26 Days : Koi of Love [COMPLE...

By MRX-CLAY

88.2K 4.8K 306

Demi perasaan cintanya, ia mencoba peruntungan selama 26 hari. Sebuah mitos yang belum tentu ketepatannya, ta... More

Prolog
1st Day : Abadi
2nd Day : Bebas
3nd Day : Cahaya
4th Day : Demam
5th Day : Embun
6th Day : Firasat
7th Day : Gunung
9th Day : Ingatan
10th Day : Jujur
11th Day : Kalah
12th Day : Lahir
13th Day : Magatama
14th Day : Naruto
15th Day : Obat
16th Day : Pacar
17th Day : Queen
18th Day : Rival
19th Day : Surat
20th Day : Tragedi
21th Day : Usai
22th Day : Vas
23th Day : Warna
24th Day : Xenophobia
25th Day : Yakin
26th Day : Zaman
Cerita Baru

8th Day : Hinata

2.9K 175 9
By MRX-CLAY

Aku, Hinata Hyuuga. Aku tidak tahu kenapa dengan diriku. Bisa dibilang, aku ini pengecut. Tidak bisa mengucapkan apa yang ada didalam hatiku sebenarnya. Mulut dan hati selalu berkata lain, aku selalu menutupi hal-hal yang membuatnya penasaran. Rasa curiga yang diberikannya padaku, membuatku benar-benar menderita. Apalagi perasaan yang dia simpan untuk orang lain.

Aku yang seperti ini, apakah bisa mendapatkannya? Mendapatkan seseorang, yang benar-benar spesial di hatiku.

  ◐ 26 Days : Koi of Love ◐

"Hinata Hyuuga, kamu tahu apa kesalahanmu?" 

"Iya pak," balas Hinata dengan lesu. Saat ini, Hinata sedang berada di ruang guru. Bisa dibilang, jarang-jarang Hinata berada di ruang guru selama ini.

"Apa?" tanya guru dengan salah satu mata yang tergores. Guru ini, terkenal dengan kekerasannya dalam mengajar. Bukan kekerasan dalam hal fisik, tapi batin. Semua murid takut padanya, sehingga tidak pernah ada murid yang tidak mengerjakan tugas dari guru ini.

"Tidak mengerjakan tugas,"

Hinata Hyuuga, baru kali ini disidang di ruang guru. Semua guru yang ada disana jadi merasa heran dengan kejadian ini. Hinata Hyuuga, murid yang rajin dan teladan di sekolah itu, tidak mengerjakan tugas? Untuk yang pertama kalinya?

"Kenapa bisa? Baru pertama kali kamu seperti ini. Sebenarnya apa yang terjadi? Tugas ini sudah diberikan seminggu yang lalu." guru pun tahu, pasti ada sesuatu sehingga Hinata tidak mengerjakannya. Semua guru sudah mengenal Hinata, murid teladan dan berprestasi di sekolah.

"Sebenarnya tugas itu belum selesai pak," jawab Hinata sejujur-jujurnya. Sebenarnya, ia tidak dapat menyelesaikannya karena memikirkan Naruto terus. Kalau dilanjutkan juga, tidak akan menghasilkan hasil yang bagus. Jadi dihentikan saja, daripada mendapatkan hasil yang tidak maksimal.

"Sudah mengerjakan berapa bagian?" guru ini pun sedikit berbaik hati, ia akan memberikan sedikit toleransi. Ia juga tidak mau menghukum Hinata hanya karena belum menyelesaikan sedikit bagian saja.

"Hampir selesai, tinggal sedikit lagi." jawab Hinata. Hinata menengok keluar sebentar, anak-anak masih berlalu-lalang kesana-kemari. Padahal sudah jam pelajaran masuk, tapi tetap saja tidak ada yang mematuhi peraturan sekolah.

"Bagian apa?" tanya guru itu kembali.

Hinata melihat kembali guru tersebut, "Kesimpulan serta saran," jawabnya dengan mantap. Mungkin setelah ini akan ada kejadian baik karena dirinya sudah jujur.

