26 Days : Koi of Love [COMPLE...

By MRX-CLAY

88.2K 4.8K 306

Demi perasaan cintanya, ia mencoba peruntungan selama 26 hari. Sebuah mitos yang belum tentu ketepatannya, ta... More

Prolog
1st Day : Abadi
2nd Day : Bebas
3nd Day : Cahaya
4th Day : Demam
5th Day : Embun
6th Day : Firasat
7th Day : Gunung
8th Day : Hinata
9th Day : Ingatan
10th Day : Jujur
11th Day : Kalah
12th Day : Lahir
14th Day : Naruto
15th Day : Obat
16th Day : Pacar
17th Day : Queen
18th Day : Rival
19th Day : Surat
20th Day : Tragedi
21th Day : Usai
22th Day : Vas
23th Day : Warna
24th Day : Xenophobia
25th Day : Yakin
26th Day : Zaman
Cerita Baru

13th Day : Magatama

2.2K 151 24
By MRX-CLAY

Magatama. Batu yang berbentuk seperti koma ini, begitu berharga bagiku. Dia yang menemukannya, dia yang memberinya, dan dia juga yang membuatku menyukainya. Dua magatama, dua insan, dan dua warna. Magatama hitam ada padaku, dan magatama putih ada padanya. Magatama yang melambangkan Yin dan Yang juga, memiliki karakteristik yang sama dengan kami berdua. Walaupun bertolak belakang, tapi tetap dapat menjaga keseimbangan.

Kalau dalam hubunganku dengannya, bisa seperti itu juga tidak ya?

26 Days : Koi of Love

"Oke! Semuanya sudah selesai," saat ini, Hinata sudah sangat rapi. Rambutnya yang sudah disisir, perlengkapan yang sudah dimasukan ke dalam tas, dan berbagai hal lainnya. Ia sedang siap-siap untuk ke rumah Ino karena mereka akan mengerjakan tugas kelompok mata pelajaran kesenian.

Yah. Guru kesenian menyuruh murid-muridnya untuk membuat sebuah prakarya dari barang bekas. Satu kelompok berisikan empat orang, yaitu Hinata, Ino, Naruto dan Kiba. Mereka bisa sekelompok seperti ini bukan karena mereka yang memilihnya sendiri, tapi karena sebuah keberuntungan.

"Ah! Ada yang ketinggalan," Hinata berjalan menuju meja belajarnya, diambilnya kalung magatama itu. "Saat ini aku akan memakainya," katanya dan menggenakan kalung tersebut dihadapan cermin. Setelah semuanya sudah rapi, akhirnya Hinata memutuskan untuk pergi sekarang.

"Ayah, Hanabi, Kak Neji, aku berangkat ya!" setelah berpamitan, Hinata pun langsung pergi menuju rumah Ino.

Tidak memerlukan waktu yang lama untuk sampai di rumah Ino. Sebenarnya hanya perlu jalan kaki selama tiga puluh menit saja sudah sampai. Yah. Sebenarnya harus naik kereta dulu sih. Cuma melewati satu stasiun saja, sudah sampai di tempat Ino.

"Pintu kereta akan ditutup. Harap yang berada dekat dengan pintu untuk berhati-hati." Kereta pun jalan, membawa banyak penumpang menuju tujuannya.

Tingtong.

Ino membuka pintu rumahnya, ia melihat Hinata disana. "Selamat datang!" seru Ino bersemangat. Asyik ya. Di hari libur seperti ini, masih bisa bertemu dengan sang teman.

Hinata melihat sekitar rumah Ino, "Keluarga Ino sedang pergi?" tanya Hinata karena tidak mendapatkan sosok siapapun didalam rumah Ino. Itu hanya pendapatnya sih, karena didalam rumah terdengar begitu sepi.

"Iya, mereka sedang jalan-jalan. Jahat ya meninggalkan anak sendiri di rumah."

"Naruto dan Kiba juga belum datang?" Hinata pun bertanya kembali, ia tidak menanggapi kata-kata Ino yang tadi. Naruto dan Kiba tidak terlihat disana, dan itu membuat Hinata penasaran.

"Bentar lagi mungkin," balas Ino tidak tahu.

"Yo!"

Ino melihat pemanggil itu, kembali ia melihat Hinata. "Tuh datang," katanya dan memutar balik tubuh Hinata.

"Selamat pagi!" seru Naruto mengangkat tangan kanannya sebagai wujud sapaannya.

