26 Days : Koi of Love [COMPLE...

By MRX-CLAY

88.2K 4.8K 306

Demi perasaan cintanya, ia mencoba peruntungan selama 26 hari. Sebuah mitos yang belum tentu ketepatannya, ta... More

Prolog
1st Day : Abadi
2nd Day : Bebas
3nd Day : Cahaya
4th Day : Demam
5th Day : Embun
6th Day : Firasat
7th Day : Gunung
8th Day : Hinata
9th Day : Ingatan
10th Day : Jujur
11th Day : Kalah
12th Day : Lahir
13th Day : Magatama
14th Day : Naruto
15th Day : Obat
16th Day : Pacar
17th Day : Queen
18th Day : Rival
19th Day : Surat
20th Day : Tragedi
21th Day : Usai
22th Day : Vas
23th Day : Warna
25th Day : Yakin
26th Day : Zaman
Cerita Baru

24th Day : Xenophobia

2.5K 150 4
By MRX-CLAY

Pagi ini, saat aku baru sampai di sekolah. Aku melihat Naruto bersama dengan seorang anak kecil manis, yang bernama Himawari. Dia sangat mirip denganku, mengingatkanku akan diriku yang dulu. Dirinya yang memiliki xenophobia, membuatnya menjadi anak yang penakut. Xenophobia itu benar-benar hal yang merepotkan.

◐ 26 Days : Koi of Love ◐

Naruto melihatnya dengan jelas, entah itu penampakan atau hantu yang melekat pada pohon di depan gerbang sekolah. Mungkinkah ini balasan karena gagal menyatakan perasaannya kemarin? Tidak, bukan itu. Dengan air mata yang bercucuran sambil meneriakkan kata "Mama" dengan suara yang keras. Dilihatnya yang ternyata anak kecil itu lekat-lekat, ternyata bukan hantu maupun penampakan. Dia hanya anak kecil yangs sedang teresat, dan sangat mengingatkannya akan Hinata yang dulu.

"Tidak bisa kubiarkan." mengingat semua kemiripan itu, membuat hatinya tergerak. Naruto langsung mendekati anak kecil itu, diberikannya senyuman terbaik yang pernah dikeluarkan olehnya. "Selamat pagi," sapa Naruto dengan suara yang diperlembut, supaya anak itu tidak ketakutan.

Anak kecil yang menangis itu langsung terdiam dan menengok ke arah Naruto. Dengan rasa yang begitu takut, anak itu makin keras menangisnya. Naruto yang bingung harus melakukan apa jadi gelagapan di tempat. Apa yang harus kulakukan!? Tanyanya mondar-mandiri sambil memegang kepalanya. Disaat seperti ini, hanya dewi penyelamat yang dapat menyelesaikan masalahnya.

"Lho, Naruto? Ada apa?" tanya Hinata. Hinata baru saja sampai di sekolah, tapi matanya malah melihat kejadian aneh yang menghentikan langkahnya.

"Dewi penyelamat!" seru Naruto dengan mata yang berbinar-binar, dan langsung saja berlari mendekati Hinata. Baru saja ia berpikir, tapi yang dipikirkannya sudah benar-benar datang. "Hinata! Tolonglah aku! Lihat anak kecil itu.!" serunya kembali sambil menunjuk anak kecil tadi.

"Anak tersesat?" tanya Hinata heran, ia melihat Naruto yang mengangguk. "Lalu kenapa tidak ditolong?" Hinata melihat Naruto lekat-lekat, biasanya Naruto akan langsung bergegas untuk menolong siapapun. Contohnya saat pertama kali Naruto dan Hinata bertemu. Saat itu Hinata jatuh, dan tidak ada siapa-siap di sana. Meski merasa ragu, Naruto tetap menolong Hinata dan diantarkannya Hinata sampai rumah. Tapi kenapa sekarang tersendat-sendat?

"Tadi aku sudah melakukannya, tapi saat aku mendekatinya, tangisannya makin kencang. Kupikir anak kecil itu memiliki xenophobia, jadi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dengan anak seperti itu." balas Naruto panjang lebar, tapi tetap saja Naruto tidak bisa membiarkannya. Tapi kalau didekati oleh Naruto lagi, nanti malah makin kencang tangisannya dari sebelumnya.

