WIZARD (Broken Butterfly) END

Por Ghnufa_14

180K 13.5K 628

Yang bersinar di malam hari hanyalah kunang-kunang, namun yang ku lihat malam itu adalah sesuatu yang lain. b... Más

Prolog
Kupu-Kupu
Kekuatan
Surat Misterius
Wizard Academy
Turnamen Penyambutan
Sekolah
Es dan Api
Menara Lex Talionis
Ujian Bersama
Rekan
Informasi
Peringatan
Pembalasan
Menara Pengorbanan
Sora
Death Master
Tangan Kanan Pemburu Underworld
Moon Gate
Teman yang menghilang
Underworld
Perjalanan Menuju Ujung Cahaya
Cahaya Terakhir
Gadis Api
Sang Penegak Pilar Cahaya
Hutan Mistis
Kastil Putih
Rahasia Dea
Merah Diatas Putih
Dunia Keabadian
Sang Penjaga Alam
Gerbang - Gerbang Dunia
Darah Terkutuk
Gerbang Neraka
Menara Pembalasan
Jiwa Yang Terlelap
Rasa Kematian Yang Manis
Pertemuan Yang Tenang
Pulau Awan
Kawah Matahari
Pohon Kehidupan
Dinding Pengorbanan
Takdir Yang kejam
!!!
Para Dewi
Dinginya Hari Penuh Darah
Negeri di Penghujung Utara
Jantung Kegelapan
Rencana B
Arti Dari Sebuah Ikatan
Akhir Terbaik
Epilog
~~~
pengumuman!

Anak-anak Bayangan

2.4K 223 1
Por Ghnufa_14

Ada perbedaan ketika pertama kali memasuki hutan dan yang untuk kedua kalinya, mungkin juga didasari dari dua pemikiran yang berbeda ketika memasukinya. kabut itu masih tetap tebal, hawa dingin menguara dari sekeliling, walau jarak pandang yang tipis aku masih bisa merasakan tatapan-tatapan yang telah terbiasa dengan kabur. mereka yang terjebak di sini entah karena kesialan saja atau memang disengaja, yang terpenting saat ini mereka tidak berniat menyerang.

Rata-rata penghuni Wilayah Terlarang ialah mahluk-mahluk buas yang dikendalikan oleh naluri untuk memasuki wilayah baru, mereka tak sepenuhnya mengerti dimana atau apa yang sedang mereka kerjakan di tempat ini. ku rasa itu juga termasuk para raksasa yang kami temui sebelumnya.

"hei, kau yakin arahnya benar?" suara David di belakangku membuat kepala ku berputar. Pemuda itu mengernyit, punggungnya rendah tanda dia waspada, beruntung dia bukan tipe orang yang mudah takut.

"ya," kata ku apa adanya. Aku memang tidak tahu dimana letak gerbang itu berada, hanya insting bawaan baru ini yang dapat merasakan aliran kegelapan yang menganga seperti lubang di dinding.

"ini tidak biasa. kau tiba-tiba menjadi sok ketua." Alva berlari ke samping ku, awalnya ku pikir dia akan terbang untuk melihat dari atas. aku juga tidak berniat memintanya melakukan itu. gadis itu memicingkan mata birunya. "apakah ada yang merasuki mu lagi?"

Aku mengernyit. "tidak, aku tidak pernah dirasuki."

Terdengar decakan dari arah David yang ikut berjalan di samping ku. "bagaimana dengan Si Gadis Api yang ceria seperti matahari pagi?"

Aku memutar mata malas. "kalian berdua tidak perlu khawatir, hanya ikuti aku saja."

"bagaimana kami yakin jika jalan yang kau pilih benar?" tuding Alva, bahkan menunjuk ku dengan satu alis terangkat. "atau kau hanya ingin terlihat keren, dan hanya membuat kita berputar-putar?"

"benar! Benar!" seru David ikut mengompori.

