26 Days : Koi of Love [COMPLE...

Von MRX-CLAY

88.2K 4.8K 306

Demi perasaan cintanya, ia mencoba peruntungan selama 26 hari. Sebuah mitos yang belum tentu ketepatannya, ta... Mehr

Prolog
1st Day : Abadi
2nd Day : Bebas
3nd Day : Cahaya
4th Day : Demam
5th Day : Embun
6th Day : Firasat
7th Day : Gunung
8th Day : Hinata
10th Day : Jujur
11th Day : Kalah
12th Day : Lahir
13th Day : Magatama
14th Day : Naruto
15th Day : Obat
16th Day : Pacar
17th Day : Queen
18th Day : Rival
19th Day : Surat
20th Day : Tragedi
21th Day : Usai
22th Day : Vas
23th Day : Warna
24th Day : Xenophobia
25th Day : Yakin
26th Day : Zaman
Cerita Baru

9th Day : Ingatan

2.4K 165 5
Von MRX-CLAY

Sebuah ingatan yang terlintas begitu saja, membuatku tersenyum. Ingatan yang merupakan kenanganku di masa kecil, saat bertemu dengan Naruto pertama kali. Itu memang menyenangkan, dan aku bersyukur karena hari itu pernah terjadi. Kalau tidak ada hari itu, ingatan ini pun tidak akan pernah ada.

Sebuah ingatan, yang tidak akan pernah dilupakan begitu saja. Apa Naruto masih mengingatnya ya?

26 Days : Koi of Love

Di persimpangan jalan ini, Hinata bertemu dengannya. Seorang bocah berambut pirang dengan umur sekitar enam tahun, terhenti karena melihat Hinata yang masih berumur lima tahun ini, jatuh ditengah jalan, tepat dihadapannya. Bocah ini, terpaku, dan melihat sekelilingnya. Kosong melompong, tidak ada orang sama sekali yang lewat. Tidak tahu apa yang harus dilakukannya, ia hanya berdiam diri saja. Tidakkah ada orang yang akan membantunya? Tidakkah ada orang yang akan menolongnya? Tidak peduli. Karena tidak ada yang membantunya, jadi buat apa membantu juga?

Lima langkah bocah ini berjalan, ia penasaran dengan apa yang terjadi berikutnya. Ia menengokkan kepalanya ke belakang, tidak ada ekspresi akan nangis sama sekali yang dipancarkan oleh Hinata. Hinata tetap tenang dan tegar, kemudian ia berdiri kembali. Bocah pirang itu, tercengang melihat Hinata. Seakan takjub dengan apa yang dilihatnya. Bocah pirang itu, namanya Naruto. Saat itu juga, hatinya bergetar karena melihat ketangguhan Hinata.

"Disini ya?" Hinata terhenti sesaat melihat persimpangan jalan itu. Walaupun banyak perubahan yang terjadi, tapi tempat ini tetaplah tempat kenangannya. Tempat dimana ia bertemu dengan Naruto Uzumaki, untuk yang pertama kalinya.

"Mengingatnya kembali, membuatku ingin tertawa." selesai mengingat kejadian yang terjadi berikutnya, Hinata memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanannya menuju sekolah.

Tempat ini memang sudah sering dilewati olehnya, tapi rasanya rindu sekali. Mungkin karena tempat ini terdapat kenangan yang sudah lama sekali terjadinya. Ingatan itu, sangat berharga baginya.

Baru saja mau berbelok, tepat dihadapannya malah muncul sosok yang terdapat didalam ingatan itu. Naruto Uzumaki.

"Hinata? Wah... Kita bertemu lagi nih! Kenapa ya? Kalau berpas-pasan begini, selalu di persimpangan ini. Aku jadi heran," seru Naruto kegirangan. Menurut Naruto, pertemuan di persimpangan jalan adalah sebuah keberuntungan yang jarang terjadi. Karena akan berangkat sekolah bersama, dan jika telat, akan telat bersama. Hukumannya pun akan dilakukan secara bersama.

