From Me To You [FIX YOU] - CO...

By pendairy

80.1K 4K 101

Ketika Cinta datang menyapa dan pergi tiba-tiba. Sebuah cerita tentang perjuangan seorang gadis yang bernama... More

Sekolah Menengah Atas [edited]
Cuma Teman [edited]
Kesempatan kedua [edited]
Hampir Kena [edited]
Kencan Dadakan [edited]
Baikkan [edited]
Tragedi Bioskop [edited]
Bolos dan Puncak [edited]
Bagi Rapot [edited]
Malaysia [edited]
Finally you're mine! [edited]
Story [edited]
Kecupan [edited]
Marahan [edited]
Anak Baru [edited]
Rena Ammalia [edited]
Gagal Paham [edited]
Masalah Baru [edited]
Putus [edited]
Pengakuan Adit [edited]
Kembali Lagi [edited]
First Kiss [edited]
Ulang Tahun [edited]
Pengumuman [edited]
Kepergiannya [edited]
Porposed [edited]
Harapan Yang Terkabul [edited]
Jepang [edited]
Dipertemukan Lagi [edited]
Air Mata Penyesalan [edited]
Ini Bukan Akhir Dari Kisah Kita [END] [edited]
Bukan Akhir
Extra 1 - Video Call
New Story!
COMING SOON EXTRA!!

Extra 2 - Happiness!

1.4K 72 0
By pendairy

Sudah hampir setengah jam Nana berdiri di depan pintu rumahnya. Kakinya mulai terasa pegal, begitu juga dengan pipinya yang sedari tadi tersenyum menunggu kepulangan suami tercintanya. Bibirnya merekah lebar begitu melihat mobil hitam mamasuki halaman depan rumahnya. Nana berlari dengan semangat menuju mobil itu. Kedua tangannya dia rentangkan begitu Ferdi keluar dari mobil.

Ferdi tersenyum lalu menarik Nana kedalam pelukannya. "Assalamualaikum." ucap Ferdi sambil mengelus ujung rambut Nana lalu mengecupnya.

"Waalaikumsalam," sahut Nana melepas pelukannya. "Sakuramochinya?" Nana langsung menagih pesanannya itu.

Ferdi menghela napasnya pelan, lalu merogoh sebungkus sakuramochi yang dia simpan dalam ranselnya.

"Nih." Ferdi menjulur sakuramochi tersebut kepada Nana.


Nana meraihnya, lalu menghitung isi sakuramochi dalam bungkus tersebut. "Yah, kok cuma segini. Kan aku minta bawain yang banyak." ujar Nana dengan nada kecewa.

Ferdi berdeham pelan. "Tadi.."

Nana mengernyit. "Tadi apa?"

"Aku makan sebungkus dipesawat."

Nana menghembuskan napas secara kasar. "Kok dimakan sih? Ini kan buat dede kita!" ucap Nana kesal. "Sana pergi lagi, beli yang banyak baru boleh pulang!" tambahnya sambil mendorong-dorong tubuh Ferdi.

"Apaan sih?"

"Kamu tuh egois! Aku udah sabar nahan-nahan ngidam aku, nungguin kamu pulang biar bisa makan sakuramochi sampe ngeces-ngeces tau gak. Eh, sama kamu malah dimakan!"

"Itukan masih ada Nana sayang." sahut Ferdi sambil menunjuk bungkusan sakuramochi ditangan Nana. "Aku tuh bela-belain bolos meeting buat nyari sakuramochi demi kamu, dikiranya gampang apa nyarinya."

"Tapi tetep aja kamu makan setengah bagian aku. Yang inikan buat dede."

Ferdi mengacak rambutnya gusar. "Aku capek, baru pulang bukannya suruh masuk dulu, suguhin teh atau pijetin gitu. Ini malah diomelin cuma gara-gara hal sepele." ujar Ferdi. "Lagian, mau itu bagian kamu kek, bagian dede kek. Masuknya juga lewat mulut kamu, rewel banget." Nana terdiam.