Sekali lagi aku berdecak. Aku tidak menyangka kelompok ini akan menjadi memusingkan, ku pikir David adalah orang yang kalem—sedikit—tapi ternyata dia sama saja dengan Alva. Sama-sama tidak bisa ditebak. Pengalaman ku dalam mengabaikan para guru privat dapat ku manfaatkan dengan baik, hingga kedua orang itu akhirnya menyerah untuk mempermainkan ku.

Berjalan disampingku, wajah mereka merenggut tak tahan dengan arah sembarangan yang kami ambil. Sebenarnya tidak, aku masih berkonsentrasi untuk menemukan aliran kegelapan yang tersebar di sepenjuru hutan ini. aura itu dibawa oleh para iblis dari Wilayah Gelap, yang membuat jejaknya jadi tak karuan. Selagi kedua orang ini bisa diam, aku memfokuskan pikiran ku lebih dalam.

"hei! Ikutlah bekerja! Cari jalan masuk ke wilayah mu itu!" seru ku dalam kepala.

Terdengar suara desahan, aku menoleh, tapi David sibuk menendang-nendang tanah. "baik! Baik!"

Aku agak terkejut, jarang sekali dia mau membantuku seperti ini.

"disana! Arah Utara!" suara di kepala ku terdengar bersemangat. "oh, tentu saja! seharusnya aku sudah menduganya. Gerbangnya memang selalu di Utara!"

Aku berjalan cepat. Semak-semak yang menghalangi kusibakkan dengan es ku, suara mendengkik datang dari dekat tapi mereka tidak mendatangi ku. David dan Alva memanggil-manggil dari belakang, aku mengabaikan mereka dan terus melangkah cepat menembus hutan.

Dua titik merah mengejutkan ku. mahluk apa pun itu melesat ke udara, membelah kabut, sosoknya terakhir terlihat. Makhluk itu mirip ular, tidak ada kaki atau tangan, hanya tanduk-tanduk di punggungnya dengan bulu-bulu tebal.

"apakah itu naga cina?!" seru Alva di belakang ku.

Perhatian ku tertuju pada kabut yang seperti berputar di satu titik, mirip pusaran. Semakin mendekatinya aku merasakan suatu tekanan yang menarik ku, aku berputar cepat. "bersiap-siap! Kita akan masuk!"

"apa?!" teriak Alva yang kebingungan.

Kami semakin dekat dan udara seketika berputar. Tarikan kuat mendorong ku memasuki pusaran kabut yang lebih cepat, sesaat seperti berada di dalam topan dan terombang-ambing. Teriakan datang menyusul dari Alva dan David yang pasti tidak menyadari tarikan itu, Alva mengeluarkan sayapnya dan berusaha untuk terbang namun tekanan udara terlalu kuat untuk kepakan sayapnya. Selama beberapa saat kami terus berputar dalam pusaran angin abu-abu ini, dari ujungnya akhirnya kami terpelanting ke luar.

Aku segera mengibaskan tangan ku membuat seluncur es yang meluncurkan ku dengan lancar ke pijakan yang aman. Alva berhasil terbang ke udara ketika terpelanting, David memiliki refleks yang bagus dengan mengeluarkan besi melayangnya untuk mengangkat tubuhnya sebelum menghantam lereng tebing yang tajam.

"lihat disana!" seru Alva.

Aku berputar. Kami memang berada di lereng tebing, aku tidak tahu kami akan tiba di daerah mana, portal itu sepertinya bukan terhubung di satu titik, tapi mungkin juga iya. Yang ada di depan mata kami hanyalah lereng-lereng tajam dengan dasar tak terlihat, ya, hanya ada lereng!

"jadi, bagaimana kita menemukan Valery dan Melly?" tanya David, yang melayang di samping ku.

Aku merunduk, aku berdiri diujung tebing. Aku bisa saja jatuh jika tidak menjaga keseimbangan dengan baik. Aku kembali mendongak. "David, bisa kau angkat aku juga?"

