26 Days : Koi of Love [COMPLE...

بواسطة MRX-CLAY

88.2K 4.8K 306

Demi perasaan cintanya, ia mencoba peruntungan selama 26 hari. Sebuah mitos yang belum tentu ketepatannya, ta... المزيد

Prolog
1st Day : Abadi
2nd Day : Bebas
3nd Day : Cahaya
4th Day : Demam
5th Day : Embun
6th Day : Firasat
7th Day : Gunung
8th Day : Hinata
9th Day : Ingatan
10th Day : Jujur
11th Day : Kalah
12th Day : Lahir
13th Day : Magatama
14th Day : Naruto
15th Day : Obat
16th Day : Pacar
17th Day : Queen
18th Day : Rival
19th Day : Surat
20th Day : Tragedi
21th Day : Usai
22th Day : Vas
23th Day : Warna
24th Day : Xenophobia
25th Day : Yakin
Cerita Baru

26th Day : Zaman

3.6K 187 23
بواسطة MRX-CLAY

Di hari terakhir ini, apa yang akan terjadi ya?

◐ 26 Days : Koi of Love ◐

"Ugh." Hinata mengerang, secara perlahan matanya mulai terbuka. Sinar mentari yang melewati celah jendela, membuatnya terbangun dari tidur pulasnya. Melihat sekitar, kamar yang begitu asing baginya. Ini bukan kamarnya, ini kamar Naruto! Kaget, bukannya kaget karena saat terbangung ia berada di sini dan berada di kasur yang empuk. Padahal seingat Hinata, ia bersama dengan Naruto di ruang tamu sedang membicarakan hal yang penting. Lupakan itu, mungkin pembicaraan pentingnya sudah selesai dan itulah yang membuat Hinata ada di sini sekarang.

Melihat selimut yang terbalut di badannya, mencium aroma Naruto yang melekat pada selimut Naruto, membuatnya merasa sangat bahagia. Pagi-pagi sudah disuguhi aroma khas Naruto, mungkin rasanya akan seperti ini kalau tinggal satu atap. Naruto itu orang yang sangat baik, makanya Hinata menyukainya. Tapi, selama Hinata tidur di kamar Naruto, Naruto sendiri tidur dimana!? Langsung saja Hinata melompat turun dari kasur itu, ia tidak menyadarinya sama sekali. Hinata melihat jam dinding, ini memang sudah waktunya untuk bangun dan melakukan aktivitas hari ini. Tapi kalau seperti ini, sama saja Hinata tidak menjadi tamu yang baik. Masa tuan rumahnya sendiri malah tidur di luar kamar? Untuk menjadi tamu yang baik dan membalas budi semua kebaikan tuan rumah, ada baiknya kalau Hinata sebagai tamu menyiapkan sarapan untuk dimakan.

Keluar kamar Naruto, Hinata mendapatkan sosok Naruto yang sedang tidur di sofa. Nyenyak sekali tidurnya, ternyata semalaman Naruto tidur di sana. Hinata tidak tega membangunkan Naruto, karena Naruto sangat pulas. Padahal niat awalnya ia mau menyuruh Naruto untuk pindah ke kamar, tapi sepertinya memang tidak bisa. Sudahlah. Lebih baik langsung membuat sarapan sebelum tuan rumah bangun. Jadi kalau Naruto terbangun, aroma yang tercium duluan adalah makanan yang lezat.

Hinata masuk ke dalam dapur, dapur juga sudah terlihat bersih. Kira-kira ada bahan makanan apa saja yang bisa dimasak ya? Ia membuka kulkas, ternyata hanya ada bahan seadanya. Sebenarnya ia cukup kaget dengan keadaan dalam kulkas Naruto. Hanya ada telur tersisa dua butir, sayur bayam seikat, dan banyak sekali tumpukan mie instan. Naruto itu, kalau kebanyakan makan mie instan bakalan tidak sehat. Dalam pikiran Hinata, pasti setiap hari Naruto makan mie istan. Padahal 'kan mie tidak bisa hancur hanya dalam satu hari, tapi tiga hari atau malah lebih. Setelah dicari-cari juga, tidak ada persediaan beras sama sekali. Yah. Kehidupan seorang anak laki-laki dibawah umur yang tinggal sendiri tanpa orang tua, memang merepotkan. Di sinilah tugas Hinata sebagai seorang wanita dewasa untuk beraksi.

