Bandung - Jogja.....The Harde...

By AditPrasetya0

169K 9.2K 1.1K

Tidak mudah memang untuk membuat hubungan saling percaya. Sangat mudah diucapkan, sangat mudah di angankan... More

DISCLAIMER
Chapter 1. Crawl-Run-Jump-Fly
Prolog
Chapter 2. Family Trip - The Drama of Love.
Chapter 3. End of Holiday, End of "Fucking" Love
Chapter 4. I Need Pandora Still Closed
Chapter 5a. Menebar Pesona, Menebar Bom Waktu
Chapter 5b. Menebar Pesona, Menebar Bom Waktu
Chapter 6. Saat Sebagian Kecil Bom Meledak
Chapter 7. Cinta Yang Terlalu Banyak Segi
Chapter 8. Rizki......Someone From My Past
Chapter 9. Small Part of Missing Puzzle
Chapter 10. Sebuah Catatan Liburan
Chapter 11. Vira and Her Mom...Sebuah PR Juga
Chapter 12. Weird Relationship
Chapter 13. Kembalinya Om Abang
Chapter 14a. Art3Logic....That's We Are - Jakarta
Chapter 14 b. Art3Logic....That's We Are - Jogjakarta
Chapter 14c. Art3Logic....That's We Are - Bali
Chapter 15. Cerita Tertinggal - Rizki Raja Preman
Chapter 16a. Year Two - Semester Rempong
16b. Year Two - Next Destination: Aljazair - Marseille - Paris
16c. Year Two - Yes.....I am So Selfish
16d. Year Two - Males Collector
Chapter 17a. Year Three - Euro Trip
Chapter 17b. Year Three-Gue Sang Mafia Baru
Chapter 17c. Year Three-Adek Gue, Si Pembuka Pandora
Chapter 17d. Year Three-Keluarga Yang Terpecah
Chapter 18. I Announced Myself As Mobster
Chapter 19. Zhang Yong, The Other Man
Chapter 20. Zhang Yong - The Guardian Angel
Chapter 21a.Year Four - KKN.....Awal yang Buruk
Chapter 21b.Year Four - KKN.....New Paradigm - 1
Chapter 21c.Year Four - KKN.....New Paradigm - 2
Chapter 21d.Serigala Pemangsa
Chapter 22. Serigala Pemangsa
Chapter 24c. Year End - Vira's Legacy
Chapter 23. Journey with Grand Ma
Chapter 24a. Year End - Songong Time
Chapter 24b.The Waroong Legacy - Who's The Winner ?
Chapter 24d. Year End - O..ow... Ketahuan
Chapter 24e. Year End - War Preparations
Chapter 24f. Year End - The Determination
Chapter 25a. The Battle We've War-1
Chapter 25c. The Battle We've War-3
Chapter 25d. The Battle We've War-4
Epilog
Surat Untuk Pembaca

Chapter 25b. The Battle We've War-2

2.8K 163 20
By AditPrasetya0




Gue kembali duduk, setelah berdiri berjam-jam bicara didepan personel gue.
Mungkin itu sebabnya ya, Mama begitu bawel dan mengulang-ulang mulu kata-katanya, karena itu buat brainwash gue?

Gue keluar dari ruang meeting langsung disambut Bambang, gak jauh dari situ ada Vira dan Dimas.
Gue mau ketawa, Vira mulai kena penyakit KEPO, pengen tahu siapa yang kumpul di rumah dinas gue.

"Bang, udah ditunggu team dan Mas Rizki di ruang audio visual!",kata Bambang.

Gue mengangguk

Sial, kenapa mereka lebih cepat dari yang gue minta, padahal gue minta hari Sabtu.

"Vir, lo mau tahu kerja gue khan? Ayok ikut gue!", ajak gue ke Vira.

"Mas Yusach, antar Dimas ke ruang mana dia suka, suruh staf rumah tangga layanin mau dia apa!", lanjut gue sambil bergegas jalan.

Gue terbiasa jalan cepat, itu membuat Vira berlari-lari kecil disamping gue.

"Tadi naik motor?", tanya gue ke Vira

Dia mengangguk

"Kenapa gak minta dijemput?"

"Nanti kamu pasti larang!"

Gue tersenyum, baru kali ini Vira sebegitu KEPO, atauuu dia sebenernya khawatir ya?

Begitu masuk ruang audio visual, team sedang berbincang dengan Rizki. Kemudian gue kenalin Vira ke mereka.

"Abang, mengenai permintaan Abang untuk melepas HPH, kemudian mengganti menjadi investasi kelapa sawit perlu dipertimbangkan lagi. Kelapa sawit bukan lagi luxury goods, ambil saja acuan data Bank Dunia, dari tahun 1960-2000, dari harga USD1102/ton hingga tahun 2000 menjadi USD307/ton. Harga terus turun Bang!", kata Gunawan, analis yg gue hire.

