WIZARD (Broken Butterfly) END

By Ghnufa_14

180K 13.5K 628

Yang bersinar di malam hari hanyalah kunang-kunang, namun yang ku lihat malam itu adalah sesuatu yang lain. b... More

Prolog
Kupu-Kupu
Kekuatan
Surat Misterius
Wizard Academy
Turnamen Penyambutan
Sekolah
Es dan Api
Menara Lex Talionis
Ujian Bersama
Rekan
Informasi
Peringatan
Menara Pengorbanan
Sora
Death Master
Tangan Kanan Pemburu Underworld
Moon Gate
Teman yang menghilang
Underworld
Perjalanan Menuju Ujung Cahaya
Cahaya Terakhir
Gadis Api
Sang Penegak Pilar Cahaya
Hutan Mistis
Kastil Putih
Rahasia Dea
Merah Diatas Putih
Dunia Keabadian
Sang Penjaga Alam
Gerbang - Gerbang Dunia
Anak-anak Bayangan
Darah Terkutuk
Gerbang Neraka
Menara Pembalasan
Jiwa Yang Terlelap
Rasa Kematian Yang Manis
Pertemuan Yang Tenang
Pulau Awan
Kawah Matahari
Pohon Kehidupan
Dinding Pengorbanan
Takdir Yang kejam
!!!
Para Dewi
Dinginya Hari Penuh Darah
Negeri di Penghujung Utara
Jantung Kegelapan
Rencana B
Arti Dari Sebuah Ikatan
Akhir Terbaik
Epilog
~~~
pengumuman!

Pembalasan

3.2K 252 5
By Ghnufa_14

"terakhir?" Rey yang berbicara pertama kali setelah Sapta mengatakan sesuatu yang terdengar ganjil sekaligus mengerikan itu.

Sapta mengangguk, wajah merahnya perlahan memucat. "dia tampak, resah," kata Sapta sambil mengernyit. "dia memang tidak mengatakan apapun, tapi aku rasa para Master mengatakan sesuatu pada Jordi yang membuatnya melakukan ini."

"bukankah ini malah berbahaya? Maksud ku mengadakan pertemuan setelah situasi ini memanas?" kata ku. "mungkin itu jebakan, supaya kita berkumpul—siapa saja yang berperan dalam pemberontakan—dan para Master akan menangkap kita semua."

"maksudmu pembunuhan Faradiba hanya gertakan? Dea keterlaluan sekali kalau begitu, tapi ku rasa ada maksud lagi dalam pembunuhan Faradiba." Kata Sapta, jika di perhatikan lagi. Dari caranya mengemukakan pendapat hingga menatap lawan bicaranya, dia mirip dengan Jordi, aku bisa mengira mereka anak kembar. Hanya sifat mereka yang berbeda. "ada sesuatu yang membuat ku cemas. Gledio, ada yang mengenalnya dengan baik? Aku hanya melihat dan bertemu beberapa kali dengannya."

"dia anak dari kelas 1-C, yang sama dengan Melly dan Sarah." Kata Rey. "aku tidak melihat kedua gadis itu juga hari ini."

"tunggu dulu!" potong ku cepat. "kalian tidak bisa menuduh Sarah, Melly, maupun Dio! Kita tidak boleh membuat permusuhan karena hal ini!"

"maksud ku bukan Gledio maupun Melly dan Sarah." Kata Sapta, mengernyit. "Egi Leonard."

Tubuhku tersentak mendengar nama itu disebut, disampingku Rey mendengus panjang.

"dia menolak tawaran Jordi berkali-kali, bukan? Dia benar-benar sombong!"

"aku memang tidak tahu siapa dia, tapi melihat Jordi menawarinya walau sudah dua kali menolak untuk bergabung. Anak itu pasti mengetahui sesuatu." jelas Sapta, kepala ku berputar-putar. "dia dekat dengan Gledio, ku dengar juga satu kamar. ada kemungkinan Gledio menceritakan apa yang kita lakukan kepada Egi."

"kau merasa anak api itu yang melaporkan kita—"

"itu tidak mungkin!" seru ku cepat, tanpa ku sadari. Bahkan ketika kedua laki-laki itu menoleh dengan terkejut, aku pun terkejut dengan perkataan cepat ku. perut ku terasa melilit dan kepala ku berat, entah mengapa aku malah mencemaskannya. "aku patner Egi! Aku mengenalnya cukup baik!"

"kalau begitu temui dia." Jawab Sapta cepat, dia berbalik menatapku, iris abunya menggelap menjadi hitam. "tanyakan, apakah dia mengetahui sesuatu."