"Kami bawa ini!" dan Kiba menyodorkan sebuah kotak yang ada didalam kantong plastik. Entah kotak itu isinya apa, yang pasti itu sejenis makanan.

"Wah! Makasih ya," langsung saja barang yang ada di tangan Kiba direbut oleh Ino. Ino jadi bersenandung ria karena mendapatkan oleh-oleh dari teman-temannya.

Hinata melihat Ino dengan tatapan kecewa, "Aku tidak membawa apa-apa," kecewa karena Hinata tidak membawa apa-apa. Padahal mau datang ke rumah teman, tapi malah tidak bawa sesuguhan sama sekali.

"Sudah! Tidak apa. Ayo masuk!" seru Ino berlari masuk ke dalam rumahnya. Tamu-tamu itu pun melepas alas kaki yang mereka gunakan.

"Hinata jahat. Kenapa perginya tidak bersama?" di pengawalan Naruto berbicara pada Hinata pada hari ini, malah mengucapkan kata-kata yang membuat Hinata bingung.

"Eh? Aku tidak tahu kalau Naruto mau pergi bersama." dengan ekspresi yang bingung, Hinata membalas kata-kata Naruto. Kali ini, Hinata yang menang.

"Aku tidak bilang sih ya? Haa." akhirnya keduanya diam setelah Naruto yang menghela napasnya.

Sedangkan Kiba penasaran dengan obrolan keduanya hanya melihat Naruto dan Hinata dengan tatapan tidak suka. Kenapa ya Naruto bisa sangat dekat dengan Hinata? Coba kalau bukan Naruto yang menjadi teman masa kecilnya Hinata, tapi dirinya. Andai waktu bisa diundur, Kiba akan membuat itu benar-benar terjadi. Tapi itu, 'Mustahil.' batinnya kecewa.

Hinata, Naruto dan Kiba pun mengekori Ino menuju kamar Ino. Hinata, Naruto dan Kiba langsung duduk di sebelah meja kecil berbentuk kotak yang ada didalam kamar Ino. Sedangkan Ino lagi membuat minuman dan menyiapkan makanan yang tadi dibawa Naruto dan Kiba. Setelah Ino datang sambil membawa jamuan itu, serta membagi-bagikannya sama rata, mereka langsung bergerak pada tujuan awalnya.

"Jadi, mau buat apa?"

Berpikir. Disini mereka sedang berpikir untuk membuat prakarya apa. Yang sudah pastinya, bahannya adalah bahan bekas. Apa saja boleh, botol bekas, kaleng bekas, koran, kertas, atau sesuatu yang bekas lainnya. Entah apa yang sedang dipikirkan guru kesenian tersebut, tapi ini adalah tugas yang hanya diberikan kepada anak SD sampai SMP. Kenapa di SMA, kembali melakukan hal seperti ini? Mungkin ada tujuan tersendiri.

Satu jam berlalu sejak mereka mulai berpikir, tidak ada yang mendapatkan ide sama sekali. Ini benar-benar membuat Ino kesal dan frustasi, "Mau berpikir berapa lama nih?!" cetusnya dengan nada menghina. Apa Ino tidak sadar? Kalau Ino juga berpikir lama dan tidak mendapatkan ide sama seperti yang lainnya.

"Eh?" Hinata melihat jam yang ada di dinding kamar Ino. "Jam setengah dua belas?" tanya Hinata tidak percaya. Padahal ia mau memberi makan pada koi putih itu sebentar lagi.

"Kelamaan berpikir sih," dengus Kiba kesal, ia membaringkan tubuhnya di lantai, mengistirahatkan otak sejenak. Pasti kalau ada Akamaru, dengan mudah ide itu akan muncul. Awalnya sih Kiba mau mengajak Akamaru, tapi tidak mungkin.

"Aku tidak mempunyai ide." sambung Naruto dan menghela napasnya.

Ada apa dengan kelompoknya? Kalau begini terus kapan mau selesainya? Buat saja belum, idenya saja tidak ada. Ayo pikir-pikir. Kira-kira apa yang mudah dibuat, menggunakan alat-alat yang murah, dan menarik tapi sederhana. Tidak usah terlalu bagus, yang penting enak dipandang oleh mata.

"Ano.. Aku mau ke sekolah," dengan ragu-ragu Hinata mengutarakan keinginannya. Sebenarnya tidak enak juga menghilang dari sana karena mau kasih makan ikan. Tapi mau diapakan lagi, untuk saat ini, memang inilah tugas yang harus dilakukan olehnya.

