"Lana...." bisik Jansen, Lana menundukkan kepalanya.
"Maafkan aku. Tapi ibunya yang mengatakan sendiri padaku kalau dirinyalah (Dania) yang membunuh keluarga kalian." Lana menarik tangannya dari genggaman Jansen.
"Itu fitnah!" jerit Andrea membuat Loly yang sedang asyik menggambar berhenti. Gadis kecil itu berdiri, lalu melangkah mendekati dinding. Mengintip untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Kau tidak tahu apa-apa soal itu, Azizalea! Jangan sembarangan kalau berbicara!" Loly menutup mulutnya, tidak suka melihat Lana dimarahi.
"Jangan membentak istriku!" protes Jansen, sementara Lyan masih tidak sanggup berbicara apapun. Tubuhnya mendadak lemas dan tak berdaya. Bagaimana pun juga, ucapan Lana tadi mempengaruhi Lyan. Fakta yang tidak dia ketahui selama ini kini terungkap sudah.
"Ternyata kau sama saja seperti Amora. Pokoknya kau tidak ada urusan dengan Loly. Loly putriku!"
"Enak saja! Loly putriku! Putri kandungku! Aku yang mengandung dan melahirkannya!"
"DIAM!!!" bentak Jansen membuat Andrea menutup mulutnya rapat-rapat.
"Aku tidak tahu apa tujuanmu datang ke sini! Sejak saat itu, aku tidak pernah menganggap kau ada lagi!" Andrea menggeleng.
"Aku datang untuk mengambil putriku! Lagi pula dia bukan anak kandungmu!" Loly mengerucutkan bibirnya, sementara Lana menatap Andrea tidak senang. Ingin sekali rasanya Lana mencakar wajah Andrea.
"Aku sudah tahu. Tapi aku tidak akan memberikan Loly padamu! Mati saja kau ke laut!"
"Andrea...." desis Diamond. Tubuh Andrea bergetar. "Bawa aku bertemu ibumu, Nak...." suara Diamond begitu lembut seperti biasanya.
"Aku tidak tahu dia di mana!"
"Dia di rumah sakit jiwa, Bu...." jawab Lana dengan pelan.
"Aduh...." ringis Andrea saat ada yang menyiram air padanya. Pelakunya adalah Loly.
"Loly," panggil Lana.
"Pergi dari rumah Loly! Loly tidak suka kalau Bibi membentak Ibu!" jerit Loly. Lalu dia berlari mendekati Jansen dan Lana.
"Ayah, bukan anak kandung itu artinya apa?" tanya Loly merangkak kepangkuan Jansen.
"Loly dengar?" Loly mengangguk. "Loly anak tiri, ya?" Jansen mengusap sudut mata Loly.
"Iya, Loly. Aku ini ibu kandungmu. Sementara dia bukan siapa-siapa Loly. Kemarilah, Ibu datang menjemputmu, Nak." Loly menggelengkan kepalanya.
"Andrea!" Semua yang ada di ruang tamu mengalihkan perhatian pada asal suara yang berasal dari pintu utama.
Andrea langsung berdiri, dia mendekati Dimas yang berdiri berkacak pinggang di pintu.
"Maaf, aku tidak bermaksud."
Dimas menarik tangan Andrea, lalu membawa wanita itu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Beberapa saat setelah Andrea pergi, ruang tamu masih dilanda keheningan. Sampai akhirnya Lyan angkat bicara.
"Benar mereka yang membunuh?" tanya Lyan dengan bibir yang bergetar. Jansen mengembuskan napasnya pelan, lalu dia mengangguk.
"Kenapa? Kenapa kau tidak memberitahu aku, Jansen? Kenapa?" Lyan menutup mulutnya menggunakan tangannya yang juga bergetar.
"Maafkan aku, Tan. Hanya saja aku tak ingin membuat Tante sedih. Aku ingin Tante tersenyum terus." Lyan menggeleng.
"Bu, tolong bawa Tante Lyan istirahat. Nanti setelah tenang, kita bicara pelan-pelan." Diamond menghapus sudut matanya, dia mengangguk. Dia juga ingin menenangkan diri juga.
★∞★
Loly turun dari pangkuan Jansen, dia menatap Lana dengan sedih.
"Loly sayang sekali pada Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibu tidak akan membuang Loly, kan?" Jansen mengelus pipi Loly.