"Iya," tidak banyak bicara, karena Hinata tidak tahu apa yang harus dibicarakan olehnya. Daripada salah bicara, lebih baik diam saja. Untuk menjaga aman dulu

"Oh ya, selamat pagi." inilah yang selalu dilupakan oleh Naruto, mengucapkan salam. Pasti salam itu akan selalu ketinggalan karena hal-hal sebelumnya. Kalau tidak ingat pun, tidak akan ada salam di hari itu.

"Selamat pagi," Hinata juga sempat lupa, untung saja Naruto mengingatkannya.

Satu menit berdiam diri, Naruto mulai bosan dengan keadaan ini. Jadinya Naruto memutuskan untuk melanjutkan kembali perjalanannya menuju sekolah. Tidak lupa mengajak Hinata, "Ayo," ajaknya.

Naruto jalan, dan Hinata pun jalan. 'Aku akan selalu menggandengmu, agar kamu tidak terjatuh kembali.' Hinata menggeleng-gelengkan kepalanya, kenapa malah teringat dengan ucapan itu sih? Kalau mengharapkan pun, itu tidak akan pernah terjadi. Itu hanyalah ucapan seorang anak kecil, pasti akan dilupakan dengan mudahnya.

Naruto terhenti, ia baru mengingat satu hal yang penting. "Ada apa Naruto?" Hinata yang heran karena melihat Naruto pun bertanya. Naruto melihat Hinata secara perlahan, dengan ekspresi yang ketakutan. "Aku lupa membawa tugas hari ini," ucapnya. Di sekolah mereka, memang banyak guru killer. Jadi banyak sekali murid-murid teladan disana.

Hinata diam, kenapa malah lupa bawa tugas coba?! Hinata tahu tugas apa yang dimaksud Naruto, Hinata juga tahu guru seperti apa yang memberikan tugas itu. "Sekolah tiga puluh menit lagi baru masuk. Naruto kembali ke rumah lagi saja buat ambil tugasnya," memberikan sebuah solusi, Hinata memang jenius.

Naruto memberikan jempolnya pada Hinata, "Ide yang bagus Hinata!" serunya. "Baiklah! Sampai jumpa lagi di sekolah!" Naruto berlari dengan cepatnya, ditambah dengan jurus andalannya agar lari itu lebih cepat. Yah. Naruto adalah pelari tercepat di sekolah, jadi kalau masalah ini saja, tidak akan membuatnya telat.

Hinata melihat Naruto yang hampir terjatuh, dan ia sedikit tertawa. Tapi melihat sosok Naruto yang menjauh, entah kenapa sakitnya itu di hati. Kemudian Hinata berjalan kembali secara perlahan menuju sekolahnya. Kembali ia mengingat sebuah kejadian dimana ia bertemu dengan Naruto.

'Kau hebat ya, tidak nangis.' saat melihat Hinata yang tidak menangis dan berdiri begitu mudahnya, Naruto sempat tercengang selama satu menit. Tapi setelah itu, ia berlari menuju Hinata dan mengucapkan itu.

'Apa?' tanya Hinata tidak mengerti. Yah. Namanya juga anak kecil, jadi masih kurang menangkap apa yang diucapkan oleh Naruto.

'Yah. Aku bantu,' uluran tangan yang diterima oleh Hinata, membuat semuanya dimulai. Inilah awal dari pertemanan mereka berdua.

'Terima kasih, tapi aku sudah berdiri.' ucap Hinata. Walaupun begitu, tetap saja uluran tangan itu diterima olehnya.

Tidak melepas tangan itu, 'Perkenalkan, aku Naruto.' Naruto memperkenalkan dirinya pada Hinata. Hinata melihat Naruto, 'Aku Hinata,' ucapnya memperkenalkan diri.

Kemudian tangan itu dilepas, Naruto melihat Hinata seksama. 'Rumahku tidak jauh dari sini, mulai sekarang kita berteman ya!' seru Naruto bersemangat, dan Hinata menyetujuinya seraya mengangguk.

