26 Days : Koi of Love [COMPLE...

By MRX-CLAY

88.2K 4.8K 306

Demi perasaan cintanya, ia mencoba peruntungan selama 26 hari. Sebuah mitos yang belum tentu ketepatannya, ta... More

Prolog
1st Day : Abadi
2nd Day : Bebas
3nd Day : Cahaya
4th Day : Demam
5th Day : Embun
6th Day : Firasat
7th Day : Gunung
8th Day : Hinata
9th Day : Ingatan
10th Day : Jujur
11th Day : Kalah
12th Day : Lahir
13th Day : Magatama
14th Day : Naruto
15th Day : Obat
16th Day : Pacar
17th Day : Queen
18th Day : Rival
19th Day : Surat
20th Day : Tragedi
21th Day : Usai
22th Day : Vas
24th Day : Xenophobia
25th Day : Yakin
26th Day : Zaman
Cerita Baru

23th Day : Warna

2K 142 6
By MRX-CLAY

Bersama denganmu, menambah warna-warna dalam hidupku. Bersama denganmu, membuat hatiku yang berwarna kelam, berubah menjadi ceria. Hari-hari yang kulalui bersama denganmu, dipenuhi warna. Perasaanku yang berwarna merah ini pun, akan selalu kujaga, hingga akhir nanti.

◐ 26 Days : Koi of Love ◐

"Berita pagi ini,"

"Hmm.." dengan santai Hiashi duduk sambil menyeruput kopi yang baru saja dibuatkan oleh Hinata. Ia sedang menonton TV, untuk memastikan berita terbaru pagi ini.

"Menurut ahli astronomi, setelah dilakukan penelitian seminggu yang lalu, bahwa ada pergerakan aneh yang terjadi pada bulan dan matahari. Diberitahukan bahwa dalam beberapa hari lagi, akan terjadi gerhana matahari. Salah satu yang terkena gerhana matahari adalah negara kita yang tercinta. Bagi yang berada diluar rumah saat gerhana matahari terjadi, diharapkan berhati-hati dan jangan berpindah posisi. Karena dunia akan menjadi gelap dalam seketika."

"Hmm..."

"Sekian informasi pagi ini, bertemu lagi di berita pagi yang akan datang."

Hiashi meletakan secangkir kopi yang belum habis itu di atas meja, dan memanggil anak-anaknya. "Neji, Hinata, Hanabi." dari anak yang paling tua sampai yang paling muda, ditunggunya sampai yang dipanggil datang semua. Setelah semuanya berkumpul, dimulailah nasehat dari Hiashi. "Tadi ayah baru saja mendapatkan kabar, bahwa beberapa hari lagi akan terjadi gerhana matahari di negara kita." Hiashi melihat anak-anaknya yang mendengarkan dengan baik. "Jadi saat gerhana matahari itu terjadi, entah itu kapan, kalian harus tetap berhati-hati." dan diakhiri kembali dengan mengambil cangkir kopinya dan diminum olehnya.

Hanabi melihat Hinata, "Kak, gerhana matahari itu dapat membuat dunia gelap, 'kan?" tanyanya untuk lebih meyakinkan.

Hinata mengangguk, "Tidak semua dunia, hanya sebagian saja. Mungkin gerhana matahari itu mengenai negara kita." jelasnya agar Hanabi dapat lebih mengerti.

Akhirnya kegiatan pemberitahuan ini pun berakhir, semua kembali pada tugasnya masing-masing. Hiashi pun merasa lebih lega karena memberitahukan hal ini pada anak-anaknya. Pasti setelah ini, anak-anaknya akan lebih berhati-hati dalam melangkah terhadap gerhana matahari yang tidak pasti kapan datangnya.

"Hmm... Hinata."

Telinga Hiashi bergerak, ia mendengar suara yang begitu dikenal olehnya. "Itu anak," katanya dengan kesal. Masa pagi-pagi ada yang datang? Itu sungguh mengganggu pekerjaan Hiashi, apalagi ia sudah tahu siapa yang datang. Ia meletakan secangkir kopinya di meja kembali, tapi kali ini isinya sudah habis. Tanpa sepengetahuan Hinata, Hiashi berjalan ke depan rumah untuk menemui Naruto. Ia sangat yakin kalau Hinata tidak mendengarnya, jadi di sini Hiashi yang akan memerankan peran awal. Dibukanya pintu, dan ditatapnya Naruto yang sudah rapi menggenakan seragam.

