WIZARD (Broken Butterfly) END

By Ghnufa_14

180K 13.5K 628

Yang bersinar di malam hari hanyalah kunang-kunang, namun yang ku lihat malam itu adalah sesuatu yang lain. b... More

Prolog
Kupu-Kupu
Kekuatan
Wizard Academy
Turnamen Penyambutan
Sekolah
Es dan Api
Menara Lex Talionis
Ujian Bersama
Rekan
Informasi
Peringatan
Pembalasan
Menara Pengorbanan
Sora
Death Master
Tangan Kanan Pemburu Underworld
Moon Gate
Teman yang menghilang
Underworld
Perjalanan Menuju Ujung Cahaya
Cahaya Terakhir
Gadis Api
Sang Penegak Pilar Cahaya
Hutan Mistis
Kastil Putih
Rahasia Dea
Merah Diatas Putih
Dunia Keabadian
Sang Penjaga Alam
Gerbang - Gerbang Dunia
Anak-anak Bayangan
Darah Terkutuk
Gerbang Neraka
Menara Pembalasan
Jiwa Yang Terlelap
Rasa Kematian Yang Manis
Pertemuan Yang Tenang
Pulau Awan
Kawah Matahari
Pohon Kehidupan
Dinding Pengorbanan
Takdir Yang kejam
!!!
Para Dewi
Dinginya Hari Penuh Darah
Negeri di Penghujung Utara
Jantung Kegelapan
Rencana B
Arti Dari Sebuah Ikatan
Akhir Terbaik
Epilog
~~~
pengumuman!

Surat Misterius

5.5K 393 45
By Ghnufa_14

Sebagai anak sekaligus putri tertua dari keluarga Mandorva yang mana pada akhirnya harus mewarisi perusahaan keluarga selayaknya ayah ku dan generasi sebelumnya, aku di tuntut untuk jauh lebih ekstra dalam mengembangkan potensi diri ku. Hidup ini adalah beban, dan takdir ku sudah di tulis. Aku tidak bisa merubahnya, walaupun memiliki keinginan hanya sebagian kecil yang tidak akan mengganggu tujuan hidup yang sudah ditetapkan yang dapat terwujud. Hidup ku benar-benar menyebalkan!

Seperti biasanya, aku berada di kamar sepanjang malam untuk mengerjakan pekerjaan sekolah atau sekedar menambah ilmu—walau kebanyakan pada akhirnya berakhir bermain video game, lanjut membaca komik dan novel, hingga jatuh tertidur—pintu diketuk sejenak untuk menunggu balasan ku dan sosok Sora datang bersama nampan berisi segelas susu coklat yang ku pesan.

"silakan, nona." Ucap Sora, meletakkan gelas tinggi itu di samping meja.

"Terima kasih." Aku mencelupkan wafer ke dalam gelas dan memakannya, sesekali aku melihat Sora yang tengah merapikan tas sekolah ku.

"Ini surat apa, Pira-sama?"

Mendengar itu aku langsung menoleh ke arahnya. Amplop putih mulus berada di tangannya. "Dapat dari mana?"

"Dari tas anda." Katanya dengan nada ragu, melirik tas ku.

Bangkit berdiri aku ambil surat itu dari tangannya, keningku berkerut saat membolak balik lembar kertas tebal itu dan menemukan sebuah tulisan sewarna langit biru yang tertera di sudut atas yang bertuliskan nama singkat ku, Pira.

Perasaan aneh menyerbu pikiran ku, aku tidak ingat guru atau seseorang mengirim ku surat. Sepanjang siang tadi aku malah menghabiskan waktu di ruang seni sembari berdebat dengan seniorku soal warna gaun apa yang cocok digunakan Origami jika pergi ke pesta topeng—dia pasti menculik Shido untuk menemaninya—oh lupakan. Jika pun surat itu berada di tas, pasti akan rusak atau setidaknya tertekuk di beberapa bagian, tapi amplop putih itu lurus bersih.

Dengan hormat, Nona Pira.

