From Me To You [FIX YOU] - CO...

By pendairy

80.1K 4K 101

Ketika Cinta datang menyapa dan pergi tiba-tiba. Sebuah cerita tentang perjuangan seorang gadis yang bernama... More

Sekolah Menengah Atas [edited]
Cuma Teman [edited]
Kesempatan kedua [edited]
Hampir Kena [edited]
Kencan Dadakan [edited]
Baikkan [edited]
Tragedi Bioskop [edited]
Bolos dan Puncak [edited]
Bagi Rapot [edited]
Malaysia [edited]
Finally you're mine! [edited]
Story [edited]
Kecupan [edited]
Marahan [edited]
Anak Baru [edited]
Rena Ammalia [edited]
Gagal Paham [edited]
Masalah Baru [edited]
Putus [edited]
Pengakuan Adit [edited]
Kembali Lagi [edited]
First Kiss [edited]
Ulang Tahun [edited]
Pengumuman [edited]
Porposed [edited]
Harapan Yang Terkabul [edited]
Jepang [edited]
Dipertemukan Lagi [edited]
Air Mata Penyesalan [edited]
Ini Bukan Akhir Dari Kisah Kita [END] [edited]
Bukan Akhir
Extra 1 - Video Call
Extra 2 - Happiness!
New Story!
COMING SOON EXTRA!!

Kepergiannya [edited]

1.4K 91 2
By pendairy

Nana mempercepat langkah kakinya menaiki tangga, ia langsung mendorong pintu kamar Ferdi. Dilihatnya Ferdi masih tertidur pulas di kasurnya.

"Fer?" panggil Nana sambil menepuk pelan pipi Ferdi.

"Hmm?" gumam Ferdi malah menaikkan selimutnya sampai menutupi kepalanya.

"Ferdi!" pekik Nana sambil menarik paksa selimut Ferdi.

"Apa sih?" tanya Ferdi dengan mata yang masih tertutup.

"Bangun ih! Siang-siang malah selimutan."

"Ngantuk, ah!"

Ferdi menarik selimutnya lagi namun di tahan oleh Nana.

Nana menarik tangan Ferdi agar ia bangun dari tempat tidurnya. "Bangun ih, mentang-mentang libur!"

Ferdi mendengus kesal, akhirnya ia bangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya beberapakali sambil menggaruk kepalanya. "Bukannya lo di sekolah?"

"Pulang cepet." sahut Nana.

"Oh, ada urusan apa lo kesini?"

"Emangnya nengokin pacar sendiri gak boleh ya? Padahal udah hampir sebulan kita gak ketemu." ujar Nana sambil cemberut.

Ferdi tersenyum, ia menarik Nana kepelukannya. "Ya bolehlah baru di gituin aja udah ngambek sih."

"Ya abisnya begitu."

Ferdi mengelus rambut Nana perlahan, lalu mendekapnya lebih erat "Gue kangen sama lo, Na." bisiknya.

Nana tersenyum, "Gua juga."

Nana melepaskan pelukan Ferdi, ia menatap Ferdi dalam-dalam berharap Ferdi akan memberitahunya masalah Malang itu.

"Lo kenapa liatin gue sampe segitunya?" tanya Ferdi bingung.

Nana menghela napasnya lalu tersenyum. "Gakpapa kok"

"Hm, Fer, kira-kira ada sesuatu gak yang mau lo sampein gitu ke gue?" tanya Nana ragu lalu mengusap tengkuk belakang lehernya yang berkeringat

"Sesuatu apa? Engga kok." sahut Ferdi sambil menatap bingung Nana.

Sekali lagi, Nana tersenyum mendengar jawaban Ferdi. "Cuci muka dulu gih, gue mau kebawah dulu." lanjut Nana.

"Mau ngapain kebawah?"

"Bantuin Nenek lo!"

Nana pergi keluar kamar Ferdi. "Sesusah apa sih bilang gue dapet di Malang?" batin Nana, ia merasa kecewa karena Ferdi belum juga memberitahunya. Nana tidak ingin Ferdi pergi tanpa pamit terlebih dahulu kepadanya.

