Yuki POV
Satu bulan sudah berlalu. Tidak ada yang berubah dari apartemen milikku. Syuting di film baruku memang terbilang singkat, namun jika di hitung-hitung waktu yang sudah aku lewatkan tanpa melihat macetnya Jakarta bisa membuatku rindu akan suasana ibu kota ini.
"Hufthh, " aku menghela napas saat kembali aku mengingat adegan terakhir di film yang ku perankan bersama Al.
Aku merasa gila dengan pikiranku sendiri, bagaimana tidak?
Jika aku yang pernah protes akan sikap Al yang pernah mencuri ciumanku waktu itu, di dalam adegan terakhir justru aku yang melakukannya terlebih dahulu.
Aku malu, tapi aku tidak bisa berpikir dengan baik.
Bagaimana aku akan menjelaskan pada pacar palsuku itu.
Apa aku harus bilang jika aku hanya mendalami peran saja sedangkan aku menikmatinya?
Ya, menikmatinya.
Aku tidak pernah merasakan sensasi gila seperti ini, selama yang aku ingat, aku hanya pernah merasa kagum pada sosok Stefan yang dulu pernah bermain satu judul sinetron bersamaku, dan setelah itu rasa kagum itu hilang, lenyap entah kemana. Tapi berbeda saat aku bersama Al.
Tidak ku pungkiri jika Al bisa menyentuh hatiku dengan sikap cueknya, tapi yang kulihat ia adalah sosok yang hangat tidak seperti apa yang ia tunjukkan di depan orang lain.
Oh mama papa, apa ini yang kalian sebut cinta.
Jawaban yang selalu kalian berikan saat anakmu bertanya alasan kalian menikah.
Inikah rasanya jatuh cinta?
Bahkan untuk waktu yang singkatpun tak ingin lewatkan melihat wajahnya.
Tapi aku ingat, setiap orang yang siap jatuh cinta maka ia pun harus siap untuk patah hati.
Bagaimana denganku?
Melihat teman yang dihianati saja aku ikut kesal dan sedih,
lalu jika suatu saat orang yang aku cintai berbuat demikian aku harus apa?
Apa aku harus membalas atau justru mengikhlaskannya?
Ah entahlah, aku hanya ingin menikmati perasaan ini, perasaan yabg orang bilang adalah anugerah.
Saat ini aku masih berdiri di balkon apartemen dengan tangan kanan menopang dagu menikmati semilir angin yang sudah aku rindukan karena sebelumnya sudah menjadi kebiasaanku jika tidak ada pekerjaan atau bosan.
Ketukan pintu membuatku menoleh ke sumber suara.
Ily masuk ke kamar dan berkata bahwa Al datang ingin menemuiku.
Tapi kenapa dia datang kemari, apa ada hal yang penting?
Aku menuju pintu kamar untuk menemui pacar palsuku itu, kulihat dia sudah duduk, tapi ada apa dengannya?
Dia terlihat gelisah.
" Gue mau ngomong sesuatu sama lo! "
" Ngomong aja! "
" Gue mau bilang kalo gue- "
Ucapnya terhenti, ia nampak ragu untuk bicara.
Aku menaikkan alisku seolah bertanya, lelaki di depanku ini nampak ragu untuk mengatakan sesuatu yang tidak aku ketahui.
" Gu gu gue butuh bantuan lo,"
Ucapnya tergagap.
Aku tidak mengerti dengannya yang datang tiba-tiba untuk meminta bantuan padaku.
Aku menyuruhnya untuk menenangkan kegelisahannya itu , dan aku beranjak ke pantry untuk mengambil air minum.
Ia masih terlihat ragu, bahkan berkata bahwa ia bingung harus memulainya dari mana.
Jangankan dia, aku saja kini bingung apa yang membuatnya datang kemari tiba-tiba.
Waktu terus berjalan, jarum panjang pada detik jam sudah berpindah bahkan sampai tiga kali putaran.
Aku masih setia menunggu, sedangkan lelaki di depanku ini masih menunduk entah melihat apa.
" Lo mau ngomong apa sih? " tanyaku Bosan.
Pertanyaanku membuatnya menoleh ke arahku, lalu kulihat ia meraih gelas kecil berisi teh hangat yang selanjutnya ia teguk sedikit.
Ia mulai membuka mulutnya dan bercerita panjang lebar.
Semula aku tidak mengerti mengapa ia menceritakan masa kecilnya yang ia habiskan tanpa sosok ibu kandung, tapi justru ibu tiri yang sebelumnya adalah sahabat dari ibu kandungnya sendiri.
Aku sempat syok mendengar itu dan merasa prihatin dengan nasib masa kecilnya.
Kembali ia melanjutkan, dan keterkejutanku bertambah saat ia berkata bahwa ibunya adalah pemilik PH yang baru saja kami selesaikan filmnya.
Maia Arora.
Keraguan yang sempat timbul seolah lenyap saat aku tahu sedikit informasi jika memang Bu Maia adalah seorang single parent yang pernah menetap di Surabaya namun aku tidak tahu jika ternyata Al adalah anak kandungnya.