Pemuda itu menaikan alisnya. "mengangkut mu dengan besi ku?"' aku mengangguk. David mengayunkan tangannya di ikuti bola besi sebesar kelereng, yang kemudian bergejolak seperti air dan membentuk oval tipis seperti piring. Lingkaran besi itu melayang di samping ku, tanpa aba-aba aku melompat dan mendarat dengan bokong ku.

David meringis, menatapku tajam. Lempengan besi yang ku duduki terangkat ke arahnya. Dia menatapku tajam. "jika kau melakukannya lagi aku akan menjatuhkanmu."

"dan sebelum kau melakukannya akan ku bekukan dirimu." aku menyengir, yang membuat David tersentak dengan berlebihan. "kita akan jatuh dan hancur berkeping-keping bersama!"

"ayolah, teman-teman!" seru Alva, muncul di belakang kami. "mari kita cepat! Tidak ada yang tahu bagaimana keadaan dua gadis itu sekarang!"

*

Pertarungan di Gerbang Timur semakin sengit, tidak ada yang mengalah walaupun mereka telah terluka parah. Pihak Wilayah Gelap mendapatkan bantuan dari para monster yang terus berdatangan, prajurit Wilayah Terang mulai dipukul mundur. Jordi dan Sarah mengeluarkan seluruh kekuatan mereka untuk menjatuhkan iblis-iblis terbang yang terus bermunculan mengganggu para prajurit, mereka tidak bisa ikut bertarung dengan peperangan di bawah sana.

Jordi sesekali menatap ke bawah, di antara pertarungan itu sesekali akan terlihat lidah api yang menjilati udara. Lelaki itu berdecak, bahkan tak sadar menggigit ujung lidahnya sendiri hingga berdarah. Dia tidak akan memaafkan laki-laki itu, mereka sudah di tengah-tengah perjalanan untuk mendapatkan kemenangan. Dia bahkan sempat berfikir jika Egi akan menjadi kartu andalan dalam pertarungan, tapi yang terjadi saat ini benar-benar diluar prediksinya. Egi berkhianat, dia bahkan tak segan menyerang para ksatria yang pernah ditemuinya.

"Jordi!" teriakan dari Sarah mengalihkannya, sial! Dia jadi kurang fokus. Untungnya dia cepat menghindar ketika monster hendak mencakarnya. Jordi mengibaskan tangannya, es-es tajam menembus tubuh makhluk itu.

"ini tidak ada habisnya!" teriakan Sarah membuat langit berguncang, petir menyambar dari segala arah. Membuat tempat itu terang gelap sesaat, Sarah melompat, tubuhnya diselimuti aliran listrik dan melesat secepat kilat diantara para monster yang datang. Mahluk-mahluk itu berjatuhan dengan tubuh hangus terbakar.

"Sarah! Jangan terlalu jauh!" tapi seruan Jordi terlambat, gadis itu sudah melesat menembus pertarungan ke ujung undakan bekas Gerbang Timur. Dia mendarat di puncak gundakan besi-besi gerbang, merentangkan tangannya, sekelompok monster yang hendak masuk terhenti sesaat. Mereka menggeram waspada, Sarah menatap ke ujung tanah hitam itu, benar-benar tidak ada kehidupan. Tidak ada cahaya.

Sarah mengangkat tangannya. "habislah kalian disini!" petir menyambar dari langit Wilayah Gelap, gadis itu terkejut akan energi petir yang berbeda, pijakannya terlepas dan dia jatuh terguling dari atas undakan puing gerbang.

Sarah menggeram sambil menarik tubuhnya berdiri, dia menjerit merasakan ngilu dan perih yang teramat sangat di pinggangnya. Gadis itu menatap tangannya, darah membasahinya, pinggangnya tertusuk sesuatu dan cukup dalam. Suara geraman mengalihkan gadis itu, para monster yang awalnya menyerang prajurit Wilayah Terang teralih oleh bau darahnya. Sarah mengeram, mengangkat tangan kanannya, petir menyambar mahluk-mahluk itu namun Sarah menjerit, darah terus merembes di pinggangnya.