"Yaudah, kalo kamu gak mau sini aku aja yang makan." tambah Ferdi lalu merampas sakuramochi dari tangan Nana.

Nana masih diam, namun bibir bawahnya mulai bergetar, air di kantung matanya juga hampir tumpah. Ferdi yang menyadari itu langsung panik dan menyesali perbuatannya.

"Nana sayang, maaf aku gak bermaksud ngomelin kamu. Tadi itu gak di sengaja, mulut aku keterusan." ujar Ferdi sambil memukul mulutnya.

Nana masih terdiam. Sedetik kemudian tangisannya pecah. "Maafin aku, karena aku bukan istri yang baik buat kamu. Maafin aku, karena udah ngomelin kamu. Aku juga gak mau ngomel-ngomel, tapi gak tau kenapa bawaannya emosi terus." isaknya.

Ferdi mengusap-usap punggung Nana. "Jangan ngomong begitu. Udah jangan nangis, cupcupcup."

Nana terisak, napasnya tersengal-sengal. "Ka-kamu bener, seharus-nya a-aku nyuruh ka-kamu masuk dulu." ucapnya.

Ferdi menarik Nana kepelukannya. "Aku yang salah, maafin aku ya. Udah gak usah nangis, malu di denger tetangga." kata Ferdi berusaha menenangkan istrinya itu. Ferdi melepaskan pelukannya lalu menyeka air mata yang mengalir di pipi Nana.

"Udah tenang?" tanya Ferdi.

Nana mengangguk pelan. "Sini sakuramochi-nya. Gakpapa deh cuma sedikit juga." ucap Nana dengan nada yang pelan.

Ferdi tersenyum sambil memberikannya. "Yaudah yuk masuk."

-

Nana membekap mulutnya menahan rasa mual begitu ia melihat Ferdi yang sedang terlelap di sebelahnya.

"Ferdi, bagun." Nana mengguncang pelan tubuh Ferdi.

Ferdi hanya bergumam lalu membalikkan tubuhnya membelakangi Nana.

"Ferdi ih! Bangun!" sekali lagi Nana mengguncangkan tubuh Ferdi, kali ini dengan frekuensi yang lebih cepat.

"Ah, apa sih?" tanya Ferdi dengan mata yang masih tertutup.

"Bangun ih!" Nana memukul lengan Ferdi.

Ferdi menghela napasnya lalu membuka paksa matanya yang terasa berat.

"Ada apa sih? Tengah malem gini pake ngebangunin segala."

"Kamu pindah gih tidurnya di sofa depan, tiba-tiba aku mual liat muka kamu."

Ferdi mengerjapkan matanya beberapa kali. "Ha? Maksudnya, kamu mau kita pisah ranjang gitu?"

Nana memberikan bantal kepada Ferdi. "Pindah ih, aku udah gak tahan sumpah liat muka ka-" Nana membekap mulutnya lagi. "Serius ih, pindah sana. Untuk sementara sampe mual aku ilang, please? Demi dede lho ini." katanya.

Ferdi hanya bisa menghela napasnya lalu bangkit dari kasurnya. "Ngidam kok ribet banget, huh." dumal Ferdi sambil berjalan keluar kamar.

Nana bernapas lega begitu Ferdi pergi. Ia mengusap pelan perutnya. "Ada-ada aja kamu, Nak." gumamnya lalu kembali tidur.

Ferdi terbangun begitu ia merasa ada yang mencolek-colek pipinya. Perlahan Ferdi membuka matanya dan melihat seorang perempuan sedang berdiri membelakanginya.

"Kamu ngapain berdiri disitu?" tanya Ferdi heran.

"Cuma mau bilang kalo sarapannya udah siap." ucap Nana masih tetap membelakangi Ferdi. "Oh ya, kalo mau mandi, mandinya di toilet belakang ya, bajunya udah aku siapin, nih." Nana meletakkan pakaian Ferdi diatas meja.

