Love Me If You Dare

By Kimikara

388K 46.8K 1K

Lalitya seorang cewek yang menganggap dirinya misanthrope (pembenci manusia) dan alien yang tidak terhubung d... More

Part 1 Extraordinary Day
Part 2 Who Are You?
Part 3 Manic Monday    
Part 4 You Again
Part 5 Mr. Right vs Mr. Wrong    
Part 6 In or Not?
Part 7 My Neighbor, My Officemate
Part 8 When He Sees Me
Part 9 New Kid on the Block
Part 10 It's Showtime
Part 11 Those Girls
Part 12 Nothing is Free in This World
Part 13 Never Forget Your Old Friend
Part 14 And When He Smiles
Part 15 His Crazy Ex-Girlfriend
Part 16 Prince Charming vs Monster
Part 17 Love Moves in Mysterious Way
Part 18 Arrgh!
Part 19 It's You Again
Part 20 Are You Gonna Be My Girl?
Part 21 Happy Birthday Kailash
Part 22 My Untamed Heart
Part 23 A Good Book vs a Shirtless Guy
Part 24 Spread Your Wings
Part 25 Sunset Rendezvous
Part 26 Heart of the Sunrise
Part 27 ¡Hasta Mañana!
Part 28 The Art of Loving
Part 29 You Don't Own Me
Part 30 How My Heart Behaves
Part 31 A Rainy Day and Saturday
Part 32 One Sunday Morning
Part 33 Hello Mr. Heartache
Part 34 Don't Waste Your Heart
Part 35 Frog Prince
Part 36 Su Ex Novia
Part 37 A Girl in A Plaid Pleated Skirt
Part 38 When We First Met
Part 39 As Beautiful as Stars in the Sky
Part 40 Are You Strong Enough to be My Man?
Part 41 Say It with Sunflower
Part 42 Bon Voyage
Part 43 I Don't Want to be A Bride
Part 44 The Young Man and The Sea
Part 46 Should I Kiss You or Should I Kill You?
Part 47 Past, Present and Future
Part 48 Kiss You Tonight
Part 49 Books, Boys and Broccoli
Part 50 Love at Thousandth Sight
Part 51 Que Sera Sera (Final Chapter)
Author's Note

Part 45 Don't Mess with My Heart

3.1K 532 23
By Kimikara

Kuguyur pohon bunga matahariku dengan segayung air. Tanah di dalam pot langsung basah. Begitu juga dengan daun dan batang pohon. Kuperhatikan tetesan air yang jatuh dari batang pohon ke tanah.

"Pohonnya kapan berbunga?" tanya Cesta yang sedang menjemur pakaian dalam di belakangku.

"Menurut Mbah Google bulan depan. Tapi, harus dipupuk dulu," balasku sambil berjalan ke area mencuci pakaian untuk mengembalikan gayung ke tempatnya. Lalu, aku kembali ke tempat semula.

Tiba-tiba, muncul seorang cewek mungil berambut sebahu. Dia memakai gaun berlengan setali warna hitam. Beginilah gaya Michelle saat kondangan. Meskipun kadang dia suka mengeluh masuk angin akibat kebanyakan kena AC atau angin.

Michelle berdiri di depan kami dengan wajah ditekuk. "Aku dijebak dalam kencan buta," ujarnya kesal.

"Kok bisa?" tanya Cesta.

"Habis kondangan, temanku ngajak ke kafe buat mbahas cokelat pesanannya. Sampai di sana ada cowok datang. Terus temanku pamit pulang alasannya anaknya sakit. Aku baru sadar kalau dijebak dalam kencan buta," ungkap Michelle kesal.

"Cowoknya dangdut?" tanya Cesta.

Michelle mengangguk.

"Ngapain ngurusin jodoh orang. Orang jaman sekarang itu hidup cuma sekali, tapi nikah bisa lima kali. Terus jodohnya yang mana?" timpalku sambil merogoh ponsel dari dalam saku.

"Kalau akhirnya sendiri, berarti enggak punya jodoh dong," sahut Michelle.

