26 Days : Koi of Love [COMPLE...

By MRX-CLAY

88.2K 4.8K 306

Demi perasaan cintanya, ia mencoba peruntungan selama 26 hari. Sebuah mitos yang belum tentu ketepatannya, ta... More

Prolog
1st Day : Abadi
2nd Day : Bebas
3nd Day : Cahaya
4th Day : Demam
5th Day : Embun
6th Day : Firasat
7th Day : Gunung
8th Day : Hinata
9th Day : Ingatan
10th Day : Jujur
11th Day : Kalah
12th Day : Lahir
13th Day : Magatama
14th Day : Naruto
15th Day : Obat
16th Day : Pacar
17th Day : Queen
19th Day : Surat
20th Day : Tragedi
21th Day : Usai
22th Day : Vas
23th Day : Warna
24th Day : Xenophobia
25th Day : Yakin
26th Day : Zaman
Cerita Baru

18th Day : Rival

2.3K 141 9
By MRX-CLAY

Naruto dan Kiba itu, adalah seorang rival. Baik dalam atletik, pelajaran, maupun masalah percintaannya. Menurut pandangan Naruto, Kiba juga menyukai orang yang sama dengannya. Siapa orang yang dimaksud Naruto ya? Kalau orang itu adalah aku, aku benar-benar beruntung. Yang pertama, perasaanku akan sama dengan Naruto. Yang kedua, dapat disukai oleh orang seperti Kiba. Tapi sayangnya, itu hanyalah khayalan belaka.

◐ 26 Days : Koi of Love ◐

"Kak Hinata." panggil pelan Hanabi. Tidak ada reaksi, Hanabi mulai merasa kesal. "Kak." panggilnya sekali lagi, kali ini ia menggoyang-goyangkan tubuh Hinata. Tapi tetap saja tidak ada pergerakan dari Hinata. Tambah kesal pula dirinya, sampai muncul kerutan di dahinya. "Kak Hina.!" kali ia meninggikan suaranya, ia berteriak. Tidak lupa ia semakin cepat menggoyang-goyangkan tubuh Hinata.

Tiga detik tidak ada respon, tapi setelahnya mata Hinata pun mulai bergerak. "Akhirnya bangun juga," langsung saja, Hanabi yang tadinya berdiri di samping ranjang Hinata sekarang bergerak menuju jendela kamar. Ia membuka gorden tersebut dan mengaitkannya menggunakan tali.

"Ugh." Hinata merenggangkan tubuhnya yang kaku, dan membuka selimut yang menutupi kakinya. "Selamat pagi Hanabi," salam Hinata. Kemudian ia berdiri sambil menguap beberapa kali, mencuci mukanya agar terlihat segar.

Hanabi melihat kakaknya datar, "Memang hari ini hari terakhir masuk sekolah," katanya, ia menyerahkan handuk kecil pada Hinata. "Tapi, jangan keasyikan tidur dong kak." lanjut Hanabi.

Handuk itu diterima oleh Hinata, dan mulai melap mukanya yang basah karena air. "Hahaha. Kakak pulas tidurnya, mungkin tadi bermimpi. Tapi kakak lupa mimpi apa," balas Hinata santai.

"Kak Hinata jadi telat deh,"

Tangan Hinata terhenti seketika, dengan perlahan ia menyingkirkan mukanya yang tertutup oleh handuk. "Apa?" tanya Hinata melihat Hanabi. Entah ia bertanya seperti itu karena tidak percaya atau kurang jelas mendengar ucapan Hanabi.

"Tiga puluh menit lagi bel sekolah akan berbunyi."

Tik Tok Tik Tok. Detik terus saja berjalan, tapi Hinata saja yang tidak berjalan. Hinata malah bengong selama empat detik karena tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.

"Apa!? Kenapa tidak membangunkan kakak lebih pagi!?" teriak Hinata kaget. Ia melempar handuk itu ke Hanabi, dan langsung ditangkap oleh Hanabi.

"Biasanya 'kan kakak bangun pagi," balas Hanabi apa adanya. Hanabi kira Hinata itu sudah bangun dari tadi dan melakukan aktivitas pagi di kamarnya, makanya Hanabi tidak ada niat untuk membangunkan Hinata. Tapi setelah ditunggu-tunggu, tidak ada pergerakan Hinata sama sekali. Dari sana Hanabi baru sadar bahwa kakaknya masih terlelap.

"Kemarin kakak tidak bisa tidur." dengan buru-buru Hinata mengganti pakaiannya. Yang tadinya memakai baju tidur, sekarang Hinata sudah memakai seragam sekolah.

