From Me To You [FIX YOU] - CO...

Autorstwa pendairy

80.1K 4K 101

Ketika Cinta datang menyapa dan pergi tiba-tiba. Sebuah cerita tentang perjuangan seorang gadis yang bernama... Więcej

Sekolah Menengah Atas [edited]
Cuma Teman [edited]
Kesempatan kedua [edited]
Hampir Kena [edited]
Kencan Dadakan [edited]
Baikkan [edited]
Tragedi Bioskop [edited]
Bolos dan Puncak [edited]
Bagi Rapot [edited]
Malaysia [edited]
Finally you're mine! [edited]
Story [edited]
Kecupan [edited]
Anak Baru [edited]
Rena Ammalia [edited]
Gagal Paham [edited]
Masalah Baru [edited]
Putus [edited]
Pengakuan Adit [edited]
Kembali Lagi [edited]
First Kiss [edited]
Ulang Tahun [edited]
Pengumuman [edited]
Kepergiannya [edited]
Porposed [edited]
Harapan Yang Terkabul [edited]
Jepang [edited]
Dipertemukan Lagi [edited]
Air Mata Penyesalan [edited]
Ini Bukan Akhir Dari Kisah Kita [END] [edited]
Bukan Akhir
Extra 1 - Video Call
Extra 2 - Happiness!
New Story!
COMING SOON EXTRA!!

Marahan [edited]

1.9K 103 4
Autorstwa pendairy

Hening.

Hari ini, Rini datang ke rumah Tyo untuk menjemput anaknya. Ferdi memperhatikan kedua orang tuanya yang saling menatap dengan tatapan yang tajam. Sudah satu jam lewat mereka beragrumen, tetapi tidak ada yang ingin mengalah mengenai kepindahan anaknya.

Disatu sisi, Tyo yang baru saja mengetahui tentang perjanjian Rini dan anaknya itu, ingin Ferdi tetap melanjutkan pendidikannya di sekolah Mitra Bangsa, tetapi disisi lain keputusan Rini sudah bulat agar Ferdi ikut dengannya dan pindah sekolah ke sekolah pilihannya.

"Rin, kamu jangan egois dong! Emangnya kamu kira pindah sekolah itu gak bakal ngerepotin dan ngebebanin Ferdi? Kamu gak mikirin gimana dia harus beradaptasi lagi sama lingkungan barunya? Ferdi sekarang udah kelas dua belas, yang ada nilai dia malah tambah jelek kalo dia pindah!" jelas Tyo kekeh.

"Mas, kamu tuh yang egois! Masa baru tinggal sebentar sama kamu nilainya langsung anjlok gitu sih? Lagian aku yakin, kamu pasti gak merhatiin Ferdi. Aku ngelakuin ini juga demi kebaikan masa depan Ferdi. Mau jadi apa kalo Ferdi terus-terusan idup sama kamu mas!" balas Rini tak mau kalah.

Ferdi menghela napas panjangnya. Ia tidak bisa berkata-kata lagi, bahkan ia tidak tahu harus bagaimana dan ikut dengan siapa kali ini.

Seketika perasaan sedih muncul di benaknya, jika dipikir-pikir dulu keluarga mereka adalah keluarga yang sangat harmonis, dan entah masalah apa yang mereka debatkan sampai harus berpisah, tanpa memberi kejelasan lebih lanjut kepada anaknya, Ferdi.

"Kamu bilang apa? Aku gak merhatiin Ferdi? Hah?! Bener-bener ya kamu!" Tyo berdecak kesal mendengar perkataan Rini.

"Pa-"

"Kamu diem Fer! Papa belum selesai ngomong sama Mama kamu itu!" ketusnya. "Emangnya kalo Ferdi ikut kamu, kamu bakal merhatiin dia? Kamu pulang kerumah aja jarang! Terus suami kamu emang mau ngurusin Ferdi? Engga kan?! Yang ada Ferdi malah tambah ancur sama kamu, pokoknya gak bisa! Ferdi tetep ikut aku!" lanjutnya sambil memukul pelan meja.