Kami mengundang anda secara khusus untuk bergabung bersama kami di Wizard Academy. Dimana anda akan mendapatkan tempat bagi orang-orang istimewa seperti anda, kami akan membantu membimbing bakat-bakat istimewa anda dan menjadikannya sebagai harta paling berharga di dunia. Bersama ini kami mengharapkan kehadirannya.

Wizard Academy.

"Wizard Academy?" gumam ku, terdengar seperti sebuah klub pencari hantu. Sejak bergelut di dunia fantasi, wizard bukan suatu nama atau istilah yang bisa digunakan untuk sebuah sekolah!

Tapi aku menyeringai dan berlari keluar kamar, meninggalkan Sora yang memperhatikan ku dengan raut bingung bercampur cemas. Keluarga ku berkumpul di ruang santai, tv besar yang nyaris memenuhi dinding itu menyala membuat cahaya terang hampir menyamai lampu gantung beberapa meter di atasnya. Aku menghampiri mereka dengan senyum tak biasa, ayah akan membawa ku ke rumah sakit jiwa jika aku terlalu banyak bertingkah aneh.

"ayah, ibu." seru ku memanggil dan mereka segera menoleh, Sheran yang bersandar di pundak ayah ikut mengangkat kepalanya tinggi-tinggi.

Ibu yang sedang membaca buku mengangkat kepalanya sambil membenarkan letak kacamatanya. "kenapa kau belarian?"

Tanpa berniat untuk duduk aku menyerahkan surat aneh itu kepada mereka. Awalnya ayah hanya membolak baliknya kemudian membukanya dan membacanya bersama ibu. Mereka terlihat terkejut untuk sesaat dan beralih menatap ku.

"darimana kau dapatkan surat ini?" tanya ayah, wajah terkejutnya untuk sesuatu yang tidak ku bayangkan. Dia seolah-olah tahu apa yang dimaksudkan surat itu, dan aku yakin nama Wizard Academy sama anehnya dengan Magic Phantom di kartu animeku. "tunggu, bukankah kau selalu menolak jika aku menyekolahkanmu ke luar negeri?"

Aku memutar mata bosan. "maksud ayah mengirim ku ke Italia sehingga aku bisa dekat dengan keluarga utama?" tidak bisa di pungkiri, aneh memang keluarga ku ini. Padahal sudah berpuluh-puluh tahun keluarga Mandorva datang dari Italia ke Jepang untuk memulai bisnis, keturunan-keturunan mereka bahkan menikahi penduduk asli Jepang namun keluarga Mandorva menekankan penggunaan nama keluarga walaupun anak perempuan menikahi anak laki-laki Jepang asli. Keluarga ku memang sekolot itu, jadi tidak aneh lagi mengapa wajah Jepang ku malah memiliki marga luar.

Ayah hanya tertawa. "Kau mau masuk sekolah ini?"

"Umm," pikirku sejenak, aku tidak tahu sekolah apa itu, dan aku ragu memiliki kaitan dengan kemunculan kekuatan superhero ku. Tapi kemunculannya semendadak kekuatan ku, mungkin itu berkaitan. Aku mengangguk lebih yakin dari pada yang ku harapkan. "ya."

Mendengar jawaban ku, ayah dan ibu saling berpandang dengan raut cemas. Kemudian Sheran mengambil surat itu, wajahnya berseri seperti matahari pagi saat kembali melihat ku. "Wah, hebat. Kakak dapat surat panggilan langsung ke sekolah elit di Washington itu."

Aku memiringkan kepala ku bingung, sudah aku duga aku tidak tahu. Tapi bagaimana mereka bisa tahu lebih dahulu?! Apakah aku sebebal itu hingga tidak mengetahui ada sekolah-sekolah aneh di luar negeri?!

"Wizard Academy, adalah sekolah khusus orang yang sangat berbakat. Ibu juga kurang tahu bakat apa maksudnya, tapi sekolah itu sudah cukup lama di cap terbaik." Ibu melirik ayah dengan senyuman merekah yang tidak biasa dan ayah mengangguk lalu menambahkan " Ayah sangat bangga pada mu, Pira. Ayah akan segera menyiapkan berkas kepindahan mu dan mengantarmu ke sana."

