Aftertaste

By thiaranyputri

2.7M 239K 7.7K

Namaku Kira. Aku Hacker. Kehidupanku berjalan dengan baik sebelumnya, tanpa komputer. Namun, karena dikhianat... More

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xi
xii
xiii
xiv
xv
xvi
xvii
xviii
xix
xx
xxi
xxii
xxiii
xxiv
xxv
xxvi
xxvii
xxviii
xxix
xxx
xxxi
xxxii
xxxiii
INFO
Prolog (REVISI)
1

Epilog

88.3K 5.6K 434
By thiaranyputri

—Kira.—

Kematian Profesor West akhirnya membawa keuntungan besar untuk Digory North. Dan tentu saja, berkali-kali dia berterimakasih pada kami berempat atas apa yang telah kami lakukan. Yang terpenting, pria itu berkali-kali menawarkan tawaran yang lebih spesial lagi untuk Hana. Karena bagaimanapun, Hana lah yang berhasil membunuh profesor West.

Walaupun gue, Hana dan juga Martin terancam dipenjara dua bulan lalu karena menggunakan senjata api tanpa izin dan juga tuduhan tetek bengek lainnya, Digory North sama sekali tidak keberatan untuk menyewa pengacara super mahal dengan bayaran gila-gilaaan untuk membebaskan kami.

Mengenai tawaran Digory North untuk Hana, tidak ada yang tahu apa penawaran itu. Dan kami juga tidak tahu kenapa Hana menolak sebelum berpikir. Entah karena cewek itu bodoh atau apa, Digory North hanya tersenyum mendengar jawaban yang dibisikkan oleh Hana.

Tapi siapa perduli? Yang penting, sekarang gue sudah bebas. Gue kembali bersekolah, walaupun bukan di sekolah lam gue. Dan yang terpenting lagi, Digory North ternyata memberi kebebasan kami (gue dan Bayu) untuk memilih.

"Kalian bisa memilih di mana kalian akan bersekolah, dan aku akan segera mengurusnya," katanya waktu itu.

Tanpa pikir panjang, Bayu langsung mengatakan. "Bandung, Om. Tempat Indra bersekolah." katanya.

Bandung. Tidak terlalu buruk. Setidaknya gue bisa menjalani hidup normal sebelum gue benar-benar harus terikat kerja dengan Digory North. Dan omong-omong, gue nggak tahu sejak kapan Bayu memanggil Digory North dengan sebutan 'Om'.

Gue melirik Bayu dari balik pintu. Cowok itu tengah duduk di meja belajarnya yang agak berantakan dengan posisi membelakangi gue. Bungkus permen dan juga gumpalan-gumpalan kertas terhampar di sana. Sementara banyak kaleng minuman kosong berjejer di sisi kiri mejanya.

Gue mendengus. Kalau dipikir-pikir, gue tidak kalah jorok dengannya dulu. Membiarkan sampah kulit duren di mana-mana, misalnya. Tapi sekarang? Oh, gue nggak bisa. Rasanya tangan gue udah gatel buat menjitaknya.

"Aduh!"

Bayu meringis, ia mengusap-ngusap kepalanya yang gue jitak tadi. Sukurin!

"Lo tau gue gak suka ada sampah berceceran begini!" Kata gue, seraya menunjuk-nunjuk sampah itu.

"Nanti gue beresin, sayang. Lagian kan lo sama joroknya dulu kayak gue gini."

Sekali lagi, gue menjitaknya tanpa ampun. Sudah sebulan lamanya gue tinggal di rumah Om Dani, dan tentunya gue jadi satu rumah dengan Bayu, Indra dan juga adiknya, tapi di sini ternyata yang paling jorok Bayu! Dan oh ya, gue belom cerita tentang keberadaan Hana sekarang. Cewek itu memilih tinggal di rumah lamanya dan sekali-kali melanglang buana pergi entah ke belahan dunia mana. Katanya sih jadi bandar narkoba, tapi kok gue enggak percaya ya? Gue lebih percaya dia doyan travelling dibanding jadi bandar narkoba.