Gadis itu menjatuhkan dirinya di antara puing, mencoba mengatur pernafasannya yang memburu. Para monster itu kembali berdiri, bersiap melompat ke arahnya. Namun tiba-tiba gerakannya terhenti, monster-monster itu mendongak. Mereka mendengik tajam ke udara, satu-persatu monster dari Wilayah Gelap ikut melakukannya. Mereka mengeluarkan suara mengerikan, di antara mereka ada yang berputar dan berlari ke arah Sarah.

Kedua tangan gadis itu terangkat, namun tidak ada serangan, saat dia mengintip dilihatnya monster-monster itu berlarian melewatinya. Menaiki sisa puing gerbang menuju kembali ke sarang mereka.

Tingkah aneh para monster itu menarik perhatikan prajurit yang lain, mereka menatap langit kelabu yang mengeluarkan kilat hijau. Sarah tidak bisa merasakan kilatan hijau itu, kilat itu tidak terisi listrik yang bisa dikendalikan. Kilat itu sangat halus lebih tipis dari sutra, tidak bisa disentuh. Seruan terdengar di kejauhan, terlihat kepanikan dari para prajurit Wilayah Gelap.

Dari arah Barat langit, terlihat sesuatu bergerak mendekat, membuat kepulan debu dan tanah bergetar. teriakan tiba-tiba bersahutan, satu persatu prajurit kegelapan tersungkur ke tanah dengan anak panah tertancap di tubuh mereka. prajurit kegelapan berteriak untuk satu sama lain, namun hujanan anak panah terus berlanjut entah berasal dari mana, tubuh prajurit kegelapan mengeluarkan asap putih tiap kali anak panah menancap. Tubuh mereka lambat laun menipis seperti terbakar dari dalam.

"apa yang kalian lakukan!? tetap berdiri! Mereka hanya peri!" seruan itu berasal dari seorang kesatria kegelapan dengan armor hitam membalut tubuhnya, kebalikan dengan kesatria Wilayah Terang.

Sarah memicing. Dia mengenali sosok ksatria hitam itu, orang yang sama dengan yang mendekati Egi. Gadis itu berjalan perlahan ke tengah kekacauan, prajurit Wilayah Terang berteriak dengan semangat, kembali menyerang prajurit kegelapan yang ketakutan. Sarah mengangkat tangannya, dia sangat ingin menyetrum kesatria itu hingga zirahnya menjadi wajan panggangan. Kesatria itu tiba-tiba menoleh ke arahnya dengan mata terbuka lebar.

Kesatria itu melompat, berjalan ke arahnya dengan pedang teracung. Sarah menghentakkan tangannya, kilat menyambar sosok itu, namun pedang itu menangkisnya seolah bukan apa-apa. Sarah terbelalak terkejut, dia jatuh terduduk, sekali lagi rasa sakit mengingatkannya untuk mengerang. Ksatria kegelapan telah sampai di hadapannya, seringai di wajahnya mengerikan, dia mengangkat tinggi pedangnya.

"petir seperti itu bahkan tidak bisa menghanguskan sehelai rambut ku, nak." Kesatria itu mengibaskan pedangnya, di ikuti dengan tubuhnya yang terpental jauh hingga menabrak sejumlah prajurit kegelapan lain.

Sarah terbelalak, menoleh ke sumber suAra seruan. Dari kejauhan, terlihat Jeriko yang berlari dengan wajah mengerikan. Dia bahkan melewati Sarah, terus mengejar sosok ksatria kegelapan yang baru beranjak. Tubuhnya kembali terangkat ke udara dan dibanting tiap kali Jeriko menggerakkan tangannya. setiap kali monster dan prajurit kegelapan mendekatinya, mahluk-mahluk itu seolah menabrak dinding tak kasat mata di sekeliling Jeriko lalu terpental.

Jeriko menggigit bibirnya hingga berdarah, menatap ksatria kegelapan itu yang sudah remuk hingga darah keluar dari cela-cela armornya. Namun kesatria itu masih hidup, tubuhnya bergetar saat kesadarannya masih tersisa.

Tawanya yang kaku masih memancarkan kesenangan. "Dea tidak pernah mengatakan jika ada pengontrol di antara kalian."