"Takut orang asing ya?" Hinata melihat anak kecil itu lekat-lekat, dan tersenyum tipis. "Biar aku saja," dengan langkahnya yang anggun, dengan senyumannya yang manis, Hinata akan mulai beraksi. Kalau seperti ini saja, biarkan Hinata yang membereskannya. Kalau Naruto? Tentu saja ia menyaksikannya dari kejauhan.

"Anak manis, kenapa menangis?" tanya Hinata dengan lembut, anak yang menangis itu pun menengok ke arah Hinata.

Merasa tidak terancam, anak itu menghentikan tangisannya. "Aku tersesat," jawabnya dengan sedikit isakan. Suara yang lembut itu, benar-benar membuat Hinata meleleh. Suaranya begitu imut!

"Mamamu dimana?" sedikit demi sedikit, Hinata melakukan pendekatan kepada anak kecil itu. Bertanya-tanya untuk memastikan di mana anak ini berasal.

"Kerja,"

"Lalu ke sini bersama siapa?" tanya Hinata kembali.

"Nenek,"

"Nenekmu siapa?" pertanyaan demi pertanyaan dikeluarkan olehnya, kali ini Hinata menanyakan pertanyaan yang pasti. Kalau anak kecil ini mengingat nama neneknya, sudah pasti Hinata akan mengantarkannya pada orang tersebut kalau ia mengenalnya. Tapi kalau tidak, dengan terpaksa Hinata harus membawanya ke petugas keamanan terdekat.

"Nenek Tsunade," jawaban ini telah membantu niat baik Hinata, ia akan menyerahkan anak ini kepada Tsunade yang merupakan kepala sekolah sekolah mereka. Untungnya Hinata kenal, jadi tidak perlu meninggalkannya sendirian.

"Kakak tahu siapa nenekmu, ikut kakak yuk." Hinata mengulurkan tangannya, tidak lupa tersenyum. Hinata melihat anak itu yang diam dan takut-takut, mungkin anak itu masih kurang percaya dengan Hinata. "Nama adik siapa?" tanya Hinata. Kalau tidak mengetahui nama seseorang, sama saja usaha kita untuk mendekatinya jadi sia-sia.

"Himawari,"

"Nama yang bagus," Hinata tersenyum kembali, ia julurkan kembali tangannya. "Himawari, kakak temani menemui nenek ya?" dengan ragu Himawari memikirkan pertanyaan Hinata, ia melihat uluran tangan yang terlihat lembut itu.

Dengan tenang pula, Himawari menerima uluran tangan Hinata. "Anak pintar," puji Hinata dan mengajak Himawari untuk jalan di sampingnya.

"Hei.! Jangan lupakan aku!" seru Naruto berlari menyusul Hinata dan Himawari yang mulai menjauh darinya.

Naruto cukup merasa iri, kenapa Hinata dapat diterima begitu saja ya? Apa jurus yang dilakukan Hinata untuk menghadapi anak kecil yang memiliki xenophobia? Penyakit takut akan orang asing yang tidak dikenal. Bahkan karena Himawari, Naruto sampai dilupakan oleh Hinata. Ia memang tahu, Hinata itu sangat menyukai anak-anak. Beruntung sekali kalau Hinata yang menjadi ibu dari anak-anaknya nanti, itu sudah pasti.

Sampai di ruang kepala sekolah, Himawari mendapatkan ocehan dari Tsunade. "Makanya kalau mau pergi-pergi itu kasih tahu nenek. Kalau ada orang jahat yang berniat menculikmu 'kan jadi gawat. Untungnya ada kak Hinata yang dapat mengatasi anak sepertimu. Tapi untungnya kamu selamat kembali sampai sini," oceh Tsunade panjang lebar, Tsunade benar-benar khawatir dengan keadaan Himawari. Apalagi ia tidak sadar kalau Himawari pergi jalan-jalan sendiri dengan xenophobia-nya itu.

"Terima kasih sudah membawa anak ini kembali pada saya. Himawari memang memiliki xenophobia, makanya dia jadi penakut seperti itu." Tsunade mengucapkan terima kasih pada Hinata karena berkat Hinata cucunya kembali padanya.

"Iya, tapi bukan karena saya saja. Naruto juga mencoba untuk membantu Himawari, tapi ia tidak tahu cara untuk mengatasi anak yang memiliki xenophobia seperti Himawari." jelas Hinata, karena kalau tidak ada Naruto, Hinata tidak akan melihat Himawari.