"Nek?" panggil Nana begitu melihat Nenek Ferdi sedang asyik menonton TV sendirian.

"Iya Na, sini gabung sama nenek." ajak Nenek.

Nana tersenyum lalu duduk di samping Nenek. "FTV lagi nek?"

Nenek Ferdi terkekeh. "Iya, nih."

Mereka berdua sama-sama diam. Nenek Ferdi terdiam karena asyik menonton tv, sedangkan Nana ia terdiam karena pikirannya masih berkutat dengan kepergian Ferdi ke Malang.

Setelah hampir 30 menit, Ferdi bergabung dengan Neneknya dan Nana di ruang tengah.

"Udah makan Na?" tanya Ferdi yang duduk di sebelah Nana lalu merangkul pundak Nana.

Nana menggerakkan pundaknya agar Ferdi melepaskan rangkulan yang membuatnya risih. Ia merasa kesal karena Ferdi belum juga membuka mulutnya mengenai penerimaan SNMPTN itu.

Ferdi menatap Nana yang sedari tadi diam saja dan tidak mau nelihat ke arahnya.

"Kenapa lagi nih?" batin Ferdi.

Nana mengecek ponselnya yang bergetar. Dilihatnya satu panggilan masuk dari Sarah, dengan cepat Nana langsung mengangkat telepon itu. Kedua bola mata Ferdi bergerak mengikuti Nana yang beranjak dari tempat duduknya begitu menerima telepon dari Sarah.

Ferdi merasa bingung dengan sikap Nana hari ini. Entah apa yang sudah Ferdi perbuat hingga Nana terlihat kesal kepadanya.

"Fer, gue balik ya?" ucap Nana usai berbicara dengan Sarah dari telepon.

"Baru sebentar ketemunya, emang mau kemana?"

"Ada urusan sama Sarah, gue balik ya?" pamitnya. "Nek, Nana balik ya." lanjutnya berpamitan kepada Nenek Ferdi juga.

"Iya, hati-hati di jalan, Na."

Ferdi mengantar Nana sampai ke depan rumahnya, dimana Nana memarkirkan motor beat-nya.

"Na?" Ferdi menahan tangan Nana begitu gadis itu ingin menaiki motornya.

Nana menoleh. "Apa?" sahutnya dengan nada sinis.

"Ih, jutek banget sih." gumam Ferdi.

"Lo kenapa? Marah sama gue?"

"Ya, menurut lo aja gimana?"

"Marah, jutek gitu soalnya." ucap Ferdi dengan suara pelan.

Nana menghela napasnya lalu menatap lekat kearah Ferdi. "Oke, gue tanya sekali lagi ya. Bener gak ada yang mau lo sampein ke gue? Mungkin tentang sesuatu yang selama ini lo umpetin dari gue?"

Ferdi mengangkak sebelah alisnya. "Apa sih? Sesuatu apa? Gue gak pernah ngumpetin apa-apa dari lo."

Nana menghentakkan sebelah kakinya sambil berdecak sebal. "Gue balik!" Nana meraih helm yang ia sangkutkan di kaca spion motornya, lalu memakainya.

"Apaan sih Na? Kalo mau marah yang jelas dong!" cegah Ferdi begitu Nana ingin menaiki motornya lagi.

Nana menaikkan kaca helmnya, ia menatap sinis Ferdi, ia membuang napasnya secara kasar. "Ya, lo pikir aja sendiri kenapa gue bisa marah kayak gini ke lo! Gue kira kita udah saling terbuka tapi nyatanya? Lo masih sama aja!" Segelintir air mata keluar begitu saja dari kantung mata Nana.

Ferdi tambah bingung dengan situasi sekarang, ditambah Nana yang menangis tanpa sebab. Ia masih belum mengerti maksud Nana.

Ferdi meringis melihat Nana yang menangis di hadapannya, entah apa yang harus ia perbuat untuk menenangkan Nana disaat Nana menolak untuk disentuh olehnya.