Telur ayam itu dikeluarkannya dari dalam kulkas, begitu pula dengan sayur bayam dan dua bungkus mie. Meski pada akhirnya akan makan mie juga, setidaknya untuk saat ini saja. Karena tidak ada persediaan beras, jadi penggantinya mie saja. Setelah ini Hinata harus peringatkan Naruto, makan mie setiap hari itu tidak bagus.

Masakan kali ini yang dimasak Hinata adalah mie telor sayur bayam. Dengan karbohidrat beserta lauk-lauknya, sarapan yang sederhana ini pun jadi. Aroma yang keluar dari makanan ini sampai ke ruang tamu, dan itu membuat hidung Naruto bergerak-gerak.

"Wangi apa ini?" gumam Naruto, tetap mengendus-endus mencari asal aroma tersebut. Matanya seketika terbuka, "Dapur!" serunya semangat dan langsung berlari menuju dapur setelah ia berdiri dari sofa.

"Waaah." mata Naruto berbinar melihat apa yang tertata di atas meja. "Mie telor sayur bayam, 'kan?" tanya Naruto melihat ke arah Hinata yang sedang melepas celemeknya. Ia menunjuk makanan yang tersedia di atas meja itu menggunakan jari telunjuknya.

"Iya, tapi maaf. Hanya itu yang dapat dimasak menggunakan bahan yang ada," Naruto terdiam mendengarnya, mungkin memang karena dirinya jarang belanja. Jadi bahannya sangat dikit, tidak dapat dimasak apapun. Mau masak juga gimana?

"Haha. Bangun-bangun sudah disuguhi makanan enak. Ayo makan!" tapi Naruto tidak mau ambil pusing, ia memang merasa bersalah. Harusnya kalau Hinata menginap, ia harus membeli bahan makanan dulu.

"Iya."

Makan dengan keheningan, sampai saat ini masih belum ada yang ingat tentang hari ke dua puluh enam. Belum ada yang mengingat tentang mitos, dan tentang gerhana matahari yang akan datang. Mungkin mereka lupa karena masih pagi.

"Naruto," disaat makanan dan minuman sudah habis, Hinata memanggil Naruto. Naruto yang sedang mengisi gelas dengan air kembali pun menengok ke Hinata, bertanya kenapa Hinata memanggilnya.

"Kurangi jatah mie ya," langsung saja Hinata mengutarakan isi hatinya.

"Kenapa?"

"Itu tidak sehat," Hinata tidak mau Naruto jadi sakit karena makan mie terus. Setidaknya daripada beli mie, lebih baik beli masakan jadi di warung makan terdekat. "Setidaknya biasakanlah makan makanan yang bergizi." lanjut Hinata.

"Yah. Orang sepertiku 'kan tidak bisa masak. Hanya bisa yang instan-instan saja," menanggapi ucapan Hinata, hanya ini yang dapat diucapkan oleh Naruto. Tidak mungkin Naruto diam seribu bahasa, setidaknya ini memang faktanya.

"Tapi kalau seperti itu terus..." melihat Hinata yang sangat memaksanya, membuat Naruto tidak tahan. Memang makan mie instan terus tidak bagus untuk tubuh, apalagi bagi seorang Naruto yang selalu membutuhkan tenaga dalam kehidupannya. Tapi selama ini ia selalu makan mie, belum pernah ada yang namanya penyakit datang pada tubuhnya. Setidaknya, untuk menghilangkan rasa khawatir Hinata.

"Iya-iya, aku akan mencoba merubah pola makannku." tidak buruk juga kalau tiba-tiba berubah, namanya juga untuk kesehatan.

"Sungguh?"

"Nasi, 'kan?" Hinata mengangguk, seorang manusia itu memang membutuhkan nasi untuk kesehatannya. Kalau tidak ada, dapat diganti dengan karbohidrat yang lainnya, tapi bukan mie juga.