"Baiklah, karena kamu anak yang berperestasi. Bapak akan berikan toleransi, selesaikan hingga istirahat siang nanti. Kalau sudah selesai, kumpulkan kembali pada bapak." keputusan sudah ditetapkan, guru itu berdiri dan mempersilakan Hinata untuk kembali ke kelas.

"Terima kasih pak," Hinata pun sangat berterima kasih karena sudah memberikan toleransi padanya.

Saat sampai di kelas, Naruto langsung menghampiri Hinata. Dialah orang pertama yang mau menanyakan keadaan Hinata, baru setelahnya Ino boleh bertanya. "Hinata! Kamu tidak apa-apa?" tanya Naruto khawatir. Naruto sangat tahu sifat guru itu, takutnya Hinata nanti diapa-apakan.

"Iya," tapi Hinata kembali dengan selamat, jadi Naruto tenang-tenang saja. Lagian Hinata juga sudah bilang kalau dirinya baik-baik saja. Tidak ada satu luka pun di tubuh Hinata, itu tentu saja. Karena Hinata memang tidak diapa-apakan oleh guru tadi.

"Tumben sekali sih," ucap Naruto menggaruk-garuk kepalanya karena penasaran. Ia melihat Hinata yang menunduk, "Kenapa memangnya?" tanyanya. Naruto cukup penasaran juga sih, padahal Hinata belum pernah seperti ini. Tidak mengerjakan tugas itu tuh, merupakan hal pertama yang dialami Hinata.

"Itu..." dengan ragu-ragu Hinata berbicara.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu Hinata, sejak kemarin dirimu jadi aneh." karena Hinata tidak melanjutkan kata-katanya, jadi Naruto menyerobot bicara saja. Naruto juga tidak mau melihat Hinata terus-terusan tidak bersemangat.

'Itu karena kamu Naruto.' tidak berani mengatakan langsung dari mulutnya, Hinata hanya bisa mengatakannya dalam hati. Sebenarnya itulah jawaban dari pertanyaan yang ditanyakan Naruto.

"Aku akan melanjutkan mengerjakannya, saat istirahat siang nanti mau kukumpulkan." kata Hinata mengalihkan topik dan mulai berjalan menuju mejanya. Naruto tetap saja berjalan disamping Hinata. Padahal, untuk saat ini, Hinata tidak mau melihat Naruto dulu.

"Dikasih toleransi?" Hinata mengangguk, "Baiklah! Selamat berjuang ya~" Naruto langsung pergi meninggalkan Hinata. Ia tidak mau mengganggu Hinata yang sedang berjuang.

Hinata duduk, Naruto pergi dan Ino datang. "Kamu baik-baik saja?" tanya Ino khawatir. Ino juga takut dengan guru tadi, makanya ia juga bertanya. Bukannya takut sih, hanya saja ia tidak suka berurusan dengan guru yang seperti itu.

"Iya,"

Ino melihat buku Hinata, "Tanggung sekali ya, padahal tinggal kesimpulan dan saran saja." ucapnya saat melihat bagian apa yang ditulis oleh Hinata.

"Ditulis sebentar juga selesai kok, tadi aku sudah memikirkannya dalam-dalam."

Diam~ Ino benar-benar tidak suka dengan keadaan ini. Hinata sedang menulis, tapi dirinya hanya memperhatikan saja. Bosan~ Ia juga tidak boleh mengganggu Hinata yang sedang serius. Tapi kalau dilihat-lihat, Hinata berubah pasti karena ada suatu hal yang terjadi padanya.

"Ini pertama kalinya kau tidak mengerjakan tugas ya," komen Ino, ia menopang dagunya menggunakan tangannya. Memperhatikan gadis indigo itu dengan seksama.

"Dan ini terakhir kalinya aku tidak mengerjakan tugas," lanjut Hinata, ia benar-benar tidak akan pernah melakukan kesalahan ini lagi. Cukup sekali, hanya sekali saja ia melakukannya.