Jeriko melompat ke arah kesatria itu, menekan tubuhnya kembali jatuh ke tanah. "kau tidak pernah tahu." Kata Jeriko datar, matanya terbuka lebar. sesekali akan diselimuti kegelapan di dalamnya.

Kesatria itu tersenyum, gerakan tangannya begitu cepat hingga tidak dapat dilihat mata biasa. pedang itu hampir menusuk kepala Jeriko, sekali lagi terpelanting seolah ada dinding yang mengelilingi pemuda itu. jeriko memiringkan kepalanya, wajahnya tak berekspresi, pandangannya kosong dan kejam menatap ksatria kegelapan.

"kau membunuh sahabat ku." kata Jeriko.

Kesatria itu mengerutkan wajahnya, lalu seringaian lebar terbentuk di bibirnya yang mengalirkan darah. "ah, anak penuh kebaikan itu. cara kepalanya terlempar sangat indah—"

Perkatannya terpotong, ketika Jeriko mengangkat tangannya dan mengibaskannya kebawah. Bersamaan dengan tekanan kuat yang menghantam kepala kesatria itu hingga pecah mencipratkan darah hitamnya. Sarah yang melihat itu bergidik, dia tidak pernah melihat Jeriko seperti itu. tidak, sosok itu seolah bukanlah Jeriko yang selama ini dia kenal.

"ah!" seru gadis itu, tubuhnya menjepit ke tanah ketika seekor monster mendorongnya. Makhluk itu membuka mulutnya, Sarah memejamkan mata tak berdaya, dia mendengar suara dengikan dan beban berat diatasnya menghilang. sosok monster itu sudah tidak ada diatasnya, tertanam di antara batu tidak jauh darinya.

"Sarah!" seruan itu membuat Sarah menoleh. Jeriko berlutut di sampingnya, wajahnya penuh kepanikan. Bahkan air mata sudah menggenang di sudut matanya. "oh! Kau berdarah! Sangat banyak!"

"Jeriko, tenang! Tenang!" seru Sarah ketika melihat pemuda itu mulai panik, menatap sekeliling mencari bantuan dan berteriak. Itu membuat kumpulan bebatuan di atas mereka terangkat dan terlempar ke sembarang arah.

"Jeriko, berhenti—" Sarah tersentak, tubuhnya tiba-tiba menghangat. Dia menatap lukanya yang bercahaya kehijauan, perlahan rasa sakitnya memudar dan dengan cepat menyembuhkannya. Sarah mendongak ke langit, seruan-seruan semakin mengebuh, prajurit Wilayah Terang telah disembuhkan dan kembali pulih, semangat memuncak diantara mereka.

Prajurit kegelapan berlari mundur, apalagi ketika melihat Sang Penjaga Alam mendekat bersama pasukan peri dan penyihir lain. Jeriko membantu Sarah berdiri dan menjauh dari lubang gerbang agar tidak ikut terinjak, mereka bersembunyi di antara bebatuan di samping bekas puing-puing gerbang. Menyaksikan satu persatu mahluk-mahluk kegelapan itu kembali ke wilayahnya dengan ketakutan.

"oh!" Sarah tersentak, dia beranjak dari tempat bersembunyinya. "Egi!"

Seruan itu mengalihkan Jeriko juga. mereka melihatnya, pemuda berkekuatan api itu berlari mengikuti mahluk-mahluk kegelapan memasuki Wilayah Gelap. Sarah melompat ke arah gerbang, Jeriko mengikutinya dengan panik. Gadis itu menghentakkan kakinya membuat gemuruh di langit.

"pengkhianat!" teriaknya penuh emosi, Jeriko tertegun di sampingnya. "jika kita bertemu lagi, akan ku habisi kau! Kami tidak akan memaafkanmu!"