"Naruto? Dimana dia?" tanya Tsunade. Ia sama sekali tidak melihat sosok Naruto yang katanya ikut serta dalam kejadian ini di pandangan matanya.

"Di luar, karena saat Himawari melihat Naruto, dia jadi makin keras tangisannya." jawab Hinata.

Tsunade mengangguk-angguk, "Kalau begitu ucapkan terima kasih padanya juga ya." katanya kemudian.

Triiiing.

Keduanya terdiam saat mendengar bel sekolah, Tsunade menengok ke arah Hinata. "Sudah masuk, silahkan kembali ke kelas." katanya. Sekarang Tsunade melihat ke arah Himawari, "Himawari, ayo sama nenek." katanya dengan lembut.

Entah sejak kapan, Himawari memeluk kaki Hinata dengan erat. Bahkan Hinata yang dipeluk pun, tidak merasa sama sekali kalau kakinya telah dipeluk. "Himawari." kembali Tsunade membujuk Himawari untuk kembali padanya. Tapi Himawari menggeleng dengan cepatnya, tetap memeluk kaki Hinata.

"Mau bersama kak Hinata ya?" tanya Tsunade kemudian. Himawari mengangguk, ini membuat Hinata syok di tempat.

Kembali Tsunade melihat Hinata, "Bagaimana?" tanya Tsunade kurang enak. Masa dirinya menitipkan cucunya pada salah satu anak didiknya? Masa Hinata bawa-bawa anak kecil berkeliaran di dalam sekolah? Tapi kalau kedua pihak sepakat, mau diapakan lagi? "Apa sampai pulang, mau menjaga Himawari?" ini sudah tidak dapat ditolak oleh Hinata.

"I-Iya,"

Tapi inilah yang harus dilakukan olehnya.

˚°◦ ◦°˚ ◐ 24th Day ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Jadi, anak ini namanya Himawari ya?" tanya Ino sambil melihat Himawari dengan tatapan yang tajam, menelusuri semua bagian tubuh Himawari. Dari wajah, badan, tangan dan kaki, tidak ada yang tertinggal. Semuanya diteliti, tidak boleh ada yang terlewatkan.

"Iya,"

Saat istirahat, kelas menjadi ramai karena keberadaan Himawari yang dibawa oleh Hinata. Semuanya sudah tahu kalau Himawari adalah cucu kepala sekolah, dan semuanya sangat ingin berteman dengan Himawari. Tapi kok rasanya, Himawari susah untuk didekati ya?

"Tapi kok dia takut-takut seperti itu?" tanya Ino penasaran melihat tingkah laku Hanabi yang ketakutan sambil memeluk Hinata.

Hinata mendekatkan mulutnya pada telinga Ino, "Anak ini memiliki xenophobia," bisik Hinata. Hinata berbisik agar Himawari tidak tersinggung karena ucapannya, entah Himawari mengerti apa arti xenophobia atau tidak.

"Xenophobia? Apaan tuh?" tanya Ino dengan lantang, tentu saja suara itu terdengar di dalam kelas. Bahkan Naruto yang bisa dikatakan tidak pintar pun mengetahui artinya, dunia memang aneh. Murid-murid yang tidak tahu arti xenophobia pun, jadi penasaran dan ingin mengetahuinya.

"Takut orang asing," jawab Hinata santai, sedangkan Himawari makin mengeratkan pelukannya pada Hinata karena makin banyak orang asing yang mendekatinya.

"Um... Kami pergi dulu ya," melihat Himawari yang sangat ketakutan, Hinata tidak dapat membiarkannya. Mumpung sekarang istirahat, jadi sekalian saja ke kolam untuk menenangkan diri. Di sana juga tidak banyak orang, jadi Himawari akan sedikit merasa lega.

"Aku ikut!" seru Ino menyusul Hinata dan Himawari. Ia tidak mau kehilangan kesempatan untuk dekat dengan cucu kepala sekolah.

Sedangkan Naruto senyum-senyum sendiri melihat kejadian tadi, "Himawari itu, anakmu dengan Hinata ya?" senyuman itu lenyap seketika saat mendengar pertanyaan dari Kiba.

"Apa maksudmu!?" tanya Naruto kaget. Naruto memperhatikan Kiba yang menatapnya dengan seksama. "Yah. Kalau dibilang seperti itu, memang aku mau punya anak dengan Hinata. Menikah dengannya, dan selamanya bersama dengannya. Tapi itu tidak mungkin, 'kan?" sambil tertawa paksa, Kiba melihat Naruto yang sedikit aneh.

