All Eyez (#MOG 2) [END]

By itsaliyas

209K 16K 1.1K

------------------------------------------------- BEBERAPA PART DI PRIVATE, DISARANKAN UNTUK FOLLOW TERLEBIH... More

Introduction
NOTES
1. Kesialan yang Hoki
2. Gaz Elpiji
3. Cafe Karma Zoya
4. Flat Heels
5. A-gamau Lepas!
6. Alien Rupawan
8. Aib Peluncur Karya
9. Si Bodoh Gengsi
10. Sweety Agam
11. Defian Borok
12. Konferensi Meja Tamu
13. Ketamakan Cinta
14. Impresi yang Buyar
15. Ilusi Otak
16. Realita Berduri
17. Serupa Tapi Tak Sama
18. Instabilitas Hati
19. Dua Cermin Retak
20. Lamaran Paksa
21. The Beginner
22. Filsafat Zoya
23. Intuisi Nostalgia
24. Apa Salah Zoya
25. Alasan Terpendam
26. Remembrall Sickness
27. Silent Witness
28. Permata Hitam
29. Kesalahan Permainan
30. Butiran Pasir
31. Terlahir untuk Pergi
32. Eyes For Me [END]
Topela [Humor Story]
Flares [Romance]

7. Markas Agam Alien

6.1K 572 43
By itsaliyas

"Cinta itu buta, benar adanya.
Bukan hanya mata, tapi seluruh inderamu.
Karena kalau kita jatuh cinta, bau ketek pun terasa seperti pengharum ruangan."

-Gauri Adoria Zoya-

*****

"Zoya!" Kurasakan sebelah tangan melingkari pinggangku, menarikku ke luar dari lautan manusia dengan beragam wangi.

Mungkin aku berhalusinasi jika penolongku ini seorang Agam Wafi Pranaja. Ya, aku hanya berharap itu dia karena aku tak dapat melihat wajahnya secara jelas.

>>>>>

Aku benci pengganggu. Seperti saat ini, putri tidur sepertiku sedang bermimpi indah dan diganggu oleh pria-pria penggosip!

Sumpah aku malas sekali membuka mataku. Lalu bagaimana aku yakin jika mereka adalah laki-laki? Tentu selama dua puluh sembilan tahun aku sering dimodusin pria, pasti paham suara berat spesies mereka.

Yang aku heran, memangnya aku tertidur di tempat mereka arisan? Sepertinya tidak.

Oh Tuhan ... tolong hambamu ini, usir mereka dan biarkan aku mencium pangeran dalam mimpiku!

"Apa anda lupa, jika saya pernah berkata kepada anda untuk menjauhi putri saya?"

"Saya ingat, tapi-"

"Lalu kenapa kamu ada di sini?!"

Tunggu. Bukankah itu suara Papa? Sejak kapan Papa ikut arisan? Ah, apa acara arisan ala Bapak-bapak rumah tangga itu harus menarik urat? Bicara soal urat, perutku tiba-tiba terasa lapar, teringat bakso langgananku.

"Tadi Zoya pingsan dan saya hanya terpikir untuk membawa dia ke-"

"Saya tahu anak saya tak sadarkan diri, lalu kenapa kamu masih berdiam diri di sini?!"

"Pa, udahlah ... berisik banget! Kasian Kak Zoya, nanti dia keganggu."

Ah, Alan-ku tersayang. Terakhir itu pasti suaranya. Aku cukup terharu dia masih mempedulikanku dengan kata-kata manis, tak lupa disertai dengan suara tembakan pistol beruntun yang kuyakin sekali berasal dari ponselnya. Dia adik yang perhatian sekali bukan?

Walau ucapannya sangat tak berfaedah, karena tanpa Papa berteriak pun, suara game miliknya sudah terlebih dahulu menggangguku.

"Diam, Alan! Biarkan Papa bicara dengan Tuan Agam yang terhormat."

"Lebih tepatnya Papa ngusir dia," gumam Alan tepat di samping telinga sebelah kananku.

Eh, siapa tadi? Agam? Dia di kamarku?! Apa jangan-jangan aku bukan bermimpi? Kalau benar bukan mimpi, aku akan memusuhi Papa karena beliau yang membuat Agam tak jadi menciumku barusan. Padahal belum tentu juga dia ingin menciumku, aku saja yang berharap lebih saat dia membaringkan tubuhku.