*

Kastil itu berdiri di ujung lereng terjal, di balik lereng-lereng itu terdapat pohon-pohon layu yang masih tegak berdiri. Kami sedang bersembunyi tidak jauh dari kastil antik itu, yang berwarna gelap dan suram mengerikan seperti sekelilingnya. Kami menemukan tempat itu tidak lama setelah mengelilingi area tebing-tebing ini.

"oh! Kelelawar!" seru Alva pelan.

Aku juga melihatnya, itu memang kelelawar. Bentuknya sangat mirip dengan kelelawar yang ada di dunia kami, kupikir semua mahluk di dunia ini memiliki wujud yang berbeda. tidak, pasti ada perbedaannya juga pada kelelawar itu.

"hei, lihat! Mereka memasuki kastil itu!" bisik David. "apakah itu sarang mereka? ku rasa terlalu mewah."

"mau memeriksanya?" tawar ku, tanpa mengalihkan pandangan dari kastil tersebut. "mungkin mereka ada di sana juga."

"aku tidak yakin, tapi mari kita coba." Alva terbang menukik ke bawah, di antara cela-cela lereng yang mirip tombak-tombak batu kasar yang menancap di tanah.

Aku dan David menyusulnya, David yang mengendalikan lempengan besi ku jadi aku hanya bisa mengikutinya saja. kami sampai di bagian bawah kastil itu, kastilnya benar-benar berdiri di ujung lereng. Tidak ada cela di sekelilingnya, hanya satu jalan sempit yang menghubungkan dengan bukit di sisi lain dan pintu masuk utama. apakah penghuninya melewati jalan itu untuk keluar masuk?

"di sini terlalu mencolok, kita harus masuk!" seru David, dia benar. Walau pinggiran lereng ini memiliki cela-cela batu, kami tidak bisa bersembunyi dengan baik jika kelelawar itu terus terbang di sekitar kastil.

Alva terbang terlebih dahulu, memimpin jalan yang baik untuk menyusup ke dalam. Kelelawar itu memang sulit untuk dihindari, kami harus berhati-hati dan beberapa kali bersembunyi untuk bisa masuk ke jendela terdekat. Jendela itu terkunci seperti dugaan, Alva memecahkannya dan melesat masuk terlebih dahulu. Aku menunggu dengan cemas, kelelawar itu akan melihat kami, untungnya kepala pirang Alva muncul dengan cepat sambil nyengir.

Kami bergegas masuk. David menurunkan ku perlahan, lempengan besinya kembali menjadi kelereng kecil dan masuk ke dalam sakunya. Sejenak kami menatap sekeliling, ruangan itu mengingatkan ku dengan film-film horor abad pertengahan. Tempat itu juga gelap, lilin di dindingnya padam. Lantainya dari marmer dan dindingnya dilapisi lis dan kertas dinding berwarna merah gelap dengan corak bunga putih kecil. ruangan itu tidak terlalu luas dan kosong, tidak ada perabotan sama sekali.

Hanya ada pintu hitam di ruangan itu, Alva melangkah terlebih dahulu. Menempelkan telinganya di pintu yang terbuat dari kayu halus, wajah gadis itu mengernyit. "tidak ada suara."

Kami mengangguk dan membuka pintu, langsung melesat ke lorongnya yang gelap. Rasanya seperti kembali di lempar ke masa lalu, seluruh cela tempat ini bergaya Victoria lama yang elegan dan sangat gotik dengan nuansa gelap. Kami melangkah perlahan menyusuri lorongnya yang terus melebar, Alva berjalan paling depan untuk merasakan pergerakan yang datang.

Lorong itu menyebar seperti labirin, kami sudah berjalan cukup lama dan hanya mendapati lorong lagi dan lagi. Pintu-pintu tertutup yang diperiksa satu persatu namun tidak ada pergerakan, kami bertemu anak tangga ke atas, menaikinya dengan cepat sambil berhati-hati. Lorong selanjutnya juga kosong, kami terus melangkah dalam diam, menatap sekitar dengan waspada.

Alva tiba-tiba tersentak, dia berputar dan mendorong kami memasuki sebuah ruangan yang tidak jauh. Pintu tertutup dan Alva merosot ke lantai, matanya berkilat berubah semerah darah, menatap tajam kearah pintu. Dalam keheningan itu kami mendengar langkah yang sangat samar, teredam oleh tembok.