"Ah! Bener juga ya. 'Kan mau itu," Ino pun tahu alasan Hinata untuk ke sekolah tanpa diberitahu sebelumnya, dan sangat Ino dukung untuk melakukannya. Kalau sama Ino, tentu saja Hinata diizinkan untuk menuju ke sekolah.

"Itu ya?" Naruto pun tahu apa maksud Hinata ke sekolah. Ia memegang dagunya sambil mengangguk-angguk. Tapi kok rasanya sakit ya? Anggukan itu pun terhenti. Mengetahui alasan Hinata untuk ke sekolah. Memberi makan sepasang koi, selama dua puluh enam hari, agar cintanya terbalas. Sesaat ia memegang dadanya.

"Itu apaan?" sedangkan Kiba yang pada dasarnya tidak tahu sama sekali dengan maksud ketiga orang itu malah bartanya. Itu yang dimaksud apa ya?

"Mungkin kita bisa dapat ide disana," komen Ino dan langsung mengigit makanan tersebut secara cepat, dan meminum minuman yang belum disentuh oleh mereka selama satu jam. Ditaruhnya gelas kosong itu diatas meja, "Ayo kita ke sekolah!" serunya bersemangat. Yah. Bisa saja akan terlintas ide kalau melihat pemandangan yang bagus. Jadi tidak terkurung didalam ruangan terus gitu, setidaknya cari ruang lingkup yang lebih besar. Lagi pula, ada alasan lain kenapa Ino mau ke sekolah.

Mungkin saja ada hal menarik nanti di sekolah, pikirnya.

˚°◦ ◦°˚ ◐ 13th Day ◐ ˚°◦ ◦°˚

Sesampainya di sekolah, Kiba hanya mengikuti Naruto, Ino, dan Hinata yang memimpin jalanan. Sebenarnya ketiga orang itu mau ngapain ya di sekolah? Dan "itu" yang dimaksud itu apa? Kenapa tidak ada yang menjelaskannya sebelum berangkat?

"Oh, itu yang dimaksud rupanya kasih makan ikan." ucapnya setelah Kiba melihat semua kejadiannya dari awal hingga akhir.

"Ayo duduk," Ino mengajak mereka untuk duduk di koridor terdekat.

Setelah semuanya sudah duduk, waktunya dimulai kembali. "Cari ide," mereka akan memulai memikirkan ide kembali. Siapa tahu kalau suasananya berbeda, idenya pun akan muncul menghampiri mereka.

Tiga puluh menit kemudian.

"Argh!" Ino mulai kesal dengan kejadian ini. Sampai-sampai ia mengeram kesal, bagaikan induk binatang buas yang marah karena anaknya dijahati.

"Apa?" tanya Naruto tidak mengerti dengan tingkah Ino yang tiba-tiba aneh. Masa teriak di keheningan sih?

"Walaupun tempatnya berganti, tapi sama saja. Tidak ada yang dapat ide sama sekali." balas Ino kecewa. Ia tiduran di koridor, merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Kenapa otaknya yang begitu cemerlang tidak mendapatkan ide apapun? Padahal kekasihnya 'kan seorang seniman yang profesional.

"Ah!" lagi-lagi Ino berteriak, tapi ini bukan teriakan frustasi. Hanya saja, matanya tertuju pada kalung Hinata yang menarik perhatiannya. "Hinata pakai kalung magatama ya?" tanya Ino langsung. Masa sejak awal Ino tidak melihat kalau Hinata menggunakan kalung sih? Baru sadar sekarang, dan itu pun karena sebuah kejadian yang aneh.

"Iya," Hinata mengangguk dan memegang kalungnya.

Ehehehehe. Ehehehehe. Ehehehehehe. Semua terdiam mendengar suara ketawa yang muncul secara tiba-tiba. Suara ringtone dari kartun Woody Woodpekker, membuat semuanya tertawa.

"Ahahaha! Konyol ringtone-mu Naruto!" cetus Ino dan tertawa sepuas-puasnya, bahkan sampai perutnya terasa sakit.

Bahkan sampai Kiba dan Hinata pun ikutan tertawa karenanya. Tapi Naruto malah bengong, tidak mengerti maksud Ino, Hinata, dan Kiba. Ino yang asyik-asyikan ketawa kini terhenti karena kebodohan Naruto. Wajah Ino jadi datar seketika, "Naruto, ponselmu bunyi." katanya datar.

"Eh? Masa sih?!" Naruto yang mengerti pun merasa tidak percaya, tapi langsung saja ia mengambil ponsel yang ada didalam celananya. Masa ia tidak mendengar suara ponselnya sendiri? Padahal dialah orang yang sangat dekat dengan keberadaan ponsel.