Cesta dan Michelle sibuk membahas orang-orang menyebalkan di sekitar mereka, sedangkan aku fokus ke ponsel. Aku membalas pertanyaan dari calon pembeli. Setelah itu, aku kembali ke home. Di sana kulihat ada dua foto Kai yang diunggah dua jam lalu. Kai memang sudah ada di Bali untuk menghadiri pernikahan sepupunya dari Jerman. Dalam foto pertama, Kai diapit dua orang bule cewek yang memakai strapless dress. Kai terlihat berbeda karena memakai setelan jas tanpa dasi. Kuperhatikan jidatnya yang sudah tidak diperban, tapi menyisakan bekas luka berwarna cokelat kehitaman.

Kubaca judul foto itu, "With my cousins from Germany, Hildegard and Gretchen."

Kugulir home ke bawah untuk melihat foto kedua Kai. Fotonya bersama seorang cewek berkulit gelap yang memakai gaun hijau tanpa lengan dan cowok berambut cepak. Foto itu diberi judul "We've been friends since we were in diapers." Dan, ditautkan dengan akun milik dua temannya.

Kuklik akun cewek bernama Lakshmi itu. Biodata yang tertulis di sana menunjukkan kalau dia berprofesi sebagai desainer perhiasan. Akunnya dipenuhi dengan fotonya dalam balutan bikini warna hijau yang memamerkan perutnya yang rata dan tindikan di pusar.

"Seksi," kata Cesta.

Aku menengok ke adikku yang mengintip dari balik bahuku. "Ih, kepo."

Mata Cesta masih terpaku pada akun Instagram Lakshmi. "Lagi ngepoin siapa? Katanya mau bikin bikini batik?" tanyanya.

"Harus nge-print kain dulu," jawabku.

"Eh, bikini yang dibeli Mbak waktu di Phuket diapain?" tanya Michelle yang tahu-tahu sudah ada di belakangku.

"Dipakai buat daleman kalau lagi kehabisan stok," balasku.

"Dipakai di pantai dong, Mbak," kata Cesta.

"Nanti dipakai di pantai nudis," kataku.

"Di pantai nudis harus bugil dong," kata Cesta.

"Khusus buatku enggak harus bugil," ujarku. Kutinggalkan akun Lakshmi dan kembali ke akun Kai.

"Duh Mas Kai pakai jas kayak di iklan parfum," komentar Michelle.

"Kalau Mbak La milih lihat Mas Kai enggak pakai baju," sahut Cesta.

"Nanti masuk angin. Kasihan," balasku.

Ngepoin orang itu enggak bagus untuk kesehatan. Jadi, kututup akunku dan kumasukkan ponsel ke saku celana.

"Kerokin dong," kata Michelle.

"Kan tukang keroknya kamu," timpal Cesta.

"Habis ini aku mau kerokan," ujar Michelle.

"Turun, yuk," ajak Cesta. Dia beranjak dari tempatnya berdiri dan berjalan menuju tangga sambil menutup hidung. "Siapa sih yang ngerendam pakaian dalam seminggu?"

"Emang pakaiannya enggak busuk, ya?" tanya Michelle yang mengekor di belakang adikku.

"Kamis jadi ikut launching buku?" tanya Cesta.

"Iya," balasku dan Michelle nyaris bersamaan sambil menuruni tangga.

"Mbak Nandini ikut?" tanya Cesta.

"Iya," balasku.

Sampai di lantai dua kami langsung masuk ke kamar masing-masing. Kuhempaskan pantatku ke kursi, lalu kunyalakan laptopku. Kulirik jam dinding yang kupasang di atas pintu, baru pukul 19.45. Masih ada waktu untuk membuka Pinterest dan mencari tutorial menjahit. Lima belas menit kemudian, baru kubuka akun Skype-ku.

"Gimana pestanya?" tanyaku begitu wajah Kai muncul di layar laptop.

"Lumayan," balasnya sambil menguap.

"Kapan balik Jakarta?"

"Bulan depan."

Dia serius atau bercanda?

"Kenapa enggak tahun depan saja sekalian," balasku.