David akan membuka mulutnya ketika Alva menatapnya tajam dengan cepat, menggeleng, reaksinya diluar dugaan. Selama beberapa saat kami hanya terdiam, aku melirik sekilas ke sekeliling yang ternyata kami berada di dalam ruang duduk. Ada sofa gelap di tengah ruangan, hanya itu yang menghiasi ruangan ini.

Alva berdiri, merapikan mantel putihnya. Dia membuka sedikit pintu dan memeriksa keluar, kami kembali melangkah di lorong. gadis itu mengernyitkan wajahnya lebih waspada, mata merah darahnya tetap menggangguku.

Alva berlari pelan ketika kami melihat sepasang daun pintu merah di ujung lorong. gadis itu berhenti sesaat, mengerutkan hidungnya, aku tidak bisa menangkap apa yang dia tangkap di dalam sana. namun tiba-tiba gadis itu terbelalak, tanpa aba-aba dia mendobrak pintu hingga terpelanting ke dalam. Aku hanya bisa melihat sampai Alva merentangkan sayapnya dan menukik menuju ke bawah balkon.

Terdengar teriakan dan suara kaca pecah, gaduh seketika memenuhi pendengaran. Aku dan David bergegas ke ujung balkon dengan dua sisi tangga melengkuk ke arah ruang makan di bawah sana, sekelompok orang bergaun gotik memenuhi ruangan besar itu, jumlahnya hampir tiga lusin namun dua lusin dari mereka sudah terkapar di lantai marmer. Meja mewah dan deretan kursinya terpelanting ke segala arah, pecahan kaca dari cangkir—hanya cangkir—aneh, hanya ada cangkir diatas meja makan itu. serta cairan merah kental berbau tajam.

"darah." David mengernyitkan hidungnya. "bau yang tidak sedap!"

Aku memicingkan mata ke bawah, laki-laki dan perempuan berpakaian gotik itu menyerang Alva dengan gerakan yang teramat cepat. Namun Alva membaca semua gerakan mereka dan membalasnya dengan membabi buta. Pertarungan itu terhenti ketika salah satu dari mereka muncul di ujung ruangan yang tertutup bayangan, aku terbelalak saat melihat sosok itu datang sambil menyeret dua kursi dengan dua orang perempuan terikat disana.

"berhenti! Atau dua gadis ini akan terluka!" seru lelaki berambut pirang itu, darah merembes dari kepalanya. Lelaki itu menghentakkan kursi yang dia pegang, suara tertahan dari Valery dan Melly tercekat.

Alva berhenti menyerang, di tangannya seorang nyaris kehilangan kepala, di bawah kakinya terkapar seorang wanita dengan rambut putih cantiknya sekarang terlepas dari kulit kepala. Alva menuding tajam kearah sosok di ujung ruangan.

Lelaki itu menyeringai, menampakkan sepasang gigi runcing mencuat keluar. aku terbelalak. "kau pasti wizard yang dibicarakan Dea."

Aku tidak lagi terkejut ketika mendengar nama itu muncul dari orang-orang Wilayah Gelap. Lelaki itu melepaskan tangannya dari punggung kursi, ku lihat wajah Valery yang penuh kotoran, dan sayatan di wajah Melly.

"seorang wizard dengan jati diri vampire." Lelaki itu mengangkat dagunya dengan angkuh. "Dea memberikan mu kepada kami, karena kita sama, kita adalah keluarga! Kau milik kami! Seharusnya kau merasa terhormat!"

"tutup mulutmu, Penghisap Darah!" seru Alva. Melemparkan lelaki di tangannya hingga terpelanting ke ujung ruangan, gadis itu menginjak wanita di bawah kakinya hingga kepalanya pecah dan otaknya berhamburan. Tapi Alva tidak merespon apapun tentang pembantaiannya yang kejam, dia semakin menginjak genangan darah di bawah kakinya. Raut wajahnya terlihat amat murka. "jangan pernah samakan aku dengan mahluk kotor seperti kalian!"