"Pagi om!" sapa Naruto dengan semangat, seakan-akan tidak takut dengan tatapan Hiashi yang sangar. Yah. Memang sudah biasa Naruto dengan tatapan seperti itu.

"Apa tujuanmu?" pertanyaan dengan wajah datar itu diterima baik oleh Naruto.

"Menjemput Hinata om! Memangnya apa lagi?" jawab Naruto sesekali mengintip ke dalam rumah. Kalau ke rumah Hinata tidak untuk menjemput Hinata, lalu apa lagi dong? Masa menjemput Hiashi? Tidak mungkin, 'kan.

Nada bicara Naruto tadi, sedikit membuat Hiashi kesal. Apalagi bagian 'memangnya apa lagi?', berani sekali itu bocah. Pagi-pagi sudah ada kejadian yang memacu amarah, sabar Hiashi. "Sayang sekali, Hinata-nya sudah berangkat setengah jam yang lalu." balas Hiashi, dan tentu saja ini adalah sebuah kebohongan.

Karena ini kebohongan, dan Naruto tahu itu. Jadinya Naruto tidak dapat mempercayainya, "Sebelum pergi, bolehkah saya cek dulu Hinata-nya benaran ada atau tidak?" tanya Naruto dengan nada yang sedikit lembut dan sopan. Meski dihadapannya ada orang yang menyebalkan, tapi kalau ke orang tua tetap harus sopan.

"Tidak." jawab Hiashi dengan cepat, dan ini membuat Naruto kesal.

Dengan kerutan di dahinya, dan menampakkan senyuman yang memaksa. "Kalau begitu, maafkan saya ya om." Naruto menunduk sebentar, kemudian mengambil ancang-ancang. Hiashi heran kenapa Naruto meminta maaf, memangnya apa yang dilakukan olehnya? Sambil melihat ancang-ancang aneh yang dilakukan Naruto, "Aku akan menerobos masuk!" dengan kecepatan penuh, akhirnya Naruto melangkahkan kakinya.

Syuuut. Rambut Hiashi terbang karena hembusan angin yang telah dibuat oleh Naruto. Tapi, tidak semudah itu dapat melewati Hiashi. Satu, dua, tiga.

BRUAK! Naruto jatuh tepat di depan pintu masuk.

"Sakit!" seru Naruto, ia memegang kepalanya yang terhantup lantai duluan. Kemudian ia melihat ke arah Hiashi, "Itu akibatnya." kata Hiashi sambil memutar-mutar tongkat yang entah didapat dari mana.

Itu dia, alat yang digunakan Hiashi untuk menghalangi Naruto. Sebelum Naruto masuk, Hiashi sudah lebih cepat darinya. Makanya Naruto gagal masuk dan malah mendapatkan kecelakaan di depan pintu.

"Maafkan saya om." kali ini Naruto benar-benar minta maaf atas perbuatannya, memang tidak ada yang dapat menyaingi ayahnya Hinata.

Hiashi tersenyum bangga atas kemenangannya, menjahili Naruto memang hal yang menyenangkan. Tapi tidak sampai membuat kecelakaan seperti itu juga kali. Yah. Setidaknya tidak ada yang luka, apalagi berdarah. Jadi saat ini, Hiashi aman-aman saja.

"Lho? Ini, kenapa ya?" melihat kejadian yang ada di depan matanya, benar-benar tidak masuk diakal Hinata.

Hiashi yang bertolak punggung sambil memegang tongkat di tangan kanannya, dengan Naruto yang menunduk sambil meminta maaf. Bagaikan majikan yang menghukum seorang pelayan karena tidak bekerja dengan benar, dan seorang pelayan yang meminta maaf pada sang majikan karena melakukan kesalahan. Di mata Hinata, ini bagaikan sebuah drama kehidupan!