"Nanti kamu kangen," balasnya lalu, dia kembali menguap.

"Kamu bangun jam berapa?"

"Jam tiga, tadi pesawatnya berangkat jam enam dari Makassar," jawabnya. Lalu, dia melirik jam tangannya. "Oke, aku harus pergi. Kita sambung besok, ya."

"Ke mana?"

"Ketemu teman."

"Emang kamu enggak ngantuk?"

"Ya ngantuk."

"Perginya naik apa?"

"Motor."

"Mending naik taksi. Mengendarai kendaraan dalam keadaan mengantuk itu bahaya."

Dia tersenyum. "Oke. See you soon."

Wajahnya menghilang dari layar tanpa memberi aku kesempatan untuk mengucapkan selamat malam.

Penting banget ya ketemu teman malam ini, sampai merelakan waktu yang bisa digunakan buat tidur. Tapi, terserah dia sih.

Kututup akunku dan kumatikan laptopku. Lalu, aku membaca buku sampai mengantuk.

***

Hari Kamis, pulang dari kantor aku dan Nandini datang ke launching buku seorang penulis yang bukunya diedit Cesta. Sebenarnya tujuan utama kami adalah ke toko buku. Kebetulan peluncuran buku itu diadakan di toko buku. Aku celingak-celinguk mencari Michelle yang katanya sudah ada di sini.

"Mbak Lalitya...!" teriak Michelle yang sudah duduk manis di kursi bagian belakang.

Aku dan Nandini berjalan ke sana dan berdiri karena tidak kebagian kursi.

Cesta tiba-tiba muncul. "Nih Mbak kalau mau baca," ujarnya sambil menyerahkan buku

berlatar warna biru dan bergambar mobil. Lalu, kubaca blurb yang tertulis di sampul belakang buku yang hari ini diluncurkan itu.

Beberapa menit kemudian, muncul seorang cowok berkulit putih dan berperawakan sedang. Cowok yang menurut Cesta mirip Suho EXO itu bernama Deddy, marketing penerbit tempat adikku bekerja. Beberapa saat kemudian seorang cowok berambut poni maju ke depan.

"Selamat malam," sapa Deddy dengan logat Sunda kental. "Makasih atas kehadirannya di launching buku terbaru Christopher Charaka yang berjudul On the Road." Cowok itu memutar badan dan memberi kode agar cowok yang berdiri di sampingnya duduk di kursi yang disediakan. "Charaka, apa kabar?"

"Baik," balasnya. "Selamat malam semua.

"Malam," balas peserta launching buku yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan antusias.

"Buku ini ceritanya tentang apa?" tanya Deddy.

"Seorang cowok yang sedang keliling Indonesia naik mobil, namun perjalanannya terhenti gara-gara ketemu seorang cewek yang menjadi korban perdagangan manusia. Terus mereka dikejar-kejar sama sindikat perdagangan manusia," jelasnya.

Lalu, MC mulai membahas buku bergenre travel romance yang ditulis Charaka. Selama acara berlangsung, aku membaca dua bab awal, dua bab terakhir dan dua bab tengah. Kadang aku memiliki kebiasaan membaca seperti ini. Jika bab-bab awal, tengah dan terakhir menarik maka aku akan melanjutkan membaca. Tapi bila bab-bab itu tidak menarik, aku akan berhenti.

Satu jam kemudian, acara selesai dan dilanjutkan dengan sesi tanda tangan. Penyelenggara acara langsung mengatur antrean untuk mendapatkan tanda tangan.

Aku dan Nandini memilih berdiri di depan rak buku fiksi. Sambil menunggu Cesta, aku meneruskan membaca On the Road. Sementara Michelle menghilang entah ke mana.

"Menarik enggak?" tanya Nandini sambil menunjuk buku yang kubaca.

"Ramuan standar, cowok yang menyelamatkan damsel in distress terus jatuh cinta."

"Ending-nya menikah dan bahagia selamanya?"

Aku menggeleng.

Nandini meraih buku bersampul kuning dan bergambar lumbung. "Aku belum pernah baca Animal Farm atau buku George Orwell lainnya," katanya.