"Kau aneh, padahal aku sudah ditolak." ucapan Kiba tidak dapat dipercayai oleh Naruto. "Apa?" tanya Naruto sedikit kaget. Kiba ditolak?

"Dengarkan baik-baik, aku akan mengulangnya sekali saja. Tapi untuk yang berikutnya, tak akan kuulang lagi jika kau tak mendengarnya lagi. Aku ditolak, aku sudah ditolak sama Hinata." sekali lagi Kiba mengucapkannya, dan sudah cukup untuk ditangkap oleh Naruto.

"Oke-oke, jadi siapa yang disukai Hinata sekarang?" tanya Naruto penasaran. Kalau bukan Kiba, lalu siapa? Selama ini, Naruto selalu penasaran dengan orang yang disukai oleh Hinata. Naruto berpikir, Kiba yang disukai oleh Hinata. Karena belakangan ini, Hinata suka membicarakan Kiba. Bahkan dengan beraninya Kiba menyatakan cinta pada Hinata, bukan itu juga sih alasannya. Tapi salah ya?

"Nanti kamu juga tahu," sedangkan Kiba, sebenarnya ia sudah tahu siapa yang disukai oleh Hinata. Jawabannya itu ada di depan matanya sendiri. Tapi patah hati itu, rasanya memang menyakitkan ya? Untungnya ia sudah menemukan yang baru, yang membuatnya ingin berjuang untuk menang kembali, dalam peperangan yang baru saja ditetapkan olehnya.

"Lalu, bagaimana perasaanmu sekarang?" merasa khawatir dengan perasaan Kiba, sebagai seorang teman tentu saja harus mengkhawatirkan temannya sendiri. Apalagi soal perasaan cintanya yang telah hancur berkeping-keping.

Kiba menopang dagunya, melihat Naruto singkat dan memalingkan wajah. "Beberapa hari lalu aku menemukan seseorang yang berharga untukku." meskipun belum dapat mengakuinya secara pasti, meskipun sudah kalah di peperangan sebelumnya. Tapi sekarang untuk Kiba, peperangan yang baru, baru saja dimulai.

"Apa? Cepat sekali kau pindah hati." tidak percaya, seseorang dapat dengan cepatnya pindah hati hanya karena kejadian yang tidak pasti. Sesuatu yang dapat menggerakkan hatinya.

"Kau juga begitu, 'kan?"

"Haha, iya sih."

"Yah. Kali ini, akan kumenangkan peperangan ini."

Naruto menatap Kiba heran, "Apa sih maksudmu?" tanyanya tidak mengerti. Bukannya tidak mengerti, tapi pikirannya hanya sedang tidak ada. Jadi saat ini pikirannya sedang lambat, tidak dapat menangkap apa-apa.

"Sebentar lagi, kau juga akan memenangkan peperangan kok." lanjut Kiba.

"Ha?"

Keberadaan Hinata, Ino dan Himawari sudah berada di kolam. Himawari melihat koi putih yang berenang-renang ke kiri dan ke kanan dengan antusias. Bahkan kepalanya bergerak-gerak seirama dengan berenangnya ikan.

"Kasih makan dulu ya," dengan santainya Hinata menyebarkan makanan ikan, Himawari yang melihatnya pun jadi mau ikutan.

"Himawari juga mau kasih makan ikan?" tanya Hinata lembut, Himawari mengangguk sebagai jawabannya.

Akhirnya, Himawari juga ikutan memberi makan ikan. Sedangkan Ino hanya menatap keduanya dari kejauhan, merasa bosan melihat pemandangan di depannya. 'Mereka itu, seperti ibu dan anak sungguhan deh.' katanya berkomentar dalam hati. 'Dari warna rambut sama, sifatnya pun juga hampir sama.' Ino masih saja bergelut dalam pikirannya. 'Tapi kok goresan di wajah Himawari, seperti Naruto saja ya?' lagi-lagi Ino berpikir kejauhan. 'Jangan-jangan, anak Naruto dan Hinata di masa depan nanti, seperti Himawari lagi.' tidak habis pikir, Ino sudah memikirkan masa depan Hinata dan Naruto sangat jauh.

"Ino,"

"Ya?"