Mata Naruto tertuju pada luka Hinata, darah yang keluar lumayan banyak. 'Itu berdarah, harus segera diobati. Aku antar pulang ya,' niat Naruto sih baik, tapi Hinata malah menolaknya.

'Tidak usah, rumahku dekat kok.' dengan alasan rumahnya dekat, tapi apakah dengan luka seperti itu tidak perlu penjelasan dari orang yang melihatnya? Nanti orang tua Hinata malah khawatir sekali karena Hinata mendapatkan luka begitu saja. Pergi baik-baik saja, pulangnya ada luka.

'Tidak bisa begitu,' dengan imutnya, Naruto menggerakkan jari telunjuk kanannya ke kanan dan ke kiri. Hinata bingung melihatnya, 'Kenapa emangnya?' tanyanya tidak tahu.

'Nanti kamu jatuh lagi,' tapi menurut Hinata, kalau sudah jatuh sekali, tidak akan jatuh untuk yang kedua kalinya tuh.

'Ha?' makanya Hinata bingung dengan ucapan Naruto tadi.

Tapi, 'Oleh karena itu, Aku akan selalu menggandengmu, agar kamu tidak terjatuh kembali.' kalau memiliki sebuah pegangan, tidak apa, 'kan?

˚°◦ ◦°˚ ◐ 9th Day ◐ ˚°◦ ◦°˚

'Semuanya akan baik-baik saja, jika kamu selalu bersama denganku, selamanya.'

Teng. Teng. Bel istirahat telah berbunyi, guru yang tadi mengajar pun kini telah mengakhiri pelajarannya.

"Tugas kalian semua akan bapak periksa dan di pertemuan berikutnya akan bapak kembalikan. Bapak bangga karena kelas ini mengumpulkan semuanya. Baiklah. Hari ini cukup sampai disini saja," guru itu pun berlalu dari dalam kelas. Dibantu oleh Naruto yang membawakan tugas-tugas yang bertumpuk itu.

Sebelum seutuhnya Naruto keluar, ia memanggil Hinata. "Hinata!" karena panggilan itu, Hinata yang tadinya membereskan buku-bukunya jadi menengok ke arah Naruto. Ia melihat Naruto yang tersenyum dan memberikan jempol pada Hinata. Seakan berkata, "Kerja bagus, Hinata!" dan Naruto pun berlalu dari sana.

Hinata yang melihat kejadian itu tercengang. Apa yang dilakukan Naruto tadi, benar-benar membuatnya terpesona! Membuat hatinya berdetak dengan kencang, ditambah dengan semu merah yang keluar dari pipinya.

Ino yang melihat kejadian itu langsung menghampiri Hinata. "Acungan jempol dan senyuman hee? Ada kemajuan nih jadinya?" tanyanya seakan menggoda Hinata dan menyenggol-nyenggol lengan Hinata dengan sikutnya.

"Eh? Bukan kok," jawab Hinata langsung.

Tapi tentu saja itu membuat Ino penasaran, apalagi ditambah dengan Hinata yang bersemu seperti itu. "Lalu apa?" tanyanya kemudian.

Dengan perlahan Hinata menatap Ino, dan menghela nafasnya. Mungkin Ino akan tertawa jika mendengarnya, tapi ini harus tetap diberitahukan olehnya agar Ino tidak terus salah paham. "Karena tadi pagi aku memberi nasihat pada Naruto." jelas Hinata.

"Nasihat?" tentunya Ino tidak tahu nasihat apa yang dimaksud oleh Hinata. Sambil menyipitkan sebelah matanya, dan bertolak punggung, ia malah berekspresi yang tidak diinginkan oleh Hinata. Rasa ingin tahunya itulah, yang tidak terlalu disukainya.

"Tadi pas di jalan, aku bertemu dengannya. Dia ingat kalau lupa membawa tugas, jadinya kusuruh pulang dulu dan mengambil tugasnya." cerita Hinata padat, singkat, dan jelas. Itu saja sudah dapat dimengerti oleh Ino yang mengangguk-angguk.