"Aduhhh! Ampun-ampun dong, sayang! Sakit, tau?"

"Jangan panggil gue sayang."

"Lho, emang salah?"

Gue emang udah.... Ehm, pacaran sama Bayu. Tapi bukan berarti dia bisa perlakuin gue kayak cewek-cewek lebay di luar sana. Gue nggak suka dipanggil sayang, beib, mbeb, baby, hunny, atau semacamnya.

"Ya nggak salah! Tapi gue nggak mau, tau?"

Bayu mengangguk-ngangguk, "Oke bu bos!"

"Sekarang bersihin semuanya Bay, lo tuh bahkan lebih jorok dibanding Indra."

Bayu buru-buru menggeleng, "Setidkanya gue nggak ngamparin kancut atau kolor gue dimana-mana kayak Indra."

Mata gue makin melotot, akhirnya Bayu mengalah. Cowok itu segera mengumuti sampah-sampah itu lalu memasukannya ke dalam tong sampah yang sebenarnya memang tersedia di sana.

"Jangan galak-galak ngapa, ntar gue bilangin Oma gue aja."

"Yaudah gue aduin si North!"

Bayu menatap gue bingung, "Emang ada hubungannya sama North?"

"Jelas ada." Gue berdeham, "Gue kan anak buah kesayangannya, Bay. Gue pemeran utama, lo cuman piguran."

"Figuran."

"Iya maksud gue figuran! Ah elah, gitu aja dipermasalahin!"

Bayu tertawa, dan dua detik kemudian gue ikut tertawa dengannya. Cowok ini memang selalu bilin gue seneng tanpa alasan. Cuma dia kayaknya, yang bisa bikin hidup gue lebih berwarna. Seperti kata Ibu R. A Kartini, habis gelap, terbitlah terang. Btw, gue gatau itu bener apa kaga. Soalnya buku sejarah gue dimakan rayap.

"Hana jadi ke sini?" Tanya Bayu, gue segera mengangguk.

"Jadi, nanti Indra sama Martin yang jemput di Bandara."

"Udah naik kasta ya? Jadi nggak naik kapal laut lagi."

Gue kembali tertawa, "Jelas. Selain gue, anak buah kesayangan North itu Hana. Inget kan?"

"Inget Bu bos."

"Tapi, tetep aja Hana figuran!"

"Iya Bu bos, Hana figuran."

Kalau diingat-ingat, gue dan Bayu sering banget ngabisin waktu atau lebih tepatnya buang-buang waktu buat bercanda kaya gini. Entahlah, bagi kami ini menyenangkan. Tunggu saja sampai kami bosan satu sama lain, tapi menurut gue, gue nggak akan bosan bareng Bayu.

"Woi! Jangan pacaran terus! Mending lo pada bangunin Indra yang masih molor!"

Kami berdua menoleh, ternyata Martin. Dia rajin banget sampe-sampe pagi-pagi gini udah ke rumah ini. Cowok itu tiba-tiba saja melompat ke tempat tidur milik Bayu, lalu segera menutup hidungnya saat ia sepertinya tidak sengaja menghirup bantal bau iler milik Bayu.

"Anjir bau iler!" pekiknya.

Kalau kalian mau tahu apa reaksi gue, gue ketawa. Kenapa? Karena gue udah sering liat Indra kebauan, sedangkan gue belum pernah mencium bau iler Bayu. Dan nggak akan mau cium baunya, kalo cium orangnya sih gue mau. Hehe.

"Nggak usah ketawa Kir! Cowok lu jorok banget, suer!"

Bayu cuman nyengir kuda, "Soalnya udah sebulan belom diganti sarung bantalnya, makanya bau!" katanya.

"Udah-udah, mendingan bangunin Indra!"

