menanyakan sesuatu yang sudah mengganjal dibenak ku sedari pagi tadi. Walau aku sudah tahu jawabannya aku hanya memastikan sekali lagi.

"Apa?"

"Kamu kenal dengan Reiza?"

Hening.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Empat de--

"Enggak" Ucapnya tegas.

Aduh Rana kamu salah bicara!

"Terus kenapa kamu berkelahi dengannya pagi tadi?"

"Karena dia berusaha buat deketin kamu"
Zee menghentikan laju mobilnya dipinggir jalan, aku tahu ini belum sampai dirumah cermin. Apa Zee sedang marah?

"Ran aku gak suka lihat cowok itu deketin kamu" tanganya memegang kedua bahu ku, jarak kami terpaut dekat sekarang, mungkin hanya beberapa centi.
"Cara dia deketin kamu itu ada maksud tertentu Ran, dan aku takut kalau dia bakal nyakitin kamu" ucap Zee lirih, dia menatapku dalam dengan sorot matanya yang teduh, bisa kurasakan hembusan nafasnya yang hangat memburu di wajahku. Kemudian sesuatu yang hangat dan lembut menempel di keningku.

He stole the the kiss on my brow!

Kemudian dia melepaskannya.

Aku terdiam. Masih shock dengan kejadian barusan, apa menurutnya– hal yang baru saja dia lakukan tidak akan berefek hebat pada jantungku? Apa dia sudah gila?!

Sungguh, aku bahkan masih bisa melihat kedua tanganku yang gemetaran.

Huft, aku tidak bisa bernafas dengan lega kalau begini caranya.

Zee membuatku takut. Takut, jika semakin mencintainya justru akan membuat ku semakin sakit. Takut jika dia pergi dan tidak kembali lagi.

"Oh ayolah Rana itu cuma di kening" batinku berucap. Mengesampingkan 'hal' janggal yang baru saja terjadi, kemudian aku menyanggah ucapan Zee.

"Tapi Zee dia cuma temanku" aku mulai menjauhkan wajahku darinya, bisa bisa pingsan sekejap karena pasokan oksigen yang menipis.

"Tetap aja aku tidak suka, dia gak baik untuk kamu Ran."

Menurut ku Zee sudah berlebihan! Rei baik, dia sangat baik, bahkan ia rela menemani ku selama Zee pergi. Tapi kenapa Zee malah berfikir Rei itu buruk. Dari pada memperburuk suasana, baiklah— biar aku yang mengalah. Aku mengiyakan semua ucapannya.

"Hmm"

"Janji sama aku kalau kamu gak akan deket deket dia lagi?"

Aku mengangguk. Kenapa sekarang Zee jadi protektif begini? Seperti aku ini pacarnya saja? Padahal bukan.

Tepat pukul sembilan kami tiba di rumah cermin. Iya, Rumah cermin. Kedengaranya memang aneh, tapi itulah kenyataannya. Rumah kecil yang di dalamnya terdapat berbagai benda dari glass dan ajaibnya dinding dalamnya pun terbuat dari glass. Beautiful place!. Dua kali aku menginjakkan kaki di sini bersama Zee. Dan rumah cermin ini masih terlihat sama indahnya ketika aku pertama kali datang.

Namun malam ini rumah cermin terlihat lebih indah karena berpadu dengan bintang yang berkelap-kelip di atas sana. Ditambah lagi dengan keberadaan Zee disini.

"Ran, sini deh" tanganya menarik ku mendekat ke jendela rumah berukuran kecil ini.

"Indah ya Zee" tunjukku pada salah satu bintang yang paling terang. Bintang kejora 'kah?

"Hmm" Zee hanya menjawab dengan gumaman pelan.

Kami berdua duduk bersila sebelahan dan memandang keluar jendela dengan seksama. Andai saja waktu dapat aku pause sebentar, aku akan meminta agar semesta bisa mengabadikan ini sebagai moment terindah yang pernah aku miliki. Ingin sekali semua ini tidak akan jadi kenangan suatu saat nanti. Tapi itu tidak mungkin, karena setiap cerita pasti akan menjadi kenangan.

"Jadi bintang itu enak ya" setelah lama terdiam, aku berkata.

Zee menoleh, memperhatikanku dengan wajahnya yang disandarkan ke jendela.

"Kenapa?"

"Dia disukai semua orang karena cahayanya mampu membius dan menenangkan setiap jiwa yang luka" aku tersenyum dan menoleh juga kewajah Zee jadilah kami saling tatap. "Aku ingin seperti bintang"

"Jangan"

"Kenapa?"

"Bintang itu jauh dan susah untuk di gapai. Aku tidak mau kamu seperti itu. Tetap jadi Rana yang seperti ini, aku lebih suka." Dia mengunci tepat di manik mataku.
Jantungku lagi, lagi dan lagi berdegup hebat, ketika ia memunculkan bulan sabit di wajahnya. Tampan.

"Ran, kalau aku pergi nanti, tolong jaga rumah cermin ini ya, anggap aja sebagai hadiah ulang tahun kamu bulan depan, walau sebenarnya ini sangat sederhana untuk dikatakan sebagai hadiah"

Dia mengatakan dengan nada biasa, namun tidak tahu kenapa, mataku mulai berkaca-kaca. Sejujurnya aku tahu kemana arah pembicaraan ini. Dan kalau bisa, aku tidak mau jujur. Tidak. Dia baru saja kembali, tidak mungkin ia berniat pergi lagi.
Secepat itu ia kembali dan mau pergi lagi?