Aku mengangguk cepat dan berlari menjauhi mereka. melesat cepat keluar dari perpustakaan hingga beberapa senior menegur ku, tapi aku menulikan telinga dan tetap berlari keluar di sepanjang koridor. Menembus keramaian yang sesak, keringat membasahi pelipis ku dan aku merasa terbakar, aku melemparkan diri keluar dari gedung akademi. Merasakan hembusan angin dingin yang memadamkan rasa terbakar ku, memenuhi paru-paru ku dengan udara dingin, aku kembali melangkah menelusuri halaman sekeliling akademi yang tak terbatas,

Apakah aku harus mencari Egi sekarang? Tapi aku tidak tahu dimana harus mencarinya, anak itu bisa ditemukan di mana saja. beberapa menit aku berputar mengelilingi halaman akademi yang kosong melompong, dingin dan gelapnya hutan di kejauhan mengelilingi tempat ini mirip pagar yang membatasi dengan kebebasan di luar sana.

Aku berdiri diatas bukit, menarik nafas panjang dan mendongak sambil memejamkan mata. ku rasakan angin dingin berhembus di sekitar ku, menari-nari riang memainkan rambut hitam yang ku biarkan terurai. Di sudut dalam diri ku yang tidak kukenali, kobaran api membara dengan lembut, menanti dalam sangkarnya untuk dibebaskan. Ah, aku tidak pernah menggunakan kekuatan itu, selalu aku merasa dalam bahaya ketika menggunakannya. Padahal itu bagian dari diri ku. Walaupun ada api itu tapi tidak membuat sekelilingnya yang gelap ditumpahi cahaya darinya, malahan semakin gelap dan kelam. Di kejauhan yang lebih dalam, aku bisa merasakannya, sosok asing sedang memperhatikan ku dengan kegembiraan yang mengerikan.

Cahaya tiba-tiba memenuhi mata ku yang tertutup, dada ku terasa begitu hangat dan aku membuka mata. matahari seolah menggantung lemas seperti buah busuk di atas langit, ketika aku menatap sekeliling ku yang kudapatkan hanyalah tanah hitam gersang yang tampak membusuk bersama segala makhluk hidup yang pernah berpijak di atasnya. Di kejauhan terdapat pegunungan tinggi mengelilingi segala arah, di salah satu sisinya mata ku terpaku. Aku melihat puncak Menara Lex Talionis yang menjulang, walaupun aku tahu itu menara Lex Talionis tapi ada sesuatu yang berbeda darinya. Di puncaknya yang tertinggi mengeluarkan sebuah cahaya terang yang aneh.

Langit tiba-tiba menjadi merah, matahari itu membakar dirinya sendiri dan aku membuka mata. aku tersadar telah menahan nafas selama beberapa saat, kemudian menatap sekeliling ku yang berupa pemandangan padang kering yang dingin, pepohonan di ujung sana, dan bangunana akademi berdiri kaku di sisi yang lain.

Aku juga menemukan sesuatu yang tidak kulihat sebelumnya, beberapa meter dari ku—yang tertutup pepohonan tanpa daun sekarang—ada seseorang sedang menggantung di dahannya yang kosong. Tanpa ragu aku melangkah kearah pohon itu dan berhenti, mendongak lalu mengernyit.

"apa yang kau lakukan di tengah cuaca dingin di luar sini?" tanya ku tanpa pikir panjang.

Suara tawa tertahan terdengar geli, khas sekali dirinya. "kau sendiri," kepalanya berputar, ujung-ujung rambut merahnya tampak mencolok di antara hitam dan putih wajahnya. Mata coklat itu beberapa kali berkilau kemerahan. "mengapa ada diluar?"

Aku mengernyit. "bukan menjadi urusan siapa pun aku mau di luar atau dalam, lagipula aku kebal terhadap udara dingin."

Egi tertawa, namun ada yang aneh dari tawanya. Terdengar kaku dan berat. "kalau begitu, aku bisa mencarikan rasa dingin itu ketika mencapai tubuh ku. aku bisa menghangatkan diri ku sendiri."

"apakah tidak berat?" kata ku, yang tidak ku mengerti sendiri.

Egi kembali memutar kepalanya menatap ku dengan salah satu alis terangkat. "aku sudah biasa."

"jika memang sulit menghangatkan diri sendiri, kau bisa meminta bantuan ku." sungguh, aku tidak mengerti apa yang ku katakan. Tapi sepertinya anak laki-laki berkekuatan api itu paham maksudku.

Egi melompat turun dengan gerakan anggun mirip burung, bahkan dia tidak kesulitan ketika kembali berdiri dengan punggung tegak. Cara berputar dan melangkah kearah ku mirip ksatria dalam film-film abad pertengahan yang pernah ku tonton, apakah karena dia sudah dilatih sejak dini?

Berhenti di hadapan ku, Egi memiringkan kepalanya. Mata coklat kemerahannya menelusuri setiap jengkal wajah ku. "ayah ku pernah mengatakan, seberapa sulit masalah yang kau hadapi orang-orang yang bisa membantu mu tidak akan menyelesaikan masalah itu, hanya kau sendiri yang bisa melakukannya."