Nana menutup kaca helmnya lalu berdiri membelakangi Ferdi. Sejujurnya Nana juga malu menangis di depan Ferdi, ia tidak mau Ferdi menilainya sebagai gadis yang cengeng. Tapi ia tidak bisa menolak emosionalnya yang tengah memuncak saat itu juga.

"Na?" Ferdi memegang bahu Nana yang bergetar karena sesegukkan.

"Maaf, jangan nangis lagi. Gue minta maaf."

Sepenggal penyesalan karena telah membuat gadis yang di cintainya menangis membuat Ferdi merasa ia menjadi laki-laki brengsek yang.

"Na?" Ferdi mencoba membalikkan tubuh Nana, namun Nana menolaknya.

Ferdi menghembuskan napasnya, lalu memeluk Nana dari belakang. "Maafin gue, gue gak bermaksud buat lo nangis Na. Tapi gue serius, gak ada rahasia apapun yang gue umpetin dari lo, Na."

Nana melepaskan tangan Ferdi yang melingkar memeluknya. "Gak ada? Huh?" Nana membalikkan tubuhnya, ia menaikkan kaca helmnya lalu menatap Ferdi. "Terus kenapa lo gak pernah bilang kalo lo daftar SNM dan keterima di Malang?" tanya Nana dengan nada yang sedikit ditinggikan.

"Malang? Maksud lo apa? Daftar aja enggak." sahut Ferdi bingung.

Nana berdecih. "Jangan boong, Fer! Terus kenapa pas gue tanya Pak Satrio dia bilang iya kalo lo keterima disana? Jangan ngeles deh!"

"Gue seriusan gak tau apa-apa kalo gue keterima disana, bahkan gue gak ngerasa daftar SNM karna gue udah mutusin buat kuliah di univ swasta di Jakarta."

Nana mengelap air mata di pipinya. "Terus itu nilai kedaftar sendiri gitu? Gak mungkin, Fer!"

Ferdi terdiam sesaat sambil memegang kepalanya, lalu mengusap rambutnya kebelakang. "Tunggu, tunggu. Kayaknya gue tau siapa yang udah daftarin gue ikutan snm."

"Mama." pikir Ferdi.

"Mama lo? Mana bisa sih, Fer!" bantah Nana tidak percaya.

"Na, kayaknya gue mesti pergi. Lo pulang aja, gakpapa."

"Tapi, Fer-"

"Lo ada urusankan sama Sarah?" sela Ferdi sambil menepuk pelan pundak Nana.

Nana mendengus kesal melihat Ferdi yang melongos masuk ke dalam rumahnya begitu saja.

✈✈✈

Ferdi mengetuk pintu cokelat rumah yang sudah lama tidak ia datangi. Pemilik rumah itu pun membuka pintu cokelat tersebut. Rena terkejut begitu melihat Ferdi yang ternyata berkunjung kerumahnya.

"Mama mana?" tanya Ferdi langsung masuk ke dalam rumah tersebut.

"Ferdi?" gumam Rena lalu menahan tangan Ferdi, "Tunggu" ucapnya.

"Apaan sih Ren? Aku mau ketemu sama Mama, penting!" tegas Ferdi.

"Iya, tunggu dulu. Emangnya ada urusan apa?" tanya Rena.

Ferdi menghela napasnya ia melepaskan tangan Rena yang sedaritadi memeganginya. "Soal snm, kamu pasti tau kan kalo Mama yang daftarin?"

Rena tersentak, bola matanya bergetar, ia bingung harus menjawab apa.

"Hmm, Fer-"

"Mama dikamar ya?"

Ferdi melangkah menuju kamar Rini yang berada di lantai dua.

"Fer, tunggu Fer!" Rena mengejar Ferdi, ia mencoba menahan Ferdi agar tidak bertemu dengan Rini.

"Mama-"

Suara Ferdi meredup begitu ia membuka pintu kamar Rini.

Rena yang datang terlambat langsung menarik tangan Ferdi untuk keluar dari kamar Rini. Namun, Ferdi menolaknya, ia menghampiri Rini yang sedang terkapar lemah di atas kasurnya dengan alat-alat bantu yang menempel di tubuhnya.