Aku hanya mengangguk, menerima kembali surat itu dari tangan ayah dan berbalik kembali ke kamar. Aku tidak menyangka akan berjalan selancar ini, sampai-sampai rasanya seperti ada yang salah. Apakah orangtua ku baru saja di sihir? Saat tengah berjalan menuju kamar, Sora tiba-tiba muncul sambil berlari kecil menghampiri ku dengan tangan terulur memegang ponsel ku.

"nona Pira ada yang menghubungi anda." Katanya sambil mengatur nafasnya yang memburu.

Ku tatap ponsel itu sejenak dengan kening berkerut lalu mengambilnya, pada layar yang berkedip-kedip tertera nomor tanpa nama. Awalnya aku ragu, biasanya orang iseng, tapi akhirnya mengangkatnya dengan agak jengkel. Ku putuskan untuk diam saja menunggu orang di ujung sana yang berbicara duluan. Tak lama setelah itu sahutan riang terdengar.

"Halo, ini pira-chan, bukan?" Tanyanya, Aku sempat terkejut dengan suara yang ku kenal, menarik ponsel ku dari telinga dan menatap Sora yang masih berdiri di depan ku. Pemuda itu hanya memandang ku dengan tatapan polosnya.

"Ya, ada apa?" kata ku, kembali berjalan ke kamar. Sora mengikuti ku dari belakang.

"Wah, Pira-chan. Apa kau dapat surat dari Wizard Academy?"

Langkahku terhenti sejenak, diam membeku aku melirik ponsel ku lagi. Apa dia juga dapat? Ah, jika di pikirkan kembali, tentu saja dia dapat. Oke, semua ini semakin aneh.

"Ya." Jawabku singkat, membuka pintu kamar.

"Wah, kita sama. Ryoko juga diundang." Ucap Al antusias.

"Terus?" sudah kuduga, aku menuju tempat tidur dan duduk di sana. Menatap Sora yang sibuk merapikan buku-buku yang berserakan di atas meja belajar.

"Sepertinya sekolah itu aneh. Masalahnya tidak semua orang bisa masuk ke sana dan juga hanya orang yang memiliki bakat khusus yang bisa masuk, mereka pun akan mendapatkan surat-surat panggilan khusus untuk bisa bergabung. Sampai sekarang pun, tidak ada yang tahu kriteria seperti apa untuk bakat khusus itu, tidakkah kau berpikir bakat itu maksudnya—kekuatan?"

Ternyata gadis Rusia itu jauh lebih cepat tanggap dari yang kuduga, mungkin dia mengobrak-abrik isi internet untuk mengetahui tentang sekolah aneh itu. Apa yang disebutkan dalam suratnya juga aneh, mereka menjelaskan tentang sesuatu yang disebut 'bakat', dan rasanya sangat mengganjal, seperti ditekankan dalam penulisannya.

"Kau menerimanya?" kata ku kemudian. Jalan hidupku memang tidak terlepas dari ketenangan dan kenyamanan, namun ku rasa semuanya sudah berubah sejak malam itu. Kekuatan ku muncul, surat yang datang, semuanya mengubah segalanya dalam waktu singkat. Entah apakah ini salah satu takdir baru atau sekedar penyimpangan, yang pasti, aku tidak bisa mengabaikannya.

"Yap, tentu saja. Aku sangat penasaran dengan sekolah itu."

"Kapan kau berangkat kesana?"

"Umm, senin. Aku akan berangkat hari senin. Aku akan ajak Ryoko juga nanti, sebaiknya kita pergi bersama."

"ya, sebaiknya kita kumpulkan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama."

Setelah itu telepon tertutup, ku hela nafas panjang dan menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Menatap langit-langit kamarku yang penuh lukisan lalu memejamkan mata, merasa angin dingin menyapu tubuhku lembut.

