From Me To You [FIX YOU] - CO...

By pendairy

80.1K 4K 101

Ketika Cinta datang menyapa dan pergi tiba-tiba. Sebuah cerita tentang perjuangan seorang gadis yang bernama... More

Sekolah Menengah Atas [edited]
Cuma Teman [edited]
Hampir Kena [edited]
Kencan Dadakan [edited]
Baikkan [edited]
Tragedi Bioskop [edited]
Bolos dan Puncak [edited]
Bagi Rapot [edited]
Malaysia [edited]
Finally you're mine! [edited]
Story [edited]
Kecupan [edited]
Marahan [edited]
Anak Baru [edited]
Rena Ammalia [edited]
Gagal Paham [edited]
Masalah Baru [edited]
Putus [edited]
Pengakuan Adit [edited]
Kembali Lagi [edited]
First Kiss [edited]
Ulang Tahun [edited]
Pengumuman [edited]
Kepergiannya [edited]
Porposed [edited]
Harapan Yang Terkabul [edited]
Jepang [edited]
Dipertemukan Lagi [edited]
Air Mata Penyesalan [edited]
Ini Bukan Akhir Dari Kisah Kita [END] [edited]
Bukan Akhir
Extra 1 - Video Call
Extra 2 - Happiness!
New Story!
COMING SOON EXTRA!!

Kesempatan kedua [edited]

3.3K 199 0
By pendairy

a/n : fyi, semua karakter di cerita ini rata-rata childish jadi jangan heran ya kalo cowok-cowok pada klemar-klemer apalagi cewek-ceweknya, tapi terkadang mereka juga bersikap dewasa kok, itu juga kalo lagi gak sadar hehehe✌

~Happy Reading~

Nana tersenyum, hatinya terasa tenang begitu ia melihat siapa yang ada dihadapannya sekarang.

"Ferdi?" gumamnya.

"Anak kecil jam segini biasanya udah angkat kaki ke kasur, lo ngapain mejeng di trotoar malem-malem gini?"

"Gue gak mejeng kali. Gue lagi nunggu abang tukang ojek online tau." ujarnya.

"Tumben, emang motornya kemana?"

"Bannya bocor pas nganter Sarah tadi siang, belom sempet di bawa ke bengkel."

Ferdi mengangguk pelan. "Oh begitu." gumamnya. "Eh cil, boleh minjem hapenya sebentar gak?" pinta Ferdi begitu melihat Nana mengeluarkan ponsel dari dalam sling bag berwarna abu-abu muda miliknya.

"Buat apaan?" sahut Nana ragu saat ingin memberikan ponselnya itu.

"Udah sini, bentar doang kok," Ferdi langsung merebut ponsel tersebut dari tangan Nana. "Lo merupakan cewek yang paling beruntung karena dapet nomer telpon gue secara cuma-cuma dari sekian banyaknya cewek yang memohon-mohon demi dapet nomer gue. So, berbahagialah." ujarnya sambil mengetik nomernya.

"Balikin gak hape gue!" seru Nana sambil mencoba merebut kembali ponselnya.

"Wait, wait," ujar Ferdi yang masih asyik mengotak-atik ponsel milik Nana. "Nih, gue balikin." ucapnya sambil menjulurkan ponsel tersebut kepada pemilik aslinya.

Nana meraih ponselnya, kedua matanya langsung membulat sempurna begitu menemukan nama Ferdi di dalam kontak ponselnya. "Ih apaan nih? Pake tanda love segala, ish apa banget dah!" gerutunya.

"Biar semakin cinta," Ferdi terkekeh pelan saat melihat reaksi di wajah Nana. "Jangan diganti atau diapus nanti bisa baper beneran lho, ini serius." lanjutnya dengan raut wajah yang serius kemudian kembali terbahak.

Nana menaikkan sebelah alisnya, ia menatap aneh ke arah Ferdi. "Udah puas ketawanya? Masih kurang atau mau nambah lagi?"

Seketika Ferdi langsung terdiam, ia tersenyum kecut sambil berkata "Ini seriusan lho, gue cuma ngingetin aja. Ya gue gak mau repot aja nantinya kalo udah berurusan sama cewek, apalagi ceweknya secantik diri lo." Nana hampir saja melayangkan sebuah tendangan mautnya ke wajah Ferdi. Ia tidak bisa habis pikir, bagaimana bisa seorang Ferdi dengan pedenya berkata seperti itu.