"Mama?" gumam Ferdi begitu jarak di antara dia dan Rini semakin dekat.

"Please Fer, aku mohon kamu keluar dari kamar Mama!" Rena menarik paksa tangan Ferdi untuk keluar dari kamar Rini.

Ferdi masih tercengang dengan apa yang ia lihat. Sedangkan, Rena, ia hanya bisa menangis setiap kali memasuki kamar Rini.

"Ma.. Mama, kk...ke..kenapa?" tanya Ferdi gagap, tangan dan kakinya terasa lemas begitu melihat kondisi Rini yang tertidur lemah di atas kasur.

Rena mengusap air matanya, ia berusaha untuk tidak menangis di depan Ferdi, karena Rini memang sudah berpesan kepadanya untuk tidak bersedih apapun yang terjadi.

"Mama kecelakaan, mobilnya tabrakan sama truk waktu dia pulang kerja, udah seminggu ini Mama belom sadar-sadar. Dokter bilang ada kemungkinan kalo Mama-" Rena terisak kembali, rasanya berat bagi Rena untuk melanjutkan ucapannya.

"Mama kenapa?!" tanya Ferdi sedikit membentak.

"Mama, gak bangun lagi, Fer." lirih Rena.

Ferdi tersentak, air matanya mulai keluar dari bendungan yang sudah tidak bisa ia tahan lagi. Hatinya terasa di tancap oleh duri saat mendengar kabar mengenai Rini yang baru ia ketahui.

"Kenapa gak dirawat dirumah sakit?huh?!" ucap Ferdi khawatir.

"Sebelum Mama koma, dia minta untuk di rawat di rumah aja. Padahal aku sama Ayah udah ngebujuk dia berkali-kali untuk di rawat di rumah sakit, tapi dia tetep gak mau."

Ferdi berdecih, ia kembali teringat kalau Rini memang benci masuk rumah sakit. "Kenapa gak bilang ke aku? Kalau aja aku gak dateng, aku gak bakal tau kondisi Mama yang sekarang."

"Maaf Fer, tapi Mama mesen dia gak mau bikin kamu khawatir. Dia mau kamu tetep fokus sama masa depan kamu, itu alesannya kenapa Mama daftarin kamu SNM diem-diem, karena dia peduli sama kamu."

Ferdi mengusap air matanya lalu mengacak-acak rambutnya, perasaan bersalah mulai menghantuinya. Bukan ini yang Ferdi inginkan.

✈✈✈

Nana menghela napasnya berkali-kali, ia mulai merasa khawatir karena Ferdi belum juga memberinya kabar sejak Ferdi bertemu dengan Rini.

"Kemana sih? Udah hampir seminggu gak ngasih kabar. Disms gak di bales, di telpon gak di angkat, bikin khawatir aja, ih!" omel Nana di depan ponselnya.

Nana menempelkan pipinya ke meja makan sambil memperhatikan layar ponselnya, berharap Ferdi akan menelponnya. Ia menghembuskan napas kecewanya, lalu ia memejamkan matanya.

Drrtttt..drrttt..

Kedua matanya langsung terbuka lebar dan tangannya langsung meraih ponselnya yang bergetar.

"Ferdi!" pekiknya begitu nama Ferdi tertera di layar ponselnya. Ibu jarinya dengan cepat langsung menerima panggilan itu.

"Kemana aja sih lo?! Kenapa baru nelpon sekarang?"

"....."

Yang di tanya masih terdiam, hanya terdengar suara hembusan napasnya dari balik panggilan itu.

"Fer? Kok diem aja sih?"

"Na?"

Suaranya terdengar pelan sekali, membuat Nana harus lebih merapatkan handphone-nya ke daun telinganya.

"Iya? Kenapa?"

"Bisa ketemuan gak?"

"Kapan?"

"Sekarang, gue udah di depan rumah lo."

Nana langsung berdiri dari posisi duduknya. Ia berlari keluar rumahnya untuk memastikan benar atau tidaknya ucapan Ferdi.

Nana membuka gerbang rumahnya, dilihatnya Ferdi memang sudah ada di depan rumahnya dan sedang tersenyum ke arahnya. Nana mematikan panggilan di ponselnya. Matanya tertuju pada Ferdi yang sedang tersenyum ke arahnya.