Ino melihat Hinata seksama, kemudian melihat Himawari yang memeluk Hinata. Masih takut sama Ino ya?

"Tidak mendengar bel?" tanya Hinata.

Ino terdiam mendengarnya, "Apa?" tanya Ino untuk meyakinkan. "Sudah sekitar sepuluh menit sejak sampai di sini, Ino bergelut dalam pikiran sendiri." jelas Hinata. Sedari tadi Hinata melihat Ino yang duduk sambil menopang dagunya, dan tidak melakukan kegiatan sama sekali.

"Apa?" tapi tetap saja Ino tidak percaya. Masa hanya memikirkan hal sependek itu, bisa sepuluh menit!? 'Kan itu tidak mungkin.

"Jadi, ayo kita kembali ke kelas."

"Hah!?"

Akhirnya Ino batal untuk semakin dekat dengan Himawari. Himawari terus saja melekat pada Hinata, sampai-sampai tidak ada kesempatan bagi Naruto untuk mendekati Hinata. Naruto juga sama, ia juga mau menjadi dekat dengan Himawari, tapi rasanya sangat susah. Bahkan sampai waktunya pulang sekolah, Hinata mengantarkan Himawari ke tempat Tsunade berada, di sana mereka disambut dengan baik olehnya.

"Terima kasih sudah menemani Himawari seharian ini, maaf kalau jadi merepotkan." Tsunade mengucapkan terima kasih pada Hinata, karena kalau tidak ada Hinata, Himawari tidak ada yang menemani.

Hinata mengoyang-goyangkan tangannya, "Tidak merepotkan kok, malahan saya senang bisa bermain bersama Himawari." elaknya karena Tsunade mengira bahwa menemani Himawari adalah hal yang merepotkan. Padahal kata 'repot' tidak ada sama sekali dalam pikirannya.

"Syukurlah kalau begitu,"

"Iya, tapi Naruto dan semua murid yang sangat ingin bermain dengan Himawari, malah tidak bisa bermain dengannya." cerita Hinata mengingat kejadian beberapa jam yang lalu saat masih jam pelajaran. Saat Naruto mau mendekati Himawari, Himawari malah kabur dengan wajah yang hampir menangis. Sudah pasti, Naruto tidak dapat mendekatinya lebih dari ini. Kejadian itu juga terjadi pada murid-murid lainnya, sayang sekali.

"Lho? Masih takut sama Naruto? Semua juga?" Hinata mengangguk, Tsunade melihat Naruto di balik pintu. "Naruto? Kenapa di sana?" tanya Tsunade. Rasanya mau tertawa melihat Naruto yang sembunyi di balik pintu.

"Saya tidak ingin membuat Himawari menangis,"

"Haha. Wajahmu seram kali," di sini Tsunade baru dapat tertawa. Tidak dapat membalas ucapan Tsunade, Naruto hanya diam mengembungkan pipinya karena kesal.

"Oh ya, Naruto. Hari ini hari Kamis, 'kan? Ada ekskul atletik, 'kan? Sana buruan ngajar,"

"Ah. Malas."

Meski seisi sekolah sudah tahu akan kekalahan Naruto saat di olimpiade, tapi mereka masih dapat membercayakan semua tentang atletik pada Naruto. Kiba yang menjuarai olimpiade itu pun, disambut baik oleh semuannya. Tidak peduli siapa yang kalah dan menang, yang penting menjalani kehidupan seperti biasanya.

"Sudah sana!"

"Siap.!"

Akhirnya Naruto menghilang dari pandangan ketiganya, Himawari sudah merasa sedikit lega karena orang asing baginya telah pergi. Sekarang Hinata dan Tsunade kembali bertatap-tatapan, "Sekali lagi terima kasih sudah menjaga Himawari," kembali Tsunade berterima kasih.

"Iya,"

"Kalau gitu, ucapkan salam perpisahan pada kak Hinata dong." sebentar lagi Tsunade akan mengajak Himawari untuk kembali pulang ke rumah. Mungkin sekarang Tsunade tidak akan pernah mengajak Himawari ke sekolah lagi karena kejadian tadi pagi.

"Kak Hina," Himawari menatap Hinata dengan pandangan memelas, sepertinya Himawari belum siap untuk berpisah dengan Hinata secepat ini. Diayunkan kedua tangannya, "Da-da." salam perpisahan pun telah diberikan oleh Himawari.

Ugh.

