26 Days : Koi of Love [COMPLE...

By MRX-CLAY

88.2K 4.8K 306

Demi perasaan cintanya, ia mencoba peruntungan selama 26 hari. Sebuah mitos yang belum tentu ketepatannya, ta... More

Prolog
1st Day : Abadi
2nd Day : Bebas
3nd Day : Cahaya
4th Day : Demam
5th Day : Embun
6th Day : Firasat
7th Day : Gunung
8th Day : Hinata
9th Day : Ingatan
10th Day : Jujur
11th Day : Kalah
12th Day : Lahir
13th Day : Magatama
15th Day : Obat
16th Day : Pacar
17th Day : Queen
18th Day : Rival
19th Day : Surat
20th Day : Tragedi
21th Day : Usai
22th Day : Vas
23th Day : Warna
24th Day : Xenophobia
25th Day : Yakin
26th Day : Zaman
Cerita Baru

14th Day : Naruto

2.5K 145 11
By MRX-CLAY

Saat kututup mataku, yang terbayang hanyalah dia. Bahkan saat kubuka mataku, yang terbayang juga dia. Dia yang selalu menemaniku, disaat suka maupun duka. Dia adalah orang yang sangat berharga bagiku, orang yang kusuka. Dia adalah orang yang membuat kehidupanku jadi penuh dengan warna.

Dia adalah Naruto Uzumaki.

26 Days : Koi of Love

"Selamat pagi!"

Hinata bengong melihat apa yang ada didepan rumahnya. "Naruto!?" tanyanya tidak percaya. Masa sepagi ini, ada Naruto didepan rumahnya? Apa yang sedang dilakukan olehnya? "Apa yang Naruto lakukan?" tanya Hinata dan membuka pagar rumah tersebut, untuk menyambut Naruto. Karena tidak sopan kalau tidak menyambut tamu yang datang ke rumah.

"Memangnya apa lagi selain menjemputmu?" mendengar itu, wajah Hinata jadi memerah seketika. Naruto tadi berkata, menjemput Hinata. Ini adalah hal yang jarang sekali, 'kan? Mungkin, ini pertama kalinya Naruto menjemput Hinata saat masuk SMA. Apa yang sebenarnya terjadi ya?

"Aa... Tumben. Ada apa?" tanya Hinata waspada, takut-takut ada hal yang mau dilakukan Naruto. Naruto yang tadinya ceria-ceria saja, jadi cemberut karena pertanyaan Hinata.

Naruto mengingat kejadian lalu-lalu, "Tumben ya?" tanya Naruto berbalik nanya. Ya, ini memang yang pertama kalinya bagi Naruto menjembut Hinata. Biasanya hanya mengantarkannya pulang saja, mungkin ini terjadi karena Naruto sudah mulai melahirkan perasaan sukanya pada Hinata. Jadi, setiap waktu selalu ingin berada didekat Hinata.

"Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Berangkat ke sekolah saja yuk! Hari pertama nih." ajak Naruto. Hinata mengangguk, ia juga tidak mau merisaukannya. Kalau Naruto mau menjemput, itu adalah hal bagus. Karena perkembangannya sudah melaju lebih cepat. Hinata menutup kembali pagar rumahnya. Berjalan ke sekolah bersama dengan Naruto.

'Yang aku tunggu kemarin, akhirnya terjadi juga ya.'

"Hari ini olahraga, lho." Hinata melihat Naruto, "Memangnya kenapa kalau olahraga?" tanya Hinata. Kondisi tubuh Hinata memang kurang pas dengan pelajaran seperti itu, tapi akan baik-baik saja kok. Naruto berpikir sejenak, kalau tidak salah, hari ini jadwal olahraga-nya adalah maraton.

"Hari ini tema olahraga-nya maraton," jawab Naruto. Hinata mengangguk, "Berarti nanti Naruto yang memimpin dong," ucap Hinata dengan semangat. Karena kalau masalah lari-lari begitu, di kelas mereka tentunya Naruto yang tercepat. Baru disusul dengan Kiba, selisih lari mereka hanya tiga detik.

"Bukan hanya itu, katanya kak Anko mempercayakan anak-anak kelas padaku. Itu merepotkan." gerutu Naruto. Daripada mengurus anak-anak kelas, lebih baik lari ke ujung dunia saja, itu pemikiran Naruto.