"Memangnya apa yang kakak pikirkan?" tanya Hanabi, tidak lupa membantu kakaknya agar lebih cepat selesai. Ia menyerahkan pasta gigi, dan diambil oleh Hinata.

"Bukan masalah penting kok," jawab Hinata. Dengan cepat Hinata menggosok giginya agar terlihat putih, segar, dan wangi. Setelah selesai menggosok gigi, Hinata mengambil tas sekolah dan berlari ke bawah.

Hinata memakai sepatu, kalau Hanabi membawakan bekal yang sudah disiapkannya untuk Hinata. Meski tidak sarapan, tubuhnya masih bisa bertahan. Selesai pakai sepatu, Hinata mengambil bekal dari tangan Hanabi dan membuka pintu rumah. "Kakak pergi dulu ya." serunya dan berlari keluar rumah.

Selama melakukan kegiatan di atas, Hinata menghabiskan waktu sepuluh menit. Waktu yang tersisa hanya dua puluh menit, untungnya kalau berlari hanya memerlukan sepuluh menit untuk sampai ke sekolah. Jadinya memungkinkan Hinata tidak telat masuk sekolah.

Melewati persimpangan, Hinata melihat sosok yang berada enam meter jauh di depannya. Melihat rambut dan cara berpakaiannya, itu pasti... "Naruto!" secara tidak sengaja Hinata menyebut nama orang itu dengan berteriak. Padahal ia tidak memiliki niat untuk memanggil Naruto, tapi itu malah terjadi. Lantas orang bernama Naruto itu terhenti, dan menengok ke arah si pemanggil.

"Eh? Hinata. Tumben." Naruto berlari pelan menghampiri Hinata, "Telat ya? Sama dong." ucapnya sambil menyengir tidak karuan.

"Ini bukan saatnya menyengir, Naruto." ucap Hinata masih terus berlari. Ia melihat Naruto, santai sekali Naruto larinya. Sedangkan Hinata? Napasnya sudah tersengal-sengal karena berlari dari rumah sampai bertemu Naruto dan tidak berhenti.

"Naruto duluan saja, biar tidak telat." Hinata tidak suka membuat Naruto menunggu dirinya yang agak lama dalam berlari, nanti Naruto malah telat gara-gara Hinata.

Naruto terhenti, ia menghadap Hinata dan menyernyitkan matanya. "Memangnya pantas ya seorang pria meninggalkan wanita?" tanyanya dengan wajah yang sok bijak. Kemudian ia mulai berlari pelan kembali. Padahal kalau tidak ada Hinata, ia dapat berlari sangat cepat.

Tapi, saat Hinata mendapatkan pertanyaan itu, ia tidak dapat menjawabnya. Kaget juga dengan pertanyaan Naruto, tidak biasanya Naruto begitu. Mungkinkah pemikiran Naruto yang sekarang sudah lebih dewasa dari hari-hari sebelumnya? Seorang pria memang tidak pantas meninggalkan wanita, tapi saat ini beda ceritanya.

"Um.. Hinata.." Naruto memanggil Hinata. Bisa dibilang, Naruto sedikit ragu-ragu untuk mengatakannya. Tapi, "Menurutmu, apa yang harus kulakukan agar bisa mendapatkan hati gadis yang kusukai ya?" ini memang harus ditanyakan langsung olehnya. Kalau Naruto tanyakan ke orangnya langsung, pasti ia akan melakukan apa yang diinginkan oleh Hinata. Hal apa yang harus dilakukan, agar mendapatkan hati Hinata.

"Kalau menurutku, Naruto harus menjadi diri Naruto sendiri. Kalau aku sih, aku lebih menyukai pria yang baik hati, ceria, dan senyumannya bagaikan mentari." jawab Hinata mengutarakan pendapatnya. Itulah tipe kesukaan Hinata, dan itu semua terdapat pada Naruto.

Tapi Naruto tidak menyadarinya sama sekali. Kalau tipe Hinata itu, adalah dirinya sendiri. Malah ia heran dengan tipe terakhir yang disukai oleh Hinata, "Senyuman bagaikan mentari? Memangnya ada ya?" tanya Naruto bingung. Kalau dipikir-pikir, mungkin memang ada. Contohnya guru Guy dan Lee, kalau mereka tersenyum maka giginya akan bersinar. Masa sih? Itu bukan senyuman bagaikan mentari namanya, tapi senyuman gigi bersinar.

"Ada kok," jawab Hinata. Jawabannya, ada di depan matanya sendiri. Meski Naruto tidak menyadarinya, tidak apa. Yang penting yang dimaksud oleh Hinata ada keberadaannya.