'Suatu saat, aku mau mempunyai anak seperti Himawari.'

˚°◦ ◦°˚ ◐ Xenophobia ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Haa." Hinata menghela napasnya sembari melihat jam tangannya. Waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam, tapi Naruto masih belum berada di dekatnya.

"Apa Naruto sibuk ya?" gumamnya, biasanya Naruto datang sekitar pukul setengah tujuh. Makanya Hinata merasa sedikit khawatir dengan keadaan Naruto. Apa Naruto masih sibuk dengan latihan atletik-nya, atau terjadi hal buruk padanya? Hinata menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tidak boleh berpikiran negatif dulu.

"Khe-khe-khe." Hinata tersontak kaget mendengar suara dering ponselnya sendiri. Sudah tahu itu akan membuatnya kaget saat malam hari, tapi tetap saja digunakan olehnya.

Hinata membuka ponselnya dan melihat ada pesan masuk dari Ino. Jarang Ino mengirim pesan padanya saat malam hari, jadi ini membuat Hinata penasaran. Dengan rasa yang sedikit deg-deg-an, ia membuka pesan masuk tersebut dan membacanya.

-/-/-

From: Ino Yamanaka

Subjeck: Gawat!

Text

Hinata! Ini gawat! Entah kamu sudah mendapat kabar ini atau belum, aku juga mendapatkannya belum lama sih. Tapi ini sangat gawat! Katanya Naruto ada di UKS karena jatuh dan kakinya keseleo! Memang keseleo adalah hal yang biasa, tapi untuk seorang pelari, itu bukanlah hal yang biasa!

-/-/-

Hinata kaget membaca pesan dari Ino, Naruto terluka!? Ternyata perasaan tidak enaknya itu, benar-benar terjadi!? Dengan cepat Hinata berlari dan mengambil tasnya yang ada di bangku taman. Tujuannya sekarang adalah, menuju ke UKS, dimana tempat Naruto berada sekarang.

BRUAK.! Pintu terbanting begitu kencangnya, sampai-sampai membuat orang yang sedang santai di dalamnya jadi kaget. Dilihatnya Hinata dengan napas yang terengah-engah, dan sedikit butir-butir keringatnya yang mengalir dari pelipisnya.

"Ada apa Hinata?" tanya Naruto bingung melihat kejadian di depannya, Hinata yang terlihat sangat begitu khawatir.

Hinata heran melihat Naruto, kok seperti tidak separah yang dikatakan Ino ya? "Naruto baik-baik saja?" tanya Hinata mendekat. Naruto mengangguk sebagai jawabannya, dilihat kaki Naruto oleh Hinata.

"Kakiku ya? Aku hanya keseleo ringan kok, sehari dua hari juga bakalan sembuh." cerita Naruto menjabarkan ulang apa yang dikatakan oleh guru kesehatan.

"Tapi kok Naruto bisa sampai keseleo seperti ini? Memangnya apa yang sedang Naruto pikirkan saat sedang berlari?" tanya Hinata. Berlari itu juga memerlukan konsentrasi, mengatur napas dan mengatur langkah kaki. Kalau sampai salah sedikit saja, maka akan ada kesalahan yang fatal. Nah, di sini Naruto melakukannya. Padahal Naruto tidak pernah membuat kesalahan dalam atletik, pasti ada hal yang disembunyikan oleh Naruto.

Naruto menggeleng, "Bukan hal yang penting juga sih, tapi mungkin kamu boleh mengetahuinya." ucapnya kemudian. Naruto mengambil napas dalam-dalam untuk memulai bercerita, sedangkan Hinata duduk di bangku sebelah tempat tidur Naruto sekarang.

"Jujur ya, menurutku xenophobia itu adalah hal yang merepotkan. Saat melihat Himawari, aku sangat ingin bermain dengannya. Tapi karena dia takut orang asing, jadi tidak bisa. Memang sangat merepotkan kalau seseorang memiliki phobia apapun jenisnya." cerita Naruto, ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jadi itu yang membuat Naruto keseleo?" tanya Hinata heran. Menurut Hinata, kalau memikirkan hal itu saat atletik, bukanlah hal yang aneh. Tapi kenapa malah membicarakan ketakutan seseorang terhadap sesuatu? Kalau bisa dibilang, Hinata juga memiliki phobia terhadap sesuatu. Tapi phobia-nya itu, tidak pernah muncul sampai sekarang.