Ino tertawa singkat mendengar itu, "Pasti gara-gara si bocah pirang itu ya?" tanya Ino langsung. Hinata berhenti menulis, ia melihat Ino. "Bukan kok," jawabnya datar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba meyakinkan Ino.

"Yah~ Pasti gara-gara dia. Makanya kamu tidak menjadi Hinata yang biasanya." Ino pun menyadari ada yang berbeda dari Hinata, tapi berbeda dengan Naruto. Sebagai sahabat, ia harus menghiburnya agar menjadi Hinata yang seperti biasa. Kalau Naruto? Sebagai teman masa kecil, apa yang akan dilakukannya?

Tapi Hinata tidak mengerti dengan yang diucapkan Ino. "Tidak biasanya?" memangnya tidak biasa bagaimana? Ini masih Hinata yang biasanya kok. Tidak ada yang berbeda sama sekali. Baik dari model rambut sama, cara berpakaian juga masih sama, cara berbicara pun sama. Apanya yang beda? Apanya yang tidak seperti biasanya?

"Yah~ Seorang seperti Hinata bisa tidak mengerjakan tugas gitu? Itu bukan kamu. Aku tahu, pasti banyak sekali cobaan tentang parasaanmu. Tapi inilah kamu, jadilah Hinata yang biasanya. Hinata Hyuuga, seorang gadis yang tangguh dan tak mudah menyerah. Jangan hanya karena Naruto menyukai gadis lain, kau jadi berubah." protes Ino panjang lebar. Ia jadi tidak bersemangat karena Hinata tidak bersemangat juga. Oleh karena itu, ia harus membuat Hinata semangat agar dirinya juga kembali bersemangat.

"Aku yang biasanya?" Hinata berpikir, aku yang biasanya? Memangnya seperti apa? Hinata tetap Hinata. Tidak ada yang berubah sama sekali. Yang duduk disini, orang yang sama kok.

"Iya! Hinata Hyuuga yang seperti biasanya lah, yang disayangi semua orang." ucapan Ino, mengingatkannya akan ucapan Naruto yang kemarin.

'Karena kebaikan hatimu inilah, makanya semua orang menyayangimu.' entah kenapa, Hinata jadi bersemangat kembali. Hinata tersenyum, "Terima kasih Ino," mungkin dengan ini, semuanya akan kembali seperti biasanya.

"Nah! Gitu dong! Ini baru Hinata yang kukenal." akhirnya usahanya untuk memberikan semangat pada Hinata sukses besar. Hinata sudah kembali bersemangat seperti biasanya.

'Aku yang biasanya ya?'

"Nah, karena Hinata sudah kembali bersemangat, aku pun juga begitu. Ayo selesaikan tugasnya, tanggung tuh bentar lagi." mendengar itu, Hinata melanjutkan kembali tulisannya. Kalau Ino, ia melihat Hinata dengan semangatnya. Tinggal beberapa sentuhan lagi, tugas Hinata pun akan selesai.

"Selesai!" seru Hinata dengan semangatnya, ia mengangkat laporannya ke atas. Ino memukul-mukul pundak Hinata, "Kerja bagus," ucapnya memberikan selamat.

"Kalau begitu aku mau kumpulkan sekarang," Hinata berdiri dan berjalan keluar kelas, Ino pun ikut untuk mengantar Hinata. Memastikan Hinata sampai pada tujuan dengan selamat. Tidak diganggu kakak kelas ataupun anak nakal. Karena Hinata manis sekali, jadi harus dilindungi olehnya.

Keluar dari kelas, Hinata belok ke kiri. Menuju ruang guru dimana ada orang yang dituju. Sedangkan disisi kanan, Naruto baru saja kembali dari toilet. Ia melihat Hinata tersenyum dan sedang berbicara dengan Ino. Berbeda dari yang tadi, Hinata sudah kembali normal. Naruto tahu berbagai jenis ekspresi Hinata, baik yang pura-pura atau yang murni.