*

Satu-satunya hal yang ku pikirkan sejak menginjakkan kaki di sekolah adalah menemui Al dan Ryoko. Menemukan mereka sangat mudah, dan aku sudah menebak tempat mana mereka akan muncul. Benar, taman sudut sekolah, tempat dimana Ryoko kerap berkeliaran merapikan kecantikan sekolah kami. Tapi pagi ini, ketika sampai, yang ku dapati adalah Al yang meringkuk diatas bangku taman dan Ryoko yang melihat sekelilingnya dengan wajah ngeri seolah-olah dia sedang dikelilingi segerombolan singa.

Seolah merasakan keberadaan ku, Al langsung berbalik dan melambaikan tangan sambil tersenyum cerah, terlepas dari kemurungan di wajahnya sebelumnya. "Pira-chan, sini." Teriaknya, aku hanya menghelai nafas, ku harap tak ada yang mendengar teriakan Al yang super keras tadi.

"selamat pagi." Sapa Ryoko sambil tersenyum kaku, baru kali ini aku melihat gadis ini menjadi begitu suram.

"pagi." Balas ku dan duduk di samping Al.

Ryoko yang sejak tadi berdiri kaku di tengah taman perlahan bersingut untuk duduk di samping Al sambil berhati-hati, entah mengapa. Sejenak keheningan berada di antara kami bertiga dan aku mulai merasa tidak nyaman dengan keheningan ini, beruntung Al cepat merespon dengan suara riangnya yang berubah menjadi serius.

"baiklah. Kita bahas soal Wizard Academy. Pertama, Um. Apa kira-kira maksud dari bakat khusus yang mereka katakan." Kata Al melirik kami bergantian.

"tentu saja kekuatan." Kata Ryoka, suaranya serak. Ryoko mengambil sesuatu dari dalam sakunya dan itu surat yang sama seperti yang ku dapat. "Surat ini mengatakan akan membantu kita mengembangkan bakat kita. Tetapi kenapa baru sekarang surat ini muncul? Kenapa tidak seminggu yang lalu sebelum kupu-kupu itu muncul?

Ada benarnya yang dikatakan Ryoko, kenapa surat itu baru tiba beberapa hari setelah kemunculan para kupu-kupu dan bangkitnya kekuatan kami? Jika sekolah itu adalah sekolah swasta yang terkenal karena menarik anak-anak berbakat dalam artian cerdas, tentunya tidak akan datang dengan magis begitu. Dan lagi pula—walau aku tidak tahu pasti—bakat apa yang tidak diketahui banyak orang di cari oleh sekolah itu?

Dan tiba-tiba Al berteriak histeris "ngomong-ngomong aku belum tahu tentang kekuatan ku."

Aku menghela nafas berat dan Ryoko hanya menggelengkan kepalanya. Kukira ada apa!?

"Bukanya kau bilang, kemarin malam akan mencarinya?" kata ku dengan kesal

"Um, yah. Sudah, tapi tidak membuahkan hasil. Sudah ku coba banyak hal tapi belum terlihat. Bagaimana ini? Aku saja yang datang ke Wizard Academy tanpa mengetahui kekuatan ku."

Aku dan Ryoka sama-sama diam, atau hanya Ryoko yang menepuk-nepuk pundak Al dengan gumaman sabar. Sayang sekali aku tidak memiliki simpati sebesar itu, lalu aku teringat dengan kejadian kemarin dan menyikut lengan Al yang membuatnya menoleh dengan raut murungnya.

"Al," panggil ku. "Kemarin kau bilang suara bel-nya keras?"

Al hanya menganggukkan kepalanya. "memangnya kenapa?"

"Volume bel-nya tidak berubah sama sekali. Tapi kenapa kau merasa volume bel nya besar?" Al memiringkan kepalanya dan mulai mengerutkan dahinya, tiba-tiba saja dia, tersenyum? Oke, aku benar-benar tidak bisa menebak jalan berfikir gadis itu. "Kenapa?"