"Mendapatkan kepercayaan orang itu susah, lho." Naruto menghela napasnya saat mendengar kata bijak dari Hinata. Mendapatkan kepercayaan itu memang lebih susah daripada mendapatkan teman. Tapi, ini mengurus anak-anak kelas lho! Naruto bukan orang dewasa yang dapat melakukan hal itu.

"Aku akan mencobanya," Naruto menyemangati dirinya sendiri, kalau pun tidak mau ia tetap harus mencobanya.

Kalau mengurus anak-anak kelas yang seperti itu, mungkin tidak terlalu merepotkan. Hanya perlu mengajarkan bagaimana ancang-ancang yang benar sebelum berlari, bagaimana cara memegang tongkat maraton yang benar, dan bagaimana sikap yang benar saat berlari. Hanya itu, segampang menjentikkan jari kali ya?

"Semangat yang bagus, Naruto." melihat Hinata yang memberikan semangat, ditambah dengan senyumannya itu, benar-benar menggetarkan hati Naruto. Gara-gara getaran itu, sampai-sampai pipinya jadi memerah seketika. Naruto jadi mengalihkan pandangannya, untuk menutupi wajahnya yang malu itu.

Hinata melihat Naruto dengan heran, kenapa ya? Tanya Hinata penasaran. Tumben-tumbenan Naruto memalingkan wajahnya seperti itu. Kalau diibaratkan tokoh-tokoh didalam komik, kejadian seperti ini, adalah hal yang begitu manis. Tapi, Naruto itu memang manis ya. Inilah yang Hinata suka dari Naruto, ekspresi yang selalu menunjukkan perasaannya.

"Kalau tidak melihat ke depan, nanti Naruto tersandung batu, lho." peringat Hinata. Langsung saja Naruto menatap depan kembali, mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Sebenarnya apa yang sedang dilakukan olehnya sih?!

"Oh iya, sekarang hari ke berapa?" tanya Naruto. Maksud Naruto, hari ke berapa Hinata sudah memberikan makan sepasang ikan koi itu. Tapi karena pertanyaan Naruto kurang jelas, Hinata jadi tidak mengerti. Hanya berwajah bingung, dan tidak berkata apa-apa. "Maksudku, hari ini hari ke berapa kau memberi makan sepasang koi itu?" tanya Naruto lebih jelas.

Hinata meletakkan tangan kanannya yang tergenggam ke tangan yang satunya lagi, mengerti apa yang ditanyakan oleh Naruto. "Hari ke empat belas," jawab Hinata langsung. Naruto mengangguk-angguk setelah mendapatkan jawaban dari Hinata.

"Berarti tinggal dua belas hari lagi ya?" tanya Naruto pada dirinya sendiri, Hinata mengangguk karena pertanyaan itu dikira ditujukan kepadanya.

Sebenarnya Naruto berpikir, itu berarti tinggal sebentar lagi. Hinata pasti akan selalu melakukan hal itu, sampai perasaan cintanya terbalas. Ingin sekali rasanya menghentikan langkah Hinata, tapi tidak mungkin dilakukan olehnya. Kebahagiaan Hinata, adalah yang terpenting baginya. Tidak peduli hatinya sakit, yang penting Hinata tersenyum. Yah. Semuanya sama saja, sulit.

"Naruto?" Hinata heran melihat Naruto yang diam, padahal sebentar lagi mereka akan sampai di sekolah. Apa sebenarnya yang sedang dipikirkan oleh Naruto?

"Ah! Iya." Naruto sadar kembali, daripada memikirkan hal yang tidak pasti, lebih baik menjalani yang sekarang saja.

"Oh ya, hari ini aku membuatkan bekal untuk Naruto. Nanti istirahat diambil saja," mata Naruto berbinar. Dibuatkan bekal ya? Naruto sangat bersemangat kalau tentang hal ini. Masakan yang dibuat Hinata itu sangat enak, lho! Siapa sih yang tidak suka dengan masakan yang bagaikan chef di hotel bintang tujuh ini. Walaupun bentuknya sederhana, tapi rasanya itu lho, mantap!

"Atau mau ambil sekarang?" tanya Hinata siap-siap untuk mengeluarkan bekal yang dibuat olehnya.

"Tidak usah, aku ambilnya saat istirahat saja." biar orang-orang yang melihatnya pada iri, karena hanya Naruto saja yang dikhususkan oleh Hinata. Hehe.