'Syukurlah~ Hinata sudah kembali seperti semula.' Naruto masuk ke dalam kelas dan tersenyum, tapi ia terhenti tepat di pintu kelas. 'Tapi, aku tidak dapat membuatnya kembali menjadi Hinata yang biasanya. Kenapa ya?' inilah yang dipikirkannya. Biasanya, ia dapat dengan mudahnya membuat Hinata tersenyum dan tertawa. Tapi kenapa sekarang tidak?

'Kenapa ya?'

  ◐ 26 Days : Koi of Love ◐  

"Hinata~" panggil Ino. Ino yang sudah menyelesaikan pekerjaannya langsung mendekati Hinata dan memanggilnya.

"Kenapa?" tanya Hinata yang sedang memasukan buku pelajaran yang baru saja selesai dipelajari.

"Kali ini aku mau ke kolam itu," seru Ino. Sudah lama rasanya tidak bersama dengan Hinata menuju kolam dan makan bersama. Ino juga sudah menyiapkan bekalnya, ia mau memakan bekal bersama dengan Hinata. Karena banyak kesibukan OSIS dan klub, waktunya dengan Hinata jadi tambah berkurang. Tapi anehnya, waktu dengan Sai malah jadi makin bertambah.

"Mau?" sedangkan Hinata heran dengan Ino. Ino mau ke kolam itu? Kali ini Ino tidak repot ya? Menanggapi pertanyaan Hinata, Ino mengangguk dengan semangatnya.

"Aku baru mau kesana," untungnya Ino cepat bergegas, kalau tidak ia akan ketinggalan moment berharga ini.

"Kalau gitu ayo!" karena terlalu bersemangat, Ino jadi berteriak. Teriakan kuatnya itu sampai melewati tiga kelas. Ia juga memegang Hinata dan berlari dengan super kencangnya.

Sesampainya di tempat tujuan, Hinata dan Ino meletakkan kotak bekal mereka di bangku terlebih dahulu. Seperti biasanya, kegiatan yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah memberi makan ikan. Setelah selesai, kembali mereka pada bekal-bekal yang siap untuk disantap.

"Huaaa~ Lama sekali rasanya tidak kesini." seru Ino. Hinata melihat Ino, Ino terlihat begitu gembira sekali. Mengambil oksigen sebanyak-banyaknya, menari-nari tidak jelas, dan akhirnya duduk.

"Padahal baru sebentar," ucapnya mengoreksi kata-kata Ino yang salah itu. Yang mana yang salah? Kata Ino ia sudah lama tidak datang ke tempat ini, tapi tidak selama yang dipikirkan. Hanya seminggu lebih kok~

"Iya, ternyata sibuk juga. Waktu bebas benar-benar sedikit." keluh Ino dan menghela nafas, ia sedang protes saat ini. Menjadi dirinya yang seperti ini, benar-benar menyibukkan. Tapi mengasyikkan juga, karena akan banyak kejadian yang tidak terduga.

"Eh, tapi tidak terasa ya. Seminggu sudah terlewatkan~ Sekarang hari ke delapan." teringat kembali akan waktu perjalanan percobaan peruntungan yang dilakukan oleh Hinata.

"Iya," jawab Hinata. Hari pertama, hari kedua, hari ketiga, dan sampai hari ini. Banyak sekali kejadian yang terjadi, di tempat ini. Menyenangkan, mengharukan, dan berbagai perasaan lainnya.

Hinata membuka kotak bekalnya, sepertinya cacing-cacing di perut Hinata sudah siap untuk makan. Ino yang melihat itu pun tidak mau ketinggalan. Hinata makan, koi putih makan, kenapa dirinya tidak? Tapi bersabar saja untuk koi hitam ya.

Sambil melahap bekalnya, Ino melihat Hinata yang makan dengan santai. Sebegitu santainya kah Hinata dalam masalah perasaannya? Karena terlalu santai, makanya tidak ada kemajuan? Pemikiranmu salah Ino, bukan karena terlalu santai. Melainkan karena perasaan yang belum siap, itu yang sebenarnya.