"Oh. Tapi gara-gara keasyikan ngobrol dan berlari santai, aku tidak sadar kalau sebentar lagi gerbang sekolah akan ditutup. Ternyata gawat juga kalau lari santai seperti ini," Naruto melihat jam tangannya, lima menit lagi gerbang akan ditutup. Jauh dari perkiraan bayangan Hinata, ternyata berlari juga tidak akan sampai hanya dengan sepuluh menit. Sedangkan kalau dengan kecepatan lari Hinata, membutuhkan waktu lebih dari lima menit untuk sampai sekolah.

"Eh? Benar. Kalau begitu Naruto lari duluan saja!" seru Hinata panik. Kalau dirinya telat, tidak apa. Karena pada awalnya, Hinata memang sudah telat. Tapi kalau Naruto telat? Itu pasti gara-gara Hinata, ia tidak mau membuat Naruto mendapatkan hukuman karenanya.

"Mana bisa begitu!" Naruto memulai menaikkan laju kecepatan larinya, karena Hinata mulai mempercepat lari. "Hmm. Begini saja." dengan segera Naruto menggendong Hinata ala tuan putri, dan berlari dengan kecepatan maksimal. "Dengan begini, dalam waktu tiga menit kita akan sampai di sekolah!" seru Naruto diiringi dengan Hinata yang kaget karena tiba-tiba digendong.

Hinata panik, tapi ia berusaha menenangkan dirinya. Kalau ia terus panik dan meronta, nanti malah akan jatuh karena menggangguk keseimbangan Naruto. Tenang, tenang. Setelah tenangan dalam waktu satu menit, Hinata kembali berpikir. Kenapa kejadian ini terjadi? Itu dikarenakan dirinya bangun kesiangan. Lalu, kenapa bisa bangun kesiangan? Itu karena Hinata tidak bisa tidur kemarin malam. Dan, kenapa tidak bisa tidur kemarin malam? Itu karena...

'Aku tidak bisa tidur, gara-gara memikirkan itu ya? Siapa yang disukai oleh Naruto dan Kiba? Sampai-sampai mereka menjadi rival dalam berbagai hal.'

˚°◦ ◦°˚ ◐ 18th Day ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Naruto. Turunkan aku." pinta Hinata menggerakkan badannya pelan. Ia meronta pelan untuk minta diturunkan oleh Naruto yang menggendongnya ala tuan putri. Walau sudah tenangan, tapi tetap saja ia tidak bisa diperlakukan seperti ini terus.

"Eh? Kenapa? 'Kan belum sampai sekolah." tanya Naruto tanpa memperhatikan Hinata, masih saja terus berlari. Tapi kalau Naruto melihat Hinata, sudah pasti Naruto akan terhenti seketika karena melihat kecantikan dari wajah merah Hinata. Atau malah Naruto kesandung yang mengakibatkan jatuh.

"Justru karena belum sampai sekolah," lanjut Hinata sebisanya, ia malu kalau kejadian seperti ini akan berlangsung terus.

Orang-orang di sekitar saja sudah banyak yang memperhatikan Naruto dan Hinata. Mereka menjadi pusat perhatian, itulah yang tidak Hinata suka. Apalagi kalau kejadian seperti ini terus terjadi sampai di sekolah, sudah pasti nanti ada kesalapahaman antara murid-murid. Nanti malah muncul gosip aneh tentang murid teladan dan pelatih atletik yang menjalin asmara. Hinata tidak mau nama baik Naruto jadi tercoreng karenanya.

"Nanti ada salah paham." dengan nada memelas, Hinata mengutarakan perasaannya.

Barulah saat mendengar ini dan melihat wajah memelas Hinata, Naruto berhenti dan menurunkan Hinata. "Benar juga ya." katanya setelah itu, dapat terlihat kalau Naruto sedang tersenyum memaksa. Kenapa ya? Apakah keputusan Hinata yang tadi salah? Padahal ini demi kebaikan Naruto, supaya orang-orang tidak salah paham, termaksud orang yang disukai Naruto. "Kalau gitu ayo buruan!" dengan kecepatan penuh pun Naruto berlari, meninggalkan Hinata.

Hinata heran, disaat seperti apapun, biasanya Naruto tidak pernah meninggalkan Hinata. Menjauh, mungkin diantara mereka sekarang, jaraknya semakin jauh. Yah. Untungnya karena bantuan Naruto, sebentar lagi Hinata akan sampai di sekolah. Jarak sekolah sudah dekat, ia tidak akan telat.

Kalau Naruto, ia sudah sampai dan masuk duluan ke sekolah. Ia melihat gerbang yang masih terbuka, dan masuk ke dalam sekolah. Tersisa tiga menit lagi baru masuk, ia yakin Hinata tidak akan telat.