"Mending gue aja yang nganter lo pulang. Udah jam segini, ntar lo dibawa kabur lagi sama tukang ojek."

"Bukannya lo yang mau bawa gue kabur?"

Ferdi tersenyum jahil. "Ih tau aja." ucapnya membuat Nana bergidik ngeri.

"Kan gue udah bilang kalo gue naik ojek. Lagian bentar lagi abangnya juga datang kok."

Nana kembali mengecek ponselnya. "Lah kok ke cancel sih?" ucapnya terkejut.

"Tadi gua yang cancel." Nana menoleh ke arah Ferdi yang sedang tersenyum tanpa dosa ke arahnya.

"Sumpah iseng banget sih jadi orang, nyebelin!" ketus Nana lalu mengerucutkan bibirnya.

Senyum di bibir Ferdi mengembang saat melihat kelakuan Nana yang menggemaskan bagi dirinya. "Sorry sengaja. Udah yuk mending lo cepet naik, mau dianterin gak?"

Nana menghela napasnya. "Iya iya." sahutnya pasrah, lagi pula lebih aman pulang bersama Ferdi, pikirnya.

Nana menaiki motor vespa hitam yang selama ini ingin ia coba naiki. Samar-samar Nana bisa mencium aroma cologne yang lembut namun tetap memiliki kesan maskulin dari hoodie hitam yang dikenakan Ferdi. Entah apa penyebabnya, jantung Nana mulai berdebar saat itu juga, punggung lebar Ferdi yang terekspos jelas di depan matanya, membuat Nana ingin sekali memeluknya dengar erat, walaupun itu adalah hal yang tidak akan mungkin terjadi.

"Pegangan ya mbak, nanti kalo jatoh saya yang repot apalagi jatohnya ke dalam hati saya hehehe" ucap Ferdi begitu menyalakan mesin motornya. Nana spontan langsung memegang ujung jok motor tersebut.

Dari balik kaca hitam helmnya Ferdi tersenyum, terlintas dipikirannya untuk menjahili gadis yang tengah diboncengnya. Ia menarik gas secara tiba-tiba, menambah kecepatan motornya hingga membuat tubuh mungil Nana tersentak kebelakang lalu berteriak karena terkejut. "Yang bener aja sih kalo bawa motor!" ucapnya lalu memukul punggung Ferdi.

Laki-laki yang terkena pukulan tersenyum puas,  sedangkan disisi lain, walaupun kesal Nana tak bisa menahan senyum dibibir tipisnya.

"Thanks ya, udah mau nganterin." kata Nana begitu turun dari verspa hitam milik Ferdi.

"Jadi rumah lo disini? Ini mah deket banget sama rumah gue." ucapnya.

Nana mengernyit. "Emang rumah lo dimana?"

"Tuh." Ferdi menunjuk ke arah gerbang putih tepat disamping rumah Nana.

Nana mengerjapkan matanya beberapa kali lalu menatap Ferdi dan rumah itu secara bergantian, haruskan ia merasa terkejut atau malah sebaliknya? Senang? Sepertinya tidak mungkin.

"Ha! Demi apa?"

Ferdi terkekeh pelan. "Telat." sahutnya lalu mengacak-acak rambut Nana dengan gemas. "Yaudah gih masuk sana, gue liatin dari sini, siapa tau jatoh kan bisa gue bangunin nanti." lanjutnya.

Nana mengerucutkan bibirnya sambil merapihkan kembali rambutnya. "Gak gak, gua gak percaya. Sejak kapan lo tinggal di sebelah? Itukan rumahnya Om Tyo," ujarnya. "Terus gue juga gak pernah liat lo kalo lagi main ke rumah itu."

"Iyalah gak pernah liat, orang gue baru pindah kemarin. Si Tyo itu Papa gue. Tadinya gue tinggal sama nyokap, tapi dia nikah lagi. Alhasil, gud dibawa deh kesini." jelasnya lalu tersenyum tipis. Tapi entah mengapa, Nana merasa kalau senyum Ferdi kali ini terlihat palsu saat memberitahu Nana tentang hubungan kedua orangtuanya.

Nana berdeham. "Be strong." gumamnya hampir tak terdengar.