"Eh gak bisa gitu dong! Ferdi juga anak aku, Mas. Aku berhak sebagai orang tua dan juga ibunya untuk bawa dia. Ferdi kalo ikut aku masa depannya itu udah pasti jelas. Dia bakal nerusin usaha aku. Lah, kalo ikut sama kamu, mau jadi apa dia nantinya Mas? Kamu aja buat makan sehari-hari susah, gimana sih!" ucap Rini.

"Kamu kalo ngomong dijaga ya!" ujar Tyo meninggikan suaranya.

Ferdi mengacak rambutnya, ia sudah mulai jengkel mendengar perdebatan kedua orang tuanya yang tidak ada ujungnya. "Stop!" teriak Ferdi langsung berdiri.

Refleks, Tyo dan Rini langsung menoleh ke arah anaknya itu.

"Aku udah capek denger keributan kalian, berdebat terus gak ada ujungnya! Aku tuh udah gede, dan aku juga berhak buat nentuin kehidupan aku sendiri. Gini aja deh, biar lebih adil, aku gak akan ikut Mama atau Papa. Aku bakal tinggal sama nenek, keputusan Ferdi juga udah bulat buat tetep sekolah di SMA Mitra Bangsa sampe lulus!" tegas Ferdi membuat Rini dan Tyo terdiam.

"Setelah lulus aku janji bakal ikut Mama. Untuk itu Ma, please dengerin kali ini aja. Aku gak bakal ngecewain kalian lagi, okay?" lanjutnya memohon kepada Rini agar memberikannya kesempatan.

Rini terdiam, ia menatap kedua bola mata Ferdi dalam-dalam berusaha mencari beribu-ribu alasan agar Ferdi tetap ikut dengannya. Namun nihil, Rini tidak bisa menemukan alasan lagi. Ia menghela napas. "Oke, kali ini Mama kalah. Tapi janji kamu kali ini gak boleh di ingkarin ya? Mama percaya sama kamu, Fer."

Ferdi tersenyum puas. Akhirnya ia bisa bernapas dengan lega. "Makasih, Ma!" ujar Ferdi. "Makasih juga, Pa."

✈✈✈

Tyo dan Ferdi memperhatikan mobil Rini yang pergi melaju kencang. Mereka berdua sama-sama menghela napas mereka setelah akhirnya urusan mereka bertiga sudah selesai.

Tyo menepuk pelan pundak Ferdi sebelum akhirnya ia meninggalkan Ferdi yang masih terdiam di depan gerbang rumahnya. Pandangannya terlalihkan begitu ia mendengar suara gerbang didorong.

Dilihatnya Nana dengan pakaian yang rapih keluar dari gerbang bercat hitam disebelah rumahnya.

Ferdi tersenyum lalu menghampiri Nana "Na!" panggilnya.

"Fer?" Nana tersenyum manis saat mengetahui Ferdi sudah ada di hadapannya.

"Mau kemana? Rapih banget." tanya Ferdi.

"Mau ke toko buku." sahut Nana bohong, sebenarnya ia tidak ingin ke toko buku, hanya saja kali ini ia tidak bisa berkata jujur kepada Ferdi.

"Ke toko buku sama siapa?" Nana berpikir sesaat sebelum ia menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ferdi. "Na?"

"Ya? Tadi nanya apa deh?" tanya Nana.

"Tadi gue nanya lo ke toko buku sama siapa?"

"Oh, sa..sama si Sarah! Ya Sarah. Tadi dia minta temenin ke toko buku, ada yang mau dibeli katanya." jawab Nana lalu tertawa renyah.

Ferdi mengernyit, ia mencium bau-bau mencurigakan dari Nana. Gak kayak biasanya. "Oh sama Sarah." gumamnya pelan.

"Iya, jalan dulu ya!" pamit Nana lalu mulai berjalan meninggalkan Ferdi.