"Wah! Naruto juga pakai gantungan magatama!" seru Ino bersemangat saat melihat gantungan yang bergoyang ke kanan dan ke kiri secara perlahan.

Mengingat kejadian kalung magatama Hinata berwarna hitam, dan gantungan ponsel Naruto berwarna putih. Ino pun jadi terngiang sebuah imajinasi, ia jadi menyeringai karena merasa bangga. "Aku punya ide!" serunya saat mendapat bayangan lengkapnya.

Dengan merasakan kebanggaan Ino pula Hinata bertanya, "Apa?" ide yang ada pada otak Ino. Yah. Sebenarnya bisa-bisa saja Hinata mendapatkan ide dengan cepat. Tapi entah kenapa, otaknya yang sekarang lagi buntu.

Ino mengangkat jari telunjuknya, "Temanya adalah hitam dan putih," jawab Ino.

Melihat Ino yang bercahaya sendiri, membuat Kiba agak kesal. "Lalu?" tanyanya ketus. Sebenarnya Kiba tidak membenci Ino, hanya saja, ia tidak suka dengan sifat Ino yang seperti itu. Kadang, suka mencampuri urusan orang lain. Sebenarnya ada hal lain yang membuatnya kesal juga sih, 'Kenapa Naruto memiliki benda yang sama seperti Hinata?' batinnya bertanya. Kenapa Naruto memiliki benda yang sama dengan punya Hinata? Ya memang sudah begitu sih.

"Kita buat dari koran bekas saja, nanti diwarnain pakai cat berwarna hitam dan putih." jelas Ino setengah-setengah, dan itu membuat Kiba kesal kembali. Naruto, Kiba, dan Hinata belum tahu mau membuat apa, tapi seenaknya saja Ino memutuskan mau menggunakan barang bekas apa. Kalau misalkan mereka tidak setuju gimana?

"Lalu kita buat apa?" tanya Kiba kesal.

Sebenarnya Ino dari tadi sudah tahu kalau Kiba itu sedang kesal. Sikap Kiba yang seperti itu malah membuat Ino ikutan kesal. Sepertinya memang sudah waktunya memberitahukan apa yang mau dibuat olehnya. Ia yakin, tidak ada seorang pun yang menolak idehnya. Ia mengambil pelan kalung magatama hitam milik Hinata dan gantungan ponsel magatama putih milik Naruto. Dengan wajah yang serius, ditautkannya kedua benda itu. "Lambang Yin dan Yang," inilah ide yang didapatkan oleh Ino setelah melihat kalung dan gantungan ponsel itu.

"Eh?" Hinata tidak percaya apa yang didengarnya barusan. Hanya dengan melihat kedua benda itu, Ino sudah mendapatkan ide yang sangat cemerlang. Tapi kenapa Hinata tidak dapat memikirkannya sama sekali ya? Sudahlah. Yang penting rasa senang dalam masa pembuatannya.

"Yah. Sekolah ini 'kan berhubungan dengan lambang seperti itu." balas Ino senyam-senyum sendiri. Idenya benar-benar sempurna! Ia sangat yakin bahwa Hinata tidak dapat menolaknya.

"Masa sih?" tapi karena pertanyaan Kiba, ludes sudah semangat Ino. Senyumnya telah ia ganti dengan wajah kesal.

"Kamu tidak tahu, Kiba? Payah banget sih! Di sekolah ini 'kan ada sepasang koi hitam dan putih," jawab Ino menekankan suaranya pada bagian 'payah banget sih!' dan itu benar-benar membuat Kiba tambah kesal.

"Begitu ya?" sukses sudah, jidat Kiba jadi penuh kerutan karena menahan kekesalannya. Bahkan tangan kanannya sudah tergenggam dengan sempurna, seperti siap-siap untuk memukul Ino. Tenang. Bagaimanapun juga Ino itu tetap seorang perempuan. Ia selalu mengulang kata-kata itu dalam hatinya, ia mencoba menahan emosinya dengan cara seperti itu.

Hinata dan Naruto hanya bisa diam melihat pertengkaran adu mulut kedua temannya. Tapi tidak boleh dibiarkan begitu saja, 'kan? Hinata harus mengambil tindakan.

"Yang tadi aku kasih makan," jawab Hinata tersenyum. Walau agak telat memberitahukannya, setidaknya ini dapat meredakan emosi keduanya. Ah. Melihat senyumannya Hinata, membuat hati Kiba sedikit lega. Lupakan adu mulut dengan Ino, mending berbicara santai dengan Hinata.