Ferdi menatap lurus ke arah bola mata cokelat Nana. Tatapan gadis itu terasa nyaman dan juga teduh. Sudut bibir Ferdi kembali tertarik. Entah yang sudah yang ke berapa kalinya Nana membuatnya tersenyum hari ini. "Iyalah, secara kan super Ferdi." Ferdi menaik turunkan alisnya membuat Nana gemas dan ingin sekali menarik ujung alis laki-laki itu agar rasa percaya dirinya tidak terlalu over.

✈✈✈

Sarah mengerucutkan bibirnya begitu Nana berjalan mendahuluinya. Kaki Sarah yang panjang membuatnya mudah untuk menyusul langkah kaki Nana yang kecil.

"Nana!" teriaknya.

"Apasih Sa? Dari tadi ngerengek mulu ih kayak bocah , gak pantes tau." ketus Nana.

"Terus gue mesti gimana ngadepin Ado nanti." ujarnya panik setelah menceritakan kejadian di rumah Ado.

Nana memutar kedua bola matanya lalu menatap Sarah. Ia merasa kesal setiap kali teman-temannya mulai melibatkannya dalam soal asmara mereka. Padahal dirinya juga masih menjomblo saat ini, hiks. Nana menghela napasnya pelan. "Ya, bersikap kayak biasa aja Sa. Kan lo sendiri yang bilang kalau kalian cuma temen. Inget, TE-MEN."

Sarah membuang napasnya gusar. "Iya sih, tapi gue masih ngerasa awkward aja sampe sekarang. Coba aja lo bayangin kalo lo lagi diposisi gue saat itu."

"Kalo gue diposisi lo?" Nana bergumam sesaat. "Ya, bakalan gue terimalah ajakan Ado. Lagian Ado juga cowok baik-baik kok." ucap Nana.

"Iya gue tau dia emang anak baik, tapi," Nana menatap heran Sarah yang malah menggantungkan ucapannya. "Tapi apa?" tanya Nana.
"Ah, pokoknya gitulah. Lo gak bakal ngerti, Na" sahut Sarah.

"Ya. terus jelasin dong biar gue ngerti. Lo tau sendirikan otak gue itu rada lemot."

"Ya, pokoknya begitu." ujar Sarah terlihat kesal, ia melengos masuk ke kelas mendahului Nana yang terlihat bingung karena sikapnya.

"Kok malah dia yang ngambek sih." gumam Nana heran.

Ado melihat Sarah berjalan dengan langkah terburu-buru begitu memasuki kelas. Tak lama kemudian, Ado juga melihat Nana yang berjalan sambil menatap lurus ke arahnya. Ado bertanya-tanya, apa yang sudah terjadi dengan mereka. Nana hanya mengangkat kedua bahunya dan langsung duduk di bangkunya.

Nana melirik ka arah Sarah yang masih terlihat kesal, tiba-tiba saja ponsel disaku roknya bergetar. Pop-up Line kembali muncul di layar ponselnya. Nana menghela napasnya begitu melihat pesan masuk  dari seseorang yang tidak ia harapkan.

Erfan Adhyasa : Na

Erfan Adhyasa : Ada sesuatu yang pengen gue omongin. Please jangan ngindar lagi,  kita harus ketemu.

Erfan Adhyasa : Kita ketemuan di tempat biasa pas pulang sekolah. Gue bakal nunggu lo sampe lo dateng.

Erfan Adhyasa : Ini penting

Lagi-lagi Nana membuang napasnya dengan kasar, ia mengubah sinyal ponselnya ke mode Airplane. Ada apa dengan Erfan? Tidakkah seharusnya ia merasa malu karena telah menyakiti hati Nana waktu itu? Nana sudah muak, ia tidak ingin Erfan terus bersikap baik kepadanya saat ia sedang berusaha untuk melupakan Erfan.

"Stress gue, ih!" gumamnya sambil menempelkan pipinya di atas meja lalu memejamkan matanya.

"Lo kenapa, Na?" tanya Ado ikut menempelkan pipinya ke meja dan menghadap ke arah Nana yang masih terpejam.

Nana perlahan kembali membuka matanya, ia sedikit terenyak saat melihat Ado sedang menatapnya. "Gak-gakpapa kok, cuma pusing aja."

"Pusing gara-gara apaan? Gaya banget bocah." Ado mengangkat kepalanya begitu juga dengan Nana.

"Gara-gara yang disini, disini, sama yang disana." ujarnya.