"Baiklah," Hinata pun mengurungkan niatnya mengambil bekal itu, mereka kembali melanjutkan jalan dengan santainya. Merasa bosan, Naruto mulai seenaknya membuat perlombaan sendiri.

"Yang sampai di sekolah duluan, yang menang!" seru Naruto dan langsung berlari tanpa ada perhitungannya terlebih dahulu, Hinata saja sampai kaget mendengarnya.

"Eh? Kalau seperti ini, namanya curang dong." Hinata berusaha mengejar Naruto yang berada didepannya.

Naruto menyengir, "Kalau yang namanya perlompaan dilakukan oleh ahlinya, itu tidak curang, 'kan?" katanya dan melanjutkan larinya.

Malas mengejar, Hinata malah jalan biasa saja. Karena ia tahu, ia tidak akan bisa mengejar Naruto yang larinya cepat. Tapi, inilah yang disukai oleh Hinata. Semangat Naruto, seakan membawanya ke dunia yang penuh dengan warna. Makanya Hinata tidak pernah bosan berada dekat dengan Naruto.

"Itulah mengapa aku menyukainya."

˚°◦ ◦°˚ ◐ 14th Day ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Eh?! Kok kamu sih yang jadi gurunya!?" tanya Ino tidak percaya, dan sangat kecewa. Padahal ia begitu menanti pelajaran kak Anko! Tapi kenapa malah Naruto yang mengajarnya? "Kemana kak Anko!?" serunya dan membuat burung-burung pada terbang ketakutan.

"Berisik," Naruto sudah bosan mendengar protes dari Ino. Lagian mau diapakan lagi? Guru olahraga alias kak Anko sedang mendapatkan tugas di luar perfektur, jadi tidak dapat mengajar dulu. "Masih mending ada guru pengganti yang ahli seperti aku ini." ucap Naruto membanggakan dirinya sendiri.

Hinata hanya tertawa kecil melihat tingkah kedua temannya, seperti anak kecil saja. "Kalau begitu langsung di mulai saja pelajarannya." usul Hinata. Semua murid yang lainnya pun menyetujui usulan Hinata, mereka juga sudah bosan mendengar celotehan Ino.

"Baiklah, pertama-tama bagi jadi satu kelompok empat orang." perintah Naruto, disini Naruto akan memulai menjadi guru. Seperti melakukan pekerjaannya saja, atletik tidak terlalu beda jauh dengan maraton. Sama-sama lari, jadi Naruto sudah berpengalaman dalam hal mengajar.

Setelah sudah terbentuk sebuah kelompok, Naruto langsung mengajarkan kepada pelari pertama bagaimana cara melakukan ancang-ancang, dan memegang tongkat yang benar.

"Bukan seperti itu, tundukkan ke bawah lagi punggungmu." ajar Naruto sambil menekan-nekan punggung murid yang sedang diajarnya. "Jari sejajar dengan lutut ya," ajarnya lagi pada orang yang lainnya.

Sekarang Naruto beralih pada pelari kedua hingga pelari terakhir. "Saat mau menerima tongkat, usahakan kepala kalian harus tetap melihat ke depan. Tidak usah melihat pelari sebelum kalian sudah sampai mana, yang pasti, saat tongkat itu sudah ada di tangan kalian, larilah secepatnya. Terus, posisi tangan bukan seperti orang yang mau minta-minta, tapi posisi kalian itu harus seperti orang yang mau mengambil sesuatu. Seperti ini," sekalian menjelaskan, sekalian mempraktekkannya. Jadi dapat dimengerti dengan mudah.

"Udah ah! Pokoknya begitu, mengerti, 'kan?" tanya Naruto, untuk saat ini Naruto sedang malas untuk mengajar seseorang. Meski ia sudah berpengalaman menjadi pelatih atletik, tapi ia tidak memiliki pengalaman menjadi guru olahraga.

Melihat anak-anak kelas yang bengong, Naruto jadi pusing sendiri. Tapi ini tidak bisa didiamkan olehnya, Naruto harus mencari teman yang dapat membantunya untuk mengajar. "Ah! Begini saja. Kiba! Bantuin aku ajarin mereka juga ya." seru Naruto cengar-cengir memegang pundak Kiba.

Melihat wajah Naruto yang seperti itu, membuat Kiba kesal. "Tidak mau!" seru Kiba, "Ini tugasmu, bukan tugasku." lanjut Kiba dan berlari menjauh dari Naruto. Tapi Naruto malah mengejar Kiba, itu sebabnya Kiba mempercepat larinya. "Jangan mengejarku!" teriak Kiba berlari mengelilingi lapangan. Sebisa mungkin, jangan sampai tertangkap oleh Naruto.