Aku masih setia mendengar ceritanya, sampai pada akhirnya ia meminta bantuanku untuk menemaninya menemui ibu kandungnya itu.
Aku tidak masalah akan hal itu, tapi justru yang harus aku khawatirkan adalah bagaimana tentang hubungan kami?
Jika Al mengatakan bahwa ia adalah anak bu Maia, identitas aslinya akan terbongkar.
Lalu bagaiamana hubungan palsu ini?
Aku sudah nyaman seperti ini, dan sepertinya aku belum siap untuk mengakhiri ini semua.
Kini aku sadar akan sesuatu, mungkinkah aku benar-benar jatuh cinta pada Al?
" Please bantu gue. Gue cuma percaya sama lo "
Aku tersadar dari pikiran-pikiran tentang perasaanku saat tangan Al menggenggam tanganku dengan memohon.
Dengan sentuhan saja aku merasa ada sesuatu yang aneh dalam diriku.
Oh Tuhan,,, bantu hambamu.
Aku lantas hanya mengangguk meng-iyakan permintaannya.
Al sangat senang, ia tersenyum lebar dan lagi-lagi aku terpesona melihat wajah tampannya.
" Thanks Ki, dan tentang hubungan kita.
hubungan ini akan berakhir kalo lo yang minta gue untuk berhenti "
Author Pov
Di balik pintu kamar yang bersebelahan dengan kamar Yuki, Ily berdiri untuk menguping.
Kesempatan untuk meyakinkan bahwa yang dirinya ketahui tentang Al adalah benar.
Al memang anak kandung Maia, mantan istri dari suami kakaknya. Sharine Hartanto.
Ya, Doni Prasetya adalah suami dari Maia jika saja Sharine tidak datang untuk menghancurkan rumah tangga mereka.
Yang Ily ketahui hanyalah kakaknya ingin balas dendam pada Maia karena ia pernah membuat kakaknya menderita.
Entah apa yang dijadikan Sharine untuk mendoktrin adiknya itu agar menghancurkan kehidupan ibu kandung Al.
Dan kebetulan kesempatan yang ditunggu-tunggu sudah datang sekarang, Ily tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Sekali mendayung, dua pulau terlampaui.
Satu sisi balas dendam dengan keluarga Kato, dan di sisi lain musuh kakaknya sendiri.
Beberapa jam lalu, Ily yang sebelumnya meminta izin untuk keluar karena ada urusan dengan salah satu pemilik acara di stasiun televisi justru menemui seseorang yang sudah lama ia cari.
Seseorang yang hampir menjadi pacar sewaan Yuki, seorang pria yang seharusnya ia temui di restoran sebelah cafe favorite-nya untuk dibawa namun ternyata salah orang dan kini ia berusaha membongkar kebenaran yang seharusnya menjadi rahasia mereka bertiga.
Menemui Ali, real Ali.
Semula Ily berpura-pura menjadi client untuk menyewa jasa pria itu agar mau bertemu, setelah sepakat Ily mengajaknya bertemu di satu tempat yang ia pesan hanya untuk mereka berdua.
Ia berhasil membujuk Ali untuk menuruti perintahnya.
Kalian pasti tahu apa yang akan Ily lakukan pada Yuki dengan senjata barunya.
Tanpa diketahui siapa pun, Ily sudah mencari beberapa bukti untuk menghancurkan karier Yuki, karier yang bahkan ia sendiri bantu untuk mencapai puncak justru akan ia hancurkan hingga hancur berkeping-keping.
Bisa dijamin jika sampai hal itu terjadi, bukan hanya karier Yuki yang hancur tapi hatinya akan lebih hancur jika ia mengetahui siapa dalang di balik kehancuran kariernya itu.
Ily tidak akan mengerti arti tulusnya kasih sayang, ia hanya ingin balas dendam. Semua kebaikan yang dirinya tunjukkan pada Yuki hanya sebuah kepura-puraan. Tujuannya hanya satu, melihat keluarga Kato menjadi gunjingan orang banyak, mempermalukan keluarga yang ia anggap menjadi penanggung jawab atas penderitaan yang ayahnya rasakan.
Dan Al tidak akan bisa membantu Yuki untuk keluar dari masalahnya, Al akan dipastikan kembali ke Surabaya.
Rencana yang sempurna, disaat Yuki membutuhkan bahu untuk bersandar justru Ily yang akan merampas bahu itu dan menggantinya dengan pukulan yang menyakitkan saat semua terbongkar.
Sungguh Ily tidak sabar menunggu hari itu tiba, hari di mana ia menganggap kemenangan atas pengorbanannya.
" Gue capek pura-pura baik di depan lo Ki, gue pengen lo ngerasain gimana rasanya dibenci banyak orang yang dulu muji-muji lo dan suka sama lo. Lo harus ngerasain apa yang keluarga gue rasain setelah papa lo buat keluarga gue berantakan"
" Jangan panggil gue Emily Hartanto kalo gue nggak bisa buat keluarga lo hancur Ki "
Tbc