"Hoo. Dikirain apaan. Eh! Hari ini kita makan bareng lagi ya," ajak Ino, Hinata mengangguk menerima ajakan tersebut. "Di kolam lagi ya?" tanya Ino setelah mendapatkan anggukan dari Hinata.

Hinata mengangguk kembali, "Padahal di atap juga seru, tapi disana seru juga. Tak apalah. Aku ambil bekal dulu ya," Ino berlalu dari hadapan Hinata, dan sekarang Hinata dapat melanjutkan kembali pekerjaannya.

Lima menit berlalu, Ino kembali menghampiri Hinata. "Sudah siap?" tanyanya sambil menunjukkan kotak bekalnya pada Hinata. Agar Hinata tahu apa yang dimaksud oleh Ino tentang siap apanya.

Hinata mengangguk, ia mengambil tas kecil yang tergantung di samping mejanya. "Ayo," setelah ucapan ini, mereka berdua langsung menuju tempat biasanya.

Melihat pemandangan yang sama selama sembilan hari ini, menurut Ino pasti membosankan. Ino saja yang belum sampai sembilan hari, sudah merasa bosan seperti ini. Apalagi Hinata? Bukannya bosan atau apa, malahan Hinata berpikiran untuk selalu datang ke tempat ini.

"Hinata. Sekali pemberian makanan, diberikan berapa gram?" tanya Ino penasaran, ia melihat Hinata yang menyebar makanan ikan itu.

"Aku tidak tahu berapa gram, pokoknya satu sendok sudah cukup." balas Hinata. Ino mengangguk bosan, "Ayo makan, aku sudah lapar." ajak Ino sambil memegang perutnya yang mulai berbunyi.

"Iya," mereka pun berjalan menuju bangku taman dan membuka bekal mereka.

Sambil memakan bekalnya, kembali Ino memulai perbincangannya. Sebenarnya Ino sedikit penasaran, bagaimana pertemuan pertama antara Naruto dan Hinata? Apakah kejadian yang lucu? Atau menyedihkan dan menyenangkan? Itu semua tentu membuat Ino si ingin tahu segalanya ini bertanya.

"Bagaimana sih pertemuan pertamamu dengan Naruto?" pertanyaan ini membuat Hinata tersedak. Dengan mata yang terbelalak ditambah dengan tangan yang menutupi mulutnya.

"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya Hinata dengan wajah yang memerah. Ia membersihkan mulutnya yang berantakan dengan makanan yang berserakan.

"Selama ini 'kan aku hanya tahu kalian berdua itu teman masa kecil, dan aku tidak pernah tahu bagaimana asal mula kalian berdua berteman. Aku penasaran tahu." dengan nada dan mata memelas, Hinata jadi tidak dapat menolak keinginan Ino.

"Jadi begini ceritanya..." dari sinilah, dimulai kisah perjalanan yang panjang.

Sepuluh menit kemudian.

"Hahahaha! Apa-apaan tuh tingkah Naruto? Lucu sekali! Hahaha!" mendengar cerita Hinata, sungkuh menggelitik perutnya. Tawanya begitu terdengar dari ujung sampai ujung, dan tugas Hinata adalah menghentikan tawa itu.

"Sudahlah Ino, tidak ada hal yang pantas ditertawakan tahu." seru Hinata cemberut, pipinya yang mengembang dengan semu merah itu, benar-benar akan membuat orang yang melihatnya terpesona.

"Maaf-maaf. Tapi gimana ya? Naruto waktu kecil itu benar-benar humoris ya!" seru Ino menepuk-nepuk pundak Hinata dengan kencang. Bahkan Hinata sampai terpanting-panting karena pukulan itu.

"Namanya juga masih anak kecil," ucap Hinata. Ino menghentikan tepukan itu, ia memikirkan kembali ucapan Hinata. Anak kecil ya? Yah. Anak kecil memang seperti itu. Jadi untuk apa dia tertawa tadi?