"Iya, nanti aku akan beli beras. Tapi nanti Hinata yang masakin ya? Aku tidak bisa masak. Nanti beras yang kumasak malah jadi arang atau jadi bubur lagi." sudah begini, Naruto malah tawar-tawaran. Sudah diperingati Hinata, malah meminta tambahannya.

"Apa?" tapi Hinata malah tidak mengerti. Tidak mungkin bisa masak setiap hari, 'kan? Ke rumah Naruto saja jarang, apalagi masak setiap hari. Mungkinkah Hinata harus mengajarkan Naruto bagaimana caranya memasak?

"Menginap di rumahku setiap hari?"

"Eh? Itu tidak mungkin, ayah pasti..."

"Kalau gitu kita menikah yuk."

"Eh?!"

Sekarang Hinata tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Apa ucapan Naruto itu tidak terlalu jauh? Hinata tidak tahu, pembicaraan Naruto itu serius atau tidak. Hinata tidak tahu siapa yang disukai oleh Naruto, tapi kenapa Naruto malah membicarakan hal seperti itu pada Hinata? Kalau seperti ini, bisa-bisa Hinata malah berharap. Tapi 'kan Hinata belum tahu orang yang disukai Naruto siapa. Kalau sedikit berharap, tentu saja boleh, 'kan?

"Kalau sudah jadi istriku, kau akan selalu bersama denganku, 'kan?" Naruto senyum-senyum sendiri, tapi senyuman itu memudar karena mengingat satu hal. "Tapi tidak mungkin 'kan ya? kalau itu benar-benar terjadi, pasti sangat menyenangkan. Ah! Sudahlah! Ayo kita beres-beres, habis itu langsung siap-siap ke sekolah. Ini hari yang selama ini kau tunggu, 'kan?" merapikan piring-piring, dan menghilang dari pandangan Hinata. Naruto masuk ke dapur untuk mencuci piring kotor, juga untuk melupakan kejadian yang terjadi tadi.

'Itu, maksudnya apa?'

Sepuluh menit cuci piring, Hinata juga ikut membantu. Agar lebih cepat selesai, dan dapat menonton berita pagi yang akan datang. Meski seperti ini, tidak boleh ketinggalan berita dong. Semua orang itu harus update, jadi tidak ketinggalan zaman.

"Berita pagi ini. Hari ini akan terjadi Gerhana Matahari seperti yang diberitakan beberapa hari yang lalu. Bagi yang berada di luar rumah, diharapkan berhati-hati dalam melangkah. Kami tidak dapat memastikan jam berapa terjadinya gerhana tersebut, tapi setidaknya sediakan payung sebelum hujan. Seperti peribahasa tersebut, sebaiknya bawalah alat-alat yang diperlukan. Sekian berita pagi ini."

Naruto dan Hinata serius mendengar berita pagi yang barusan disampaikan. Kali ini tentang gerhana matahari juga, ini memang harus sedikit diwaspadai. Karena kalau terjadi gerhana matahari, bagian tertentu bumi akan gelap gulita. Meski saat itu siang hari, tiba-tiba akan gelap.

"Wah. Tidak disangka hari ini terjadi juga."

Inilah yang ditunggu-tunggu keduanya. Gerhana matahari, adalah salah satu pendukung mitos tersebut. Pertemuan antara bulan dan matahari, yang menjadi salah satu dari lambang koi hitam dan putih. Pertemuan antara bulan dan matahari, dapatkah mempertemukan sepasang koi itu? Apakah cinta Hinata akan terbalas?

"Iya, hari ini akhirnya terjadi juga."

˚°◦ ◦°˚ ◐ 26th Day ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Nah. Hinata, akhirnya sampai juga kita. Tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda akan terjadinya gerhana matahari." di gerbang sekolah, Naruto menghentikan langkah untuk melihat-lihat suasana sekolah. Sekolah terasa sepi, itu sudah pasti. Kemungkinan saja, banyak yang berdiam diri di rumah. Di siang hari seperti ini, kalau terjadi gerhana matahari sudah pasti akan sangat gelap gulita. Siapa sih yang siang hari menyalakan lampu? Sudah pasti tidak ada. Jadi tidak ada yang mau ambil risiko, semuanya ambil aman saja.