"Apakah sudah ada perubahan?" baru saja Hinata mau memakan makanan pada sendokan kedua itu, pertanyaan Ino jadi membuat Hinata menghentikan langkahnya. Padahal rasanya nikmat sekali memakan di sendok pertama.

Hinata menggeleng, "Entah, aku tidak tahu." selama perjalanan ini, Hinata tidak merasakan sama sekali yang namanya perubahan. Ibaratkan gunung, ya disana-sana saja. Tidak bisa bergerak, apalagi berpindah. Jadi, tidak ada perubahan sama sekali~

"Jadi bagaimana dengan perasaanmu Hinata?" menurut Ino, perasaan Hinata adalah perasaannya juga. Melihat Hinata gembira, ia ikutan gembira. Melihat Hinata sedih, ia pun ikutan sedih. Oleh karena itu, Ino mau membuat semuanya jadi baik-baik saja. Tidak akan sedih, melainkan bahagia.

"Hanya menunggu waktu yang pas," Hinata yang mengulur-ngulur waktu ini benar-benar tidak disukai oleh Ino.

Sambil memakan bekalnya, sambil melihat Hinata. Mengoceh pada ucapan Hinata, "Waktu yang pas itu kapan?" tanyanya. Ino tidak tahu, kenapa bisa Hinata berpikiran seperti itu.

"Sampai Naruto menyerah soal Sakura," kata-kata ini, sungguh membuat Ino kaget. "Uhuk.. Uhuk.. Tapi kapan?" sampai-sampai membuat Ino tersedak. Makanya kalau lagi makan itu jangan sambil bicara, dan inilah yang akan terjadi.

"Aku tidak tahu, yang pasti aku akan menunggu." ucap Hinata. Seberapa lama pun itu, yang namanya perasaan, akan selalu menunggu tanpa memikirkan waktu. Selama masih ada kesempatan, kenapa tidak mencoba untuk menunggu?

"Pikiran positifmu boleh kok." Ino tertawa, "Aku juga sedikit yakin kamu akan mendapatkannya sih." kemudian tersenyum. Ia begitu yakin Hinata akan mendapatkan Naruto. Kenapa?

"Oh ya?" tanya Hinata.

"Iya, Sakura 'kan sudah punya Sasuke." Ino menutup bekalnya, bekalnya ternyata sudah habis. Tadi ia mencari makanan dari kotak bekalnya, tapi malah tidak mendapatkan apapun.

"Lalu?" Hinata yang sudah menghabiskan makanannya pun menutup kotak bekalnya, tidak lupa untuk minum.

"Gini ya~ Tidak ada celah sama sekali untuk Naruto. Karena Sakura sangat menyukai Sasuke, begitu juga dengan Sasuke. Mereka tidak akan berpisah semudah itu," Ino menaikan jarinya satu, dan menggoyang-goyangkannya. Itulah sebagai tanda bahwa Naruto tidak akan berhasil mendapatkan Sakura.

"Terus?" tapi Hinata masih belum mengerti. Ia memang tahu kalau Sakura dan Sasuke tidak akan berpisah semudah itu. Tapi kenapa?

"Kau tahu rintangan apa yang keduanya hadapi?" tanya Ino. Hinata menggelengkan kepalanya, "Tidak," jawabnya.

"Menurut informasi yang kudapat." entah Ino mendapatkan informasi itu dari mana. Tapi yang pasti, "Katanya mereka teman masa kecil yang sudah lama tidak betemu. Bertemu lagi saat SMA, dan Sasuke malah berubah sifatnya. Itu membuat Sakura bingung, dan malah jadi banyak rintangan yang dihadapinya. Tapi hanya sebuah kata-katalah yang membuat semuanya berubah." inilah kenyataannya.

"Apa?"