Hinata bingung mau berkata apa tentang kejadian di depannya, "Um... Mungkin aku harus pergi," kemudian memilih untuk pergi supaya tidak terlibat ke dalamnya.

Tiga sampai lima langkah, "Hei. Tunggu Hinata!" Naruto menghentikan langkah Hinata. "Bukannya tadi kamu mau berangkat ke sekolah ya?" pertanyaan ini menyadarkan Hinata akan tujuan awalnya.

"Ah. Naruto benar," kemudian Hinata berbalik kembali, ia menuju ke Hiashi untuk berpamitan. "Ayah, aku pergi dulu ya." pamitnya.

"Hati-hati di jalan," dan Hiashi pun membalasnya.

Akhirnya, Naruto terbebas dari belenggu yang diberikan oleh Hiashi. Ia juga dapat pergi sekolah bersama dengan Hinata. Seperti salah satu peribahasa, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, itulah yang dialami Naruto tadi. Jatuh dulu, mendapatkan Hinata kemudian.

"Oh iya, Naruto nonton berita pagi ini?" tanya Hinata, ia hanya mau mengingatkan Naruto tentang gerhana matahari yang entah kapan terjadinya. Supaya saat itu terjadi, Naruto tidak kaget dan dapat berhati-hati.

"Tidak, memangnya kenapa?" ternyata Naruto tidak menontonnya, jadi memang harus Hinata ingatkan. Bisa dibilang, Naruto orang yang jarang buka TV meski di tempat tinggalnya terdapat TV. Untung Hinata bertanya.

"Aku juga tidak nonton sih, tapi ayahku yang nonton. Ini untuk mengingatkan saja sih, katanya gerhana matahari akan terjadi di negara ini." cerita Hinata, Naruto dapat menangkapnya, dan pikirannya langsung kemana-mana. Otaknya langsung menggelana, menganalisa semua yang berhubungan.

Termenung sedih, entah apa yang dipikirkan oleh Naruto. Hinata heran melihatnya, "Naruto?" tanya Hinata penasaran.

"Ah! Berarti nanti desa ini akan gelap seketika dong.!" seru Naruto dengan semangat, tapi masih dapat terlihat bahwa ada yang dipikirkan oleh Naruto saat itu.

"Apa yang dipikirkan oleh Naruto?" tanya Hinata langsung, ia penasaran. Kenapa setelah mendengar bahwa akan terjadi gerhana matahari, Naruto jadi tidak bersemangat?

"Yah. Sebenarnya ini hanya perkiraanku ya. Perkiraan cuaca-ku tidak pernah salah, kau tahu, 'kan?" Hinata mengangguk, Naruto menghela napasnya. "Koi putih, siang. Koi hitam, malam. Matahari muncul saat siang hari, dan bulan muncul saat malam hari." Naruto memberikan jeda pada ucapannya, dan ini benar-benar membuat Hinata penasaran. "Kemungkinan besar, gerhana matahari itu akan terjadi tiga hari lagi." dengan sangat yakin, bahwa perkiraannya tidak salah. "Tiga hari lagi, saat hari ke dua puluh enam itu terjadi. Koi putih dan koi hitam akan bertemu." Hinata kaget mendengar ini, ia tidak dapat berkata apa-apa.

"Siang bertemu malam, putih bertemu hitam, matahari bertemu bulan, jadilah gerhana matahari. Itu semua, mitos itu, sepasang koi itu, dan dua puluh enam hari itu, semuanya berpihak padamu."

"A.."

"Pada akhirnya, aku tidak mendapatkan kesempatan, ya?"

"Ha?"

"Yah. Perkiraanku tidak pernah salah, tapi entah ya." dengan langkah yang dipercepat, Naruto pergi meninggalkan Hinata yang bingung.

"Maksudnya, aku... maksudku koi itu, akan bertemu?" Hinata memikirkan kata-kata Naruto kembali. "Koi putih keluar saat siang hari, dan itu berarti saat ada matahari. Koi hitam keluar saat malam hari, dan itu saat ada bulan. Berarti, saat gerhana matahari itu terjadi, kedua koi itu akan keluar secara bersamaan?" ini benar-benar tidak dapat dipercayai oleh Hinata.