Naruto menatap langit sekilas, matahari sudah tepat di atas kepala. Daripada berlama-lama di depan gerbang dan kepanasan, akhirnya Naruto dan Hinata masuk ke dalam sekolah. Untungnya kunci gerbang sekolah hilang ya, jadi bisa bebas masuk keluar sekolah kapan saja.

Sekarang keberadaan mereka sudah berada di samping kolam, melihat koi putih yang sedang berenang sambil makan. Beberapa menit lalu, Hinata baru memberikan makan pada koi putih tersebut. Persediaan makanan ikan yang dibeli saat itu pun, sudah sangat menipis. Pas sekali untuk memberi makan koi hitam. Ternyata takaran Hinata di awal saat membeli makan ikan sangat tepat.

"Akhirnya, sebentar lagi perasaanmu akan terbalaskan."

Hinata mengangguk, ia tidak pernah menyangka hari ini terjadi juga. Melewati hari-hari yang menyedihkan maupun yang menyenangkan. Apalagi hari terakhir ini, ditemani oleh Naruto juga. Rasanya, setiap Hinata melakukan peruntungan mitos ini, Naruto selalu ada di sampingnya. Meski tidak selalu sering, tapi setiap hari Naruto menemaninya.

Yang tidak Naruto mengerti, kalau perasaan Hinata akan terbalaskan saat itu juga, harusnya ada orang yang disukai Hinata di dekatnya. Tapi kenapa ini tidak ada? Selama perjalanan ke kolam koi, tidak ada orang sama sekali yang dilihat olehnya. Bukan itu juga sih yang dipikirkannya, hanya saja peran Naruto sudah benar-benar berakhir. Waktunya untuk mengatakannya pada Hinata.

"Kalau sudah begitu, kita tidak bisa bersama lagi ya?"

Eh? Kok begini? Kalau tidak bersama lagi, berarti tidak akan pernah berada dekat dengannya dong. Kenapa begitu? Tapi bukannya memang begitu yang harus dilakukan oleh Naruto?

"Ke-napa?"

"Mana mungkin ada seorang pria yang membiarkan pria lain, mendekati pacarnya." senyuman paksa yang keluar dari dalam diri Naruto, membuat Hinata terdiam. Hinata tidak tahu kenapa Naruto berkata seperti itu. Padahal, Hinata tidak mau berpisah dengan Naruto. Meski suatu saat Hinata akan memiliki pacar, tapi ia tidak mau jauh-jauh dengan Naruto. Tapi 'kan, Hinata maunya Naruto yang menjadi pacarnya.

"Oleh sebab itu, jika itu terjadi, aku akan menjauhimu."

"A-apa yang Naruto katakan?"

Hinata tidak mau ini terjadi, ia tidak mau dijauhi oleh Naruto. Kenapa Naruto berkata seperti itu? Padahal yang disukai Hinata itu Naruto, bukan pria lain. Jadi tidak ada alasan untuk menjauhi Hinata, 'kan? Naruto tidak membenci Hinata, 'kan? Tapi kenapa mau menjauhinya? Ia tidak mau, ia tidak mau Naruto menjauhinya.

"Aku tidak mau mengganggu hubungan orang."

Kesalapahaman ini, harus diselesaikan. Hinata tidak mau kalau sampai perkataan Naruto itu benar-benar terjadi. Ia tidak mau berpisah dengan Naruto, setelah bersama dengannya sekian lama. Kalau memang berpisah, itu rasanya akan berat sekali. Ia tidak mau, hubungan ini berakhir hanya gara-gara hal itu saja.

"Tapi..." kesalapahaman ini harus segera diselesaikan.

"Yah. Memang mungkin aku sedikit berlebihan mengatakan ini. Tapi..."

"Yang kusukai itu..." tidak boleh terus berlanjut, agar semuanya berjalan dengan lancar.