"Dua pelari tercepat memang beda ya larinya," ucap Ino melihat Naruto dan Kiba yang main kejar-kejaran. Hinata tetap saja tertawa, sepertinya hari ini hari yang penuh dengan tawa.

"Tertangkap kau," dan akhirnya, Kiba tertangkap oleh Naruto. Sudah tidak bisa kabur lagi deh Kiba, harus membantu Naruto mengajar. "Sudah lihat kehebatannya dalam berlari, 'kan? Mau diajarin oleh dia juga?" tanya Naruto pada murid-murid kelas sambil menunjuk Kiba.

"Boleh saja,"

"Aku sih tidak keberatan,"

"Ada dua guru mungkin menyenangkan,"

"Apa saja boleh, yang penting hasilnya bagus."

Naruto senyum-senyum tidak jelas, Kiba pun jadi sangat risih. Tapi ia tidak bisa menolak permintaan teman-teman kelasnya. Membantu dikit tidak apa lah.

"Baiklah," akhirnya Kiba menyetujuinya untuk menjadi guru sementara.

Akhirnya, dimulailah pengajaran maraton oleh dua pelari handal.

"Melelahkan ya, tapi seru juga." cerita Ino sambil menyantap bekalnya, Hinata mengangguk membalas ucapan Ino. Hinata tidak dapat menjawabnya karena ia sedang mengunyah makanan, itu sama saja kalau Hinata sependapat dengan Ino.

Pada akhirnya, pelajarannya pun dilakukan sampai pelajaran selanjutnya. Kata guru pelajaran selanjutnya sih, gunakan saja waktunya. Karena dia mau baca buku pelajaran untuk kelas berikutnya, tapi aslinya malah digunakan untuk membaca buku kesukaannya.

Setelah tertelan, akhirnya Hinata angkat bicara. "Tapi Naruto dan Kiba itu cocok juga jadi pelatih," katanya dan kembali melahap sesendok bekal beserta dengan lauk-lauknya.

"Hmm. Hari ini hari yang ke dua minggu ya? Hari yang ke empat belas?" tanya Ino mengalihkan topik pembicaraan, ia malas untuk melanjutkan pembicaraan tentang dua bocah itu.

Hinata mengangguk, "Tersisa dua belas hari lagi, tidak terasa." waktu benar-benar cepat berlalu. Sekarang hari Senin, sama seperti hari saat Ino baru pertama kali memberitahukan tentang keberadaan mitos itu.

"Yah. Walaupun tidak dilanjutkan, kau akan mendapatkannya kok." awal dari niat Ino, adalah memberitahukan perasaan Naruto sebenarnya.

"Apa?"

"Tidak." tapi, setelah dipikir-pikirkan lagi. 'Biarkan Hinata yang tahu perasaan Naruto, langsung dari orangnya.' mengetahui perasaan langsung dari orangnya, lebih membahagiakan, 'kan?

Hinata menutup kotak bekalnya, "Aku kasih makan koi putih dulu ya." ucapnya dan berjalan mendekati kolam. Hinata sudah menghabiskan makanannya, sedangkan Ino melihat Hinata sambil tetap melahap bekalnya. 'Yang namanya cinta itu, memang menyenangkan ya.' akhirnya sendok terakhir habis juga, ia menutup kotak bekalnya dan berjalan mendekati Hinata.

"Sudah?" tanya Ino.

Hinata mengangguk, "Ino sudah mengerjakan tugas itu?" tanya Hinata. Minggu ini adalah minggu yang banyak dengan tugas-tugas, jadi selalu saja ada pertanyaan yang seperti itu.

Ino mengangguk, "Sebentar lagi bel, pasti Naruto juga sudah selesai menyantap bekalmu yang super enak itu." seru Ino menepuk-nepuk pundak Hinata.

Hinata jadi malu karena dipuji oleh sahabatnya sendiri. Tapi senang juga sih kalau bekal buatannya habis dilahap oleh orang yang disukainya. Sambil mengembalikan kotak bekal, sambil berkata, "Bekal buatanmu enak deh!" pasti itu akan membuat Hinata makin terpana.