"Arrgh! Kenapa tadi aku lari sih!?" sekarang malah Naruto yang menyesal karena meninggalkan Hinata. Lagian kenapa pakai lari segala? Padahal Hinata berkata seperti itu adalah hal yang wajar.

'Hinata tidak ingin orang yang disukainya salah paham antara aku dan Hinata. Memang bahaya sih kalau orang yang disukai Hinata sampai melihat kejadian tadi. Bisa-bisa, perasaan Hinata akan hancur berkeping-keping.' disaat seperti ini, Naruto harus memikirkan perasaan Hinata. Jangan egois untuk kesenangannya sendiri, karena Hinata juga punya kesenangan tersendiri. Andai kesenangan Hinata berada pada dirinya.

"Haa." Naruto menghela napasnya pelan, lalu meletakkan kedua tangannya di belakang kepalanya. Berjalan pelan, tidak perlu berlari lagi karena sudah merasa aman.

"Hei, Naruto!" seruan panggilan disertai dengan menepuk pundak sebagai sapaan pagi hari oleh Kiba untuk Naruto.

"Oh, hai Kiba." balas Naruto malas.

"Hahaha, kita sama-sama hampir telat nih." ucap Kiba kegirangan. Untungnya sih tidak telat, tapi kalau telat juga ada untungnya. Karena ada Naruto, jadi ada teman telat bersama.

"Memangnya itu adalah hal yang pantas untuk dibanggakan ya?" tanya Naruto ketus, sekarang tangan itu dimasukkannya ke dalam kantong celananya.

"Tidak sih," jawab Kiba.

Jalan terus agar sampai pada tujuan, kelas. Rasanya memang berbeda jika berjalan ke kelas bersama dengan seseorang. Sudah begitu, laki-laki, dan... laki-laki tersebut adalah rival-nya! Yah. Meskipun Kiba juga adalah sahabatnya sendiri. Tapi mau bagaimana? Rival ya rival, tapi tetap saja, lebih besar sahabat daripada rival.

Tidak ada yang berbicara, aneh juga. Seorang Naruto yang ceria bersama dengan Kiba yang sifat tidak mau kalahnya hampir sama dengan Naruto. Harusnya ada kejadian menyenangkan diantara mereka, misalkan candaan di pagi hari. Sama seperti beberapa minggu yang lalu, Naruto mengajak Kiba main sebelum kelas dimulai.

Kiba hanya menatap Naruto sebentar, dan memalingkan wajahnya kembali. Sebenarnya Kiba tahu apa yang terjadi pada Naruto, sampai-sampai sifatnya jadi seperti itu terhadapnya. Yah. Tidak salah juga sih. "Ternyata kita memang rival ya." kata-kata yang membuat Naruto kaget.

"A-Apa maksudmu?" tanya Naruto tidak mengerti. Seakan Kiba tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Naruto.

"Dalam segala hal, atletik, pelajaran, dan pastinya... dalam masalah percintaan pun, kita juga rival." jelas Kiba. Berjalan pelan, dan sesekali menghela napasnya. "Kita menyukai orang yang sama, 'kan?" lanjutnya.

Naruto hanya terdiam, ia tidak dapat berkata apa-apa untuk mengelaknya. Ternyata pemikirannya yang kemarin memang benar, hanya melihatnya saja sudah ketahuan. "Yah. Aku juga berpikir seperti itu. Mungkin kita memang menyukai orang yang sama." balas Naruto.

"Haha. Bisa dibilang, kita sehati dong." Kiba malah menganggap ini adalah bahan candaan yang pas, tapi saat seperti ini, bukan saatnya untuk bercanda. "Hinata, 'kan?" tanyanya lagi.

Yah. Memang tidak dapat dipungkiri lagi. Kalau sudah menyukai seseorang, tidak bisa seenaknya berhenti menyukai orang itu dan pindah ke lain hati. Tidak semudah itu.

"Iya," balas Naruto.

Tapi bagaimana ceritanya kalau dua orang sahabat menyukai orang yang sama?

Hal yang benar-benar tidak ingin dibicarakan oleh Naruto malah terjadi padanya. Ternyata benar ya? Pemikiran Naruto kemarin ternyata benar, Kiba menyukai orang yang sama dengannya.

"Kita bertarung secara sehat ya." Kiba menyodorkan tangannya pada Naruto, untuk bersalaman.

"Oke!" kalau seperti ini, sudah tidak dapat dihindari lagi. Naruto terima uluran tangan itu. Dengan ini, pernyataan perang telah dimulai. "Ngomong-ngomong, sejak kapan kamu menyukainya?" tanya Naruto penasaran setelah melepas jabatan itu dan kembali berjalan.