"Ayah juga sayang pada Loly. Kita akan selalu bersama sampai kapan pun." Loly memeluk lengan Lana karena wanita itu hanya diam.
"Bu, Loly tidak mau Ibu yang lain. Loly hanya punya satu Ibu. Ibu satu-satunya Ibu Loly." Lana terkesip mendengar ucapan Loly. Lalu dia tersenyum tipis.
"Iya. Loly juga tetap menjadi putriku. Loly jangan sedih, ya." Loly mengangguk.
Jansen menatap Lana dengan kening yang berkerut saat melihat wajah Lana.
"Lana, kau kenapa?"
"Aku tidak mau tinggal di sini," jawab Lana sambil tersenyum tipis. Dia mengangkat Loly, lalu mendudukkan Loly di sebelahnya.
"Loly juga tidak mau tinggal di sini. Di sini tidak enak. Ayah, bagaimana kalau kita pindah saja?"
Jansen meraih tangan Lana, dia tersenyum. Sepertinya dia harus menuruti permintaan kedua wanita yang dia kasihi itu.
"Kalian ingin tinggal di mana?"
"Aku ingin di rumah ibuku saja." Lana menatap Jansen malu-malu.
"Loly ingin ikut ke mana saja asal Ibu ada," sahut Loly.
"Nanti akan kupikirkan, ya." Lana mengangguk, dan Loly juga ikut-ikutan.
"Tapi sepertinya kita tinggal di sana untuk sementara, agar aku bisa tenang menyelesaikan masalah yang terjadi. Aku akan mengurus mereka." Jansen mengecup punggung tangan Lana membuat Loly cemburu. Maka dia mengikuti apa yang dilakukan Jansen.
"Ayah, nanti adiknya laki-laki atau perempuan?"
"Ayah tidak tahu, laki-laki atau perempuan sama saja. Ayah tetap sayang pada mereka. Jansen meletakkan tangannya di perut Lana, lalu mengelusnya dengan pelan membuat Lana kegelian. Tapi Lana menahannya agar tidak merusak suasana.
"Ayah, Loly juga mau!" jerit Loly, Lana tersenyum. Loly memukul tangan Jansen, lalu dia juga mengelus perut Lana.
"Loly tidak sabar lagi. Apa adiknya akan lahir besok, Yah?" Jansen menggeleng.
"Kita harus menunggu, Lyly. Sampai nanti perut Ibu besar." Loly mengangguk. Mereka terus mengelus perut Lana sampai tidak sadar kalau Lana kini tertidur.
"Ayah, Ibu tidur...." Jansen mendongak, dia tersenyum lebar. "Loly juga ingin tidur, Ayah."
"Iya, di kamar Ayah saja, ya Ly...." Loly mengangguk. Dia turun dari sofa dan berlari ke kamar Jansen.
Sementara itu, Jansen menggendong Lana dan membawanya ke kamar. Dan saat sudah di kamar, Loly sudah berbaring lebih dulu di tengah ranjang. Jansen membaringkan Lana dengan gerakan pelan. Lalu menyelimuti Lana dan Loly.
Jansen menatap Loly yang pipinya merona.
"Loly malu, Ayah. Tapi apa Ayah mau mengecup kening Ibu? Kening Loly juga," katanya sambil memejamkan matanya.
Jansen melirik Lana, dia membungkukkan badannya, mengecup kening Lana membuat darahnya berdesir. Lalu mengecup kening Loly.
"Terima kasih, Ayah. Loly tidur dulu." Loly memeluk tangan Lana dan dia memejamkan matanya.
Jansen mengelus kepala Lana membuat Lana semakin terlelap.
"Entah kenapa aku merasa sangat bahagia dan juga takut, Lana. Aku merasakan firasat buruk, tapi semoga tidak ada hal buruk terjadi pada kita. Termasuk padamu.
Jansen meletakkan bantal guling di samping Loly agar Loly tidak terjatuh. Lalu dia berbaring di sebelah kiri Lana. Dia mengecup bibir Lana.
"Sepertinya aku jatuh cinta padamu, Lana...." bisiknya pelan. Dia mengecup bibir Lana sekali lagi.
★∞★
Vote dan komennya jangan lupa, ya.
Yuk, mari follow instagramku: Naomiocta29. Nanti di follback asal di minta, hehe...
Terima kasih!
29 September 2017