"apakah mereka menyakiti mu?" tanya ku, merasakan kecemasan di dada ku. Dan mungkin aku tanpa sadar mengekspresikannya di wajah, karena Egi tampak terkejut sekilas.

Dia tertawa kecil, wajah dan tawanya menyakitkan untuk dilihat. "tidak, tidak ada yang menyakiti ku, Pira."

Entah mengapa aku tidak dapat merasa legah. "mengapa kau menolak ajakan Jordi?"

Aku bisa melihat kebencian sekilas berkelebat di mata coklatnya yang berubah merah. "karena ku pikir perbuatannya sia-sia."

Aku mengernyit, terkejut. "sia-sia? Apa maksud mu? kami sudah berjuang mengumpulkan informasi selama ini!"

"sudah ku bilang, itu sia-sia. Karena kalian tidak akan mendapatkan apa pun." Kata Egi datar, aku ingin marah, kepadanya, pada Jordi dan pada diri ku sendiri. "untuk mendapatkan kemenangan kau memang perlu rencana, tapi tidak harus menunjukkannya secara terang-terangan. Terkadang pula rencana itu akan ditemukan ketika kau sedang terdesak."

"tetapi jika kita tidak mengetahui medan yang dilalui, sama saja dengan bunuh diri!" seru ku.

Egi tersenyum tipis, melangkah maju dan menepuk kepala ku. "kau tahu, semua yang dibutuhkan ada di Menara Lex Talionis. Kita hanya perlu masuk ke lantai 100, di sanalah semua pertanyaan yang kita miliki dapat dijawab dengan tepat."

"kau mengetahui semua itu sejak awal?" kata ku, mengernyit tajam. "bagaimana kau bisa tahu? Sejauh apa kau tahu? Apa sebenarnya yang kau rencanakan?"

"bukan maksud ku menipu kalian, Pira." Tangannya yang hangat jatuh ke pipi ku, aku ingin menepisnya namun kehangatan itu terlalu nyaman untuk di sia-siakan. "Dea sudah dua kali mengirimkan surat tawaran bergabung ke akademi ini pada ku. aku sudah memiliki kekuatan ini sejak aku kecil, keluarga ku mengetahuinya dan aku belajar mengendalikannya. Dea tidak bisa menarik anak-anak di bawah umur untuk bergabung ke akademi ini, dia membutuhkan orang-orang yang dapat mengendalikan pikiran mereka, para remaja dan orang dewasa."

Aku melangkah mundur karena ahok. Kepala ku berputar-putar. "apakah kupu-kupu itu pernah muncul sebelum ini?"

Egi mengangguk tanpa jeda yang panjang. "ya, tapi tidak banyak ku rasa. Sejak pertama surat itu datang pada ku, aku langsung mencari tahu tentang akademi itu. aku berhasil menghindari dua panggil sebelumnya karena posisi orang tuaku, panggilan ketiga ini datang dengan keadaan yang berbeda dan aku sadar keluarga ku bisa terancam jadi aku ikut bergabung. Dea pernah memanggil ku secara khusus dan mengajakku berkeliling di Menara Lex Talionis, dia memberitahu banyak hal tentang dunia bernama Underworld dan mimpi-mimpi konyolnya. Katanya aku sudah sempurna dan dapat bergabung kapan pun aku mau."

"karena aku menolak, dia membiarkan ku bersama kalian anak-anak baru untuk mengenal terlebih dahulu." Egi menghembuskan nafas panjang. "dia merencanakan sesuatu dengan mengumpulkan kita semua, dia menarik orang-orang yang memiliki bakat-bakat khusus. ku rasa Jordi tak lama lagi akan bergabung juga."

"bergabung?" aku mengernyit, perasaanku tak enak. "apa maksud mu?"

"aku juga tidak tahu, tapi ku rasa ini mirip dengan kelulusan." Mata coklat kemerahan Egi menyelami ku. "aku memutuskan untuk bertahan hidup selama di sini dan menemukan jalan keluar, ku pikir kalian akan menjadi beban jika aku membagi informasi ini. tapi, kau berbeda."

Sesuatu dalam diri ku membuat tubuh ku seperti di pukuli. Egi menurunkan wajahnya, matanya seperti menyelami ku lebih dalam. "ada sesuatu pada dirimu yang sangat berharga, Pira. Aku bisa merasakannya, dia bisa merasakannya."

Egi membuat ku takut. Aku melangkah mundur, menarik nafas. "apakah kau mau membantu kali ini? kau tahu, sebagian dari kami masih mau melanjutkan ini. jika perkataanmu benar, Jordi mungkin akan pergi. Kami yang tersisa di sini harus membuat persiapan."

"kau benar," Egi berbalik, mengulurkan tangannya. aku menyambutnya dengan ragu, dia menarikku menuju akademi. "selama aku di sini, aku sudah mencoba mencari tahu apa yang disembunyikan oleh Dea. Ku rasa yang ku dapatkan kurang lebih sama seperti kalian, setiap kali aku mencoba melakukan sesuatu Dea selalu mengetahuinya."