"Tapi aku salut dengan ucapannya," setelah puas tertawa, akhirnya Ino kembali serius. Ia jadi teringat dengan kata-kata Naruto yang diceritakan Hinata tadi. Padahal masih bocah, tapi bisa bicara seperti itu.

"Ucapan?" tanya Hinata tidak mengerti. Dari cerita yang Hinata ceritakan, banyak sekali kata-kata yang dilontarkan olehnya. Jadi kata-kata apa yang dimaksud oleh Ino?

"Yah." Ino menghela nafasnya, "Jika kamu terus memegang tanganku, dan tidak melepaskannya. Sampai besar nanti pun, kita akan selalu bersama." ucapnya sambil mendirikan jari telunjuknya. "Berkat kata-kata itu, sampai sekarang kalian masih bersama. Mungkin sampai jadi kakek dan nenek nanti, kalian akan tetap bersama." jelas Ino sok tahu.

"Kenapa begitu?"

"Karena ucapan yang diucapkan oleh kita itu, akan kembali pada kita. Kalau dia berkata, kalian berdua akan bersama selamanya, pasti ucapan itu akan terlaksanakan." penjelasan Ino membuat Hinata menerawang.

Akan terlaksanakan ya? Kalau itu memang benar, pasti kehidupan Hinata akan menyenangkan. Ingatan yang itu pun, tidak akan pernah bisa dilupakan ya?

"Ya, kau benar."

˚°◦ ◦°˚ ◐ Ingatan ◐ ˚°◦ ◦°˚

"Tuh 'kan, kamu ada disini." mendengar itu, Hinata yang sedang asyik memandang koi hitam tersentak seketika. Bagaimana tidak? Hinata pikir sudah semua orang pulang dari sekolah. Tapi ternyata, Naruto masih ada di sekolah.

"Kok masih ada disini?" tanya Hinata, ia berdiri dari jongkoknya dan mununggu Naruto yang mendekat.

"Kok malah nanya sih? Aku 'kan pernah bilang, aku akan selalu mengantarmu pulang." entah ini yang keberapa kalinya Naruto ucapkan, tapi hal ini memang harus diingatkan terus sih. Soalnya Hinata yang tidak suka merepotkan orang, selalu ngotot agar tidak merepotkan.

"Oh, itu ya." ucapnya tidak enak.

"Lagian aku dapat sms dari si cerewet ini," Naruto menunjukkan layar ponselnya pada Hinata, terpampang sms dari Ino di layar itu.

-/-/-/-

From: Kuda Poni Cerewet ( Ino Yamanaka )

Subjeck: Peringatan!

Text

Hei. Kamu sudah tahu, 'kan? Hinata hari ini pulang malam lagi. Jadi jangan lupa selalu menemani dia ya! Awas kalau Hinata tidak pulang dengan selamat! Kau akan... -sensor-

-/-/-/-

Hinata terdiam membaca sms itu, 'Jadi Ino yang selama ini telah memberitahukannya!?' seru Hinata kaget dalam dirinya. Tapi, cukup kecewa juga. Karena Naruto selalu mengantarnya pulang karena perintah dari Naruto. Selain itu, juga karena sudah kewajibannya.

"Kenapa?" tanya Naruto heran dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku bajunya.

"Tidak," jawab Hinata dan kembali memandang koi hitam.

Ini adalah kejadian langka! Naruto tidak tahu mau berbicara apa pada Hinata sekarang. Ia menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal, membayangkan apa yang harus dilakukan olehnya.

"Um.. Naruto." panggil Hinata.

Naruto yang tadinya asyik dengan pikirannya sendiri sekarang terfokus pada Hinata. "Ada apa?" tanya Naruto.

"Apakah Naruto pernah bermimpi buruk?" pertanyaan yang tidak masuk akal memang, tapi semua orang pasti pernah mengalami mimpi buruk.