'Maksudnya, aku akan mendapatkan Naruto? Apakah mitos itu, benar-benar tepat? Apakah semuanya memang berpihak padaku? Dan, apakah cintaku akan terbalas? Apakah aku dan Naruto, akan...'

"Hei. Mau sampai kapan diam di sana?" Hinata tersadar karena panggilan dari Naruto, ia pun berlari pelan menyusul Naruto.

'Kalau memang itu terjadi, berarti...'

Semuanya akan berakhir happy ending, 'kan?

˚°◦ ◦°˚ ◐ 23rd Day ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Hi-Na-Ta!"

DUAR.

"Iya!?" dengan sedikit berteriak, itu dikarenakan Hinata kaget.

Masa Ino menyadarkan Hinata yang sedang melamun menggunakan letusan balon sih!? Itu tindakan yang tidak benar, 'kan bisa menyadarkannya dengan hal yang wajar. Adegan seperti tadi jangan ditiru pada orang yang mempunyai penyakit jantung. Dengan begini, apakah bengong yang tadi, sudah melebihi rekor Hinata? Terakhir kali dihitung, sudah lama sekali. Sekitar satu jam lebih, itu juga karena Naruto tidak ada kerjaan menghitungnya. Bukan menghitung juga sih, tapi pakai stopwatch yang selalu dibawanya itu.

"Sudah istirahat lho, aku perhatikan dari tadi kamu melamun terus. Pikirin Naruto ya?" dengan nada yang menggoda, Ino mendekatkan wajahnya ke Hinata.

"Iya," jawab Hinata disusul dengan helaan napas.

"Apa!?" setengah mati Ino kaget melihat Hinata. Dengan tidak malu, menjawab pertanyaan Ino dengan gampangnya!? Teknik membuat Hinata malu, gagal total.

Lupakan membuat Hinata malu, "Memangnya ada apa dengan Naruto?" tanya Ino penasaran. Setahu Ino, Naruto dan Hinata sempat bertengkar. Tapi saat melihat pagi hari, saat Naruto dan Hinata berangkat bareng ke sekolah, sepertinya mereka sudah berbaikan. Entah apa yang terjadi antara mereka berdua, yang penting semuanya sudah baik-baik saja. Lalu, apa yang dipikirkan oleh Hinata sekarang?

"Naruto-nya tidak ada," setelah diingat-ingat, Hinata 'kan sekelas dengan Naruto. Kalau ketahuan Hinata sedang memikirkan Naruto, 'kan gawat kalau langsung ketahuan sama orangnya. Tapi untungnya, setelah melihat-lihat kelas, Naruto tidak ada.

"Iya, saat bel dia langsung terburu-buru keluar kelas. Kebelet kali," balas Ino santai. Masa bodo dengan Naruto, yang terpenting adalah Hinata.

Merasa aman, "Masalah mitos itu," di sini Hinata akan mulai bercerita, Ino menanggapinya dengan baik. Sempat lupa juga tentang mitos itu, untungnya Hinata mengingatkannya kembali.

"Memangnya kenapa dengan mitos itu? Terus, sekarang sudah hari keberapa ya?" tanya Ino penasaran, ia mau tahu perkembangan cinta Hinata sudah sampai mana.

"Hari ini hari yang ke dua puluh tiga," sebelum bercerita, Hinata harus menjawab pertanyaan Ino dulu. Supaya apa yang diceritakan oleh Hinata, dapat dimengerti oleh Ino.

"Wah. Tiga hari lagi dong?!" seru Ino dengan semangat, tidak terasa tersisa tiga hari saja. "Kalau begitu, ayo ceritakan apa yang mau Hinata ceritakan! Akan kudengarkan dengan antusias!" dengan mata yang berkobar-kobar, dengan semangat yang menggebu-gebu, Ino siap untuk mendengarkan.

"Ceritanya di kolam saja ya,"

Akhirnya mereka berdua langsung berjalan menuju kolam ikan, tapi sebelumnya Hinata mengambil makanan ikannya dulu di dalam tas. Tidak lupa juga membawa bekal untuk mereka makan nanti. Selama perjalanan, tidak ada yang menghambat langkah mereka. Jadinya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di sana.