"jadi, Faradiba benar-benar termasuk gertakan dari Dea?" jantungku berdegup kencang, tangan ku bergetar namun tangan Egi mencengkram ku erat.

"ku rasa benar. Tapi itu menandakan sesuatu," Egi melirik ku, tatapannya serius. "yang berarti kalian hampir mendekati akhir, biasanya Dea akan menyadari jika ada orang yang hampir mencapainya dan segera menghentikannya. Alasan kenapa Faradiba yang menjadi korban karena dia merasa Faradiba bisa menjadi ancaman."

Mata ku terbelalak, jika yang disebut-sebut sebagai ancaman yang diwaspadai Dea adalah Jordi atau Egi aku masih bisa mengerti, tapi ini. "Faradiba? Ancaman?"

Egi mendenguskan tawa. "aku mungkin tidak ikut serta dalam rencana kalian sejauh ini, tapi aku memperhatikan kalian semua. Jordi memiliki mata yang jeli, dia tidak hanya menarik orang-orang yang mengetahui sesuatu tapi juga memiliki bakat." Ternyata kami tidak menuju akademi, Egi membawa ku berputar. "apakah kau tahu Dea sangat mengawasi anak-anak dengan kekuatan Elemental? Anak-anak berkekuatan Elemental lebih jauh ditakuti daripada anak-anak dengan kekuatan psikis."

"Faradiba mampu menyatu dengan air di sekitarnya, setiap tetes air di sekelilingnya dapat menjadi medan untuknya." Egi menunjuk ke udara, kemudian ke tanah. "awan mengandung air, di dalam tanah terdapat air, di dalam pohon, di akademi. Setiap tetes air dapat Faradiba rasuki untuk mengetahui apa yang ada di sekitar air itu. Jordi dan Dea mengetahui potensi itu. dan Dea menghapusnya pertama kali untuk membuang salah satu ancaman."

"tapi masih ada ku, Ryoko, Sirti, dan Jordi yang paling hebat." Seru ku panik.

"tentu saja, masih ada Zaki pengendali angin, Ilyas pengendali tanah, dan David pengendali Besi. Namun sejauh ini yang berkembang pesat adalah Faradiba dan Jordi." Jelas Egi. "Ryoko yang seharusnya paling diwaspadai oleh Dea, sejauh ini dia hanya bisa menumbuhkan tanaman. Namun kekuatannya dapat membuatnya menyatu dengan alam, jika itu sampai terjadi, Dea pasti sudah kalah sejak awal. Karena kekurangan kekuatan Ryoko itu, Dea membiarkannya hidup karena Ryoko bisa menjadi aset."

Egi menatap ku. sesuatu dalam perut ku bergejolak. "di arena kau menunjukkan kemampuan yang sangat hebat. Namun kemudian kau dilupakan karena tidak menunjukkan kekuatan yang lebih, atau jika ku tebak kau sengaja tidak menunjukkan kekuatan mu yang sesungguhnya?"

Aku menunduk diam, jujur malu karena perkataannya benar. "jadi Jordi diambil karena dia dapat menjadi aset?"

"dia sudah jadi asset, dan tidak bisa kabur lagi." Egi mendesah, tatapannya menajam. "berikutnya mungkin aku, Jordi yang ditarik mungkin adalah peringatan untuk ku."

"aku sudah melihat kalian sejauh ini, sebagian besar kalian tidak menyerah dan aku tergerak untuk berhenti hanya memantau saja." Egi menatap ku dengan sorot keyakinan yang memukau, aku baru pertama kali melihat seseorang menaruh kepercayaan yang begitu besar hingga bisa ku sadari dari tatapannya. "aku mungkin juga tidak jauh berbeda pengetahuan yang telah kalian kumpulkan, tapi dengan kita bekerja sama dan bergerak lebih cepat hingga Dea berpikir 'sekarang waktunya bersih-bersih besar' dapat menjadi kesempatan kita menemukan apa tujuannya dan apa yang dia sembunyikan selama ini."

Karena itu, aku membawa Egi ke pertemuan terakhir kami setelah makan malam. Aku sudah bisa menebak bagaimana reaksi anak-anak yang lain ketika aku membawanya, sebagian besar dari mereka tampaknya menunjukkan permusuhan. Aku juga melihat Ryoko, Alva, dan anak-anak lain yang berniat menyerah. Yang paling mengejutkan adalah keadaan Rey yang tampak babak belur? Egi yang juga menyadari itu menoleh ke arah Gledio yang tepat berada di samping Rey, sedang merunduk penuh penyesalan, apa yang sudah terjadi?

"nah," suara itu berasal dari Sapta. Mata abunya yang menjadi kelam terarah kepada Egi yang sedang memamerkan senyum ramahnya. "kau datang akhirnya?"