"Pernah lah! Memangnya kenapa?" tanya Naruto tidak mengerti setelah ia menjawab pertanyaan dari Hinata.

"Tidak, hanya saja, aku selalu memimpikan hal buruk berulang-ulang." saat mendengar ini, Naruto sangat kaget. "Apa? Kok bisa? Mimpi tentang apa memangnya?" mungkin karena mimpi buruk itulah yang telah membuat Hinata jadi sedikit berubah. Itulah pemikiran Naruto. Tapi mimpi buruk apa yang telah didapatkan oleh Hinata?

'Mimpi kalau Naruto telah menikahi perempuan lain. Kalau tidak salah ingat, perempuan dengan rambut panjang. Tidak terlalu jelas, tapi itu benar-benar sebuah mimpi yang buruk.' mana bisa ia menceritakan hal ini pada Naruto.

Apalagi tentang ingatan saat itu, Hinata sangat ingin memastikannya. Apakah Naruto mengingatnya?

"Kok malah diam sih?" tanya Naruto. Hinata menggelengkan kepalanya, Naruto malah tambah bingung dengan tingkah Hinata. Benar, 'kan? Hinata sudah berubah, pikir Naruto.

"Aku tidak tahu apa masalahmu, Hinata. Tapi sebagai teman masa kecilmu, aku hanya ingin membantu." ucapan ini bagaikan menusuk hati Hinata.

Teman masa kecil katanya? Ternyata memang tidak ada posisi lain bagi Hinata di mata Naruto. Walaupun Hinata senang karena Naruto selalu mengkhawatirkannya. Tapi, entah kenapa ini tidak cukup.

"Maaf," permintaan maaf ini malah membuat Naruto makin bingung. Apa sih yang sebenarnya terjadi pada Hinata? Kenapa Hinata tidak mau menjelaskannya? Apakah itu rahasia yang sangat besar sehingga Hinata tidak mau menceritakannya? Apakah menurut Hinata, Naruto tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami Hinata? Naruto benar-benar ingin tahu jawaban yang dipertanyakannya itu.

"Oke, baiklah. Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Mungkin aku dapat membantu," dengan sedikit lebih lembut, Naruto mencoba menenangkan hati Hinata.

Tidak ada jawaban dari Hinata, dan itu membuat Naruto sedikit kecewa. "Apa ada hubungannya dengan kedua koi itu? Atau ada masalah yang lainnya? Coba ceritakan padaku." kembali Naruto berbicara, Hinata pun tidak menjawab yang ini. Hanya diam, sambil menatap kolam.

Rasanya mau nangis tahu gak! Memang untuk saat ini tidak ada hal yang dapat ditangiskan, tapi entah kenapa rasanya mau nangis. Tidak dapat berkata-kata, tidak dapat menceritakan semua masalahnya pada Naruto. Rasanya menyembunyikan rahasia itu benar-benar membuatnya tersiksa. Baik tentang mitos itu, maupun perasaannya.

"Apa menurutmu, aku tidak bisa menyelesaikan masalah yang sedang kamu hadapi?" muram sudah hati Naruto. Ia tidak dipercayai oleh temannya sendiri, teman masa kecilnya.

"Baiklah, aku akan pergi. Cobalah untuk menenangkan hatimu," langkah Naruto membuat hati Hinata tergerak. Sepuluh langkah, telah membuka hati Hinata.

"Tunggu!"

BRUAK! Hinata malah jatuh disaat mau mengejar Naruto. Mungkin ini pantas untuk ditertawakan, tapi bagi Hinata, ini adalah hal yang harus diselesaikan.

Naruto yang mendengar suara itu, menengokkan kembali pandangannya pada arah Hinata. Sungguh kaget ia melihat Hinata yang jatuh tengkurap di tanah. Apa yang harus dilakukannya? Ia malah lalu lalang kebingungan mau melakukan apa. Seperti disaat pertemuan mereka pertama kali, Naruto hanya melihat Hinata sebentar.