"Sepasang? Tapi yang aku lihat cuma ada satu," tapi mananya yang sepasang ya? Hanya ada satu ikan koi berwarna putih. Makanya jadi aneh.

"Yang satu lagi tidur." jawab Naruto.

"Ha?" lagi-lagi Kiba jadi tidak mengerti karena Naruto. Pemandangan indahnya berubah menjadi sosok Naruto.

"Sudahlah!" seru Ino kesal, "Berkat kalung dan gantungan magatama itu, aku jadi dapat ide itu. Bagus, 'kan? Gimana?" seru Ino membanggakan dirinya sendiri lagi.

Hinata mengangguk, "Apalagi arti yang begitu mendalam itu." ucap Hinata setuju. "Aku setuju denganmu," ucap Naruto setuju juga.

Kiba terdiam, 'Mereka bisa mempunyai barang yang sama ya?' masih saja Kiba memikirkan hal itu.

"Kalau begitu, sudah diputuskan. Kita akan membuat hiasan Yin dan Yang! Sekarang tentukan siapa yang mencari koran dan siapa yang mencari cat."

Sudah ditentukan, dengan menggunakan suit. Kelompok satu, kelompok yang kalah, Naruto dan Ino. Tugasnya adalah mencari cat berwarna hitam dan putih. Kelompok dua, kelompok yang menang, Kiba dan Hinata, mencari koran bekas.

"Ketemu disini lagi ya,"

Hinata dan Kiba, mereka sedang jalan mengitari sekolah untuk mencari koran. Kiba melihat Hinata yang sedang berpikir, sepertinya Hinata sedang kebingungan mau mencari koran itu dimana. "Tenang saja, aku tahu dimana tempat yang banyak koran bekasnya." ucapan Kiba membuat mata Hinata berbinar.

"Benarkah?" tanya Hinata tidak percaya.

"Tentu! Jangan remehkan pengetahuanku tentang sekolah ini ya." dengan mengeluarkan cengirannya, Kiba menarik Hinata menuju tujuan. "Ini dia!" seru Kiba setelah sampai di tempat tujuan.

"Klub koran?" tanya Hinata melihat papan nama yang sudah mulai usang.

"Iya, karena klub ini sudah bubar, jadi banyak koran bekasnya. Katanya boleh diambil sesuka hati sih." seru Kiba senang. "Wah, beruntung." balas Hinata tersenyum.

Melihat Hinata yang tersenyum seperti itu, benar-benar membuat hatinya lega. "Hehe. Jadi tidak perlu susah payah mencari, 'kan?" ucapnya girang. Kiba merasa beruntung mendapatkan informasi ini dari kenalannya. Bisa bermanfaat untuk orang yang disukai itu, sangat menyenangkan ya. Kalimat sebelumnya itu, maksudnya apa ya? Kiba, menyukai Hinata?

Sekarang ke tempat yang kalah suit, Naruto dan Ino. Mereka dari tadi belum menemukan cat berwarna hitam dan putih itu.

"Cari cat susah juga ya." komentar Naruto bagaikan orang yang sudah kehilangan semangat muda.

"Daripada susah-susah, mending beli saja." balas Ino menatap Naruto datar. Naruto langsung setuju dengan pendapat Ino. Tempat yang menjual cat juga tidak terlalu jauh dari sekolah.

"Hei." Ino melihat Naruto yang bersenandung ria. "Apa?" tanya Naruto tidak mengerti. Memangnya Naruto tidak merasa kesal karena tidak sekelompok dengan Hinata ya?

"Bagaimana?" tanya Ino berbalik bertanya. "Apanya?" tanya Naruto tambah tidak mengerti. "Tidak kesal dengan Kiba?" pertanyaan ini membuat Naruto heran.

"Untuk apa kesal dengan Kiba?"

Ino menepok jidatnya, "Karena bareng dengan Hinata." ini lho maksud Ino sebenarnya. Naruto itu punya hati atau tidak sih?

"Untuk apa? Kiba sahabatku,"

Diam sementara, Ino melihat Naruto datar. "Sudah pindah hati?" pertanyaan ini, membuat Naruto menelan ludahnya sendiri.

"Maksudmu?" tanya Naruto pura-pura tidak mengerti. Padahal Naruto sudah tidak mau mengingat kejadian itu lagi. Tapi kenapa malah diingatkan sih?