"Bukan," Naruto menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri, bukan itu yang membuat Naruto jatuh dan keseleo.

Lalu apa?

Tanpa menunggu pertanyaan dari Hinata, Naruto langsung melanjutkan ucapannya. "Aku hanya penasaran dengan gerhana matahari yang akan datang nanti." dan inilah penyebab semuanya. Saat berlari harusnya konsentrasi, ini malah mikir tentang gerhana matahari. Sudah pasti pikiran dengan gerakan berkata lain, jadi terjadilah hal yang tidak diinginkan.

"Memangnya kenapa dengan gerhana matahari yang akan datang nanti?" tanya Hinata penasaran. Sejujurnya, Hinata sangat menantikan gerhana matahari tersebut. Mungkin dengan adanya gerhana matahari, kedua koi dapat bertemu. Kemudian, seperti yang dikatakan mitos itu, cinta Hinata akan terbalas.

Tapi tidak boleh terlalu bergantung pada mitos, 'kan?

"Yah. Aku pikir, kalau gerhana matahari itu datang tepat di hari ke dua puluh enam. Pasti yang disebut kehabagiaan itu, akan datang padamu." jelas Naruto, ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. 'Sebenarnya aku mau Hinata bahagia bersama dengan orang yang disukainya, tapi kenapa hatiku tidak menerima ya? Kalau Hinata dekat dengan laki-laki lain, aku...' inilah yang sebenarnya membuat Naruto terjatuh dan keseleo.

"Ya, kalau itu terjadi, aku akan sangat bahagia." dengan senyuman yang tulus, diutarakannya ucapan itu oleh Hinata.

Melihat senyuman itu, Naruto tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Ini demi kebahagiaan Hinata, tidak peduli dengan perasaannya sendiri. Mungkin, memang ini jalan dari jawaban yang Naruto pilih. Kebahagiaan Hinata, itulah jawabannya. Tapi sampai saat ini, Naruto tidak mengetahuinya. Bahwa dirinya sendirilah, kebahagiaan menurut Hinata.

"Eh. Ngomong-ngomong, Himawari itu anak yang manis ya." mengganti topik, tidak baik membicarakan hal yang tidak enak bagi keduanya. Hinata mengangguk, "Dan mirip kamu," lanjut Naruto.

"Maksudnya?" tidak mengerti maksud Naruto. Ini yang dimaksud mirip itu yang mananya? Yang Himawari mirip dengan Hinata atau yang manisnya?

"Warna rambutnya itu lho," ucap Naruto memperjelas apa yang dimaksud sebenarnya.

"Ah, iya ya. Tapi matanya sangat bagus, seperti mata Naruto." kalau dilihat-lihat, warna matanya memang sama. Sejak dulu Hinata mau memiliki mata seperti Naruto, tapi itu tidak mungkin. Mendapatkan mata yang sekarang pun, sudah membuatnya bersyukur.

"Mataku bagus ya? Terima kasih. Eh! Tapi aku melihat ada dua garis di kedua pipinya," karena penasaran dengan hal itu, akhirnya ditanyakan juga oleh Naruto. Karena Himawari yang selalu dekat dengan Hinata, jadi tidak ada kesempatan bertanya.

"Eh? Itu ya? Katanya sudah ada sejak lahir." jawab Hinata.

"Sama seperti aku dong? Tapi aku memiliki tiga garis," Naruto menunjuk dirinya sendiri, lebih tepatnya pada tiga garis yang melekat pada pipinya.

Hinata mengangguk, dan Naruto berpikir sejenak. Dihantupkannya jari telunjuk ke rahang bawah bagian kanan secara berulang-ulang, tetap memikirkan hal yang terasa janggal baginya.

"Kok rasanya mirip kita berdua ya?"

"Apa?"

Keduanya mulai tegang, maksudnya... Himawari anak mereka dari masa depan gitu? Untuk saat ini tidak mungkin!

"Rambut dan sifat seperti kamu, mata dan garis di wajah seperti aku. Jangan-jangan..." Naruto menghentikan kata-katanya, itu membuat Hinata penasaran dan mengulang kata-kata terakhir Naruto yang tadi.

"Jangan-jangan?" seperti inilah.

"Himawari adalah anak kita di masa depan!"