"Aku ingat. Saat malam kemarin, ibu, ayah dan aku pergi ke sebuah penyelenggaraan rumah hantu di kota sebagai perayaan kemenangan ku! Saat aku masuk ke dalam, ruang nya sangat gelap bahkan tak ada cahaya. Tapi, tiba-tiba saja penglihatan ku menyala, aku bisa melihat di dalam gelap bahkan aku bisa merasakan dan mendengar bunyi-bunyi kecil dan jauh." Katanya sambil mengebuh, mata birunya tiba-tiba berkilat. "aku ingat! Sore kemarin juga saat latihan Bisbol. Aku merasa tubuhku jauh lebih ringan sehingga aku dapat berlari jauh lebih cepat, aku juga bisa melempar bola jauh lebih kuat!"

Aku menjauhkan diri darinya dan mengernyit, Al memiliki kekuatan bisa melihat dalam gelap, pendengaran tajam, kestabilan tubuh? Dan, kekuatan fisik? Rasanya jauh lebih banyak kelebihan yang dia miliki daripada puisi aneh ku. Apakah kumpulan kekuatan seperti itu bisa terjadi? Aku tahu, aku sendiri memiliki dua—atau tiga?—kekuatan, tetapi cukup jelas dari puisinya.

"Jadi kira-kira apa jenis kekuatan ku?" katanya dengan harapan di iris biru cerahnya yang berkilau-kilau seperti air kolam.

Aku dan Ryoko saling berpandangan, dan akhirnya Ryoko yang membuka mulutnya. "Um, aku tidak tahu. Tapi, ku rasa kau bisa mencocokan semua perubahan itu menjadi satu dan membuat kesimpulan paling dasar."

Walaupun Ryoko memberi semangat tetap saja Al masih terlihat sedih dan frustasi. Menghela nafas panjang, gadis peranakan eropa itu meluruskan kakinya dan aku baru menyadari kalau kulit putihnya menjadi pucat saat terpapar sinar matahari.

Aku menggeleng untuk menghilangkan pikiran aneh ku dan menyenggol lengannya. "saat kita tiba di Wizard Academy kita akan minta bantuan kepada guru disana."

Al tersenyum dan mengangguk cukup senang, saat itu juga bel masuk pun berbunyi. Dan Al buru-buru menyumbat telinganya dengan dua bulatan kapas yang entah dia dapat dari mana.

Sejak hari pertama kemunculan kekuatan aneh pada diri ku, aku tidak bisa fokus dengan baik pada pelajaran di kelas. Bukan berarti sejak dulu aku selalu fokus, pikiran ku entah mengapa terus melayang ke sesuatu yang tidak bisa dimengerti. Kadang kali saat aku memejamkan mata, dingin merambat membekukan otakku dan dada ku terasa panas dan berat, sesuatu selalu muncul di tengah kegelapan itu. Seseorang tepatnya, mirip dengan sosok malaikat yang jatuh pada malam mimpi aneh itu. Aku tidak tahu apakah dia merupakan bagian dari kekuatan ku yang lain.

Sepanjang kelas untung saja para guru tidak sedang fokus-fokusnya memperhatikan anak-anak dalam pelajaran, jadi aku punya kesempatan untuk mengalihkan pandangan ke luar jendela sambil menatap halaman samping sekolah, lapangan tenis, dan hamparan atap perumahan di sekitar. hari ini langit agak mendung walau cahaya matahari tampaknya masih bisa menembus beberapa awan, udara pun jauh lebih dingin dan aku merasa jendela mulai ditumbuhi bunga-bunga es.

Tanpa sadar aku meraih jendela yang berada tepat di sampingku, baru ujung jari tengah ku menyentuh permukaan jendela yang dingin, es perlahan menyebar cepat di sepanjang permukaan kaca. Aku tersentak dan segera menarik tangan ku, cepat-cepat melirik sekeliling dan untungnya tidak ada yang memperhatikannya. Aku kembali memeriksa jendela di samping ku, seperti ada tumpahan air yang mengeras di sudut bagian jendela. apakah aku yang melakukannya?