"Setelah ditolak, apa yang kamu rasakan?" tanya Ino lagi. "Sedih lah," jawab Naruto seadanya. "Terus?" lagi-lagi Ino bertanya, dan itu membuat keringat Naruto keluar.

"Kepikiran terus sampai tidak bisa tidur," jawab Naruto. Apa sih yang sebenarnya mau diketahui oleh Ino? Tapi soal kepikiran sampai tidak bisa tidur itu hanya bohong belaka. Ngapain melakukan hal yang tidak menyehatkan tubuh?

"Lalu?" ditanya-tanya seperti ini terus malah membuat Naruto jadi kesal.

"Setelah tidur, rasa dan pikiran itu pun langsung menghilang." jawab Naruto sejujur-jujurnya, dan itu malah tidak dipercayai oleh Ino.

"Tipe yang cepat menghilangkan perasaan dengan tidur ya, cih." dan Ino tidak suka dengan tipe yang seperti itu. Ino itu, lebih suka dengan orang yang memperjuangkan cintanya. Walaupun ditolak sekali, setidaknya mencoba berusaha untuk selanjutnya. Kalau itu memang tidak memungkinkan, memang sudah harus menyerah.

Tidak peduli dengan Ino yang mendecih, walau sedikit membuatnya kesal. "Yah. Entah kenapa dari kemarin aku melihat Hinata jadi lebih manis dari biasanya. Apa dia pergi ke salon dekat kota ya?" Naruto malah mengganti topik pembicaraan.

"A-apa?" Ino terhenti mendengar itu.

"Jadi terlihat bersinar gitu," lanjut Naruto, seakan tidak tahu apa yang telah dikatakannya itu. Ino jadi malah mengambil keputusan sendiri, "Kau, jadi suka Hinata ya?" tanya Ino berhati-hati.

Naruto terhenti, ia melihat Ino sementara. "Suka ya? Mungkin saja," jawab Naruto dan tersenyum. Ino tidak percaya melihat pancaran wajah Naruto yang tadi. Jalan kembali, Ino kembali berpikir. Kalau wajah Naruto seperti itu, dan mengucapkan kata-kata seperti itu, berarti...

'Kau beruntung Hinata!'

˚°◦ ◦°˚ ◐ Magatama ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Selesai!" seru Kiba dan Naruto bahagia.

"Ini dia, pajangan Yin dan Yang!" Ino mengangkat pajangan itu tinggi-tinggi dan membanggakannya. Inilah hasil kerja keras semuanya.

"Walaupun sederhana, tapi terlihat indah ya." nilai Hinata. Yah. Suatu hari, Hinata mau melihat, sepasang koi seperti pada pajangan itu. Bersatu, tidak terpisah.

"Tentu saja, siapa yang bikin dulu dong? Semuanya! Terus, ide siapa dong? Ino Yamanaka!" lagi-lagi Ino membanggakan dirinya sendiri. Ternyata, usaha keras itu memang membuahkan hasil yang baik ya. Tidak sia-sia berlelah-lelah kesana kemari mencari bahannya.

"Eh? Sudah gelap ya?" tanya Hinata tidak percaya. Padahal tadi masih terlihat terang, saking terlalu fokusnya nih.

"Laki-lakinya pada tidak becus sih, jadinya lama." ucap Ino menyalahkan orang lain. Padahal dirinya sendiri juga melakukan sedikit kesalahan, jadinya perlu mengulang.

"Apa?! Ngaca diri juga dong!" seru Kiba kesal.

"Ugh.. sudahlah! Ngerendam koran untuk jadi bubur kertas saja sampai kaya bubur asli, ya mana bisa dipakai." seru Ino tidak mau kalah dari Kiba. Kalau adu mulut, dimana pun dan sampai kapan pun, harus Ino lah yang jadi pemenangnya.

"Itu gara-gara kelupaan tahu," balas Naruto ikut-ikutan. Naruto juga tidak mau ambil diam saja setelah dikata-katai Ino seperti itu. Setidaknya membalas secukupnya saja lah.

Hinata menuju ke kolam, mumpung sudah gelap. Jadi ia memberi makan koi hitam yang sudah keluar itu. Kiba yang menyudahi pertengkarannya dengan Ino mengikuti Hinata dari belakang. "Kasih makan lagi?" tanya Kiba, Hinata mengangguk sebagai jawaban pertanyaan dari Kiba. "Lho, kok koi putih tadi berubah jadi warna hitam?" tanya Kiba kaget tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Kau sudah berapa lama sekolah disini, Kiba? Masa beginian saja tidak tahu sih." lagi-lagi Ino mau membuat Kiba kesal dengan kata-katanya. Tapi, reaksi Kiba malah membuat dirinya yang berbalik kesal.