Egi tersenyum lebar, tidak terganggu dengan tekanan di sekitar. "pasangan ku memohon-mohon pada ku, dia bahkan berjanji akan menghangatkan ku jika aku mau membantu kalian." aku tersentak mendengarnya. Ryoko dan Alva menatapku shock, dan aku tidak mau melihat wajah anak-anak lain dengan memilih menunduk sambil menggigit bibir karena malu. "lagi pula, kalian sudah tersudut dan langsung menyerah. Aku sungguh kecewa, Jordi."

Jordi ada di ujung meja, sejak awal dia hanya diam. Ketika kami berkumpul Sapta dan Rey lah yang menyambut kami. Sepertinya dia dalam suasana yang sangat tidak baik, aku harap Egi tidak akan membuat masalah sekarang.

"kau benar, Egi." Jawab Jordi tanpa diduga. Dia memejamkan mata birunya. "aku gagal membimbing mereka, jika aku tidak salah langkah semua ini tidak akan terjadi."

Egi menghembuskan nafas panjang, bersandar di punggung kursi dan menatap langit-langit perpustakaan. "Dea mengetahui segala yang ada di akademi ini," dia mengidikkan pundak. "apa boleh buat. yang kita punya sekarang hanyalah terus maju."

"tunggu dulu!" seru Alva cepat, dia berdiri dari duduknya, menggebrak meja. tapi tindakannya tidak mengejutkan. "aku tidak akan ikut serta lagi!"

"Al," Seru Rey, ada kekecewaan di matanya. Alva membalasnya dengan kegundahaan yang terlihat di wajahnya. "kita sudah sejauh ini. kita harus terus maju, kau sangat membantu kami!"

"maksud mu kekuatan ku, bukan?" kata Alva perih. Dia mengernyit tajam.

"ya, kami butuh kekuatan mu Alva." Kata Jordi, dia menarik nafas panjang. Tanpa terduga berdiri dan membungkukkan tubuhnya hingga kepalanya hampir menyentuh meja. dia mendesah keras, terdengar begitu pasrah. "aku mohon kepada kalian semua, ini pertemuan terakhir kita dan ini adalah terakhir kalian melihat ku!"

Seruan Jordi yang lantang berhasil membuat anak-anak lain terkejut, bahkan Valery yang sejak tadi tertunduk lesu sampai berdiri dengan mulut terbuka.

"apa—apa maksudmu, Jordi?" kata Valery terbata, dia menggeleng pelan. "jangan katakan sesuatu yang mengerikan, ku mohon!"

Jordi menarik kembali tubuhnya. aku baru pertama kali melihatnya melipat wajahnya. "Dea menginginkan ku. aku tidak bisa kabur lagi, tapi kalian memiliki kesempatan itu. waktu ku dua hari lagi, dan aku tidak ingin mati sia-sia. Karena itu, aku putuskan akan pergi ke menara Lex Talionis malam ini!"

"apa kau gila?!" teriak Ilyas. Banyak yang terkejut tidak setuju melontarkan penolakannya, kekacauan ini membuat kepala ku sakit. Aku bisa mengerti kekhawatiran semua orang, tapi kami tidak bisa berhenti, aku tahu itu.

"bagus! Akhirnya kau membuat keputusan yang tepat!" seru Egi, berdiri sambil menepuk tangan.

"kau bicara apa? Siapa sebenarnya dirimu!" seru Sirti, dia jauh lebih panik dari Valery, dia menangis dengan tubuh bergetar. bahkan tanpa sadar air hidung dan liur membasahi wajahnya. Dia sangat ketakutan!

"menara Lex Talionis adalah kuncinya!" seru Egi, menatap semua orang yang melihatnya. "di puncak menara Lex Talionis yang misterius, lantai 100. Menyimpan semua rahasia yang disembunyikan Dea, kita hanya harus melewati 99 lantai lain yang dijaga dengan ketat. Semua ini memang perlu pengorbanan, mungkin hingga nyawa. Dan aku yakin satu nyawa yang telah terlepas dari genggaman kalian tidak akan diakhiri dengan sia-sia, bukan? Jika kalian memilih kabur sekarang, jiwa Faradiba tidak akan pernah tenang, mungkin dia akan kecewa teman-temannya ketakutan setelah dia tiada dan melupakan semangat kalian di awal."

Perkataan Egi berhasil membuat semua kepala tertunduk merenung. Aku mendongak, menatap Egi dengan terpukau. Kelegaan mengalir di tubuh ku, dan akhirnya aku bisa bernafas legah. Benar, ini lah yang dibutuhkan oleh semua orang saat ini. bukan bantuan kejiwaan, bukan juga saran pemecah masalah, namun semangat untuk bangkit dan menghadapi tantangan yang menanti kami.