Syuuuuuung. BUK! Kehangatan sendal, mengenai kepala Naruto. Hinata kaku di tempat melihat kejadian tersebut, begitu juga dengan Naruto, tidak dapat berkata apa-apa. Sampai-sampai tingkat parameter amarah Naruto naik, "Woi! Siapa yang ngelempar sendal ini!?" omel Naruto. Langsung saja Naruto bangkit dari tidurannya, berusaha mencari pelaku.

"Aku, masalah?" tiba-tiba muncullah sosok pria dari balik pintu, dialah yang melempar sendal itu.

"Hee. Datang-datang sudah cari ribut ya?"

"Malam Hinata," tidak peduli dengan Naruto, pria ini langsung memberikan sapaan pada Hinata.

"Selamat malam," balas Hinata tersenyum.

"Oi, Kiba! Malah ngabaiin aku lagi!" dari sini Naruto makin kesal, Kiba malah memberikan tatapan datar pada Naruto. "Ngapain ke sini?!" tanya Naruto dengan emosi yang lebih tinggi dari sebelumnya.

"Memastikan kondisimu. Lalu, mau kuperkenalkan teman baruku."

"Ha?"

Muncullah seorang perempuan dengan rambut panjang dari balik pintu.

"Namanya Tamaki, kuharap kalian dapat berteman baik dengannya."

Kalian tahu Tamaki? Dia adalah teman baru Kiba, dan akan menjadi teman Hinata dan Naruto juga.

"Hallo." sapa gadis bernama Tamaki itu.

"Wah," mata Hinata berbinar-binar, mempunyai teman baru sangat menyenangkan. Langsung saja Hinata mendekati Tamaki dan dimulailah persahabatan yang baru.

Kiba dan Naruto memojok, ada hal penting yang mau dibicarakan oleh Kiba. Tapi sebelum itu terjadi, ada yang mau disampaikan dulu pada Kiba. "Aku mengerti maksudmu waktu itu," sesuatu yang pernah Kiba ucapkan, dapat dimengerti oleh Naruto. Dari sekian banyak kata-kata yang diucapkan olehnya, yang mana yang telah dimengerti Naruto?

"Apa?"

"Dia 'kan yang ingin membuatmu, menang dalam peperangan?"

"Cih. Akhirnya kau mengerti juga." dengan senyumnya, "Kalau gitu, kita sama-sama berjuang ya." Kiba sudah menetapkannya mulai dari sekarang. Pernyataan perang yang baru.

"Ha?"

"Aku, Tamaki. Kamu, Hinata. Kita harus memenangkan peperangan, yang baru saja dimulai ini." dengan mata yang mantap, seolah cahaya dikeluarkan dari dalamnya. Inilah pancaran mata yang Naruto suka, pancaran mata kemenangan. Kira-kira, kapan ya ia juga bisa seperti itu?

"Akan kumenangkan peperangan ini," keduanya, baik Naruto dan Kiba. Sudah pernah mengalami kekalahan sekali, dan sudah waktunya untuk berjuang kembali.

'Yah. Aku juga mau berkata seperti itu. Akan kumenangkan peperangan ini. Tapi kok, gimana ya? Hinata 'kan, lagi suka sama seseorang.' Naruto berpikir, berpikir untuk yang kedua kalinya. Apa yang harus dilakukan olehnya? 'Apa aku menyerah saja sebelum kalah?' tidak, hentikan pikiran itu.

Tidak mungkin Naruto kalah untuk yang kedua kalinya, 'kan?

◐ To Be Continue ◐

Dari kemarin author selalu ditagihin buat update. Dan akhirnya update juga. Berarti kurang 2 chapter lagi supaya bisa selesai ceritanya.

Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 433 27
New cover is in progress Temporary cover by ibis paint Hidup sengsara karena tekanan seseorang yang bahkan tak menyayanginya sebagai keluarga. Cobaan...
1.1M 58.3K 101
Indonesia : Disclamer : Semua Komik Ini Bukan Buatan Saya, Melainkan Komik Buatan Para Fans SaiIno (Yang Saya Tidak Tahu, Siapa Pemiliknya), Yang Say...
3M 167K 151
Indonesia : Disclamer : Semua Komik Ini Bukan Buatan Saya, Melainkan Komik Buatan Para Fans SasuSaku (Yang Saya Tidak Tahu, Siapa Pemiliknya), Yang S...
11.4K 516 15
Bagi yang ingin memperbanyak kosakata bahasa korea... [Tap Here] Indonesia ยป Hangul [Romanization]