"Iya, titi dije!" Setelah Nana tak terlihat lagi oleh pandangannya, Ferdi berjalan memasuki rumahnya. Ia masuk ke dalam kamarnya. Melihat ke sekeliling ruang kamarnya yang barang-barangnya sudah ia kemasi sebelumnya.

Ferdi menghela napasnya, ia meraih ponsel yang ia letakkan dia tas meja belajar. Kemudian, ia men-scroll layar ponselnya dan melakukan panggilan keluar kepada neneknya.

"Assalamualaikum, Nek?"

"Waalaikumsalam, kenapa Fer?"

"Nanti malem Ferdi kerumah ya?"

"Tumen main kerumah? Yaudah kalo gitu nanti Nenek rapihin kamarnya."

"Gakpapa, lagi mau nginep disana aja. Makasih ya, Nek."

"Iya, kamu gak jadi ikut Mama kamu?"

"Engga, Ferdi udah mutusin buat tinggal sama Nenek aja."

Dengan suara yang bergetar Nenek Yana tertawa. "Bagus deh, kalo kamu mau nemenin Nenek di sini."

"Iya, lagian Nenek sendirian disana gak ada yang nemenin. Kalo kenapa-napa kan pada gak tau nanti."

"Iya, Nenek tunggu."

"Hmm, Ferdi tutup ya telponnya? Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Ferdi menutup telponnya lalu melemparkan ponselnya ke sudut kasur. "Nana" gumamnya.

✈✈✈

Nana melambaikan tangannya begitu ia melihat sosok laki-laki yang berdiri di samping mobil hitam milik dari kejauhan.

"Fan!" teriak Nana.

Erfan menoleh begitu namanya di panggil. Ia tertawa kecil melihat Nana yang sedang berlari dengan napas yang terengah-engah ke arahnya.

"Lama lo!" ujar Erfan begitu Nana sampai di hadapannya.

"S...sor..ry!" Erfan hanya tersenyum lalu mempersilahkan Nana untuk masuk ke dalam mobilnya.

Nana memakai sabuk pengaman begitu Erfan menyalakan mesin mobilnya. "Untung gak jadi jemput depan rumah, kalo jadi beh Ferdi pasti udah ngamuk-ngamuk ngeliat lo. Tau sendiri kan, Ferdi gak suka liat lo berduaan sama gue." ujar Nana.

"Emang tadi ketauan sama Ferdi?" tanya Erfan sambil menyetir mobilnya perlahan.

Nana menghadap ke arah Erfan. "Iya, gue bilang aja mau ke toko buku sama Sarah."

"Wah parah lo, boongin pacar sendiri, bisa rumit nih kalo ketauan." sahutnya.

Nana mengangguk setuju "Tapi, gue yakin Ferdi pasti ngerti kok tenang aja, dia gak bakal tahan gue cuekin walaupun cuma semenit." Erfan tertawa mendengarnya.

"Kok ketawa sih? Ini serius tau!"

"Iya iya, gue jadi inget aja waktu kita masih pacaran. Kalo di pikir-pikir lo yang sekarang ngingetin gue sama diri gue yang dulu." ungkit Erfan mengenai hubungannya dulu.

"Jadi maksud lo, dulu itu lo sering boongin gue gitu? Erfan hanya cengengesan mendengar itu. "Boong gue itu beda sama boong lo, Fan." tambah Nana.

"Iya deh beda."

"Jadi, gimana nih? Gue mesti beli apa buat Nden?" tanya Erfan. Nana mengerutkan alisnya sambil memejamkan matanya, ia sedang berpikir kado apa yang cocok untuk seorang Enden.

Besok adalah ulang tahun Enden, dan hari ini Erfan meminta bantuan Nana untuk mencarikan kado yang cocok buat Enden, kekasihnya.

"Hmmm." Nana bergumam memikirkan kado yang bagus untuk Enden.