***

-Hana.-

Aku sedang berada di pesawat. Tadinya, aku tidak berniat pulang. Kalian tahu, Kuala Lumpur itu menyenangkan! Walaupun aku ke sana niatnya hanya mengambil barang pesanan, namun, aku juga menikmati masa-masa liburanku.

Aku memang menolak tawaran Digory North untuk menjadi anak asuhnya, karena aku setia pada Om Dani. Dan tawaran kedua, ia menyuruhku untuk menikah dengan Martin. Tentu saja aku menolaknya, aku kan tidak punya perasaan lagi terhadapnya. Jadilah, aku hanya meminta untuk dibuatkan paspor dan setiap bulannya dikirimi uang untuk keliling dunia. Maruk sih, tapi North nggak keberatan kok.

Awalnya, aku tidak percaya aku akan bertemu Vira, yang umurnya satu tahun dibawahku. Gadis itu bilang, dia pergi ke Kuala Lumpur seorang diri. Katanya sih, lagi patah hati karena pacarnya memutuskannya dan lebih memilih mencari mantan pacarnya yang sudah berbulan-bulan hilang.

Sekarang, gadis itu duduk di sampingku. Dari segi penampilan, cewek ini fashionable banget. Nggak heran kalau selama di Kuala Lumpur, cewek ini lebih banyak belanja dibanding liburan. Ya emang sih, liburan nggak afdol kalo nggak belanja. Tapi bedanya, Vira membeli barang yang sama sekali tidak dibutuhkannya.

"Lo tau nggak, Han? Kita udah mau sampe bandara, tapi gue malah kepikiran Khafi!"

Aku tersenyum, "Gapapalah, namanya juga remaja. Masih labil, masih suka patah hati."

"Emangnya lo bukan remaja?"

Aku terkekeh, benar juga sih. "Gue remaja, cuma lebih matang."

"Yah pokoknya gue nggak puas liburan! Gue masih mau bolos sekolah, Han. Nggak seru banget di sekolah gue, suka beda-bedain gitu."

Aku hanya tertawa kecil menyahutinya, pikiranku melayang memikirkan wajah Indra. Aku merindukannya, sedikit hehe. Ah, banyak deng.

"Ada kelas elitlah, kelas bawahlah, ih apaan sih! Meskipun gue masuk kelas elit, tapi kan gue nggak suka kalo ada orang yang suka beda-bedain gitu."

"Hana!!!!!"

Merasa tidak didengarkan, Vira menjambak pelan rambutku. "Denger gue cerita nggak sih?!"

"Denger sih, dikit. Hehe. Emang lo sekolah di mana?"

"Di Darma Nusantara, sekolahan paling aneh se Bandung."

Aku mengerutkan dahiku, itu sekolah Indra, Bayu, Kira dan Martin sekarang. Darma Nusantara.

 "Tapi, lo pernah cerita kan kalo pacar lo itu kerja di Kafe bokap lo di Jakarta? Kenapa lo sekolah di Bandung? LDR dong?"

Vira mengangguk, "Iya, LDR. Tapi, dia sering ke Bandung kok. Gue juga sering ke Jakarta."

Oke. Masuk akal. 

Pesawat sebentar lagi mendarat, dan aku sudah tidka sabar untuk bertemu Indra dan juga yang lainnya. Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah yang sudah agak telat, jadinya aku tetap menjalani pekerjaanku sebagai bandar.

Begitu pesawat mendarat, aku segera mencari keberadaan teman-temanku. Aku bisa melihat wajah Indra yang sumringah, berdiri di samping Martin yang wajahnya agak-agak masam. Sementara Bayu terlihat merangkul Kira. Aku tersenyum lebar.

Aku setengah berlari menghampiri mereka, sementara tanpa kusadari Vira mengekoriku dari belakang.

"Enak banget dijemput temen, gue mah apa. Dijemput supir aja udah bersyukur." Keluh Vira.