"Nah. Ayo cerita," Ino sudah tidak sabar mendengarnya, sampai-sampai saat baru sampai di sana sudah langsung duduk.

"Aku kasih makan koi putih dulu,"

Semenit, dua menit, Ino menunggu Hinata. Walau hanya sebentar, rasanya bosan juga menunggu Hinata yang masih memberi makan koi putih. Ya mau bagaimana lagi? Ino 'kan sudah sangat penasaran dengan cerita-cerita apa saja yang akan diceritakan oleh Hinata.

"Sudah selesai," mendengar itu, Ino bersemangat kembali. Ia langsung membuka kotak bekalnya dan siap untuk makan, serta siap untuk mendengar cerita dari Hinata.

"Jadi, apa yang mau Hinata ceritakan?" tanya Ino kemudian melahap sesuap nasi dan mengunyahnya.

"Tadi pagi Ino nonton TV tidak?" tanya Hinata.

"Nonton,"

"Tahu tentang gerhana matahari?"

Ino mempercepat kunyahannya, dan menelannya. "Tahu!" serunya sambil mengarahkan sendoknya di depan wajah Hinata. "Akan terjadi di desa ini, 'kan?" tanyanya dengan antusias.

Hinata mengangguk, padahal apa yang dilakukan Ino tadi sungguh tidak sopan. Mengarahkan sendoknya di depan wajah Hinata, tapi Hinata tidak mempedulikannya. "Ino tahu tentang Naruto yang tidak pernah salah memperkirakan cuaca?" tanya Hinata kemudian.

"Tidak pernah salah memperkirakan cuaca ya? Sepertinya pernah," jawab Ino dan kembali melahap sesendok nasi beserta lauk-lauknya.

"Menurut Naruto, gerhana matahari itu akan terjadi tiga hari lagi."

"Sok tahu amat itu bocah,"

"Bukan masalah itunya, tapi tiga hari lagi 'kan sudah hari ke dua puluh enam." dengan cepat Hinata memutar balikan ucapan Ino yang mengatakan Naruto itu sok tahu.

"Lalu, apa hubungannya?"

"Kata Naruto, semuanya berpihak padaku." Hinata terus saja bercerita tanpa menyentuh bekalnya. "Di mitos itu berkata, sepasang koi itu harus keluar secara bersamaan. Tapi sampai sekarang kita belum melihatnya keluar bersama, 'kan?" Ino mengangguk. "Mungkin saat gerhana matahari itu terjadi, mereka akan keluar bersama." jelas Hinata.

"Seyakin apa?"

"Koi putih keluar saat siang hari, koi hitam keluar saat malam hari. Siang itu saat ada matahari, dan malam itu saat ada bulan. Jika kita mau melihat koi itu keluar bersama, kita memerlukan keduanya. Matahari dan bulan, harus keluar bersama. Itu tandanya, gerhana matahari." mata Ino membulat saat mendengarnya, ia mulai mengerti sekarang. Apa yang diucapkan oleh Hinata, memang ada benarnya. Lebih tepatnya, apa yang diperkirakan Naruto itu memang ada benarnya.

Dengan cepat, Ino menghentikan acara makannya. Ia menutup kotak bekalnya, "Ada yang harus kupastikan," kemudian berlari pergi meninggalkan Hinata yang bingung melihat tingkah Ino.

"Apa yang akan dilakukan olehnya?"

Tinggalkan dulu Hinata, sekarang kita melihat apa yang dilakukan oleh Ino. Sebenarnya, apa yang mau dilakukan olehnya? Kita lihat saja.

"Kemana itu bocah?" tanyanya sambil mencari-cari.

Sebenarnya Ino mau menemui Naruto langsung, untuk memastikan semuanya. Tepat di belokan, Ino berpas-pasan dengan Naruto. Ia langsung menarik tangan Naruto untuk berbicara empat mata saja. Naruto yang heran dengan Ino, langsung menepis tangannya.

"Ada apa sih?" tanya Naruto kesal.

"Gerhana matahari itu, benaran terjadi tiga hari lagi?" tanya Ino langsung pada intinya.

"Itu hanya perkiraanku, kok." jawab Naruto.