Tiba-tiba saja Nana menjentikkan jarinya membuat Erfan terkejut. "Gue gak ada ide!" ujarnya lalu mengeluarkan cengiran khas miliknya.

Erfan menghembuskan napasnya. "Yah gimana sih, kan lo cewek, seharusnya lo tau dong barang apa yang cocok dijadiin kado."

"Bentar gue tanya Ado dulu." Nana mengeluarkan ponsel dari tas selempang kecilnya.

"Do?"

"Whats up ma, bro?"

"Mau nanya?"

"Nanya apaan? Asalkan jangan nanya aku cinta sama kamu apa engga hehehe."

"Ye serius, ih! Ini tentang Enden."

"Enden? Kenapa sama adek gue?"

"Lo tau gak dia suka apa?"

"Hmm, kok lo tiba-tiba nanya begituan sih, wah jangan-jangan lo selama ini.."

"Ado mah! Gue serius ih!"

"Bercanda elah sensian amat sih. Perlu gue tanya ke orangnya?"

"Jangan jangan, jangan di tanya!"

"Lah? Emang kenapa?"

"Ih, udah pokoknya kasih tau aja dia sukanya sama apaan."

"Hmm dia sukanya sama Erfan."

"Hahaha Ado lucu banget sih, nenek-nenek bau tanah juga tau do! Ih, gemesin dah jadi mau nabok rasanya."

Suara tawa Ado terdengar nyaring di telinga Nana.

"Ado yang lagi di friendzonin sama Sarah, gua serius nanyanya."

"Iya iya, elah gak usah di perjelas. Dia suka sama yang berbau warna pink pokoknya apa aja yang penting pink."

"Oh, begitu ya."

"Emang lo mau ngapain dah nanya beginian?"

"Kepo dah tukang roti!"

"E*k!"

"Itu mah elo, udah ah gue tutup!"

"Na-" Nana langsung mematikan panggilan tersebut sebelum Ado melanjutkan kalimatnya.

"Dia suka warna pink." ujar Nana.

Erfan tersenyum. "Gue juga tau, Na."

Nana terdiam sesaat. "Kalo udah tau kenapa gak bilang sih!" gumam Nana.

"Aha!" Nana menjentikkan jarinya lagi. "Kalung! Waktu itu Enden sempet bilang ke gue kalo dia lagi ngidam kalung."

"Ngidam? Udah kayak ibu hamil aja Na bahasa lo." sahut Ado lalu terkekeh pelan.

"Iyaa pokoknya Enden sempet ngomong begitu ke gue."

"Kapan?"

"Ya waktu itu, gue udah lupa juga sih kapan dia bilangnya. Tapi belom lama ini kok dia ngomong ke gue."

"Yaudah kalo gitu kita beli kalung aja, okay?"

Nana mengangguk mantap. "Jalan!" serunya.

Erfan pun menginjak gas menambah kecepatan mobilnya agar melaju lebih cepat.

Dengan hati-hati Erfan memarkirkan mobilnya. "Sip!" gumamnya. Ia mematikan mesin mobilnya, begitu juga dengan Nana yang langsung melepaskan sabuk pengamannya.

Mereka berdua keluar dari mobil dan memasuki sebuah Mall di daerah Grogol.

"Eh bentar Na, ke atm dulu ambil duit." ujar Erfan begitu mengecek isi dompetnya yang kosong.

"Iya, gue mah ikut aja." sahut Nana.

Setelah mengambil uang di atm, Nana dan Erfan memasuki salah satu toko perhiasan di Mall tersebut.

"Selamat datang ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu pegawai begitu Nana dan Erfan memasuki toko tersebut.

"Mau liat kalung." sahut Nana.

"Mari ikut saya, disebelah sini, Mba." Nana dan Erfan mengikuti pegawai itu ke tempat kalung yang di maksudnya.

Dari sebuah etalase Nana dan Erfan bisa melihat banyak model-model kalung yang lucu.

"Ih yang itu lucu tuh, Fan." ucap Nana sambil menunjuk sebuah kalung yang menarik perhatiannya, modelnya seperti dua cincin yang dijadikan satu.