"Kamu, pergi dari sini. Tolong turuti kata-kata saya kalau-"

Papa itu kenapa sih? Apa dia tak memiliki kontak batin denganku yang ... baiklah, harus kuakui jika seorang Zoya menyukai Agam Wafi Pranaja. Tapi kenapa beliau terdengar tidak suka? Oke cukup sudah, kali ini giliranku.

"A-gam ...," lirihku sengaja memotong ucapan Papa tanpa membuka mata.

Telapak tangan hangat yang lebih besar dari ukuranku membungkus jemariku. Tapi ... itu hanya sesaat sebelum terhempas kembali akibat tangan lain yang kurang ajar sekali berani menghilangkan rasa hangat hampir sampai ke hatiku.

"Jangan sentuh Putri saya!"

Waduh, jadi barusan tangan pengganggu itu milik Papa? Durhaka kau, Zoya!

"Agam, A-gam ...." Maafkan Zoya, Papa. Tapi Zoya inginkan Agam. Duh, kenapa aku jadi mirip gadis remaja baru kenal roti sobek pria sih? Sangat bukan Zoya sekali.

"Sekali lagi coba tungguin, Pa. Kalo Kakak nyebut nama ini orang lagi ... lempar aja pake piring, biar dia bangun. Itung-itung iseng-iseng berhadiah," celetuk Alan.

Emang dasar kutu beras! Kalau bicara semudah buang gas saja. Apa dia tak pernah merasakan jatuh cinta? Ah, aku lupa, dia memang belum pernah merasakannya walaupun burung kakak tua peliharaan Alan itu sering sekali berpetualang.

"Apa benar Zoya memiliki Agoraphobia?" tanya pria yang kuyakin dia Agam.

"Tahu dari mana kamu?!" Ya ampun, Papa ... baru kali ini aku merasa Papa lebih sering menarik urat leher.

"Tadi dokter pribadi saya sempat memeriksa Zoya dan sekarang Putri Bapak memanggil saya, Dokter bilang jika pasien memanggil nama seseorang maka orang itu harus berada di sisi pasien hingga tersadar," terang Agam.

Bolehkah aku tertawa saat ini? Benarkah dokter berkata seperti itu? Rupanya bukan aku saja yang pandai ber-acting. Sejak kapan pula dia jadi peduli padaku?

"Baiklah, kali ini saya perbolehkan. Ingat, sampai Putri saya sadar. Setelah itu segera pergi," ujar Papa tegas.

"Tapi-"

"Saya tidak menerima alasan apapun," ucap Papa tak terbantahkan. "Ayo kita keluar dulu, Lan."

Setelah terdengar pintu tertutup sedikit kencang. Perlahan aku membuka mata dan hampir saja aku pingsan kembali ketika melihat sepasang mata yang akhir-akhir ini menghanyutkanku itu sedang menatapku dengan intens.

"Aku tahu kamu sudah sadar sejak tadi. Kenapa memanggilku? Ah, kuyakin kau sudah terhipnotis pesonaku, Zoya."

Wah ... apa-apaan dia? Kenapa dia mahir sekali membuat perasaanku jungkir balik berubah membencinya hanya dalam hitungan detik?

Aku mendengkus. Mataku beralih menelusuri ruangan yang terlihat asing. Sepertinya ini bukan di kamarku. Tapi jika ini rumah sakit .... terlalu besar ukurannya untuk seorang pasien.

"Sangat tak bisa kuduga jika kamu memiliki Agoraphobia, sepertinya kau biasa saja di tempat ramai. Tidak menujukkan gejala sedikitpun," lanjutnya.

Aku menghela napas lelah. Agoraphobia adalah perasaan takut berada di keramaian. Beruntung phobiaku ini  belum masuk kelas berat yang tak akan nyaman ketika melihat banyaknya orang di manapun.

Hanya saja, tubuhku akan langsung bereaksi jika dalam kondisi seperti tadi, berada di tengah kerumunan orang dengan ... wangi khas keringat bercampur dengan aneka deodoran dari macam-macam orang. Sungguh itu sangat membuatku pusing dan mual. Belum lagi sesak kesulitan bernapas karena terhimpit oleh mereka.