"Itu salah satu buku yang harus kamu baca sebelum mati. Aku merasa relate dengan Benjamin si keledai," terangku.

"Keledai kan konotasinya bodoh," ujarnya.

"Benjamin lebih pintar dari Donkey dan Eeyore," balasku.

"Benjamin itu apatis, pesimis, sinis, tapi cerdas dan bijak," sahut seorang cowok.

Aku dan Nandini langsung memutar tubuh kami dan berhadapan dengan seorang cowok berkulit terang. Badannya tinggi dan kurus, tapi terlihat kokoh.

"Mau ditandatangani?" tanyanya.

Aku menatapnya bingung, sementara Nandini sudah berhasil kabur.

Tangan kanan cowok itu menunjuk ke buku yang kupegang. "Bukunya."

"Oh," balasku sambil menyerahkan buku kepadanya.

Dia menerima buku dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya mengambil pulpen dari saku baju. "Siapa namamu?"

Ngapain nanyain nama?

"Buat ditulis di buku," tambahnya.

"Oh, enggak usah," balasku.

"Namamu enggak usah?"

"Enggak usah ditulis," ujarku.

Alisnya terangkat, lalu dia fokus ke buku. Pulpen yang dia pegang bergerak di atas kertas. Kemudian dia menyerahkan buku padaku.

"Makasih," balasku sambil bersiap-siap kabur.

Mendadak aku mendengar suara Cesta, "Mas Charaka, belum pulang?"

"Belum," balasnya.

"Kenalin ini kakakku," kata Cesta saat sudah berdiri di sampingku.

"Charaka," ujarnya sambil mengulurkan tangan kanan.

Kusambut uluran tangannya dengan malas. "Lalitya."

"Ulysses sudah sembuh?" tanya Cesta.

"Belum mau makan," jawab Charaka.

"Mas Paijo juga suka kembung, biasanya kukasih obat mag langsung sembuh," Cesta menyebut anjing milik keluarga kami. "Ulysses itu anjing idaman Mbak," kata Cesta.

"Siberian Husky," ujarku.

"Mas Charaka juga punya kucing idaman Mbak lho," kata Cesta.

Charaka mengeluarkan ponsel dari saku baju, lalu menunjukkan foto seekor kucing gendut berwarna oranye.

"Namanya siapa?" tanyaku.

"Garfield," jawabnya.

"Lucu," ujarku.

"Cha ada yang mau ketemu," kata Deddy. Lalu, dia menyapaku, "Halo Lalitya, kakaknya Cesta."

"Hai," balasku singkat.

"Permisi dulu, ya," pamit Charaka, lalu meninggalkan aku dan Cesta.

"Boleh, tuh," kata Nandini yang tiba-tiba muncul bersama Michelle.

"Ambil, tapi saingannya banyak," balasku.

"Aku sedang menikmati masa single-ku," ujarnya.

"Just enjoy while it last. No drama, no heart break," ujarku.

"Yup. Makan bakso, yuk," ajak Nandini.

"Enggak bosan ya Mbak makan bakso terus?" tanya Cesta.

"Bagi Nandini hanya ada dua pilihan, makan bakso atau merokok," timpalku.

"Mbak Nandini merokok?" tanya Michelle kaget.

"Masa baru tahu," balas Cesta.

"Aku belum pernah lihat," kata Michelle.

"Dia merokok pas enggak ada orang. Dia hanya mau membunuh dirinya pelan-pelan tanpa melibatkan orang tak berdosa," ujarku.

"Mending duitnya ditabung," kata Cesta.

"Pengin berhenti, tapi belum berhasil," balas Nandini.

"Mau makan bakso di mana?" tanya Michelle.

"Di dekat sini saja," usul Cesta yang paling hafal daerah ini.

Kami berjalan ke warung bakso yang jaraknya hanya sepuluh meter dari toko buku. Sampai di sana kami langsung memesan. Dan, tanpa menunggu lama di hadapan kami terhidang empat mangkuk berisi mie, sebutir bakso telur, sebutir bakso urat dan tiga butir bakso halus berukuran kecil.