"untuk itu kita membutuhkan informasi yang sudah kalian kumpulkan tentang menara Lex Talionis, setiap lantai memiliki penjagaan masing-masing dan kita harus tahu sekuat apa penjagaannya." Jelas Egi lagi.

Jordi mengangguk, semangat kembali terpancar di mata birunya. Kami mulai berembuk, anak-anak yang menelusuri menara Lex Talionis selama ini membagikan informasinya, kami juga mengumpulkan informasi lain yang ditemukan.

"lantai 1 sampai 10 penjaganya tidak terlalu banyak, hanya para petugas biasa yang mengawasi sekeliling." Jelas David, yang bertugas berkeliaran di menara Lex Talionis. "hingga lantai 50 penjaga biasa yang memantau, untuk lantai berikutnya tidak ada informasi tentang penjaga yang ku temukan."

"tidak ada cctv di sana, mereka mungkin juga menggunakan semacam sihir untuk memantau. Tapi kami tidak menemukan adanya jejak aliran sihir khusus di sana." tambah Jeriko.

Sirti menarik sebuah gulungan yang sejak tadi dia bawa, meletakkannya di atas meja panjang. Kami dapat menebak dalam satu kali lihat. "Ini adalah peta menara Lex Talionis yang ku dapat tak sengaja saat berada disebuah ruangan di lantai 9." Sirti menunjuk dua buah garis putih. "Untuk bagian ini merupakan jalur koridor, kalau yang ini jalur tangga."

Terlihat dari struktur menara di sisi kiri atas, garis-garis tebal menunjukkan batas lantai pastinya berjumlah seratus lantai. Di sisi peta yang lain, beberapa puluh kotak kecil dengan garis-garis rumit, sepertinya orang yang membuat peta ini tidak ingin repot-repot membuat seratus lembar peta untuk setiap lantai.

Sulit untuk membaca arahnya, walau ada penjelasan di sisi bawah, tetap saja. Kepalaku mulai pusing terlalu lama memandangi titik dan garis-garis melengkung dengan warna yang seolah bergabung dengan latarnya yang berwarna coklat kusam.

"Dio," panggil Egi. Yang di panggil cepat menoleh dengan wajah mengernyit. "bagaimana kekuatan teleportasi mu? sudah sejauh mana?"

Wajah Dio semakin berkerut. "jika yang kau maksud apakah aku bisa membawa kalian langsung hingga ke lantai teratas, itu tidak mungkin." Semua orang di ruangan itu mendesah kecewa, yang membuat raut wajah Dio menjadi tak enakkan. "tapi kalau lantai 10 mungkin masih bisa."

"bagus sekali, Dio! Aku tidak akan menagih tanggung jawab atas pukulan mu ini!" seru Rey menunjuk wajahnya yang membiru, apakah itu karena pukulan Dio?

"walaupun begitu, aku perlu memperhatikan jarak pindah kita." kata Dio lagi. "maaf, tapi aku tidak bisa membawa kalian secara bebas dari tempat mana pun. Aku masih terbatas dalam jarak, jadi aku hanya bisa melempar kita ke lantai 10 jika kita berada di lantai 1. Di dalam menara."

"baiklah, kalau begitu kita akan membuat dua kelompok." Kata Jordi. "kelompok pertama akan mengalihkan perhatian para penjaga di sekitar menara selagi kelompok lainnya masuk ke dalam. Dio apakah setelah kau mengantar kami kau bisa menjemput yang lainnya? kalian berkumpul di titik yang sama."

"tidak masalah kalau itu." Dio mengangguk yakin. Yang membuat keyakinan kami semakin bertambah.

Ketegangan menguara setiap waktu menuju awal dari perjalanan kami sebenarnya. Setelah semua rencana disusun kami menyebar untuk membuat keadaan tidak terlihat mencurigakan, bahkan aku masih sempat pergi ke arena bertanding bawah tanah dan bertemu dengan rombongan Rey, Sapta, dan Dio yang sedang berduel. Anehnya bukannya menggunakan kekuatan Rey dan Dio bertarung dengan kemampuan fisik, bisa dikatakan bergulat. Awalnya pertandingan itu membuat penonton merasa bosan, lalu kemudian Dio menunjukkan kebolehannya dalam teknik-teknik taekwondo yang memukau, bahkan ada beberapa orang yang mencoba menantangnya bertarung fisik.

Aku kabur dari sana ketika hari mulai menjelang sore, menanti makan malam membuat perut ku mules, ku pikir aku tidak bisa mengisi perut untuk menambah asupan tenaga untuk malam nanti. hingga waktunya tiba, dengan persiapan seadanya dengan pakaian di tubuh ku. bahkan ponsel dan semua perlengkapan yang ku bawa dari rumah ku tinggalkan, kami menyelinap keluar dari asrama. Pergi dari sana cukup mudah karena penjaganya hanya para senior, kami menghindari lewat sekitaran akademi. Menembus hutan di sekeliling untuk mencapai menara.