Sejak kemunculan kekuatan ini pertama kali, aku memang pernah mencoba membekukan atau membakar sesuatu. Tentunya secara diam-diam, sejauh ini ku tahu jika kekuatan yang termudah digunakan adalah kekuatan pembekukan ku, sederhana menggunakannya. Sedangkan kekuatan pembakaran ku agak sulit dilakukan, entah bagaimana melakukannya, mengeluarkan kekuatan api ini cukup sulit, setiap kali melakukannya tubuhku rasanya ikut terbakar dan aku benci merasa kepanasan alih-alih kedinginan. Jadi aku tidak berusaha melatihnya lebih jauh. Sisanya tinggal satu puisi aneh lagi, aku masih tidak bisa memahaminya dan selalu takut untuk tahu apa itu, jadi kuputuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. Mungkin aku akan dapatkan jawaban tentang kekuatan terakhir itu ketika berada di Akademi aneh itu.

Pada akhirnya jam pelajaran berakhir dengan sia-sia, aku bergegas keluar dari kelas dan menuju ke toilet perempuan. Bukan untuk buang air atau memperbaiki riasan seperti yang dilakukan para gadis, hanya duduk di bilik toilet sembari merenung. Terkadang toilet atau tempat yang sejuk dan lembab lainnya bisa menjadi tempat terbaik untuk berfikir.

Suara para gadis terdengar di balik pintu bilik toilet ku, canda tawa mereka yang terdengar bahagia membuatku berpikiran aneh, apakah mereka juga bertemu dengan kupu-kupu itu? apakah mereka juga diundang ke Wizard Academy? Mungkin tidak, aku rasa tidak semua anak-anak seusia ku mendapatkan kekuatan itu.

Bisik tawa para gadis itu juga mengingatkan ku jika beberapa hari belakangan aku lebih banyak berbicara daripada biasanya. Awalnya aku selalu merasa terbebani jika berdekatan dengan orang lain apalagi harus memikirkan pembicaraan apa yang harus kami bahas, kadang kala itu membuat ku merasa tidak tenang, terus terpikirkan apakah aku berbicara baik atau perkataan ku membuat mereka tersinggung. Selain itu juga sulitnya menemukan bahan pembicaraan yang pas bagi orang lain menurunkan keinginan ku untuk membuat kelompok teman, ya, terkecuali Alva dan Ryoko yang terkenal memiliki banyak gang dan orang-orang menyukai mereka. Mungkin sifat bawaan mereka yang menunjang popularitas itu, aneh saja melihat mereka dapat berbicara lancar dengan ku. Atau aku yang malah terlihat aneh?

Ketika suara para gadis itu menghilang, aku mendengus keras-keras dan memejamkan mata. Penglihatan dalam kegelapan itu memutar ingatan lama yang sudah lama terpendam, hari-hari terakhir dimana sebelum aku pindah ke kota. Selalu berhasil membuat ku terharu, bagaimana teman-teman masa kecil ku menangisi kepindahan ku dan bagaimana diri kecil ku berjanji akan kembali secepatnya. Lucu sekali mengingat bagaimana aku menganggap mereka bertiga—Arin, Eva, Rara—sebagai orang paling berharga yang pernah kumiliki.

Tidak hanya kesedihan yang melanda tiap kali aku mengingat kenangan manis yang tersisa, ada juga kebencian dan lebih banyak kekecewaan. Terhadap orang tua ku yang seenaknya membuat keputusan, tentang nenek dan kakek ku yang diam saja ketika orangtua ku membawa ku ke kota, dan teruntuk diri ku yang hanya bisa meraung dan menangis tanpa melakukan tindakan yang pasti untuk mendapatkan apa yang ku inginkan.