✈✈✈

Bel pulang sekolah terdengar sangat nyaring bahkan sampai mendengung di telinga Nana. Sarah yang masih merasa kesal, langsung pergi begitu saja tanpa pamit terlebih dahulu kepada Nana.

Nana hanya mendesah pelan. "Jadi marahan gini." gumamnya.

"Cie berantem." goda Ado sambil menghampiri Nana lalu duduk di atas meja Nana.

"Besok-besok cuci muka dulu biar sadar gara-gara siapa gue sama Sarah jadi begini." ujar Nana kesal.

Ado mengerutkan dahinya. "Kok jadi cuci muka sih?" tanyanya dengan nada sok imut membuat Nana merasa mual saat mendengarnya.

"Bodo amat Do." Nana bangun dari bangkunya sambil menyandang ranselnya. "Gue balik, bye!" ucapnya.

Nana menelusuri lorong sekolahnya lalu menuruni satu persatu anak tangga sekolahnya. Langkahnya perlahan terasa berat ketika kakinya mulai memasuki wilayah parkiran sekolah. Kini pikirannya dipenuhi dengan pesan Erfan tadi. Ia melirik ponsel ditangannya yang  kembali bergetar karena panggilan masuk dari Erfan yang sudah ke enam kalinya.

✈✈✈

Ferdi bersenandung kecil begitu ia keluar dari kelas. Ia tersenyum begitu mata elangnya menangkap sosok gadis yang akhir-akhir ini menarik perhatiannya tengah menuruni tangga seorang diri. Segelintir niat jailnya kembali muncul, ia  berjalan mengendap-ngendap mendekati Nana dari belakang bermaksud untuk mengejutkannya. Namun, niatnya cepat-cepat ia urungkan begitu melihat nama Erfan di layar ponsel Nana.

"Na?" tegur Ferdi namun tidak direspon oleh Nana yang mungkin tidak mendengar suaranya itu atau memang sedang tidak ingin ditegur olehnya. Ferdi menatap heran Nana yang tiba-tiba saja berlari menuju parkiran.

Rasa penasaran kembali menyelimuti Ferdi hingga ke ubun-ubun. Ia memutuskan untuk mengikuti Nana secara diam-diam. Dia ingin tahu masalah apa yang membuat Nana terlihat sangat cemas dan apa hubungan Nana dengan laki-laki yang tadi meneleponnya. Ferdi membuntuti motor Nana dari belakang dengan jarak yang tidak begitu jauh. Rasa khawatirnya sedikit hilang begitu mengetahui motor Nana memasuki wilayah komplek perumahannya. Sesampainya di pertigaan, Nana mengambil jalur kanan bukan jalur kiri yang mengarah kerumahnya.

"Mau kemana lagi?" gumam Ferdi bingung.

Nana menghentikan motornya begitu sampai di taman komplek perumahan. Kedua bola mata Ferdi bergerak memperhatikan Nana dari kejauhan.

"Fan!"

Ferdi bisa mendengar Nana memanggil nama seorang laki-laki yang tengah terduduk di atas ayunan dari balik semak-semak tempat ia bersembunyi.

Erfan tersenyum begitu melihat Nana tengah berlari menghampirinya. "Gue tau lo pasti dateng Na."  ujarnya begitu Nana sudah ada dihadapannya.

Nana mengatur napasnya yang sempat tidak stabil karena ia berlari. "Udah cepetan, mau ngomong apa?" tanyanya masih dengan tampang jutek andalannya.

"Na, lo masih marah ya? Kejadian waktu itu-"

"Bukannya waktu ketemu di Mall udah kita bahas Fan? Emang belum jelas juga? Harus pake teori apa sih gue ngejelasinnya biar lo ngerti." sela Nana yang hendak pergi meninggalkan Erfan karena bosan dengan topik masalah yang selalu diolok-olokkan setiap kali bertemu.

Tangan Erfan meraih lengan Nana, mencegah gadis itu agar tidak pergi. "Na, dengerin gue dulu!" Erfan beranjak dari ayunan lalu menggenggam kedua tangan Nan. "Please, kali ini lo gak boleh pergi sebelum dengerin semua penjelasan gue."

"Apa lagi yang mesti gue dengerin sih? Semuanya udah jelas kok dimata gue!"

"Na. Please, sebentar doang kok," pinta Erfan.