"Yang itu? Boleh saya liat dulu ga, Mbak?" Pegawai itu mengangguk lalu mengeluarkan kalung yang di tunjuk oleh Nana.

"Lucu." gumam Nana.

"Lambang dari kalung itu menandakan sebuah cinta yang abadi, Mba. Bisa diliat dari design kalung itu yang merupakan bentuk cincin yang saling mengikat satu sama lain." jelas pegawai itu.

"Cinta yang abadi, Fan!" goda Nana sambil menaik turunkan alisnya lalu menyenggol sikut Erfan.

"Model ini limited, hanya ada 5 yang modelnya seperti ini di toko kami. Dan ini yang terakhir." ujarnya.

"Tinggal satu, Mba?" pegawai tersebut mengangguk.

"Fan, tinggal satu, mau yang ini apa mau nyari model yang lain?" tanya Nana meyakinkan Erfan.

"Yaudah deh yang ini aja deh." jawab Erfan ikut dengan pilihan Nana.

Nana dan Erfan keluar dari toko itu begitu mereka selesai melakukan pembayaran.

"Njir, duit gue langsung abis," ujar Erfan. Lalu kembali melirik tentengan di tangannya sambil tersenyum. "Semoga aja Enden suka."

"Sekarang mau kemana lagi?" tanya Nana.

"Ada yang lo mau beli gak? Gue yang bayar tenang aja." ujar Erfan.

Nana memutar kedua bola matanya. "Baju!" ucapnya.

"Oke, baju!"

"Yes!" seru Nana sambil menepuk tangannya.

Nana berjalan mendahului Erfan sambil melihat-lihat baju yang ada di dalam toko yang ia lewati. "Fan, Lucu!" Nana berlari memasuki salah satu toko baju yang menarik perhatiannya.

Erfan berlari kecil menyusul Nana yang sudah masuk ke dalam toko tersebut. "Fer! Eh, Fan maksudnya." Nana terkekeh karena salah menyebutkan nama. Entah mengapa ia jadi ingat dengan Ferdi.

"Gue mau ini, lucu!" pintanya sambil menunjukkan sebuah kemeja flanel berwarna baby pink kepada Erfan.

"Yaudah bungkus!" jawab Erfan.

Nana tersenyum puas begitu keluar dari toko tersebut, sedangkan Erfan, ia hanya bisa menghela napasnya mengingat kondisi dompetnya yang semakin menipis. "Duit bulanan gue." rintihnya.

"Thanks banget Erfan, lo tuh emang mantan terindah gue." ujar Nana sambil menepuk pundak Erfan dengan perasaan bangga.

"Ha?"

"Terindah isi dompetnya." ucapnya lalu tertawa.

"Dasar matre!" celetuk Erfan dengan maksud bercanda.

"Kan lo yang nawarin, berarti gue gak matre dong. Lagian rejeki gak baik kalo ditolak." ujar Nana lalu tertawa lagi.

Erfan menggeleng pelan. "Iya deh."

Setelah selesai urusannya mencari kado untuk Enden. Erfan mengantar pulang Nana pulang, ia menghentikan mobilnya begitu sampai di Taman komplek rumah Nana.

"Thanks ya Na, udah bantuin gue nyari kado." ujar Erfan sebelum Nana keluar dari mobilnya.

"Gue yang seharusnya berterima kasih udah dibeliin kemeja hehehehe." sahut Nana sambil cengengesan.

"Lo tuh gak berubah sama sekali ya, dari dulu demen banget pake kemeja." ucap Erfan.

Nana hanya tertawa mengingat ia tidak ingin membahas masa lalunya, kemudia ia pun berpamitan kepada Erfan. Ia melambaikan tangannya begitu mobil hitam Erfan melesat pergi.

Nana menghembuskan napasnya, lalu tersenyum melihat tentengan di tangan kanannya.

"Na?"