Sebenarnya ini adalah hal yang pribadi bagi seorang Inuzuka Kiba. Ia juga tahu hal seperti ini tidak boleh diberitahukan pada seorang rival. Tapi mau diapakan? Rival itu juga sahabatnya. Anggap saja ia sedang cerita pada sahabat, bukan pada rival. "Saat tes ujian masuk sekolah, sudah sekitar satu tahun lebih." jawab Kiba tersenyum.

Mendengar dan melihat senyuman itu, Naruto jadi berkecil hati. Bagaimana tidak? Kiba sudah menyukai Hinata jauh lebih lama daripada dirinya. Apalagi Kiba jadi terlihat berbeda saat bercerita tentang Hinata. Sedangkan Naruto menyukai Hinata belum lebih dari satu minggu. Apa Naruto tega menyakiti perasaan yang tulus itu?

"Kenapa bisa suka?"

"Awalnya sih, aku melihatnya biasa saja. Manis gitu pikirku, seperti perempuan kebanyakan. Tapi, setelah selesai ujian, semakin aku melihatnya, semakin hatiku tidak karuan. Mungkin bisa dibilang, cinta pada pandangan berikutnya. Aneh, 'kan?" mungkin ini adalah cerita yang berbahaya. Masa menceritakan hal itu pada rival-nya sih!?

"Lama juga ya," Kiba sudah cerita panjang lebar, Naruto malah menanggapinya hanya dengan tiga kata.

"Kalau kamu sendiri?" tanya Kiba balik.

"Jujur saja ya, aku menyukainya belum lebih dari seminggu. Memang jauh banget dari kamu, tapi aku tidak akan mengalah." dengan pancaran sinar mata yang begitu meyakinkan, Naruto malah makin membuat udara di sana panas.

Melihat pancaran mata itu, sangat ingin membuat Kiba tersenyum. Sampai-sampai hanya taringnya saja yang terlihat. Tapi, kata-kata Naruto yang barusan keren juga. "Itu memang kata-kata yang harus diucapkan seorang pria sih." ucapnya menyundul tangan Naruto pakai sikutnya.

"Apaan sih?" Naruto memegang tangannya yang sudah kena sundulan itu. Rasanya, lumayan juga.

"Alasanmu menyukainya?"

"Entah ya, tiba-tiba rasa itu muncul." jawab Naruto enteng.

Kiba tertawa mendengarnya, untuk menyukai seseorang itu memang tidak membutuhkan alasan. "Lalu bagaimana dengan perasaanmu yang sebelumnya?" tanyanya lagi.

"Sudahlah, tidak usah dibahas lagi deh." itu adalah hal lain yang tidak mau dibicarakan oleh Naruto. Yang lalu biarkanlah berlalu.

"Lagian, suka sama orang yang sudah punya pacar sih. Pasti nangis tuh saat ditolak." Kiba malah enak-enakan saja menjadikannya bahan candaan pagi. Padahal sebentar lagi mereka akan sampai di kelas.

"Sudahlah, berhentilah membicarakan itu." rasa kesal mulai menjalar di seluruh tubuh Naruto. Kiba itu memang suka bercanda, tapi untuk yang ini, bisa tidak, tidak usah dijadikan bahan candaan?

"Oke-oke, lagian itu sudah berlalu." Kiba menyiapkan ancang-ancang, ia akan menjadi orang yang masuk duluan ke kelas sebelum Naruto. "Andai cintamu diterima oleh Sakura, atau saat kamu ditolak, kamu menyukai orang lain." menundukkan kepalanya, "Coba kalau bukan Hinata." ia bergumam, tapi gumaman itu masih dapat didengar oleh Naruto walau samar-samar.

"Apa?"

"Ah! Tidak apa-apa, pokoknya pertarungan kita dimulai hari ini. Aku duluan ke kelas ya!" Kiba pun lari duluan, mininggalkan Naruto yang masih penasaran dengan gumaman Kiba yang tidak jelas ditangkap olehnya.

"Apa sih?"

Sampai di dalam kelas, Kiba langsung menaruh tas-nya di atas meja dan duduk. Menopang dagunya dan berpikir, 'Kenapa aku bilang begitu ya? Padahal aku tahu kalau aku akan kalah.' batinnya berkenala, sedangkan matanya tertuju pada luar.

'Pakai menyatakan perang segala. Haa. Apa aku masih mempunyai kesempatan untuk menang dalam peperangan ini?'

˚°◦ ◦°˚ ◐ Rival ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Hei, Hinata." pangilan Ino menghentikan aktivitas Hinata dalam memberikan makan koi putih.