Nana menatap Erfan yang terus memohon kepadanya, sampai akhirnya Nana pun mengiyakan untuk mendengar penjelasan dari Erfan. Nana menarik tangannya dari genggaman. "Yaudah gue dengerin, cepetan ngomongnya." Erfan tersenyum puas ke arah Nana.

"Sebelumnya gue minta maaf udah nyakitin lo. Terus, gue juga minta maaf soalnya udah ngediemin lo selama dua minggu sebelum kita putus waktu itu. Alesan kenapa gue ngediemin lu, karena emang gue udah bosen sama hubungan kita yang gitu-gitu aja, terus-"

"Bosen? Gitu-gitu aja kata lo?" Nana memotong pembicaraan Erfan.  Nana membuang napasnya dengan kasar. "Bego banget gue berpikir kalo dulu itu adalah moment yang bahagia. Bosen ya? Enteng banget mulut lancang lo itu."

"Na, dengerin gue dulu. Oke emang gue salah, waktu itu kita juga masih kecil Na. Saat itu gue belum ngerti apa yang namanya cin-"

"Oh, jadi sekarang udah ngerti gitu? Terus lo mau pamer ke gue kalo lo udah ngerti sekarang? Maksud lo apa sih Fan?"

"Engga Na! Sekarang gua nyesel dan gue pengen kita kayak dulu lagi."

Nana menatap tajam ke arah Erfan "Kayak dulu?" Nana berdecak kesal. "Gue gak salah denger kan? Tadi lo bilang kalau hubungan kita cuma gitu-gitu doang dan sekarang lo minta balikan? Mau lo apa sih Fan?"

"Na, kali ini gue serius. Semenjak kejadian itu gue masih belum bisa ngelupain lo. Please, kasih gue kesempatan sekali lagi. Gue janji bakal bersikap lebih baik dari sebelumnnya." Erfan meraih kedua tangan Nana lalu menatap gadis itu dalam-dalam.

"Na, please kasih gue kesempatan lagi. Gue bakal serius kali ini." ujurnya sekali lagi mencoba untuk meyakinkan Nana.

Nana melihat pancaran tulus dari kedua mata Erfan kali ini. Ia ingin sekali kembali seperti dulu, pikirnya. Namun, hatinya menolak keinginannya tersebut. Entah bagaimana, tiba-tiba saja bayangan Ferdi terlintas dipikirannya, dan itu membuatnya benar-benar bingung dengan kemauan hatinya.

"Fan," panggil Nana dengan nada yang lembut. "Gue udah capek begini terus. Masalah kita tuh kayaknya gak selesai-selesai," Nana menghela napasnya sebelum ia melanjutkan perkataannya. "Fan, kalo boleh jujur gue juga mau kembali kayak dulu lagi, tapi sekarang udah gak bisa," ujarnya. "Kesempatan? Oke, gue bakal kasih lo kesempatan itu, kesempatan dimana lo bisa jadi temen gue bukan pacar gue."

Nana melepaskan tangannya dari genggaman Erfan, lalu pergi meninggalkan Erfan yang masih terdiam diposisinya.

Ferdi yang melihat Nana berjalan meninggalakan Erfan langsung berlari meninggalkan tempat itu juga.

✈✈✈

Sudah setengah jam, Ferdi menunggu Nana di depan gerbang rumah gadis itu. Tak lama kemudian dari kejauhan ia bisa melihat Nana melintas dengan motor putihnya itu. Ferdi terkejut saat melihat kedua mata Nana yang sedikit bengkak.

Pasti abis nangis nih anak.

"Kok baru pulang?" tanyanya begitu Nana turun dari motor untuk membuka gerbang rumah.

"Gue masuk dulu, Kak." sahut Nana singkat.

Ferdi mengerjapkan matanya beberapa kali saat mendengar Nana memanggilnya dengan sebutan 'Kak'. Rasanya sedikit aneh saat mendengar Nana memanggilnya seperti itu.

"Tuh anak kenapa lagi?" gumam Ferdi heran sambil memperhatikan Nana yang sibuk memasuki motornya ke dalam rumah.

"Jangan panggil gue kakak, gu-gue jadi tergoda." teriaknya sebelum Nana benar-benar menutup rapat gerbang berwarna hitam itu.

-TBC

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.9M 329K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
7M 293K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
1.5M 129K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...