Nana menoleh ke belakang. Kedua mata Nana membulat begitu melihat Ferdi yang sedang menatapnya dengan tatapan yang dingin. "Jadi lo jalan sama Erfan?" selidik Ferdi sambil menatap tajam Nana.

Nana menunduk tidak berani menatap wajah Ferdi. Tunggu! Kenapa gue mesti takut? Gue kan cuma nemenin temen beli kado, berasa kayak selingkuh dah kalo gue bersikap kayak gini?

Nana pun memberanikan diri untuk menatap balik Ferdi. "Ini gak seperti yang lo pikirin, gue bisa jelasin, Fer."

Ferdi berbalik lalu mulai melangkah meninggalkan Nana tanpa sepatah katapun.

"Ferdi!" Nana menarik tangan Ferdi menahannya untuk tidak pergi. "Dengerin dulu!" pinta Nana.

Ferdi melirik tentengan yang di bawa oleh Nana lalu menarik tangannya. "Tapi lo gak mesti boong Na sama gue!"

"Iya, gue minta maaf, gue tau gue salah udah boong sama lo. Please, dengerin gue dulu!"

"Sorry Na, jelasinnya lain kali aja, gue lagi males dengerin apapun dari mulut lo!" ujar Ferdi lalu mulai berjalan meninggalkan Nana yang masih terdiam di tempatnya.

Nana melihat punggung Ferdi yang makin lama makin menjauhinya.

"Dasar coper!" teriak Nana yang tidak di gubris oleh Ferdi. "Gue cuma nemenin Erfan beli kado buat Enden!" lanjutnya.

"Ferdi!" Nana berlari mengejar Ferdi.

Ia menarik tangan Ferdi lagi. "Denger gak? Gue tadi nemenin Erfan beli kado buat Enden! Jangan salah paham."

Ferdi mendengus kesal. "Yaudah iya!" sahutnya dengan raut wajah yang tetap terlihat jutek.

"Jangan marah." ucap Nana dengan nada manja.

"Au ah!"

"Ih, dia mah gitu!" Nana memeluk tangan Ferdi, akan tetapi Ferdi tetap tidak ingin menatap Nana dan tidak merespon.

"Yaudeh terserah kalo gak percaya!" Nana melepaskan pelukannya lalu berjalan mendahului Ferdi.

"Apaan sih! Kok jadi lo yang marah!" Ferdi mengejar Nana.

"Gue berhak marah karena lo gak percaya sama pacar lo sendiri!"

"Gue juga berhak marah karena lo jalan sama laki-laki lain dan udah ngoboongin gue!" balas Ferdi.

Nana dan Ferdi saling menatap tajam, lalu salig memalingkan wajahnya ke arah yang berlawanan.

"Oke! Fix kita marahan!" tegas Nana lalu berjalan mendahului Ferdi.

'Terserah!" ketus Ferdi yang berjalan di belakang Nana.

"Dasar coper! Nyebelin banget sih elah!" gumam Nana. Ia membuka gerbang rumahnya lalu menutupnya dengan kasar.

Ferdi hanya melongo tak percaya melihat sikap Nana yang menyebalkan dimatanya.

"Jadi gini marahnya Nana?"

✈✈✈

Ferdi melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 8 malam. Ia menatap jendela kamar Nana yang tertutup rapat, bahkan lampunya sudah dimati. "Udah tidur apa ya? Padahal baru jam segini." gumam Ferdi.

"Jadi marahan gini." sesalnya. Ia pun meraih handphone-nya lalu mengetik suatu pesan untuk Nana.

Ferdi : Aku jalan.

Terkirim.

Ferdi menarik kopernya begitu ia melihat Tyo sudah berdiri di depan kamarnya. "Udah siap?" tanyanya.

Ferdi mengangguk pelan, tapi hatinya masih berat karena tidak bisa berpamitan langsung kepada Nana.

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

1.4M 123K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
818K 11.5K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
561K 27.1K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
6.3M 484K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...