"Oke. Ada yang mau kutanya lagi. Kamu tahu 'kan mitos yang sedang dijalankan Hinata sekarang?" tanya Ino, Naruto mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaannya.

"Sebenarnya, kamu mau tidak sih, mitos itu berjalan sampai akhir?"

"Tidak juga sih," jawaban ini, sedikit membuat Ino kesal. Masa Naruto tidak ingin melihat Hinata yang bahagia karena cintanya terbalas?!

"Terus, kenapa kamu malah kasih tahu hal yang membuat Hinata berharap!?" teriak Ino dengan kesal.

"Aku hanya ingin melihatnya bahagia,"

"Oke, satu lagi yang mau kutanya. Setelah ditolak oleh Sakura, kamu pasti baru menyadari keberadaan Hinata. Siapa yang sebenarnya ada di sampingmu. Kamu, suka sama Hinata ya?"

Pertanyaan yang membuat Naruto kaget setengah mati. "Eh? Apa? Kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya Naruto gelagapan.

"Sebenarnya dari pertanyaan sebelumnya, aku sedang menganalisa."

"Eh? Jadi seharusnya aku tidak usah jawab dong!"

"Lagian siapa suruh jawab! Tapi memang harus jawab sih."

Diam sementara, kali ini Ino tidak mau bercanda lagi. "Jadi, kamu suka Hinata tidak?" tanya Ino sekali lagi.

Naruto menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal, "Yah. Aku mengakuinya. Memang, aku sempat suka dengan Sakura. Selalu saja aku memperhatikannya, bahkan tidak menyadari keberadaan Hinata yang selalu berada di sampingku. Tapi, sekarang aku sadar. Hanya Hinatalah, orang yang sebenarnya kusukai." sungguh tidak pernah terpikirkan oleh Naruto, bahwa ia akan menceritakan semuanya kepada Ino. Si kuda poni cerewet ini, bisa saja menbocorkannya pada Hinata.

"Oke cukup, terima kasih atas jawabanmu." langsung saja ia berlari kabur karena mendapatkan jawaban yang sangat ingin dipastikan olehnya. Sebenarnya Ino sudah tahu sih kalau Naruto suka pada Hinata, tapi ia mau mendengarnya saja dari orangnya langsung.

"Hei. Kamu tidak akan memberitahukannya pada Hinata, 'kan!?"

"Hmm. Entah ya!"

Dengan perasaan yang senang, Ino kembali berlari untuk menemui Hinata. Akhirnya, perjuangan Hinata tidak sia-sia. Apa yang diimpikan Hinata, sebentar lagi akan terwujud.

"Aku beri tahu tidak ya?" langkah Ino terhenti, sebaiknya langsung beritahu Hinata atau tidak ya? Biar lebih cepat gitu kebahagiaan Hinata datang.

'Selama dua puluh enam hari, maka cintamu akan terbalas.' mengingat kembali isi mitos itu, ia tersenyum tipis.

"Tunggu harinya saja,"

Biarlah sebuah mitos yang terlupakan, menjadi sebuah mitos yang nyata.

˚°◦ ◦°˚ ◐ Warna ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Sudah ya. Sampai bertemu besok,"

Naruto dan Hinata melihat Ino yang berlari meninggalkan mereka, terpancar wajah bahagia Ino di sana, bahkan sampai lompat-lompatan. Kali ini Ino bahagia seperti itu bukan karena pulang bareng bersama Sai, melainkan mengetahui sebuah fakta yang menyenangkan baginya.

"Dia kenapa sih? Lagi miring ya?" tanya Naruto pada Hinata, jarang sekali ia melihat Ino yang segembira itu.

"Hei. Aku dengar lho.!"

Bulu kuduk Naruto merinding seketika, suara Ino menggema di koridor tempat berdirinya sekarang. Ternyata Ino mendengar suara Naruto yang bertanya pada Hinata tadi. Memangnya telinga Ino setajam apa sih?

"Tidak. Katanya Ino mendapatkan sms dari pacarnya, mereka akan kencan." jawab Hinata. Ternyata ini juga yang membuat Ino bahagia selain mengetahui sebuah fakta.