Tapi, kok? Tadi suara yang dibayangkannya benar-benar terdengar ya? Tapi kok suara perempuan? Hinata melihat Ino, "Coba kalau Naruto bilang seperti itu ya." ternyata Ino yang mengucapkannya. Ino itu, usil sekali ya. Suka banget menggoda Hinata, atau bisa membaca pikiran Hinata?

Hinata tersenyum lembut, "Iya," coba kalau Naruto bilang itu hari ini. Pasti hari ini akan menjadi hari yang membuatnya memulai membuatkan bekal untuk Naruto terus, tapi tidak mungkin sih. Yah. Sebenarnya bekal hari ini hanya sebagai imbalan karena menemani Hinata belanja waktu hari Sabtu sih.

Tapi, kira-kira boleh kalau terus membuatkan bekal tidak ya? Ayah Hinata kadang-kadang pelit, kadang-kadang tidak. Jadi tidak yakin boleh membuatkan bekal untuk Naruto terus. Tapi kalau tipe Naruto, suka tidak ya, kalau selalu dibuatkan bekal? Apakah tidak merasa risih?

Ino memegang pundak Hinata, "Yang namanya laki-laki, pasti suka kalau dibuatkan bekal." ucapnya. Apa ini? Lagi-lagi Ino seperti dapat membaca pikiran Hinata saja. Tapi kata-kata Ino, membuat Hinata jadi tenang.

"Naruto suka masakanmu, 'kan?" Hinata mengangguk, Naruto pernah bilang kalau masakan Hinata adalah masakan yang terenak di dunia. Apalagi ramen yang jarang dibuat oleh Hinata, itu adalah yang terenak dari yang terenak.

"Kalau begitu, aku akan coba tanyakan pada ayah dulu." karena yang membeli bahan-bahannya bukan Hinata, tapi Hiashi. Kalau mau menggunakan bahan yang sedikit berlebihan, setidaknya harus minta izin dulu.

"Kalau begitu, lain kali buatkan aku juga ya." sebenarnya Ino juga penggemar berat masakan Hinata. Saat sekali mencoba masakan buatan Hinata, rasanya tidak mau berhenti makan. Sudah lama juga ia tidak menikmati masakan Hinata.

"Iya, tapi aku siapkan bekal untuk Naruto di hari tertentu saja. Kalau dipikir-pikir, tidak mungkin aku membuatkannya setiap hari. Hari Kamis tentu saja, soalnya Naruto ada atletik. Mungkin Senin juga boleh, ada olahraga soalnya." pikir Hinata. Ino yang melihat Hinata begitu serius memikirkannya, jadi merasa senang sendiri. Seperti dapat merasakan apa yang dirasakan Hinata.

"Kalau untuk Naruto, apa sih yang tidak kamu lakukan?"

˚°◦ ◦°˚ ◐ Naruto ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Hari Senin sama Kamis saja nih jadinya ya?" Hinata saat ini sedang memikirkan kegiatan apa saja yang dilakukan Naruto pada hari Senin sampai Jumat. Tapi kalau cuma dua hari, rasanya kurang ya? Ia kembali berpikir, sembari menggoyangkan pensil yang ada di tangannya, memainkannya dengan jari telunjuk dan jempol.

Hinata melihat kertas kegiatan Naruto itu, "Benaran cuma dua hari ya? Ya sudahlah!" Hinata berdiri dan memasukkan kertas dan pensil itu ke dalam tasnya, kemudian kembali mendekati kolam.

"Kalau hanya dua hari, tidak usah izin dulu kali ya? Biasanya juga segitu," kembali memikirkan tentang bekal, kira-kira apa Naruto akan senang jika dibuatkan bekal? Tapi, kalau cuma dua hari, tidak ada pengaruhnya sama sekali. Sudahlah. Bukannya karena jarang, makanya jadi berkesan.

"Hmm. Sebentar lagi dua minggu selesai," Hinata melihat koi hitam yang sedang sibuk sendiri, maksudnya sibuk makan. Hinata tertawa melihat koi yang makan sebanyak itu, dirinya saja tidak sanggup menghabiskan jatah satu porsi.

"Berarti tinggal dua belas hari lagi?" Hinata bertanya pada dirinya sendiri, "Tapi kalau di hari ke dua puluh enam, koi itu tidak keluar secara bersamaan, berarti cintaku tidak terbalas ya? Haa." Hinata menghela napasnya setelah mengingat informasi dari Ino.