Nana mulai berjalan mendekati Ferdi, ia langsung memukul pelan dada Ferdi. "Kenapa baru muncul sekarang? Gue kira lo udah pergi, Fer." ucap Nana lalu mendorong pelan tubuh Ferdi.

Ferdi masih tersenyum, ia memaklumi Nana yang bersikap seperti itu karena memang salahnya juga yang tidak memberi kabar kepada Nana selama seminggu.

"Apa kabar Na?" tanya Ferdi.

Nana mendengus kesal lalu memukul dada Ferdi lagi. "Gak usah pake nanyain kabar segala, dasar cowok jahat!" umpat Nana sambil menatap sinis Ferdi.

"Gue tau lo marah sama gue karena kejadian itu. Gue emang salah dan gue kesini mau minta maaf sama lo, Na."

"Kenapa baru sekarang?"

Ferdi tersenyum. "Gue udah mutusin buat pergi ke Malang."

"Maksud lo?"

"Kita udah janjikan buat saling terbuka, kan? Dan kenapa selama seminggu gue gak ngabarin lo, karena gue lagi mikir. Dan keputusan gue udah bulat buat tetep berangkat ke Malang."

Nana terdiam, ia langsung menundukkan kepalanya. "Kenapa lo gak bilang? Kenapa lo gak nanya ke gue dulu? Gue ini sebenernya apa sih buat lo?" lirih Nana.

Ferdi memegang kedua pundak Nana. "Maaf Na, gue tau gue egois. Gue ngambil keputusan tanpa nanya lo dulu. Tapi kalo pun lo bilang jangan pergi, gue bakal tetep pergi, Na."

Nana menatap Ferdi, air matanya mulai mengalir membasahi pipinya, "Kalo boleh tau apa alasannya? Lo dipaksa atau gimana sama Mama lo?"

Ferdi mengapus air mata di pipi Nana. "Ini murni keputusan gue, gak ada paksaan sama sekali."

Nana tersenyum kecut, ia tidak bisa membantah lagi kalau itu memang keputusan yang diinginkan Ferdi. "Terus gimana sama hubungan kita?"

Ferdi tersenyum lagi, lalu memeluk Nana. "Gue mutusin buat tetep mempertahankan hubungan ini. Kalo lo kuat, gue pingin kita ldr, gue janji bakal sering-sering dateng ke Jakarta, Na."

"Ldr?" gumam Nana. Bagi Nana, hubungan jarak jauh itu hal yang paling sulit baginya, tapi disisi lain ia juga tidak ingin berpisah dari Ferdi.

Ferdi melepas pelukannya, disejajarkan wajahnya dengan wajah Nana. "Gue gak maksa kita ldr kok. Sekarang terserah lo mau gimana, gue terima."

"Fer, gua butuh waktu buat mikir."

"Besok, besok gue tunggu jawaban dari hasil pemikiran lo."

"Besok?"

Ferdi mengangguk pelan. "Iya, besok."

✈✈✈

Nana membuka kedua matanya begitu sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamarnya dan menerpa wajah polos Nana.

Nana menghela napasnya, kepalanya terasa pusing karena ia tidak bisa tidur semalam memikirkan hubungannya dengan Ferdi. Ia melirik jam di dinding kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi.

Nana mencari sumber suara ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. Ia beranjak dari kasur begitu ia menangkap keberadaan ponselnya yang tergeletak di atas meja belajarnya.

"Rena?" gumam Nana.

"Halo?"

"Halo Na?"

"Iya kak? Kenapa pagi-pagi nelpon, tumben banget."

"Kamu dimana? Aku udah nelponin kamu berkali-kali."

"Dirumah, oh maaf gak denget ada telpon masuk, masih tidur tadi soalnya."

"Aku mau ngasih tau sesuatu, karena aku yakin pasti Ferdi belum bilang ke kamu."

"Sesuatu? Apa?"

"Hari ini Ferdi ke Malang, dia berangkat naik kereta dari stasiun senen jam 10."