Kekanakan sekali. Ini membuat ku semakin kesal saja. Aku bangkit berdiri dan keluar dari bilik toilet, membanting pintu hingga membuat suara berdebam yang kuat. Entah mengapa emosi ku tiba-tiba meluap dan kurasakan perut ku seperti mendidih, aku pergi ke wastafel untuk membasuh muka. Air mengalir melewati wajah ku, yang awalnya sejuk menjadi menghangat, ku ambil lagi air yang terus mengalir namun anehnya asap tipis menguara ke udara dan air itu sedang mendidih.

Aku tersentak dan berdiri tegak, berputar menatap sekeliling toilet yang hanya ada diri ku seorang. Kaca-kaca di depan wastafel tiba-tiba dipenuhi embun, suara desir berasal dari keran air yang menguap hingga menimbulkan asap. Pintu bilik yang terbuat dari plastic pada ujungnya seperti lilin yang meleleh, kenapa? Kenapa toilet ini menjadi begitu panas?!

Buru-buru aku berlari keluar dari toilet. Ketika pintu terbuka anak-anak yang berlalu-lalang di koridor tanpa sengaja betarbakan dengan diri ku, aku cukup baik dalam mengendalikan diri hingga tidak akan jatuh jika menabrak seseorang atau tembok sekali pun. Tapi membuat orang yang ku tabrak jatuh terduduk, yang ku tabrak tadi adalah dua orang anak laki-laki, salah satu dari merekalah yang jatuh terduduk tapi keduanya sama-sama menggeram. Salah satu yang berdiri memegangi lengan kirinya yang terlihat kemerahan mirip kulit yang melepuh, sedangkan anak laki-laki yang terduduk tadi, kurasa dialah yang paling berbenturan dengan ku saat keluar dari toilet. Berteriak karena sepanjang lengannya merah membarah, luka-luka terbakar.

Keadaan mereka yang aneh menarik perhatian orang-orang di sekitar. Apakah—apakah ini ulah ku? Tapi mengapa?! Kenapa kekuatan api ini muncul tiba-tiba?! Membuat kesal saja!

Suara desir mengagetkan ku, kaleng soda yang ada di dekat kaki ku tiba-tiba meluncur ke ujung koridor dan meledakkan isinya. Ada apa ini?! kekesalan ku berganti dengan kepanikan saat beberapa anak berbisik sambil melirik ku, segera saja aku berbalik dan berlari menjauh secepat mungkin.

*

"Pria, bagaimana kabar mu?" Ucap seorang gadis kecil berambut coklat muda dengan iris aquamarinenya yang jernih seperti air.

"Baik, bagaimana denganmu?" kata ku dengan ceria.

"Ugh, jangan ngobrol sendiri!! Kami juga mau ikut." Celoteh seorang gadis kecil berambut emas yang diikat kepang di balik punggungnya, sepasang iris emerald menyorot tajam tapi tak menutupi kilauan indah dan kelembutan dedaunan muda.

Gadis kecil tadi berjalan beriringan dengan seorang gadis berambut coklat ikal pendek dan sepasang mata bulat dengan iris coklat yang semakin terang nyaris menjadi ruby saat aku memperhatikannya, sepertinya ada yang berubah dari sosoknya.

"Oke. Ayo, kita main." Ucap ku antusias.

Tetapi gadis berambut coklat muda di sebelah ku segera menggelengkan kepalanya. "Pira, kita harus bicara. Dan kurasakan ini kali terakhir kita akan bertemu."

Aku memiringkan kepala ku bingung, mulut ku menjadi kering. "apa maksud mu?"

Mereka bertiga segera memeluk ku, aku merasakan ada hal aneh, air mata sudah terkumpul di sela-sela mata dan siap untuk tumpah.

"Dengar pria. Kami bisa masuk ke dalam mimpimu dengan bantuan para kupu-kupu. Tapi, sekarang ini kekuatannya mulai memudar dan kami juga akan ikut menghilang."

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali dan melepaskan pelukan mereka. "Masuk ke dalam mimpiku? Jadi kalian ini nyata?"

"tidak bisa dibilang begitu juga, kami menggunakan wujud saat terakhir kali kita bertemu di dunia nyata." Kata gadis berambut coklat muda itu dengan senyum kecil yang dipaksakan.