Katanya kalau kasih makan koi selama dua puluh enam hari dan melihat koi itu keluar secara bersamaan, maka cintanya akan terbalas, 'kan? Tapi kalau tidak, berarti kebalikannya, ditolak. Hinata benar-benar tidak memikirkan satu hal yang buruk itu. Ia jadi bingung, diakhir nanti, kebahagiaan atau kesedihan yang akan datang padanya ya? Ia tidak dapat membaca masa depan.

"Oh iya, setelah Naruto patah hati, apa sudah ada gadis lain di hatinya?!" tanyanya kaget. Naruto itu tipe yang dengan gampang bisa pindah hati, 'kan? Eh, itu kalau kata orang sih. Tapi sebenarnya, Naruto tipe yang tidak bisa melupakan gadis itu dengan cepat. Tapi ia bisa melupakan gadis yang disukainya dulu dengan cepat, kalau ada yang memperhatikannya, menghiburnya, dan selalu berada didekatnya walau sedang sesedih apapun Naruto. Itu pun, sudah terbukti.

Hinata risau dengan pikirannya sendiri. Kalau Naruto menyukai gadis lain lagi, apa yang harus dilakukannya? Hanya dapat pasrah, menahan rasa sakitnya, dan melihat kebahagiaan Naruto, hanya itu yang dapat dilakukannya. Demi kebahagiaan Naruto, apapun dapat diterima oleh Hinata.

"Hinata! Maaf telat." seru Naruto berlari mendekati Hinata. Hinata melihat Naruto yang ngos-ngosan, sebenarnya apa yang terjadi? Seperti dikejar-kejar setan saja.

"Naruto kenapa?" tanya Hinata penasaran.

"Tadi aku habis dihukum, lari lapangan sepuluh putaran. Jadinya begini deh," cerita Naruto. Hinata kaget mendengarnya, lari lapangan sepuluh putaran? Mungkin saja di putaran ketiga, Hinata sudah pingsan duluan.

"Memangnya Naruto habis melakukan apa?" tanya Hinata khawatir. Kok bisa-bisanya Naruto dihukum? Tidak ada tugas yang tidak dikerjakan Naruto kok.

"Aku, tidak sengaja, merobek baju, murid perempuan." jawab Naruto tidak enak, rasanya enggan untuk menceritakannya pada Hinata.

Naruto melihat Hinata yang terdiam karena syok. Tuh, 'kan! Harusnya memang tidak usah cerita! Hinata jadi diam seperti itu karena syok. Sebenarnya ini kejadian memalukan yang seharusnya tidak diceritakan, sih! Tapi...

"Hinata? Kau masih ada disini?" tanya Naruto menggoyangkan tangannya di depan wajah Hinata. Memastikan kalau roh dengan tubuh Hinata masih ada pada tempatnya.

"Iya," balas Hinata, akhirnya Hinata sudah merasa tenangan. Lagian kenapa bisa merobek baju murid perempuan sih? Ada-ada saja. "Kok bisa?" tanya Hinata.

"Aku tadi habis main kejar-kejaran sama si Kiba, tanpa sengaja tali sepatuku lepas, dan aku menginjaknya. Lalu, tanpa sadar, untuk mencoba melindungi diri sendiri, aku mencari pegangan. Tapi, malah salah pegang dan aku jatuh sekaligus terdengar suara robekan." cerita Naruto malu dengan kejadian yang dialaminya sendiri.

"Lalu? Apa pipimu yang merah itu, karena gamparan perempuan itu?" tanya Hinata lagi, Naruto mengangguk. Tamparannya begitu hebat, bahkan sakitnya pun masih terasa. Sama seperti kekuatan Sakura, begitu dasyat seperti bukan manusia saja. Apa sih yang kau pikirkan? Lupakan masa lalu, masa depan yang indah sebentar lagi datang.

"Makanya, lain kali hati-hati. Lagipula, siapa suruh lari-lari seperti itu." Hinata tidak mau ambil pusing, yang penting semuanya sudah berlalu. "Jangan lupa minta maaf sama perempuan itu," peringat Hinata. "Bagaimana pun, itu adalah hal yang paling memalukan." lanjutnya.

"Iya," jawab Naruto menyesal, seperti anak kecil yang dinasehati oleh ibunya.

"Itu sama saja seperti tindakan pelecehan seksual," ucap Hinata lagi. Disini, Naruto tingat menyesalnya jadi naik. "Ugh, aku tahu." katanya dan menghela napasnya.