Beruntungnya menara itu dikelilingi oleh hutan lebat yang tidak dipasangi penerangan. Para penjaga berpakaian hitam terlihat berkeliaran di luar menara, sosok mereka tersembuyi dalam bayangan dan sulit menebak ada berapa jumlah mereka atau yang memantau di kejahuan. Jordi sudah memprediksi ini, jadi Rey, Sapta, Ryoko, Dini, Ilyas , David, Jeriko yang memiliki kemampuan yang tidak terlalu mencolok diterjunkan untuk mengambil alih suasana. Kami berupaya untuk tidak membuat keributan lebih besar di pengalihan pertama ini, Rey menyamar sebagai salah satu dari penjaga itu mengiring beberapa penjaga masuk ke dalam jebakan kami untuk membungkam mereka. disusul dengan yang lain, ketika jalan sudah terbuka sisa dari kami masuk melalui pintu utama akademi dan segera menyebar mencari tempat persembunyian.

Kami harus menunggu beberapa menit hingga tidak terdengar ada orang di sekitar. seperti dalam rencana Dio yang memiliki kekuatan teleportasi membawa kami langsung menuju ke lantai 10, dia memilih wilayah yang cukup sempit dan tertutup oleh tembok juga barang-barang antik. Kemudian kami kembali bersembunyi ketika Dio pergi untuk menjemput yang lainnya.

Setelah itu sebagian dari kami, Jordi, Sarah, Sirti, dan Zaki. Pergi terlebih dahulu untuk memeriksa lantai berikutnya hingga ke lantai 50, aku dan Jordi telah bekerja sama menggabungkan kekuata kami sebagai alat komunikasi. Aku bisa tahu dimana dia berada dalam jarak tertentu. Ternyata cukup lama menunggu Dio kembali, anak-anak lain mulai terlihat cemas, kemungkinan jika mereka kesulitan di bawah sana bisa saja terjadi. Aku harap mereka baik-baik saja.

Dio muncul di tempat yang sama bersama mereka yang menjadi pengalih perhatian. Dio jatuh tertunduk dengan wajah pucat, Rey dan Sapta mencoba membantunya untuk bangkit. Kondisi anak itu sedikit berbeda dari sebelumnya, dia memegangi kepalanya sambil mengernyit dan meringis. "ku pikir akan muncul dengan satu kaki." Gumam Dio yang membuat orang-orang tersenyum legah.

Setelah kondisi Dio membaik kami kembali melangkah ke lantai berikutnya. Karena elevator tidak berfungsi ketika malam hari kami terpaksa menggunakan tangga, di tengah itu kami juga harus berhati-hati pada penjaga yang bisa saja muncul di ujung tangga. Di lantai-lantai berikutnya, penjagaan semakin ketat, masih diawasi oleh penjaga berpakaian serba hitam mirip ninja. Mata mereka awas, dan aku khawatir mereka bisa menyadari ilusi yang di pasang Valery untuk menyembunyikan keberadaan kami. Ilusi yang Valery buat tidak terlalu bekerja dengan baik jika kami terus bergerak, karena itu jalan kami begitu lambat dan harus berhenti ketika penjaga mendekat.

Ku pikir lebih dari satu jam kami menaiki tangga, memasuki lorong—karena letak antar tangga menuju lantai-lantai berikutnya tidak berada di lingkup yang sama---sambil menghindari pertarungan dengan para penjaga. Akhirnya kami sampai di lantai 50, anehnya, penjagaan di tempat itu tidak sebanyak penjaga lainnya. Aku mencoba mencari keberadaan Jordi dan anak-anak yang lain, sinyalnya terlalu tipis, itu berarti mereka jauh dari kami.

Ditengah kebingungan itu aku berusaha agar tidak panik yang bisa mempengaruhi anak-anak yang lain, Sapta terus mendesakku untuk menemukan lokasi Jordi sesegera mungkin selagi Rey dan Egi menenangkan anak-anak dan berjaga sekitar.

"apa mungkin mereka sudah di lantai 51?" kata ku ragu. Sapta mengernyit, sama ragunya.

Ada kemungkinan begitu. Jika aku jadi Jordi aku pasti akan lanjut ke lantai 51 karena lantai ini memiliki sedikit penjagaan dan mudah dilalui, setelah persetujuan dengan Sapta, Rey, dan Egi akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan ke lantai 51. Kami mendapati keanehan ketika melewati tangga baru, tangga itu terbuat dari marmer putih mengkilat yang diapit oleh dinding berwarna abu-abu yang mengeluarkan cahaya sehingga lorong tangga ini tidak menjadi gelap. Padahal tangga sebelumnya biasa saja dengan pencahayaan dari lampu di dinding.

Pintu kayu mewah menyambut puncak tangga. Kami dalam posisi siaga untuk menerobos ke dalam, koridor beralaskan permadani merah menyambut kami, lampu kristal menggantung di langit-langit. dua lorong tersebar di kanan dan kiri, sedangkan di depan kami berdiri sebuah pintu kayu mewah lain yang ukurannya hampir menyamai dinding. Baru beberapa langkah kami memasuki wilayah itu, guncangan menggetarkan pijakan.