Ferdi mengernyit. "Kamu ngomong sama siapa sih? Halo, aku disini lho." ucap Ferdi sambil melambai-lambaikan tangannya.

"Kamu kan tau aku lagi ngidam gak mau liat muka kamu. Udah ya, pokoknya jangan masuk ke kamar." ujar Nana lalu pergi.

Ferdi menggelengkan kepalanya melihat Nana yang tak bertanggung jawab itu meninggalkannya sendiri dengan beribu tanya dipikirannya.

Siangnya, Ferdi yang sedang asyik santai di halaman belakang rumah langsung berlari begitu mendengar teriakan Nana dari dalam kamar.

"Kenapa, ada apa?" tanya Ferdi panik begitu membuka pintu kamarnya.

Nana menoleh melihat Ferdi. Lagi dan lagi, ia membekap mulutnya menahan rasa mual begitu melihat wajah suaminya.

"Kamu ngapain disini? Pergi sana." usir Nana.

"Aku tuh panik tiba-tiba denger kamu teriak. Ada apa sih emangnya?"

Nana menatap malas Ferdi. "Aku tuh lagi asyik liatin fotonya Lee Min Ho. Eh, terus gak sengaja nemu fotonya yang berabs." jawab Nana lalu tertawa genit. "Udah ah sana, aku tambah mual liat kamu." ujarnya kembali judes.

Ferdi berdecak kesal lalu menutup pintu kamarnya. "Sebenernya suami kamu siapa sih? Lee Min Ho atau Ferdiansyah?! Suka gedek!" teriak Ferdi dari balik pintu kamar namun dihiraukan oleh Nana.

8 bulan kemudian.

"Inget yang tadi Mama kamu ajarin." ucap Ferdi sambil menggenggam tangan Nana. "Tarik napas terus keluarin. Huu-huu-huu." tambahnya sambil menirukan ucapan Widia tadi.

Nana meringis kesakitan lalu spontan dia menjambak rambut Ferdi sekencang-kencangnya. "HUUU-HUU-HUUU!! SAKIT FER!" pekik Nana.

Ferdi meringis kesakitan karena jambakan Nana. "Kamu pasti bisa! Ayo Nana, ayo!" serunya.

"BERISIK! BISA DIEM GAK SIH!" seru Nana. "Huu-huu-huuuuu"

"Semua ini gara-gara kamu!" tambahnya sambil memukul-mukul Ferdi.

"Terus bu, kepalanya sudah kelihatan." ucap sang dokter.

"Dok, gimana sih? Dari tadi bilangnya begitu terus." keluh Ferdi.

Nana memekik keras berusaha mendorong bayinya agar keluar dengan sekuat tenaga.

"Huu-huuuuuu!!" Nana kembali menjambakan rambut Ferdi.

Ferdi hanya bisa pasrah menjadi korban di dalam ruang persalinan itu.

"Gak mau keluar, dok." ucap Nana yang mulai terisak.

Tubuhnya juga sudah terkulai lemah tak bertenaga. Sudah hampir sejam bayi yang berada di kandungan Nana belum juga keluar.

Dokter mendesah pelan lalu mengajak Ferdi untuk berbicara di keluar.

"Aw! Bun, bentar. Lepasin dulu jambakannya." bujuk Ferdi.

Setelah Nana melepaskan tangannya, Ferdi langsung bergegas mengikuti dokter keluar ruangan.

Ferdi menatap dokter dengan hati-hati. Perasaannya mulai tidak enak begitu dokter ingin berbicara dengannya.

"Pak, sebaiknya kita lakukan tindakan lanjut. Fisik Ibu Nana itu lemah, Pak. Jika tidak, anak atau istri bapak bisa tidak terselamatkan." seakan tersambar petir, Ferdi menatap dokter dihadapannya tidak percaya.

"Lakukan apapun dok! Saya mau keduanya selamat." ucap Ferdi.