"Cih," decihan Kiba lah, yang membuat Ino jadi terdiam karena kesal.

"Ugh! Menyebalkan." dari sini Ino berpikir, untuk tidak mengajak Kiba ribut lagi. Malas juga sih meladeni orang seperti Kiba adu mulut. Tidak ada seru-serunya.

"Sudahlah! Yang penting hasilnya sudah jadi, ayo pulang." Naruto juga sudah tidak betah berada di sekolah lama-lama, capek dari tadi tidak istirahat. Rasanya mau langsung tidur setelah sampai di rumah.

"Siapa yang bawa?" pertanyaan Hinata, membuat semuanya terdiam. Kiba yang tadinya sudah mau memakai tasnya dengan sempurna, tertahan ditengah jalan. Naruto yang sudah siap-siap jalan, langkahnya jadi terhenti. Sedangkan Ino, ia memegang pundak Hinata.

Dengan wajah tidak bersalah dan sedikit senyuman, Ino berkata. "Aku yang bawa, bisa-bisa hancur lho." kata Ino enteng. Yah. Ino tipe yang gampang marah. Bisa-bisa pajangan itu dilemparnya dan hancur berkeping-keping.

"Apalagi aku, berbahaya." Kiba menggoyang-goyangkan tangannya menolak untuk membawa pajangan itu. Berbahaya yang dimaksud Kiba apa? Bisa-bisa pajangannya jadi debu karena jadi bahan penyiksaan Akamaru.

Semuanya melihat Naruto, "Eh? Malahan sama aku bisa hilang entah kemana." jawab Naruto tidak berbeda dari Kiba dan Ino. Semuanya, sama-sama tidak bisa menjaga barang dengan baik.

"Kalau begitu aku saja," akhirnya sudah ditentukan, Hinata yang akan membawa pajangan itu.

Akhirnya mereka pisah ditengah jalan. Kiba dan Ino yang satu arah pun bercakap-cakap dengan rukun, tidak seperti biasanya.

"Yah. Kalau kamu yang bawa sih, bisa-bisa nanti jadi alat untuk main lempar tangkap sama Akamaru." pikir Ino setelah menangkap kata 'berbahaya' yang diucapkan Kiba tadi.

"Haha, itu kemungkinan saja." Kiba malah setuju-setuju saja dengan Ino. Berarti nanti Kiba akan benaran melakukan hal itu kalau tidak diingatkan ya? Benar-benar berbahaya rupanya.

"Yah. Memang orang seperti Hinata yang rajin dan tekun itu yang harus membawanya." Kiba setuju, ia mengangguk menanggapi ucapan Ino.

"Oh ya,"

"Apa?" tanya Kiba. Saat ini, suasana hatinya sedang baik. Dari tadi Kiba senyum-senyum terus tanpa ada alasannya. Mungkin karena seharian ini selalu bersama dengan Hinata.

"Kamu suka Hinata, 'kan?" tanya Ino langsung.

"Iya," dan tanpa ragu-ragu, Kiba menjawabnya.

TikTokTikTokTik, tok?

"Eh?! Dari-dari mana kamu tahu?!" tanya Kiba telat. Benar-benar reaksi yang begitu telat. Sudah jawabnya cepat, pakai senyam-senyum segala, tapi sadarnya eman detik kemudian.

"Berisik," ucap Ino. "Aku hanya kasih tahu ya, kau pasti akan menjadi sedih kalau kau terus melanjutkan perasaanmu itu. Lebih baik menyerah saja," lanjut Ino. Bagaimana pun, Ino itu lebih suka NaruHina. Ia merasa tidak cocok kalau tiba-tiba berubah jadi KibaHina. Ia juga tidak mau Kiba merasakan hal yang namanya patah hati.

"Ha?" Kiba yang mendapatkan perintah itu pun jadi heran. Memang apa hubungannya perasaanku dengan perintahnya?

"Sebaiknya kamu cepat-cepat pindah hati," lanjut Ino. "Kenapa?" tanya Kiba, ia melihat wajah Ino yang tidak bersemangat. "Yah. Nanti kau juga akan tahu." ini hal yang sangat jarang terjadi, 'kan?

Kiba menghela nafasnya, "Maksudmu, Hinata suka sama laki-laki lain, 'kan?" kalau masalah ini sih, Kiba sudah tahu dari dulu.