Hal ini yang membuatku sengaja menyembunyikan nama besar Papa. Penyakit aneh ini akan membuat mereka gencar mencariku. Pemburu berita saat ini hampir tidak peduli dengan kode etik jurnalistik. Bagi kebanyakan mereka, yang penting heboh dan digemari banyak orang maka berita mereka dianggap bagus.

Satu-satunya wangi ketiak favoritku adalah ketiak Mama. Senjata mujarab ketika aku sulit tertidur. Tapi sepertinya, daftar list khususku ini bertambah. Agam, wangi khas dirinya jelas membuatku nyaman. Aku rela dirangkul, dipeluk, dicium atau berbuat lebih dari itu asalkan bersama pria ini. Duh, sepertinya aku mulai berkhayal kembali.

"Cuma benci bau ketek orang aja. Maaf ngerepotin kamu," jawabku cuek. Tunggu, barusan seorang Zoya menggunakan aku-kamu? Unch!

Agam tersenyum dan jemarinya mengusap pipiku. Rasa hangat tadi kembali menjalar ke pembuluh darahku setelah tersengat listrik terlebih dahulu. Pria ini ... aneh. Dia bisa terlihat dingin, tak tersentuh, menyebalkan. Tapi ada saat di mana ia terlihat manis seperti ini. Semoga aku tak terserang penyakit gula.

Suara pintu terbuka mengagetkan kami. Papa kembali lagi dengan Alan yang masih asyik dengan ponselnya dan kali ini Mama ada di sana menatapku khawatir.

"Zoya!" jerit Mama lega melihatku baik-baik saja dan langsung berhamburan ke pelukanku. Aku terkekeh pelan. Terkadang Mama lebih terlihat seperti anak kecil dibandingkan denganku.

"Sekarang Zoya sudah baikan, jadi silahkan tinggalkan kami." Papa menatap Agam tajam.

Mama mendelik, "Diyas! Kamu apa-apaan sih? Seharusnya kita berterima kasih sama Agam."

Papa tak menghiraukan Mama. "Dengar bukan? Bisa anda angkat kaki dari sini?"

Aku mengernyit heran. Kenapa Papa sangat tidak suka dengan Agam?

Kali ini Alan baru bersuara setelah menghela napas kasar. "Papa yakin  ngusir orang di rumahnya sendiri? Ya kali, Pa ... Malu-maluin aja nih pikunnya."

Papa memandang ke sekitar dan seakan baru tersadar, ia berdeham  dan membalikkan badan. "Ayo kita pulang."

Pantas saja aku merasa asing, ternyata aku bukan di rumah sakit juga. Aku berada di ruangan yang sepertinya kamar pribadi seorang Agam. Setelah kuteliti, ruangan ini cukup maskulin untuk dikatakan kamar rawat inap.

Kami menahan tawa yang hampir saja pecah. Ku yakin Papa sangat malu telah mengusir tuan rumah di markasnya sendiri.

"Zoya gak mau pulang, Pa. Maunya digoyang sama Agam!"

Papa berbalik dengan wajah yang memerah. Campuran dari rasa malu dan jengkel ku rasa. "ZOYA!"

Tawaku pun pecah saat itu juga.

TBC

*****

Akhirnya aku update setelah puas berlibur hehe

Maaf ya, kemarin itu ke published padahal belum selesai.

Regards
Ali

04 Juli 2017
1216 Words

Continue Reading

You'll Also Like

7.2M 40.8K 5
Felicia Ann, gadis yang terbiasa hidup bebas. Bersedia menggantikan posisi kakaknya sebagai ibu dan istri pria yang mendadak dingin kepada dunia. ***...
167K 31K 72
Daftar Pendek Wattys 2021 [PART LENGKAP] May contain violence. Tumbuh di keluarga yang sangat percaya takhayul membuat Gian tidak pernah percaya pa...
60.7K 4.1K 38
Renasha Rowman hanyalah seorang gadis desa yang mencoba peruntungan dengan mencuri ke dalam istana yang sedang ramai karena ada pesta dansa. Sedangk...
204K 17.1K 11
Semua berawal dari sebuah kebohongan lalu kemudian kebenarannya perlahan-lahan menguak. Setelah memutuskan untuk berpisah dan tidak lagi bersama kare...