Aku memeluk Indra, lalu Martin. Sementara aku hanya melemparkan senyum pada Bayu dan Kira. Aku tidak ingin mengganggu kemesraannya. Lalu kusadari, Vira berada jauh di belakangku. Mata dan mulutnya melebar, dan tubuhnya seakan-akan membeku, tidak bergerak sama sekali. Sementara pandangannya tertuju pada Kira.

"Vira?"

Vira tampak menelan ludah, "Kak Kira, kan?!" Tanyanya dengan suara bergetar.

"Ehm, Vira? Pacarnya Khafi? Apa kabar, Khafi?"

***

Obrolan kami berakhir di salah satu food court yang ada di bandara. Vira menceritakan banyak tentang Khafi. Dari mulai kondisinya sekarang hingga ulah Khafi yang benar-benar mengesalkan. Bagaimana bisa dia meninggalkan Kira untuk Vira, dan pada akhirnya dia meninggalkan Vira juga untuk Kira? Aneh.

"Gini, adik. Kak Kira sekarang udah jadi pacar gue, maka dari itu, jangan bahas-bahas Khafi lagi. Lagian, Aftertaste Kira udah ilang kok!" Ucap Bayu seakan-akan tidak setuju dengan topik pembicaraan kali ini.

"Bayu, diem dulu bisa?"

"Nggak."

Kira menggeram, "Nanti gue bakal telefon Khafi, lo tenang aja oke? Lo bisa ambil dia kok," katanya dengan wajah ramah pada Vira, padahal jelas-jelas ucapannya tidak begitu ramah.

Vira kelihatan mengangguk, "Oke Kak, makasih. Aku juga enggak niat buat balik sama Khafi lagi kok, dia brengsek."

Kira tersenyum lebar, "Good job."

Pembicaraan itu selesai, Vira pamit setelah bertukar pin BBM dengan Kira. Dan giliran aku, yang menyelesaikan masalahku dengan dua cecurut yang selalu menempel padaku.

"Kira pilih Bayu, terus lo pilih siapa Han?"

"Gue pilih Indra, Martin. Tapi sekarang gue lagi nggak kepingin pacaran dulu."

Martin menunduk, wajahnya semakin masam. Sementara Indra menepuk bahunya, "Tenang aja broh, gue bagi-bagi jatah kok."

Brengsek. Emangnya aku cewek apaan?

Walaupun aku tidak terima Indra berkata begitu, namun aku cukup senang sekarang. Hidupku lebih berwarna. Aku merangkul mereka berdua.

"Yuk kita pulang!"

END

a.n :

Gue nggak salah kan bikin yang menye-menye di epilog? wwkwkwk. Udah lama nggak ngepost, tau-tau epilog. Jahat banget ya gue. Btw, abis ini gue mau bikin ceritanya Vira dengan kelas elit dan kelas bawahnya itu. Genrenya bakal sedikit thriller psikopat, tapi nggak tau juga. Gue pikir-pikir dulu deh wkwk

Makasih bangetan buat kalian yang mau ngikutin cerita gue, terutama reader lama. Ini udah dari tahun 2015 dan baru kelar sekarang. Gue gak ada apa-apanya tanpa kalian deh! wkwk

much lop,

Continue Reading

You'll Also Like

Suddenly By nok

Teen Fiction

1.7K 385 31
Di hari pernikahannya, sang kakak yang seharusnya menjadi pengantin wanita malah menghilang. Adel yang berstatus sebagai adik dari sang pengantin wa...
6.7M 283K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
120K 11.5K 61
❝ Sekalipun tentangmu adalah luka, aku tetap tak ingin lupa. ❞ --- Atilla Solana, Sang Cephalotus. Cewek tak berhati dengan segala aksi gilanya yan...
1.3M 87.6K 70
Namanya Elena, gadis kutu buku, pintar, pendiam dan dingin. Penampilannya yang serba ketinggalan zaman itu tatkala membuat dirinya dijuluki sebagai '...