Syuuung. Matahari dan bulan terus saja bergerak.

"Kita memang tidak bisa bersama selamanya. Maafkan aku, aku tidak dapat memenuhi surat yang waktu itu. Keinginanku, tidak akan dapat terwujud."

Diam. Hinata tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Tidak dapat memenuhi tulisan yang berada di surat waktu itu ya? Selama bersamanya? Tidak dapat terwujudkan? Kenapa? Selama mau berusaha, pasti bisa, 'kan? Ia mau, ia mau selalu bersama dengan Naruto selamanya. Itu pasti akan terwujud.

"Kita..."

Sudah cukup! Hinata tidak mau mendengarnya lagi, ia tidak mau kalau itu sampai terjadi. Hatinya sakit, memikirkan bagaimana rasanya tidak ada Naruto di kehidupannya. Ia tidak mau, ia tidak mau kalau bukan Naruto. Karena, "Aku suka kamu, aku suka Naruto." perasaan yang sekian lama terpendam akhirnya terungkap juga. "Maafkan aku, hiks... Aku tidak mau berpisah denganmu, kumohon jangan menjauhiku. Jangan membenciku," Hinata sudah tidak sanggup, hatinya seperti terbakar. Mendengar kata-kata Naruto, berpisah. Ia tidak mau.

"Apa yang kau katakan? Aku, tidak salah dengar?"

Dzigh.

Waktunya sudah tiba, gerhana matahari. Gelap, tidak ada yang dapat melihat. Siang hari dimana tidak ada yang menyalakan lampu, membuatnya sangat gelap. Inilah saatnya, perubahan diantara keduanya.

"Aku... Dari dulu aku hanya menyukai Naruto," menangis di kegelapan, mendengar suara-suara berisik orang-orang karena panik akan kegelapan ini. Belenggu, seperti terbelenggu dalam kegelapan.

"Hinata! Kamu dimana?"

Dalam kegelapan, Naruto mencari keberadaan Hinata. Ia tidak percaya, sangat tidak percaya bahwa orang yang disukai Hinata adalah dirinya. Selama ini, Hinata tidak pernah menunjukannya. Hinata sama sekali tidak memberikan isyarat bahwa Hinata menyukainya. Bukannya tidak memberikan isyarat, hanya saja itu terjadi karena Naruto tidak peka. Naruto menyesal karena sudah berkata seperti itu, pasti itu sangat menyakitkan bagi Hinata. Isakannya sangat terdengar, tapi ia tidak dapat menemukan keberadaan Hinata. Di kegelapan ini, bukan mata yang melihat, tapi hanya hati yang dapat melihatnya.

"Hinata!" ia menemukannya, ia dapat merasakannya. Perasaan kami sama, bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan saja. "Aku, juga menyukaimu Hinata. Maafkan aku, selama ini aku tidak menyadarinya. Maafkan aku karena membuatmu menangis, maafkan aku." sebuah keajaiban, yang telah terjadi.

Pats.

Keduanya, telah dipertemukan.

"Naruto yakin?" isakan tangis yang menghilang, berubah menjadi perasaan yang nyaman.

"Iya,"

"Perasaan kita sama ya? Bagaikan mimpi saja," senyuman yang merekah di kegelapan, ditemani dengan seberkas cahaya kecil.

"Eh? Lihat itu."

Mata yang terpaku melihatnya, dalam pelukan hangat.

"Ikan koinya, keluar bersama?"

Sepasang koi yang keluar bersamaan, saat gerhana matahari tiba. Matahari dan bulan bertemu, sebagian dunia menjadi gelap. Hanya kolam koi saja, yang terlihat bercahaya karena sinar dari sepasang ikan. Keduanya, telah dipertemukan. Peruntungan yang menjadi kenyataan. Itu memang sebuah mitos yang nyata, 'kan?

"Mereka kelihatan senang sekali."

˚°◦ ◦°˚ ◐ Zaman ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Jadi, mau ya jadi pacarku?" dengan malu-malu, Naruto mengutarakan keinginannya. Jadi pacar Hinata. Melihat Hinata yang mengangguk dengan malu-malu, benar-benar membuat perasaan bahagianya meluap keluar. "Yahuuu.!" dan tanpa sadar, ia memeluk Hinata.