"Ha? Jam 10?" Nana melirik jam di dinding kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 9 lewat 5 menit. "Sekarang dia dimana?"

"Dia udah berangkat daritadi, kemungkinan dia masih disana nunggu keretanya datang, cepet gih susul dia, aku cuma bisa bantu ini doang Na."

"Makasih kak!"

Nana langsung menutup teleponnya. Ia beranjak dari kasurnya lalu berlari dengan langkah terburu-buru. Ia terkejut begitu membuka pintu rumahnya terdapat Adit yang sedang berdiri disana.

"Adit?" gumam Nana.

Adit terkejut sekaligus ingin tertawa melihat Nana yang masih memakai piyama dan rambut yang masih acak-acakkan.

"Mau kemana?" tanya Adit sambil menahan tawanya.

"Maaf dit, gue lagi buru-buru!" sahut Nana cepat lalu hendak mengambil motornya yang ia parkirkan di halaman rumahnya.

Adit menahan tangan Nana yang ingin pergi. "Adit!" bentak Nana sambil melepaskan tangannya yang di genggam Adit secara paksa.

"Gue anter, Na." ucap Adit lalu memberikan helm kepada Nana.

"Lo mau ketemu Ferdi kan? Gue anter."

Nana menatap Adit bingung. "Lo tau darimana?"

Adit hanya tersenyum lalu menggerakkan wajahnya untuk cepat naik ke atas motornya. Nana memakai helm yang di berikan Adit, lalu langsung naik di belakang Adit.

Sesampainya di stasiun Senen, Nana langsung berlari berusaha mencari sosok Ferdi.

"Fer, gue belom ngasih jawabannya. Kenapa lo tega sih pergi tanpa pamit gini!" batin Nana.

Ia melirik jam dinding stasiun yang sudah menunjukkan pukul 9 lewat 55 menit. Nana menggigit jarinya, matanya berusaha menyapu setiap sudut stasiun. Ia mempersulit kedua matanya begitu ia melihat sosok yang di kenalnya dari kejauhan, "Ferdi?" gumamnya.

Nana berlari menerobos kerumunan orang, "Ferdi!" teriaknya.

Ferdi menoleh begitu ia mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Kedua matanya terbuka lebar begitu ia melihat Nana sedang berlari menghampirinya.

"Nana?" gumam Ferdi.

Nana langsung memukul Ferdi begitu sampai di hadapan laki-laki itu. "Tega lo! Kan gue udah bilang kalo gua benci sama orang yang pergi tanpa pamitan dulu!"

Ferdi menahan tangan Nana. "Maaf Na, sebenernya gu-"

"Iya, gue bakal nunggu lo sampe lo balik lagi ke Jakarta." sela Nana.

"Na?"

"Maka dari itu, lo jangan coba-coba ngelirik cewek lain disana. Gue bakal sms, neleponin lo tiap hari, gue bakal teror lo sampe lo mutusin buat balik lagi ke Jakarta, ngerti?"

Ferdi tersenyum lalu memeluk Nana. "Makasih Na"

Suara pluit pun mulai terdengar pertanda kereta akan segera berangkat.

"Udah sana pergi!" ucap Nana.

Ferdi melepaskan pelukannya. "Makasih Na sekali lagi." sahutnya lalu mengelus ujung kepala Nana. "Gue pamit."

"Hati-hati, kabarin kalo udah sampe." Nana melambaikan tangannya begitu Ferdi memasuki kereta yang akan membawanya pergi.

Adit yang melihat dari kejauhan langsung menghampiri Nana begitu Ferdi sudah memasuki kereta, "Udah kelar?"

"Udah." sahut Nana.

Adit menjulurkan jaket ke hadapan Nana. "Pake nih, piyama lo -"

Nana melirik piyama bergambar karakter disney yang di pakainya, ia langsung menyambar jaket berwarna hijau army dari tangan Adit.

"Kenapa gak bilang kalo gue masih pake piyama!" celetuk Nana.

Continue Reading

You'll Also Like

6.3M 485K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
15.5M 876K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
584K 27.7K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...