"Perasaan itu, bukanlah sebuah angin lalu. Yang hanya lewat, dan pergi meninggalkan begitu saja Mereka akan terus ada, tidak peduli berapa banyak cobaan yang terjadi." Hinata mengangguk, "Lalu?" tanyanya.

"Perasaan itu, adalah sebuah noda. Tidak dapat hilang, dan selalu akan berada di tempat yang sama. Selalu melekat, di tempat yang sudah ditakdirkan untuknya." jelas Ino dengan serius. "Kau mengerti?" tanyanya kemudian.

Hinata menggeleng~

Ino jadi syok di tempat, ia menepuk jidatnya. Jadi apa yang dibicarakannya tadi tidak dimengerti? Ia menghela nafasnya, "Gini lho, perasaan yang dimaksud disini itu adalah perasaan suka dan sejenisnya. Perasaan itu bukan angin lalu, yang seenaknya saja lewat dan pergi meninggalkan begitu saja. Kamu mengerti?" tanya Ino lagi setelah ia menjelaskannya sedikit.

"Iya~ Jadi suka itu bukan seperti saat kita diabaikan orang yang tidak dikenal, 'kan?" tanya Hinata tidak nyambung, tapi masih masuk dalam topik.

"Yah~ Kurang lebih seperti itu. Tapi perasaan itu seperti sebuah noda. Tidak akan hilang, dan selalu berada di tempat yang sama. Selalu melekat di orang itu, karena inilah yang sudah ditakdirkan untuknya." inilah yang sudah dibuktikan oleh Ino dan para pasangan yang lainnya. Ino jadi mengingat kisah-kisahnya dengan Sai.

"Tapi kalau pindah hati?" tapi Hinata malah membuyarkan ingatan itu karena pertanyaan yang begitu.

"Itu lain ceritanya. Patah hati itu ibaratkan noda yang dihilangkan dengan pemutih. Perlahan-lahan akan menghilang, sampai putih bersih." dan Ino tidak suka yang seperti ini. Walaupun putih bersih itu bagus, tapi kalau masalah perasaan, Ino tidak mau.

"Pokoknya. Inilah kamu, Hinata! Ini perasaanmu. Yang mengetahui perasaanmu itu hanya dirimu sendiri. Tapi yang dapat mengubah perasaanmu bukan kamu sendiri, tapi orang lain. Jadi jangan bermurung sendiri saja, banyak orang yang mau membantumu kok." seru Ino memegang kedua pundak Hinata.

"Iya, terima kasih." senang sekali rasanya memiliki sahabat seperti Ino. Ia beruntung, saat pertama kali masuk ke sekolah ini. Dipertemukan dengan Ino dengan cara yang tidak terduga~

'Hinata Hyuuga ya? Kamu sekelas denganku, 'kan? Hmm.. Tersesat ya? Ayo bareng denganku!' uluran tangan itu, yang membuat hati keduanya menyatu.

"Ini baru Hinata,"

  ◐ 26 Days : Koi of Love ◐  

Pulang sekolah, Naruto sedang merenungkan dirinya di pinggir kolam. Ia berpikir, memangnya salah ya menyukai orang yang sudah memiliki pacar? Sebenarnya Naruto mendengar pembicaraan Ino dan Hinata. Tidak semuanya, hanya dari 'Iya, Sakura 'kan sudah punya Sasuke', dan itu membuat Naruto berhenti dan mendengarkan percakapan mereka berdua.

"Tidak ada celah ya? Haa~" Naruto menghela nafasnya. Tidak ada celah sama sekali itu, berarti menyuruh Naruto untuk berhenti, 'kan?

"Lho, Naruto? Kok ada disini?" Hinata kaget melihat Naruto yang sedang berjongkok bagaikan kakek-kakek yang tidak bisa berdiri.

"Eh, Hinata. Aku hanya melihat koi ini kok." katanya melihat Hinata sebentar dan kembali melihat koi. Hinata sadar tidak ya kalau Naruto sedang tidak bersemangat? Semoga tidak.