"Pantas,"

Diam sementara, melihat koridor yang sudah sepi. Suasana yang mulai gelap pun terlihat, hari sudah malam. Naruto melihat Hinata, sepertinya Ino tidak memberitahukan apa yang mereka bicarakan tadi pada Hinata. Aman. "Langsung ke sana?" tanya Naruto.

Hinata mengangguk, mereka berdua pun berjalan bersama menuju kolam. Sebelum sampai kolam, ada hal yang mau ditanyakan oleh Naruto. Tapi sebelum pada intinya, tentu saja harus berbelit-belit dulu. Anggap saja sebagai langkah awal menuju akhir.

"Hinata. Aku baru saja mempelajari hal yang menarik." tentu saja kata-kata ini membuat Hinata ikutan tertarik dengan hal yang dianggap menarik oleh Naruto.

"Memangnya apa?" tanya Hinata santai sambil sesekali melihat Naruto. Apa yang menurut Naruto menarik, tentu saja menarik baginya. Kenapa? Karena hal yang ditertariki Naruto itu adalah hal yang tidak biasa.

"Tadi saat di perpustakaan, tidak sengaja aku melihat buku tentang arti warna." jawab Naruto dengan antusias, "Lalu?" tapi malah mendapatkan respon biasa saja oleh Hinata.

"Bahkan warna mempunyai arti positif dan negatif lho." lanjut Naruto, agar pembicaraan dirinya dengan Hinata tidak terhenti. Ia tidak suka ada keheningan yang melanda diantara mereka.

"Iya?"

"Jadi, perasaanmu sekarang, warna apa?" tanya Naruto penasaran. Ia mau tahu, perasaan Hinata saat bersama dengannya itu warna apa. Jadi kalau warnanya negatif, Naruto akan mencoba membuatnya menjadi positif.

"Aku tidak tahu, aku 'kan tidak tahu arti warna." jawab Hinata menggeleng. Bagaimana mau menjawabnya kalau artinya saja tidak tahu?

"Aku kasih tahu artinya dulu ya, habis itu kau harus menjawabnya. Dengarkan baik-baik," diam sebentar dan mengambil napas, karena ia akan menjelaskannya dengan sangat panjang. "Pertama hitam, dalam artian positif, warna hitam memiliki arti serius. Sedangkan dalam arti negatif, artinya kerahasiaan. Berikutnya putih, sesuai warnanya, arti positifnya adalah kebaikan. Seperti warnanya juga, arti negatif dari warna itu adalah dingin. Hijau memiliki arti pertumbuhan dalam makna positifnya dan kecemburuan pada makna negatifnya. Kuning itu bahagia dalam arti positif penakut dalam arti negatif." Hinata bengong mendengar ocehan dari Naruto. Kenapa Naruto dapat mengingat apa yang ada di dalam buku?

"Lanjut ya."

"Tunggu! Aku mau kasih makan si hitam dulu," menahan penjelasan Naruto, ia meminta Naruto berhenti terlebih dahulu. Karena mereka sudah sampai pada tujuan, dan harus memberi makan si hitam terlebih dahulu.

Mengerti maksud Hinata, Naruto berhenti sementara. Padahal ia sangat mau memberitahukan arti-arti warna yang baru saja dipelajari olehnya. Melihat Hinata yang sudah selesai, ia berniat untuk melanjutkannya. Hinata juga sudah siap untuk mendengarkan lanjutannya.

"Lanjut ya, merah memiliki makna positif yang artinya cinta. Sedangkan arti negatifnya adalah kemarahan. Biru itu percaya dalam arti positif dan ketakutan dalam arti negatif. Dengarkan Hinata, berikutnya adalah warna kesukaanmu. Ungu, kemewahan adalah arti positifnya dan kemurungan adalah arti negatifnya." Hinata benar-benar bengong mendengarkan ocehan Naruto. Otaknya itu setajam apa!? Sampai-sampai arti-arti seperti itu diingat olehnya baik-baik, tidak ada yang salah.