"Ya? Ada apa?" tanya Hinata melihat Ino yang berjongkok sambil menopang dagu, merasa bosan.

"Ada yang mau kutanyakan padamu." jawab Ino berdiri dan menghela napas sekali, kemudian melihat Hinata dengan serius. Tanpa meminta persetujuan dari Hinata, Ino langsung saja bertanya. "Bagaimana reaksimu, kalau misalkan ada dua orang yang menyukaimu?" tanyanya to the point.

"Ya, sudah pasti aku senang. Karena kalau aku disukai, itu berarti mereka memperhatikanku. Serta, itu adalah tanda bahwa mereka menyadari keberadaanku, menganggap bahwa aku itu ada." jawab Hinata dan melanjutkan kembali acara memberikan makan ikannya.

Yah. Disukai itu memang hal yang menyenangkan. Kalau kita disukai orang, berarti kita selalu diperhatikan, dan itu adalah tanda bahwa kita ada. Yang tidak menyenangkan adalah, kita ada tapi tidak diperhatikan, dianggap tidak ada. Jadi kalau begini saja, Hinata sudah bersyukur.

"Begitu ya? Tapi bagaimana dengan perasaan mereka?" tanya Ino kembali, sebenarnya Ino penasaran sih dengan tanggapan Hinata tentang hal seperti ini.

"Maksudnya?" tanya Hinata tidak mengerti.

"Dua orang menyukaimu, dan salah satu dari mereka ada yang kamu sukai. Sudah pasti kamu dan orang yang kamu sukai itu akan bersatu. Tapi, bagaimana dengan perasaan orang yang tertolak ini? Apa kamu memikirkannya?" tanya serta penjelasan diutarakan oleh Ino. Memang Ino tidak pernah membuat orang lain menyukainya selain Sai. Kasihan juga orang yang akan tertolak nanti, Ino tidak suka membuat orang sedih.

"Sudah pasti orang yang tertolak akan tersakati." jawab Hinata, ia mengingat plastik makanan ikan tersebut dan memasukannya sisanya ke dalam kantong rok-nya.

"Benar juga sih, tapi bagaimana ya?" ini memang sulit bagi Ino. Dalam hal ini, Ino sedang membicarakan Hinata, Naruto dan Kiba. Di sini, yang kasihan adalah Kiba. Karena Kiba pasti orang yang akan tertolak. Apalagi Ino tahu kalau Hinata adalah cinta pertama Kiba.

"Saat kau harus memilih satu cinta, pasti ada saja orang lain yang menangis."

"Apa?"

"Itu kata bijak dari anime lama yang baru-baru ini aku tonton kembali." balas Hinata tersenyum dan berjalan pelan sambil mengangkat jari telunjuk tangan kanannya. "Aku merasa bersyukur karena sudah pernah disukai oleh orang tersebut. Tapi perasaan memang tidak bisa berbohong. Yang berbahagia adalah yang cintanya terbalas, sedangkan yang menangis adalah orang yang tertolak." ia mengambil tas kecil yang berada di atas bangku taman.

"Kalau memang ada orang yang aku tolak, mungkin aku akan meminta maaf padanya dan berterima kasih karena sudah menyukaiku." Hinata berjalan pelan meninggalkan taman, dan Ino mengikutinya dari belakang.

'Seharusnya yang namanya rival itu tidak ada ya? Biar orang yang kalah, tidak akan tersakiti.' batin Ino.

Benar sih, dulu Ino pernah menjadi orang yang kalah. Menjadi orang yang tertolak itu memang menyakitkan, ia dapat merasakannya. Tapi, setiap ada penolak, pasti ada penerima. Dan orang yang menerimanya sekaranglah, yang membuat dunianya berubah.

"Kasihan Kiba," ucap Ino pelan dan menghela napasnya.

"Apa? Kenapa dengan Kiba memangnya?" tanya Hinata setelah tidak sengaja mendengar ucapan Ino.

"Eh? Bukan apa-apa kok!" seru Ino menggoyang-goyangkan kedua tangannya. Kenapa yang ada dipikirannya malah keluar dari mulut sih!?

"Oh." untungnya Hinata hanya menganggapnya sebagai angin lalu, jadi Ino merasa aman. Kalau Hinata penasaran, nanti kalau diceritakan makin tahu saja Hinata. Tentang orang bernama Kiba yang menyukai Hinata. Kalau memang itu terjadi, dan Kiba mengetahuinya, pasti langsung dibabat habis Ino.

"Ah! Aku mau ke toilet dulu," kata Ino saat mereka berpas-pasan dengan toilet. "Tolong pegangin sebentar ya," ucapnya menyerahkan kotak bekalnya pada Hinata dan langsung masuk ke dalam toilet.