Dalam hitungan detik pula, ia lepaskan pelukan itu. "Ah! Maaf." menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal, Naruto merasa malu dengan perlakuannya sendiri, bahkan sampai memalingkan wajahnya.

Kembali melihat Hinata, "Apakah kamu merasa risih kalau kupeluk?" tanya Naruto was-was, mendapatkan gelengan dari Hinata, ia jadi ambil kendali. "Boleh kupeluk?" tanyanya kembali. Padahal belum lama ini ia memeluk Hinata, tapi rasanya mau memeluknya lagi. Ah, rasanya nyaman sekali saat memeluk Hinata, lembut banget. Tapi sebelum memeluk, malah ada keinginan lain yang diinginkan Naruto. "Boleh kucium?" dan inilah yang ingin dilakukan Naruto tanpa menunggu persetujuan dari Hinata.

Proses mencium, 3 cm.

3 cm.

2 cm.

"Tidak!" didorongnya badan besar Naruto, dan lari dari hadapannya.

"Eh? Kok begitu? Hinata. Jangan kabur!"

Perasaan yang melewati berbagai rintangan, bagaikan abjad A sampai Z. Perasaan ini akan selalu abadi, sepanjang zaman.

PLUNG.

Sudah waktunya bagi sang koi, untuk kembali melaksanakan tugasnya.

◐ The End ◐

-Omake-

Di sebuah perdesaan, tepat di kaki gunung terdapat sekolah yang terkesan kuno. Di sanalah terdapat sebuah mitos yang dapat dipastikan keberadaannya, sepasang koi, hitam, putih, dan perasaan yang begitu dalam.

"Jika memberi makan sepasang koi selama dua puluh enam hari, dan melihat koi itu muncul secara bersamaan. Maka cintamu, akan terbalas. Itulah bunyi mitosnya, sangat menarik 'kan, kak?" anak gadis ini, melihat sekolah tua yang masih berdiri dengan tegaknya. Membentangkan tangannya seakan ingin terbang ditemani dengan angin malam yang berhembus lumayan kencang sebagai pendukungnya.

"Himawari. Kita baru sampai di desa ini, kamu malah menarikku ke sekolah tua ini dan membicarakan mitos yang belum tentu benar itu. Seharusnya kita itu rapi-rapi membantu tou-san dan kaa-san," sang kakak, Boruto Uzumaki. Saat ini sedang menasihati adik perempuannya yang nakal, Himawari Uzumaki.

"Ih. Kak Boruto gimana sih? Mitos ini 'kan yang mempersatukan kaa-san dan tou-san!" dengan wajah cemberutnya, Himawari merasa kesal dengan tanggapan sang kakak. Padahal 'kan asal mula mereka ada di sini sekarang karena mitos itu. Tidak peduli pada kakaknya, "Sekarang dimana posisi dan letak kolam sepasang koi itu ya?" dengan semangat yang kembali meluap, Himawari berlari menjauhi kakaknya. Ia berniat mencari dimana letak kolam sepasang koi yang menjadi legenda itu. Tapi sayangnya, gerbang sekolah terkunci dengan ketat.

Sebelum itu terjadi, Boruto menahan Himawari. "Sudahlah. Ayo pulang," ia paling malas berurusan dengan hal yang merepotkan. Mitos atau apalah itu? Lupakan saja.

"Kakak gak seru nih. Padahal mitos ini berhubungan dengan cinta lho! Kakak gak mau apa cinta kakak terbalas?!"

"Terserah."

Pasrah, Himawari hanya dapat melaksanakan apa keinginan kakaknya. Memiliki seorang kakak seperti Boruto itu memang sedikit merepotkan. Pasti kalau ada sedikit saja masalah, sikapnya langsung seperti itu. Padahal sikap Boruto itu sebenarnya seperti sang ayah yang sangat dikagumi olehnya.