"apa?" kata ku shok, perkataan macam apa itu? Dia bergurau? "dimana tubuh kalian?"

Gadis berambut panjang itu menoleh ke arah dua gadis di sebelahnya meminta persetujuan kemudian mengangguk dan tersenyum lembut ke arah ku. Kemudian ia meraih tanganku dan mengenggamnya erat, dapat ku rasakan pula kalau tangan itu bergetar.

"kami berada di dua tempat yang tidak bisa disatukan. Jiwa kami terkunci di Pohon Kehidupan sedangkan tubuh Kami terjebak di Menara Talionis." Aku memiringkan kepalaku sambil mengerutkan kening karena bingung, saat aku hendak membuka mulut gadis di depan ku langsung memotongnya. "Kau akan tahu suatu hari nanti."

Kedua gadis lain ikut menggenggam tangan ku, kehangatan mereka perlahan berubah menjadi dingin. "Beberapa hari lagi kekuatan para Wizard akan diaktifkan dan dengar Pira, jangan memberitahukan seluruh kekuatan mu. Beritahukan satu saja dan lebih lagi kekuatan terakhir mu kepada siapapun, jika kau mengatakannya akan ada bahaya yang akan muncul."

"dan kami akan menunggu mu untuk menyelamatkan kami." gadis berkepang itu menatap dengan kilauan di matanya.

"kami akan menunggu mu. Berjuanglah, jangan kalah dengan perasaan mu yang kacau." gadis berambut coklat ikal pendek menambahkan, menggenggam tanganku lebih erat.

"berfantasi lah, Pira. Dengan itu kau bisa mengendalikan semuanya." gadis berambut coklat muda itu tersenyum getir, saat itu pula cahaya menerangi mereka.

Awalnya ku pikir itu hanyalah imajinasi belaka, bunga-bunga mimpi aneh yang kerap kali muncul. Tapi pada akhirnya perkataan mereka menjadi kenyataan, kupu-kupu itu datang dan membuka kekuatan yang terkunci di dalam diri ku. Aku rasa itu hanya awalnya saja, dan masih ada sesuatu yang munggu ku jauh di ujung jalan baru ini.

"Jangan beritahu semuanya, terutama kekuatan terakhir mu."

'gapailah bintang yang hampir padam', adalah kalimat terakhir dari kupu-kupu itu yang masih menjadi misteri. Sejauh ini hanya Alva dan Ryoko yang tahu mengenai semua isi pesan kupu-kupu milik ku, dan ku rasa mereka bisa dipercaya. Mulai saat ini, aku harus lebih berhati-hati, firasatku mengatakan, akan muncul musuh yang tidak bisa ku duga.

..........

Haroo, mina.

Ini yang kedua! Yey!!! Sudah menemukan perbedaannya?? Memang tidak banyak kannn...

Informasi....aku tulis ini pas kelas 3 SMP, pas ujian tapi gak bisa berhenti buat nerusin ini cerita. Dan sekarang, aku udah tamat wkwkwk dan nganggur gak ada kerjaan gegara pandemi...dan ku putuskan untuk menyelesaikan semua cerita yang tersimpan di word ku.

Oke. Kita bertemu lagi di part selanjutnya.

Gokigen'you...

Continue Reading

You'll Also Like

1.4K 279 30
Alkina Malka Callia biasa dipanggil dengan sebutan "Al". Seorang perempuan yang cantik dan manis, dia memiliki proporsi tubuh yang bagus sehingga ban...
1M 89K 34
(Cover baru) Semakin aku membaca lembar demi lembar, semakin aku masuk di dunia bangsa Electra - Jasmine Candelle Kehidupan Jasmine Candelle (jessy)...
720K 54.7K 30
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
328K 26.3K 28
β€’β€’Alethea Andhira Gadis cantik yang memiliki kehidupan sederhana. Sosoknya yang cantik tidak membuatnya memiliki banyak teman karena status sosialnya...