Dua detik berlalu, Hinata yang mulai menunggu Ino, malah ditarik oleh seseorang. GREP. Tangannya ditarik secara paksa dan mulutnya ditutup agar tidak bisa berteriak. Hinata dibawa orang itu menjauh dari tempat tersebut. Dari caranya, Hinata seperti diculik oleh seseorang. Ia pun sempat kaget dan menjatuhkan bawaan di tangannya.

Bruk. Mendengar itu, Ino yang baru mau mengunci pintu langsung membuka pintunya. Ia malah kaget karena tidak melihat Hinata di sana, melainkan hanya kotak bekal yang terdapat di lantai.

"Lho, Hinata?"

Disisi Hinata berada, Hinata ditarik oleh orang tersebut ke atap, tempat yang biasanya tidak ada orang sama sekali. Apa yang Hinata lakukan? Tentu saja takut! Sempat ia meronta-ronta, tapi tenaganya lebih besar dari dirinya. Sampai kesabaran Hinata mulai habis, ia menggigit tangan orang tersebut, lantas tangan itu langsung terlepas. Dengan segera, tanpa melihat lagi, ia menyerang bagian vital orang tersebut.

JDUAK!

"Gyaaa!" orang tersebut berteriak kesakitan.

Sudah jatuh tertimpa tangga, ia mendapatkan dua kesialan. Pertama, tangannya digigit oleh Hinata. Yang kedua, masa depannya dihajar! Orang yang ternyata Naruto itu merintih kesakitan, inilah yang dimaksud kekuatan Hinata yang muncul disaat terdesak.

"Eh? Naruto!?" begitu kagetnya Hinata melihatnya. Ternyata yang menculiknya adalah Naruto! Tapi, kalau ingin bertemu, kenapa pakai cara seperti itu segala? Padahal 'kan bisa pakai cara yang lebih lembut, jadi kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi.

"Ugh. Jangan lihat aku disaat seperti ini." seru Naruto.

"Ah, iya." Hinata langsung memalingkan pandangannya melihat arah lain.

Tiga menit rasa sakit itu mulai memudar, tidak ada lagi rasa sakit yang menjalar, tapi Hinata masih melihat arah lain. Yah. Ini memang salah Naruto sih membawa Hinata bagaikan seorang penculik. Tapi hanya ini yang dapat dilakukan olehnya untuk menghindari Ino.

"Hinata." panggil Naruto. "Maafkan caraku membawamu tadi ya." ia meminta maaf pada Hinata langsung.

Tapi Hinata malah berbalik dan langsung meminta maaf pada Naruto. Karena ialah yang berbuat paling jahat! Bagi seorang Hinata, melakukan hal itu pada seorang pria, adalah perbuatan yang benar-benar jahat! "Seharusnya aku yang meminta maaf pada Naruto!" Hinata menundukkan kepalanya, ia sungguh meminta maaf.

"Sudahlah. Pada awalnya, ini memang salahku." untungnya sakit yang dirasakan Naruto tidak terlalu lama, jadinya ia tidak perlu lama-lama tidak melihat Hinata.

"Uh.." Hinata tidak dapat berkata-kata. Bagaimana pun juga, rasa sakit yang dirasakan oleh Naruto, lebih sakit dari sakit hatinya.

"Sudah, tidak usah dipikirkan. Lagian, aku membawamu ke sini bukan untuk kejadian seperti ini kok." langsung saja ya ke tujuan awal Naruto.

Apa alasan Naruto membawa Hinata ke atap? Padahal sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Lalu Ino, pasti ia kewalahan berlari untuk mencari keberadaan Hinata.

"Kita bolos pelajaran berikutnya ya." dengan wajah yang tidak bersalah, Naruto menyeret Hinata untuk melakukan tindakan salah bersama dengannya.

"Tapi, itu perbuatan tidak baik."

"Hari ini saja, kumohon temani diriku, kali ini saja." melihat wajah Naruto yang memelas, bagaikan bayi mungil, Hinata jadi tidak bisa untuk menolaknya.

"Ba-baiklah, kali ini saja." akhirnya Hinata menerima permintaan Naruto walau dengan keadaan terpaksa, buktinya Hinata menghela napasnya setelah itu.

"Asyik!"

Naruto langsung berlari dan ke tempat yang enak dan tiduran, menutup matanya. Langit yang terik, membuatnya tidak bisa melihat pemandangan yang indah. Hinata menyusul Naruto dan duduk rapi di sebelah Naruto. Selama sepuluh menit, tidak ada yang berbicara. Naruto jadi heran dan sedikit membuka matanya. Yang dilihat adalah Hinata yang tertidur sambil terantuk-antuk! Kepalanya goyang kesana-kemari, Naruto tertawa kecil. Pada posisi tiduran, sekarang ia duduk. Waktunya bergantian, mungkin Hinata terlalu banyak pekerjaan sehingga mengantuk.