"Kalau begitu, saya minta bapak untuk menandatangani beberapa surat."

"Surat? Surat apa dok?"

"Bapak akan tahu setelah bapak membacanya."

Ferdi semakin bingung dan takut dengan ucapan dokter begitu memintanya untuk menandatangani surat keterangan yang ternyata, isinya itu menyatakan untuk tidak menuntut ataupun menyalahkan jika salah satunya diantara istri atau anaknya tidak terselamatkan.

Ferdi menghembuskan napasnya yang terasa berat begitu melihat dokter mengeluarkan alat vakum yang besar untuk menarik anaknya keluar. Dia nanar menatap Nana yang benar- benar terlihat pucat dan juga lemas tak bertenaga.

Ferdi menggenggam erat tangan Nana dan mulai berdoa begitu alat itu mulai menarik kepala bayinya. Genggamannya ia eratkan begitu Nana menjerit.

Setelah tiga puluh menit berlalu, Ferdi berjalan gontai keluar dari ruangan persalinan itu. Bajunya yang tadinya bersih, kini kotor dengam cipratan darah segar.

Widia dan Daniel dengan penuh kekhawatiran langsung menghampiri Ferdi yang keluar dengan wajah pucat sekali.

"Gimana? Nana sama anaknya baik-baik aja kan?" tanya Widia khawatir.

Ferdi terdiam lalu tiba-tiba menundukkan kepalanya. Daniel dan Widia menatap heran ayah muda dihadapan mereka.

"Kamu ngomong dong jangan diem aja, Ferdi." ucap Daniel.

Bahu Ferdi bergetar, suara isakan yang tertahan samar-samar terdengar. Widia memegang bahu Ferdi seakan menyuruhnya untuk tegar.

-
-
-
-

"Bunda!" teriak Ferdi.

"Iya?" sahut Nana sambil menuruni tangga menghampiri Ferdi yang berada di dapur.

"Ada apa?" tanya Nana sesampainya disana.

"Kamu liat buah gak yang dikulkas? Kok gak ada ya?"

"Udah aku bersihin terus aku taruh dimeja."

"Oh, yaudah kalo begitu. Faras gimana? Udah siap dia?"

Nana tersenyum. "Udah kok." sahutnya.

"Faras." panggil Nana.

Tak lama kemudian, seorang gadis kecil yang dibalut dengan gaun berwarna baby pink sebetis dan sebuah makhota kecil dikepalanya menuruni tangga menghampiri Nana dan Ferdi.

"Cantiknya tuan Putriku." puji Ferdi yang langsung memeluk putrinya lalu mencium pipinya.

"Udah siap?" Faras mengangguk mantap. "Yuk, langsung kita mulai aja acaranya." kata Ferdi lalu menuntun Faras ke halaman belakang rumahnya, diikuti dengan Nana.

"Selamat ulang tahun, sayang." ucap Ferdi dan Nana berbarengan lalu mengecup pipi anaknya.

Faras tersenyum lalu membalas mengecup pipi Ferdi dan Nana secara bergantian. Gadis kecil itu berlari menghampiri teman-temannya yang sedang berkumpul di depan kue ulang tahun dengan lilin angka 3 diatasnya.

Ferdi merangkul Nana lalu tersenyum. Begitu juga dengan Nana.

"Bikin lagi yuk?"

-END-

Yuhuu akhirnya tamat juga yaa huhu

Semoga Ferdi, Nana, dan Faras bahagia yaa :')

Semoga kalian yang jomblo (termasuk sayah) segera di pertemukan sama jodoh masing-masing yang masih pending di jalan ya:')

Maaf kalau masih ada salah kata di dalam cerita ini. Saya hanya manusia biasa yang bisa saja melakukan kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik Sang Pencipta.

Sooo
Keep support and love Fix You.

Vote dan comment ya ✌

Continue Reading

You'll Also Like

1M 16.7K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1.5M 130K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
586K 27.7K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...