Ditengah keterkejutan ada tangan yang menarik ku. saat aku menoleh wajah pucat Melly yang ku sambut, gadis itu menggelengkan kepalanya, mata coklatnya yang lembut bergetar.

"Melly," aku meraih tangannya yang gemetar, sekilas melirik ke arah pintu yang dingin itu. "kau melihat apa?"

"sesuatu yang mengerikan akan terjadi." Dia menggigit bibir, saat itu juga suara ledakan lain teredam dari kejauhan. "dimulai dari pintu itu. Pira, aku ingin bilang jangan buka pintu itu, apa yang telah menanti kita sulit untuk dihadapi."

Aku meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya erat, berupaya tersenyum setenang mungkin. "kita tidak punya sayap untuk melompat dari menara ini, Melly. Kita hanya akan jatuh, jadi satu-satunya pilihan ialah terus melangkah."

"pintu itu." kata Valery, menghilangkan ilusinya yang menyembunyikan kami.

"sepertinya ada jalan lain." kata Sapta dan kami berlari ke lorong di sebelah kanan. Tidak jauh kami menelusuri lorong itu, sesuatu yang berbeda segera kami temukan. Ujung lorong itu penuh dengan sisa puing dan kepulan debu. Dindingnya roboh dan berlubang, kami segera bersembunyi di sisa dinding, dibalik sana sebuah aula megah yang sebagian besar rusak tak berbentuk. Aku bisa melihat ada pintu lain di ujung sana, dua pintu lain, dengan satu bagian yang cukup jauh adalah tangga yang menuju lantai berikutnya.

Kami segera menemukan keberadaan tim lain, terjebak dalam pertarungan dengan seorang dalam balutan armor merah yang mungkin mencapai tinggi dua meter mengacungkan busur raksasanya ke arah Jordi setara yang lainnya.

"aku belum pernah melihat sosok itu sebelumnya." bisik David, matanya memicing. "armor itu tidak terbuat dari besi, atau sesuatu yang berasal dari tempat ini. armor itu, asing!"

"sepertinya lantai-lantai selanjutnya juga akan berisi orang-orang pilihan terbaik." Gumam Ilyas sambil berdecak. "apa yang harus kita lakukan sekarang? Jordi saja terlihat kesulitan disana!"

Dia benar. Aku bisa melihat bagaimana kondisi Jordi yang sudah babak belur, anak-anak di sekitarnya mungkin membantu dia tapi tidak mendukung mereka bisa menang. Tapi tidak mungkin kami juga hanya diam bersembunyi atau kabur menuju tangga itu, aku yakin juga penjaga berarmor itu dapat menyadari jika kami menyelinap. Dia jelas menjaga jalur menuju tangga.

Karena dari itu kami memutuskan melawan.

.....

Halo! Hai!

Selamat datang kembali di Rumah Para Wizard Muda, emm..entah lah...Jadi,, Apa kabar?  Jantung kalian oke kah? Aku bukan tipe author yang baik pada karakternya yaa,, sebenarnya sesuai mood lahh.

Jadi, aku mau bilang...ternyata sulit juga ya ngerevisi cerita : > aku salut dengan author lain di luar sana yang bisa nyelesain revisi dan cerita mereka dengan cepat. Rasanya otak ku kadang lemot kayat sinyal di tengah hujan. Ya, walaupun banyak kendala yang terjadi, aku bakal selesain apa yang aku mulai.

Aku juga mau minta bantuan kalian  nih, liat-liat ya.. jika ada typo atau kalimat-kalimat yang mungkin butuh di perbaiki lagi. Sangat membantu sekali loh... kritik dan saran dari kalian para pembaca...kan kalau dari sisi aku-nya 'kayak gini' nah.. kalau dari sisi kalian gimana??

Oke, cukup sekian pertemuan kita di capter kali ini. Sampai bertemu di capter depan--yang sudah di revisi...

Sampai jumpa!!

~Ghefira~

Continue Reading

You'll Also Like

674K 61.4K 31
Ini adalah buku kedua dari The Fos Academy. Yang belum baca silahkan baca terlebih dahulu buku pertama. Biar tau jalan ceritanya yaaaa. Hehehehe ☆☆☆...
139K 12.8K 54
[TAMAT] Apa yang terjadi jika musik dan segalanya yang berkaitan itu dilarang? Dellysa, gadis yang penuh dengan sejuta rahasia. Namun, dirinya belum...
711K 54.7K 30
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
1.4K 279 30
Alkina Malka Callia biasa dipanggil dengan sebutan "Al". Seorang perempuan yang cantik dan manis, dia memiliki proporsi tubuh yang bagus sehingga ban...