Naruto membawa kepala Hinata ke pangkuannya secara perlahan, dan sukses. Hinata masih tetap tertidur dengan lelap, sungguh manis. Kenapa ya? Naruto baru sadar beberapa hari yang lalu, kalau Hinata semanis ini saat sedang tidur.

"Haa. Aku bagaikan gajah didepan mata tak terlihat dan kuman diseberang kelihatan." meski salah menyebutkan peribahasa, tapi Naruto sedikit mengerti tentang peribahasa tersebut.

"Gadis yang jauh denganku, aku lihat. Tapi, yang selalu berada dekatku, tidak kulihat. Untungnya sekarang aku sudah sadar." Naruto tersenyum tipis sambil melihat Hinata.

Hinata itu, pura-pura tidur atau benaran tidur ya? Kalau tadi Hinata mendengar ucapan Naruto bagaimana? Itu 'kan gawat! Untuk mengetes, Naruto menarik pipi Hinata, dan tidak ada respon. Jadi, Hinata benaran tidur.

"Haha, kebo juga ini anak."

Melihat langit, matahari saat ini sedang ditutupi oleh awan. Angin pun berhembus dengan nyaman, tidak terlalu kencang dan tidak terlalu pelan, pas.

"Setelah aku mengetahui kalau aku memiliki rival, makin aku ingin memonopolinya. Gawat."

Beberapa jam berlalu, mata yang awalnya tertutup kini mulai terbuka. Hingga terbuka seutuhnya, yang dilihat adalah langit gelap. Itu sungguh membuat Hinata kaget! Lalu... "Selamat malam, sudah bangun?" wajah Naruto yang muncul tiba-tiba di depan matanya, membuatnya tambah kaget.

Ia langsung bangun, menutup wajahnya yang malu memerah. "Aku tertidur?!" tanyanya tidak percaya. Yang membuatnya tambah tidak percaya, 'Aku tidur di pangkuan Naruto!?' hatinya berteriak.

"Tidurmu nyenyak sekali," Naruto mendekati Hinata, tidak peduli dengan rasa malu Hinata. Ia memberikan tangannya untuk membantu Hinata berdiri. "Sudah gelap, ayo ambil tas di kelas dan menuju ke tempat si hitam." katanya.

"Ha?" Hinata malah heran dengan ucapan Naruto. Mungkin karena masih setengah sadar, jadinya reaksinya lambat deh.

"Seperti biasa, lakukan rutinitasmu, kasih makan ikan." jelas Naruto, kemudian berjalan tanpa melepaskan pegangan itu.

"Apa?"

"Akibat setengah sadar ya? Selesaikanlah peruntunganmu sampai pada hari terakhir, aku mendukungmu. Sebentar lagi, hari ke delapan belas akan berakhir."

Tunggu, ini kenapa ya? Perasaan apa ini? Melihat Naruto yang sangat antusias menyuruh Hinata untuk memberi makan koi, sungguh aneh menurutnya. Biasanya Naruto tidak seperti ini. Apa Naruto benar-benar menginginkan cinta Hinata terbalas? Padahal Naruto tidak tahu siapa yang disukai oleh Hinata. Kalau Naruto berpikir Hinata menyukai orang lain, dan ia antusias membantu percintaan itu. Berarti, pada awalnya Naruto memang menginginkan percintaan Hinata terbalas. Mengetahui itu, cukup membuatnya sedih. Menyadari satu hal, bahwa Naruto akan mendukung siapapun, asal orang tersebut disukai Hinata.

"Iya,"

◐ To Be Continue ◐

Continue Reading

You'll Also Like

11.4K 516 15
Bagi yang ingin memperbanyak kosakata bahasa korea... [Tap Here] Indonesia » Hangul [Romanization]
183K 8.5K 10
Terlalu lama berjuang keras sendiri untuk mendapatkan hati sahabatnya Sakura Haruno,Naruto berusaha bangkit dalam keterpurukan karena obsesinya yang...
36.7K 5.5K 17
Awalnya berniat mencari portal menuju ke Perkemahan Blasteran karena sebuah mimpi, Leon dan keenam temannya justru masuk ke sebuah kastil misterius d...
1.1M 58.4K 101
Indonesia : Disclamer : Semua Komik Ini Bukan Buatan Saya, Melainkan Komik Buatan Para Fans SaiIno (Yang Saya Tidak Tahu, Siapa Pemiliknya), Yang Say...