"Mbak, di kost Mas Kai ada kamar kosong?" tanya Michelle sebelum memasukkan sebutir bakso ke dalam mulut.

"Kok nanya aku?" balasku.

"Mbak kan calon ibu kost," canda Michelle.

"Huek," balasku.

"Mau nge-kost di sana, Chelle?" tanya Nandini sambil memutar helaian mie dengan garpu.

"Oppa cari tempat kost, apartemen sewaannya terlalu jauh," balas Michelle.

"Kirain kamu mau nge-kost di sana," canda Cesta.

"Nanti kayak perawan di sarang penyamun dong," gurau Michelle.

"Penyamunnya Kai atau Manuel?" tanya Nandini.

"Kalau buat Michelle, Mario saja," goda Cesta.

"Ogah," balas Michelle.

"Eh, mimpi punya anak cewek artinya apa?" tanyaku.

"Mungkin mau dapat rejeki. Anaknya kayak apa?" tanya Michelle.

"Rambutnya ikal warna cokelat. Matanya juga cokelat. Mirip anak tetangga kita yang bapaknya bule tua itu lho Ces," kataku.

"Bapaknya bule dong," sahut Nandini.

"Bule gila," sahut Cesta. Dia menyodorkan es podeng pesanannya. "Nih Mbak habisin," ujarnya.

"Kebiasaan deh, pesen makanan, tapi enggak dihabisin," omelku sambil mengambil mangkuk bening yang disodorkan adikku.

"Kenyang," kata Cesta.

Mangkuk bakso di hadapanku, Cesta dan Michelle sudah kosong. Sementara Nandini masih berjuang untuk menghabiskan baksonya. Sembari menunggu Nandini, Cesta mengobrol dengan Michelle, sedangkan aku membuka akun Instagram jualanku. Begitu akunku terbuka, aku beralih ke halaman pencarian untuk mencari tempat mencetak kain yang murah. Beberapa detik kemudian muncul banyak foto dan satu video. Tapi, pandangan mataku terpaku foto dua sosok yang kukenal. Foto seorang cowok yang telanjang dada dan separuh badannya terendam di infinity pool. Di sebelah kirinya ada seorang cewek yang duduk di kursi malas. Dia memakai sundress warna biru laut dan topi lebar. Langsung kuklik foto yang ternyata membawaku ke akun Instagram Larissa. Foto tanpa judul itu diunggah tiga jam lalu. Di akun Larissa juga ada beberapa foto terbarunya yang diambil Kai, termasuk satu foto yang diunggah pada Minggu malam.

Jadi, teman yang membuat Kai merelakan waktu tidurnya demi ketemuan itu Larissa. Jangan biarkan insecurity Jessica memberi efek negatif. Hubungan mereka hanya untuk urusan kerjaan. Stay positive. Don't be a drama queen. Tapi, jika kamu berani mematahkan hatiku, aku akan menendangmu keluar dari duniaku. Begitu kamu keluar dari duniaku, enggak akan ada jalan untuk memasukinya lagi.

"Mbak, mau pulang enggak? Kok malah bengong," suara cempreng Cesta membuatku sadar kalau aku satu-satunya orang yang masih duduk di meja, sedangkan yang lain sudah berdiri dan memegang dompet masing-masing.

Aku bangkit dari kursi dan berjalan ke kasir. Setelah membayar, kami kembali ke toko buku karena mobil Nandini diparkir di sana. Lalu, kami pulang bareng.

Continue Reading

You'll Also Like

94.9K 17.2K 30
COMING SOON...
573K 54.7K 123
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
285K 38.9K 36
Apa yang kalian lakukan jika seseorang yang tidak kalian kenal mengaku sebagai mantan kalian yang datang dari masa depan? Titan bertemu dengan seoran...
47.3K 8.9K 37
Diselingkuhi pacar dengan teman sendiri memanglah epic, tetapi pernah tidak diselingkuhi pacar dengan kakak sendiri? Ya, kakak sendiri, kakak kandung...