"Naruto kenapa? Kayanya tidak semangat gitu," ternyata Hinata tahu kalau Naruto tidak bersemangat. Padahal Naruto ingin kalau Hinata tidak menyadarinya, karena ini bukanlah dirinya.

"Tidak kok, salah lihat kali!" seru Naruto dengan cepat dan mencoba mengubah ekspresi wajahnya seperti biasa.

"Oh, gitu ya?" Hinata berjongkok di sebelah Naruto, dan melihat Naruto bentar. Tertawanya itu bukan Naruto yang biasanya, kenapa ya? Awalnya Hinata yang tidak semangat, sekarang Naruto yang tidak bersemangat.

"Kedatanganmu kesini mau kasih makan ikan, 'kan? Ayo~ Aku temani, nanti aku antar sampai depan rumah. Tapi jangan lama-lama ya," ucap Naruto sambil meletakkan kepalanya di tangan bagian atas.

Hinata melihat Naruto dengan heran, "Iya," jawabnya.

Dibuka makanan ikan itu dan disebarnya di sekitar kolam. Kemudian ia melihat Naruto lagi, kembali wajah itu yang ditunjukkannya. Sebenarnya apa yang terjadi pada Naruto? Padahal tadi masih baik-baik saja. Tapi sekarang?

Tidak mau mengganggu Naruto, Hinata lebih memilih untuk diam. Ia mau memberi waktu untuk Naruto mendalami kesendiriannya. Pasti ada suatu masalah yang dihadapi Naruto, tapi Hinata tidak dapat membantunya sama sekali. Hanya bisa terdiam, melihat orang yang disukainya bersedih.

Masih saja berdiam diri, tidak melakukan apapun. Padahal ada dua orang, tapi bagaikan tidak ada orang sama sekali. Hanya suara binatang malam yang terdengar, dan suara cipakan ekor koi hitam itu.

Lima menit? Tidak, sudah tiga puluh menit mereka seperti itu. Tidak ada yang berbicara sama sekali, tidak ada canda dan tawa seperti biasanya. Tidakkah mereka merasa bosan?

"Apakah sudah selesai?" tanya Naruto, ia berdiri dan melihat Hinata yang menatap sendu kolam itu. Kenapa sih?

"Iya," jawab Hinata, ia juga berdiri untuk menyetarakan tingginya dengan Naruto. Menatap Naruto dengan perasaan sedih, ia tidak tahu apa yang dipikirkan Naruto saat ini.

"Kalau begitu ayo pulang," langkah itu telah dilakukannya. Naruto berjalan, sedangkan Hinata hanya berdiam diri menatap punggung Naruto.

Selain perasaannya yang setinggi gunung, bahkan lebih. Perasaannya juga sama saja seperti mobil mogok, tidak bisa jalan. Kecuali kalau ada sesuatu yang mendorongnya, mungkin ia akan kembali berjalan maju ke depan.

Selangkah ke depan~

◐ To Be Continue ◐

  Hohoho~ Bagaimana dengan chapter ini? Semoga tidak mengecewakan pembaca sekalian. Berikutnya adalah chapter "I", semoga kalian semua mau menunggunya hingga update. Maaf apabila diriku sangat lama update-nya, tapi akan kuusahakan tidak lebih dari dua minggu. Yosh~! Sampai bertemu di chapter berikutnya  



Continue Reading

You'll Also Like

26.2K 3K 81
(rivamika story) before you read this story, read the description below! bagi yang mau membaca ya dipersilakan, kalau tidak suka dengan shipnya ya bi...
47.4K 5.1K 23
[[Cerita Lengkap]] Jangan plagiat. Terimakasih. Pairing : BoruSara Character : Milik Masashi Kishimoto dan Mikio Ikemoto Created : ku_mi_ko_rin_7 Gen...
3.2M 175K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
174K 9.3K 44
[𝑪𝑶𝑴𝑷𝑳𝑬𝑻𝑬𝑫]✔ ❝Highest rank : #1 Boruto [01/07/20] #1 Sarada [24/07/20] #2 borusara [16/08...