"Besok aku akan minta maaf sekali lagi padanya," kata Naruto dan ia kembali terpuruk mengingat kejadian yang lalu-lalu. Benar-benar kejadian sekali seumur hidup saja deh.

Melihat Naruto yang seperti itu, tidak betah juga sih. Setidaknya, Hinata mau kasih semangat pada Naruto. "Besok Naruto mau apa?" tanya Hinata. Naruto melihat Hinata, "Mau kamu," jawab Naruto enteng dan kembali terpuruk.

Blush. Hinata jadi dibuat malu karena ucapan Naruto. "Bukan itu maksudku," lagian tadi kenapa Hinata nanyanya tidak jelas ya? Ini salahnya juga sih. Baiklah, cobalah untuk kembali menetralisirkan diri. Hinata mengambil nafas dalam-dalam, "Besok Naruto mau dibuatkan bekal apa?" tanya Hinata lebih inti. Setidaknya walau bukan pada harinya, ia mau membuat Naruto bersemangat.

Semangat yang sempat menghilang itu, kini kembali bersinar. "Dibuatkan bekal!?" tanyanya tidak percaya. Semangatnya Naruto itu, benar-benar seperti anak anjing saja. Lucu.

"Iya," Hinata mengangguk. "Apa saja, yang penting buatanmu." semua masakan buatan Hinata di mata Naruto itu, enak! Jadi tidak masalah dibuatkan jenis apa saja.

"Baiklah, nanti aku buatkan." kembali diam, Naruto melihat Hinata. Rasanya tidak sabar untuk mendapatkan bekal buatan Hinata.

"Setelah patah hati, apakah Naruto sudah menemukan yang baru?" Naruto kaget dengan pertanyaan Hinata, tapi pertanyaan ini harus dijawab, 'kan?

"Iya," jawab Naruto jujur, dan kejujuran Naruto membuat Hinata sedikit takut. Jujur. Hinata takut kalau Naruto menyukai gadis lain, dirinya benar-benar egois ya.

"Si-siapa?" tanya Hinata.

Naruto tersenyum, "Seseorang yang berada dekat denganku," jawabnya. Seseorang yang berada dekat dengan Naruto? Siapa? Yang dekat dengannya, bukan Hinata seorang. Jadi siapa?

"Pulang," Naruto berdiri dan berjalan untuk segera pulang. Hinata menyusul dari belakang, sambil terus memikirkan perkataan Naruto.

'Siapa yang Naruto sukai?' sambil terus memikirkan itu, sambil terus berjalan. Tapi kalau dipikirkan terus, nanti malah terjadi hal yang tidak enak lagi. Cukup menjadi dirinya yang biasanya.

'Siapapun yang Naruto suka, aku harus menghargai keputusannya.'

Yah. Naruto adalah Naruto. Kalau Naruto suka pada gadis lain, itu keputusannya. Ini memang sudah takdir kalau Naruto menyukai yang lainnya. Hinata tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali mendukungnya dari kejauhan.

'Naruto, kau pasti akan bahagia.'

To Be Continue

Chapter "N" selesai. Bagaimana? Terima kasih sudah membaca chapter ini sampai akhir. Berikutnya adalah chapter "O", ditunggu ya.

Setelah author ngasih tau umur author kok malah banyak yang nanya "wah masih sekolah dong, sekolah dimana?" hufttt pada kepo juga wkwkwk mumpung author baik jadi bakal author kasih tau. Author tuh sekolah di SMK TELKOM untuk kota nya di rahasia kan aja ya,,, untuk yang tanya jurusan, jurusan nya RPL.

Oh iya author habis dari J-FEST loh. Japan Festival... Asik banget banyak yang jadi cosplay. Terus author beli banyak poster jepang sama baju jepang one punch man. Sebenernya mau beli yang OPPAI tapi gak enak di liat wkwkwk *lupakan. Bye bye bye

Continue Reading

You'll Also Like

1M 13.8K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
183K 8.5K 10
Terlalu lama berjuang keras sendiri untuk mendapatkan hati sahabatnya Sakura Haruno,Naruto berusaha bangkit dalam keterpurukan karena obsesinya yang...
1.7M 67.8K 101
Indonesia : Disclamer : Semua Komik Ini Bukan Buatan Saya, Melainkan Komik Buatan Para Fans NaruHina (Yang Saya Tidak Tahu, Siapa Pemiliknya), Yang S...
2.4M 266K 47
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...