"Kau tahu?" Kiba mengangguk, "Mana mungkin aku tidak tahu," katanya dan tersenyum paksa. Kalau perasaan Hinata untuk orang lain, mau diapakan lagi?

Tapi, "Selama perang belum berakhir, boleh 'kan tetap berjuang?" Ino kaget mendengar ini. Kiba itu, meski sifatnya seperti itu, tapi perlahan demi perlahan sifat dewasanya mulai keluar.

"Yah. Meski kau berkata seperti itu, diakhirnya kau pasti akan menyesal." Ino memalingkan wajahnya, sebenarnya Ino tidak ingin Kiba merasakan hal yang pernah dirasakan Naruto. Kiba adalah sahabatnya, dan ia tidak mau Kiba merasakan sakit itu.

Kiba menyernyitkan sebelah matanya, untuk apa menyesal? "Menyesal? Untuk apa menyesal? Tidak tuh. Ini perasaanku, walau pada akhirnya aku tidak mendapatkannya, aku tidak akan pernah menyesal. Aku malah merasa beruntung, karena pernah suka kepada gadis seperti dia." Ino melihat Kiba dengan malas. Tanpa disadari, senyuman itu terukir di wajahnya.

"Kau ini, bodoh ya."

"Eh? Apa maksudmu!?"

Sedangkan di tempat Hinata dan Naruto berada, mereka santai-santai saja jalannya. Sambil membawa pajangan yang masih lumayan basah itu.

"Hasilnya jadi bagus ya," kata Naruto sambil terus menatap pajangan itu. Matanya tidak dapat lepas, seperti melihat sesuatu yang berharga.

"Iya, ini berkat ide Ino." ucap Hinata membanggakan temannya sendiri. Yah. Kalau tidak ada ide dari Ino, hasil karya ini tidak akan pernah jadi.

"Tapi ide itu muncul berkat kita berdua lho. Karena kalung dan gantungan kunci itu," Hinata tertawa menanggapi ucapan Naruto.

"Aku beruntung sudah menemukan magatama ini," kata Naruto, mengangkat ponselnya. Batu magatama putih itu, seperti bercahaya karena pantulan sinar bulan.

"Terima kasih sudah memberikan yang satunya padaku." Hinata merasa bersyukur, karena Naruto memberikan batu yang satunya pada dirinya. Yah. Gara-gara itu, benda berharga Hinata jadi bertambah.

"Sudahlah. Itu memang cocok untukmu kok," dari awal menemukannya pun, Naruto memang sudah berniat untuk memberikannya pada Hinata. Jadi tidak ada salahnya memberikan magatama itu pada Hinata.

"Iya," balas Hinata bahagia.

"Ah, sudah sampai. Sampai jumpa ya," kepergian Naruto, membawa kebahagiaan sendiri bagi Hinata. Kalau Naruto sudah pergi seperti itu, dan berkata 'sampai jumpa'. Itu tandanya, besok masih bisa bertemu, 'kan?

Hinata sudah tidak sabar menunggu itu terjadi.

To Be Continue

Hahaha. Chapter "M" pun telah berakhir! Bagaimana?

Maaf ya baru sempet update. Lagi sibuk rapat OSIS nih buat rencana MOS calon adek kelas wkwkwk. Kemarin ada yang nanya gini "umur author berapa sih?". Ok bakal aku jawab aja di sini biar pada tau. Jadi,,,, umur aku baru 15. Masih muda kan? Jadi bagi yang mau sharing-sharing atau sekedar kenalan silahkan.

Terima kasih sudah membaca chapter ini sampai akhir. Berikutnya chapter "N", ditunggu ya.

Continue Reading

You'll Also Like

47.4K 5.1K 23
[[Cerita Lengkap]] Jangan plagiat. Terimakasih. Pairing : BoruSara Character : Milik Masashi Kishimoto dan Mikio Ikemoto Created : ku_mi_ko_rin_7 Gen...
36.7K 5.5K 17
Awalnya berniat mencari portal menuju ke Perkemahan Blasteran karena sebuah mimpi, Leon dan keenam temannya justru masuk ke sebuah kastil misterius d...
11.4K 516 15
Bagi yang ingin memperbanyak kosakata bahasa korea... [Tap Here] Indonesia » Hangul [Romanization]
183K 8.5K 10
Terlalu lama berjuang keras sendiri untuk mendapatkan hati sahabatnya Sakura Haruno,Naruto berusaha bangkit dalam keterpurukan karena obsesinya yang...