"Jangan bosan ya, akan kuberitahu sampai selesai. Coklat itu ramah dalam arti positif, dogmatis atau konservatif dalam arti negatif. Orange adalah kepercayaan dalam arti positif dan ketidaktahuan dalam arti negatif. Pink arti positifnya sama seperti dengan warna kuning, bahagia. Tapi arti negatifnya berbeda, kelemahan, itulah arti negatifnya. Bagaimana? Apakah sudah tahu perasaanmu sekarang berwarna apa?"

Hinata mengangguk, baguslah kalau begitu. Jadi Naruto tidak perlu menjelaskannya lebih panjang lagi. "Sebenarnya masih banyak warna lainnya, contohnya abu-abu, emas, dan perak. Apakah Hinata mau mengetahuinya?" dengan cepat Hinata menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak mau mendengarnya lebih banyak lagi, cukup satu warna sebagai jawabannya.

"Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang tadi sekarang."

Hinata diam sementara, mengingat arti-arti yang diberitahukan oleh Naruto. Tersenyum singkat, "Sekarang perasaanku sih berwarna kuning dan pink dalam artian positif." jawaban ini membuat Naruto yang mendengarnya ikutan bahagia. Karena perasaannya sekarang, sama seperti dengan warna yang dirasakan Hinata sekarang.

"Bolehkah aku bertanya lagi?" Naruto menatap Hinata dengan serius, dan Hinata yang melihatnya pun jadi gugup karenanya.

Hinata menggangguk, "Apa?" tanyanya kemudian.

"Perasaanmu padaku, berwarna apa?"

SPLASH. Cipratan ekor dari koi hitam dan hembusan angin yang menerpa keduanya, sebagai tanda kebingungan Hinata. Harus menjawab apakah Hinata?

"Aku..." binggung, tidak tahu harus berkata apa. Sekarang bukan saatnya untuk bilang, kalau perasaannya pada Naruto adalah berwarna merah. Perasaan cinta dalam artian positif, itulah arti warna merah.

"Bingung ya mau menjawab apa? Kalau begitu biarkan aku menjawabnya terlebih dahulu."

Hinata deg-deg-an, wajah serius Naruto benar-benar membuat perasaannya tidak tenang. Apakah yang akan Naruto jawab? Akankah sama seperti dengan Hinata? Ataukah malah sebaliknya? Jawaban Naruto, benar-benar pembuat Hinata penasaran.

"Perasaanku padamu, berwarna me..."

"HEI.! BATAS DI SEKOLAH HANYA SAMPAI JAM DELAPAN MALAM, CEPAT PULANG ATAU BAPAK LAPORKAN KE WALI KELAS KALIAN!"

"Ah. Kita harus kabur, Hinata!" dengan segera Naruto mengambil tasnya dan Hinata. Kemudian menarik tangan Hinata untuk berlari bersama dengannya. Ia heran kenapa disaat seperti ini malah ada guru pengawas, biasanya selama ini tidak ada yang seperti ini. Masa disaat Naruto mau memberitahukan hal yang sebenarnya, ada saja penghalang dalam bentuk guru pengawas.

"Dadaa."

"Hei! Naruto!"

Biarlah perasaan keduanya, bersatu sesuai dengan waktunya.

◐ To Be Continue ◐

Wohooo tinggal 3 chapter lagi sebelum selesai. Gimana nih perasaannya? Deg degan ga nih? Di tunggu chapter selanjutnya ya

Continue Reading

You'll Also Like

4.3K 592 13
[TAMAT] Welcome to my new story 救援人員 "Yu zeyu.... Liburan selesai, waktunya kembali bekerja" 救援人 [Jiùyuán rényuán] this story is a mere fiction inspi...
1.7M 67.8K 101
Indonesia : Disclamer : Semua Komik Ini Bukan Buatan Saya, Melainkan Komik Buatan Para Fans NaruHina (Yang Saya Tidak Tahu, Siapa Pemiliknya), Yang S...
109K 5.1K 34
[ The end ] WARNING!!!!⚠️ [ Cerita ini masih dalam tahap Revisi ] kisah cinta borusara yang penuh dengan rintangan. Dan perjuangan boruto melindungi...
183K 8.5K 10
Terlalu lama berjuang keras sendiri untuk mendapatkan hati sahabatnya Sakura Haruno,Naruto berusaha bangkit dalam keterpurukan karena obsesinya yang...