"sudah lama sekali sejak aku mendengar sebutan Penghisap Darah yang disematkan pada kami sejak awal dunia ini terbangun." Lelaki itu menyapu rambut pirangnya, menghapus darah di wajahnya. "selama masa pemerintahan Dewi Verall kami adalah Bangsawan yang terhormat, namun sejak kejatuhannya seluruh bangsa kegelapan saling menyerang dan kami di pukul mundur hingga ke tempat ini. tapi kami masih tetap berusaha untuk mengembalikan harga diri kami, dan itu hampir berhasil ketika para iblis penghisap jiwa kembali meluluh lantarkan kaum ini. tapi kami tetap menjadi yang terkuat!"

Sorakan menggema, para vampire yang tersisa kembali mengelilingi Alva. "mahluk-mahluk tak berdaya hanya bisa ketakutan dan memohon pengampunan." Dia mengulurkan tangannya, seperti menawarkan sesuatu. "tapi kita berbeda! kita adalah makhluk terhormat!"

Ku tatap Alva yang terlihat semakin geram. "semua iblis sama saja, termasuk kalian Penghisap Darah!"

Lelaki itu tampak tak senang, dia merenggut memandangi Alva. "gadis cantik, akan ku beritahu pada mu. Penghisap Darah adalah sebutan lama kami, sebelum Dea yang maha bijak datang dan memahami potensi kami. Menyebut kami dari cara kami makan sangatlah tidak sopan! Vampire adalah sebutan yang diberikan Dea, terdengar sangat elegan dan terhormat."

Oh, sekarang aku mengerti. Ratu Peri pernah mengatakannya juga, jika kekuatan para Wizard berasal dari Pohon Kehidupan yang mengambil sumbernya dari dunia ini. kekuatan-kekuatan kami adalah replika dari mahluk-mahluk di dunia ini, dan Penghisap Darah adalah salah satunya. Mungkin di dunia ini termasuk anak-anak bayangan yang disejajarkan dengan iblis dan mahluk neraka lainnya. lalu kemudian Dea yang memiliki pengetahuan tentang dunia lain mulai membentuk dan memberi nama kelompok-kelompok penghuni Wilayah Gelap

"Kau pikir aku peduli?"

Getaran mengguncang kastil ini, aku dan David bersiap siaga melihat Alva kembali merentangkan sayapnya, terbang ke udara. Aura merah mengura di sekelilingnya, para Vampir itu tampak takjub dan terkejut, beberapa bersingut mundur dan yang lainnya maju seolah tertarik pada cahaya merah itu.

Alva mengangkat tangannya. pusaran cahaya merah berkumpul, kabut hitam membentuk tombak kematiannya. Tubuhnya terbakar oleh cahaya merah, yang merambat menggantikan mantel putihnya menjadi gaun hitam merah yang anggun.

Getaran semakin menjadi tak kalah tombak itu bersinar. Iris merah darah Alva memancarkan kengerian yang tajam. "kau melukai teman-teman ku, itu yang terpenting."

Yang terjadi selanjutnya adalah, setengah dari kastil itu hancur bersama para Vampir yang tewas seketika.

*****

Next Part...

~Ghefira~

Seguir leyendo

También te gustarán

809K 75.4K 49
Semuanya membohongiku, seakan-akan aku makhluk terbodoh di dunia ini. Semuanya membenciku, seakan-akan aku makhluk terhina di dunia ini. Tidak! Bahka...
3.3M 316K 87
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya.
5K 273 17
TikTok : Permine7 Instragram : permineemint ⚠️ FOLLOW SEBELUM DIBACA!. ⚠️ Dilarang keras memplagiat cerita ini. Murni dari dalam otak. Tentang perem...
141K 11.7K 114
Ini book isinya cuman seputar keseharian keluarga Taehyung & Jungkook ❤️ BIJAKLAH DALAM MEMBACA! Published on,06 June 2019!