Disaat seperti ini, haruskah Hinata menangis? Tidak! Ia bukan anak kecil yang menangis hanya karena jatuh seperti tadi. Dengan bantuan tangannya, ia bangkin kembali. Melihat Naruto yang pandangannya tertuju padanya.

'Itu?'

Ingatan Naruto kembali pada saat bertemu dengan Hinata untuk yang pertama kalinya. Ia memegang kepalanya, "Kok aku bisa lupa ya?" tanyanya tidak percaya.

Untungnya Hinata tidak mendengar itu. Kalau tidak, tambah sedih pula Hinata. Karena Naruto tidak mengingat sama sekali kenangan itu.

Hinata kini telah berdiri, melihat Naruto. "Maafkan aku!" seru Hinata memintaa maaf serta membungkukkan badannya. "Tapi untuk saat ini, aku belum bisa menceritakan semuanya pada Naruto." melihat Hinata yang kuat, sungguh membuat perasaan Naruto tenang.

Naruto tersenyum, ia berjalan mendekati Hinata, menepuk pundaknya. "Sampai saatnya tiba, ceritakan semuanya padaku ya." baru disinilah Hinata menangis karena kebaikan Naruto.

"Sudah. Sudah." hibur Naruto mengusap-usap punggung Hinata. Yah. Naruto memang belum memberikan dadanya untuk Hinata, tapi suatu saat, pasti akan diberikannya dada bidang itu. Sampai ia menyukai Hinata, ia akan memberikan dadanya itu untuk tempat Hinata menangis.

'Hinata manis ya,' ucap Naruto dalam hati. Gadis seperti Hinata memang jarang sekali ada, dan Naruto beruntung bisa bertemu dengan Hinata. Saat-saat pertemuan itu, adalah kejadian terindah baginya.

Saat hati Hinata sudah tenangan, mereka memutuskan untuk pulang. Naruto yang jalan terlebih dahulu berhenti karena tidak merasakan kehadiran Hinata. Ia melihat, mata Hinata menuju pada tangannya.

'Tanganku? Ada apa?' tanya Naruto heran dalam hati. "Oh," Naruto mengulurkan tangannya, sepertinya Naruto telah mengingat sesuatu. "Pegang tanganku," Hinata yang melihat tingkah Naruto jadi tidak percaya.

"Apa?" tanyanya memandang Naruto.

"Dulu 'kan aku pernah bilang, pegang tanganku agar kamu tidak terjatuh kembali."

Mata Hinata membulat, Naruto yang dilihatnya saat ini, begitu bersinar. Senyumannya yang bagaikan mentari itu, membuatnya benar-benar meleleh.

"Sudah, tidak usah bengong. Ayo." Hinata memegang tangan Hinata, ditariknya pelan agar Hinata tidak bengong terus.

'Ternyata, Naruto ingat ya?'

Sebuah kenangan yang mempertemukan keduanya, sebuah ingatan yang telah memperkuat ikatan keduanya. Walau untuk saat ini Hinata belum dapat menceritakan semuanya pada Naruto, tapi suatu saat ia pasti akan menceritakan semuanya. Sampai saat itu, semoga saja semuanya berjalan dengan baik. Semoga saja, Naruto tidak marah karena ia merahasiakan semuanya dari Naruto.

'Semoga semuanya baik-baik saja, jika aku berkata jujur kepadanya.'

◐ To Be Continue ◐

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

11.4K 516 15
Bagi yang ingin memperbanyak kosakata bahasa korea... [Tap Here] Indonesia » Hangul [Romanization]
174K 9.3K 44
[𝑪𝑶𝑴𝑷𝑳𝑬𝑻𝑬𝑫]✔ ❝Highest rank : #1 Boruto [01/07/20] #1 Sarada [24/07/20] #2 borusara [16/08...
47.4K 5.1K 23
[[Cerita Lengkap]] Jangan plagiat. Terimakasih. Pairing : BoruSara Character : Milik Masashi Kishimoto dan Mikio Ikemoto Created : ku_mi_ko_rin_7 Gen...
1M 14K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...