'Pasti ini terjadi karena perasaan Kak Boruto yang belum tersampaikan tapi sudah harus berpisah dengannya.'

"Berisik."

Himawari tercengang, "Apa?" tanyanya tidak percaya mendengar komentar kakaknya barusan. Berisik apaan? Himawari tidak bicara apapun ke kakaknya, 'kan? Ia hanya bicara di dalam hati, tapi kok?

"Itu tidak sesuai dengan apa yang kau pikirkan,"

Krik. Krik.

Diam seribu bahasa, bahkan sampai suara hewan malam terdengar begitu jelas.

"Kakak membaca pikiranku ya?!"

Tidak lama setelah kejadian itu, Himawari dapat omelan dari Boruto karena suaranya yang besar. Meski begitu, mereka sampai di rumah dengan selamat. Padahal baru beberapa jam mereka di sana, tapi rasanya mereka dapat mengenal liku-liku desa dengan gampang.

"Kami pulang."

"Selamat datang, habis dari mana?" Hinata datang menyambut kepulangan anak-anaknya, ia membersihkan piring-piring yang baru dikeluarkan dari dalam dus. Ia menanyakan tujuan yang dikunjungi anak-anaknya tadi.

"Sekolah! Tapi gerbang sekolah terkunci, jadi tidak bisa masuk deh." seru Himawari semangat, tapi sedikit kecewa juga.

"Sekarang sudah ada kuncinya ya?"

Tidak mengerti kata-kata ibunya, memangnya dulu tidak ada kuncinya? Sudahlah, lupakan saja.

Naruto yang baru keluar dari calon dapur pun menyambut kepulangan buah hati tercinta. "Tidak sabar masuk sekolah baru ya?" tanyanya sambil memegang palu untuk memantek paku.

"Iya."

"Aku ke atas dulu ya,"

Orang tua yang bingung melihat Boruto diam seribu bahasa dan tiba-tiba pergi ini bertanya. "Boruto kenapa?" tanya Naruto khawatir. Sepertinya ada pikiran yang mengganjal dalam otak Boruto, sehingga ia jadi seperti itu.

"Tadi Himawari cerita ulang tentang mitos itu,"

Mendengar ini, Naruto dan Hinata saling pandang. Mereka tersenyum, "Hoo." dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

'Jika memberi makan sepasang koi selama dua puluh enam hari, dan melihat koi itu muncul secara bersamaan. Maka cintamu, akan terbalas.'

Boruto menaiki tangga dengan tidak tenang, "Bodoh. Siapa yang percaya mitos seperti itu? memangnya aku perempuan yang dengan gampangnya percaya dengan mitos!?" serunya frustasi, mengacak-acak rambutnya.

Terdiam, mengingat kejadian lalu.

'Pasti aku akan kembali ke sini lagi. Sampai saat itu tiba, kau mau menungguku, 'kan?'

'Aku akan menunggumu.'

Kenangan terakhir dengannya.

"Cinta akan terbalas ya?'"

Nah, siapa berikutnya yang mau mencoba peruntungan mitos ini? Tidak ada yang tahu.

Wuhuuu update chap terakhir tengah malam...
Gimana sama endingnya??? Maaf ya kalau belum memuaskan...
Next story kira kira couplenya siapa ya?

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

174K 9.3K 44
[𝑪𝑶𝑴𝑷𝑳𝑬𝑻𝑬𝑫]✔ ❝Highest rank : #1 Boruto [01/07/20] #1 Sarada [24/07/20] #2 borusara [16/08...
1.1M 58.4K 101
Indonesia : Disclamer : Semua Komik Ini Bukan Buatan Saya, Melainkan Komik Buatan Para Fans SaiIno (Yang Saya Tidak Tahu, Siapa Pemiliknya), Yang Say...
16K 2.5K 25
Semuanya berawal dari casino mewah di daerah Macau. Yuna tidak tahu bahwa dia akan bertemu dengan salah satu bandar casino terbesar di Asia Pewaris k...
11.4K 516 15
Bagi yang ingin memperbanyak kosakata bahasa korea... [Tap Here] Indonesia » Hangul [Romanization]