Aku kembali melihat kearah langit, mencermati bintang bintang yang selalu indah, dari pada harus menatap wajah seseorang yang akan pergi. Menyakitkan.

Dengan nada serius ia memanggil ku lagi.

"Ran."

"Aku udah tahu kamu mau bilang apa" sudah bisa kutebak, ia pasti ingin bilang kalau dia mau pergi.

"Boleh aku memeluk mu?"  Aku menatap-nya serius, dan tiba-tiba sebuah dekapan ini membuat aku susah untuk berkata kata. Aku berfikir; sekarang kamu mendekap ku, seolah kamu berkata selamat tinggal?
Kalalu Begitu jangan biarkan Zee melepaskan dekapan ini Tuhan. Aku mohon.

Aku menangis sejadi-jadinya dikaos yang Zee kenakan, tak perduli walau sekarang kaos-nya sudah berubah menjadi lap basah karena air mataku. Sedih ketika melihat orang yang kamu cintai akan pergi meninggalkan kamu entah untuk berapa lama. Yang jelas aku benci ia pergi. Aku tidak mau rindu menjadi berkuasa diantara kami!

Buat apa ada pertemuan jika akhirnya ada kata perpisahan? Buat apa kamu ciptakan moment indah jika hanya jadi kenangan? Kenapa Zee? Kenapa?!

Sebuah tangan milik Zee menyentuh rambutku lembut, "Jangan sedih, aku cuma sebentar disana."

Sebentar milik mu, lama bagiku Zee!

"Kalau kamu kangen sama Alzee Gardana datang kerumah cermin sambil bawa lilin ya Ran."

Aku melepaskan pelukannya, memberanikan untuk mendongak dan menatapnya, pasti mataku sudah sembab sekarang. Aku bertanya, "Lilin? Untuk apa?"

"Anggap saja cahaya itu aku yang menemani kamu saat pergi kerumah cermin nanti." Alasan yang tidak masuk akal, kenapa lilin? Kenapa tidak wujud dirinya saja yang menemani aku?

"Kan ada lampu Zee" jujur. Aku masih tidak paham dengan kata-kata Zee. Ia sangat pandai membuat teka teki.

"Percayalah Ran, saat kamu kesini nanti, lampu itu sudah mati dan mungkin sudah tidak berfungsi lagi. kamu takut gelap 'kan? Biarlah lilin itu yang menemani kamu."
 
"Kalau lilinnya juga padam?"

"Buka jendela, ada bintang yang menemani kamu"

"Zee, aku tidak ingin benda benda aneh itu yang menemani aku. Aku  ingin kamu"

"Kadang kita harus merelakan yang baik untuk yang terbaik Ran," Zee menghela nafas panjang. "Kamu sudah menjadi yang terbaik untuk ku, tapi aku lakuin ini semua demi menyelamatkan keluarga ku Ran, percayalah."

Aku menunduk, mengangguk paham.
Zee memang pernah bilang ia kuliah di Paris untuk meringankan biaya keluarga-nya. Agar Mama-nya tidak perlu bekerja lagi, cukup menjadi ibu rumah tangga yang diharapkan papanya dan cara itu bisa membuat kembali kedua orangtuanya rujuk.

"Zee." panggil ku lirih, "boleh aku tanya satu hal?"

"Anything Ran."

"Bagaimana perasaanmu kepadaku?"

Hening

Satu detik

Dua detik

Tiga de—

Apa aku salah bertanya?

"Luas" Zee menatap ke luar jendela, bisa kudengar ia menghirup nafas dalam dalam, apa ia gugup?.

"Perasaan ini luas Ran, tidak bisa diucapkan oleh kata maupun tulisan, tolong jangan tanya aku seperti itu lagi, karena aku tidak akan sanggup untuk menjawabnya. Jujur, dari awal aku membantu mu didepan papan pengumuman waktu itu— entah kenapa jantungku berdetal lebih cepat dari biasanya. Dan akhirnya aku ingin lebih kenal dengan sosok Audy Kirana."

Ia beralih menatapku, menggenggam jari jari tangan ku yang mulai kedinginan, lalu berucap.
"Aku mencintai kamu." Bisiknya tepat disebelah telingaku dan— ia mengecup keningku sekali!

Jangan tanya bagaimana wajah ku sekarang! yang pasti sudah berubah jadi merah tomat.

Setelah itu ia memelukku lagi.

Aku memejamkan mataku, tubuhnya terasa hangat dalam hembusan angin malam.

Продовжити читання

Вам також сподобається

Transmigrasi Mantan Santri? Від manusiaa~

Підліткова література

2.7M 275K 64
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
AGASKAR 2 [[ AFTER MARRIED ]] Від bunoyy

Підліткова література

4.1M 317K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
HERIDA Від Siswanti Putri

Підліткова література

610K 23.9K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
PUNISHER Від Kak Ay

Підліткова література

1.3M 116K 44
"Kenapa lo nolongin gue, hm? Kenapa nggak lo biarin gue mati aja? Lo benci 'kan sama gue?" - Irene Meredhita "Karena lo mati pun nggak ada gunanya. G...