Gue ketuk-ketuk pensil ke kursi sambil menggigit bibir.

"Gun, lo tahu khan, gue rencana mau ambil alih pabrik pengolahan CPO dan Pabrik Olein. Maksud gue dari kebun sawit itu, gue larikan semua jadi ke olein. Jadi gue gak masok sawit ke dunia, tapi justru produk olahan!"

Giliran Gunawan sekarang yang gigit-gigit bibir.

"Abang lebih cenderung sampai penyulingan menjadi olein atau sampai proses fatty alcohol?"

"Sorry Gun, maksud gue yang mau gue akuisisi itu oleochemical industry jadi sampai proses fatty alcohol."

"Setuju kalau itu Bang! Jadi seluruh sawit kita untuk supply industri oleokimia Abang itu?" kata Gunawan.

Gue mengangguk

"Gue juga tetep harus cari supplier CPO lain untuk memenuhi industri itu Gun!", jelas gue.

Gue kemudian nyalakan infocus dan tunjukkan skema perkebunan sawit hingga proses pengambil alihan industri oleochemical. Juga membahas mengenai efektivitas SDM hingga membahas fokus target market.

Gunawan manggut-manggut, terkadang menggeleng kepala sambil senyum.

"Kenapa Gun ? Ada yang salah dari penyampaian gue?"

"Enggak Bang! Itu detail banget! Abang Arsitek khan? Bingung saya lihat Abang udah bikin grafik peramalan. Buat apa Abang hire saya, itu udah Abang kerjakan sendiri!"

"Itu, lo muji atau ngejek gue Gun ?"

"Kagaaak Baaaang!!!"

"Jadi lo udah setuju gue lepas HPH terus ganti ke sawit Gun ?"

"Iya Bang, gue setuju Bang!"

"Dari Rizki ada masukan?"

Kalau Rizki udah maju, lebih complicated lagi pokok bahasannya. Dari penjabaran gue tadi masih dikritisi item per item. Dia emang konsen ke pemasarannya dan melempar produk ke pangsa pasar dunia.
Yang jelas gue males nulis apa yang disampaikan Rizki. Malah jadi kayak makalah atau jurnal.

"Gun, gue mau hitungan biaya exactly nya, dari proses lepas konsesi HPH, denda yang kita dapat, akuisisi kebun sawit, akuisisi pabrik CPO dan akuisisi pabrik oleochemical dan pajak. Dari situ gue bisa jadikan acuan untuk mencapai profit gain."

"Siap Bang! Yang detail khan ya Bang?" kata Gun sambil tertawa mengejek.

Gue lempar pensil ke badan dia dan disambut tawa semuanya.

"Tiga hari harus jadi! Termasuk presentasi gue yang direvisi Rizki tadi!"

"Siap Bang!"

Gak lama kemudian staf rumah tangga masuk menyiapkan makan siang buat kita.
Sambil makan siang team accounting, finance & tax dan audit bergiliran presentasi. Meeting dengan mereka selalu makan waktu sangat lama dan baru selesai jam 8 malam.
Gue sempat melirik ke arah Vira yang terkantuk-kantuk dan kadang memijat kepala. Gue cuma ketawa liat tingkahnya.
Siapa juga yang kemarin ngotot nanyain kerjaan gue, baru dikasih tahu sebagian kecil, dia udah eneg.

"Gimana Vir, masih mau lanjut ikut gue meeting Sabtu pagi dengan team marketing?" tanya gue saat makan malam bersama.

Dia menggeleng

"Aku pusing Dit, kalian pakai bahasa dewa, aku kayak lost in translation!"

"Masih penasaran gue kerja apa?"

"Enggak mau nanya lagi! Kamu rumit, ditanya kerja apa, malah jawabannya bikin kepala pening!"

"Loh, masalahnya kerjaan gue gak cukup satu kata! Gue bilang kepala, nanti lo nanya kepala apa? Masa iya gue jawab kepala-pundak-lutut-kaki?"

"Iiiiih....nakaaaal!!"

"Adddduh..duuuhhh...ampuuun Vira!"

Nyubit lagiii??? Emang cewe tu hobby banget urusan nyubit.
Yang kemaren aja bekasnya biru-hijau belum ilang, sekarang masih ditambah lagi. Kalau jadi istri, gue laporin ke Komnas apa entah buat KDRT.

Saat team sudah masuk ke dalam kamar masing-masing, gue dan Rizki mengantar Vira dan Dimas sampai area drop off, mereka diantar Ilham sampai kosnya, sementara motornya Dimas ditinggal di rumah gue.

Begitu kita masuk rumah, kita gak sabar untuk berciuman. Sepanjang dari foyer hingga kamar tidur, gue dan Rizki gak berhenti berciuman, saling rangsang dan saling melepas pakaian. Begitu sampai didepan pintu kamar, tak sehelai pakaianpun tersisa.

Gue selalu horny setiap melihat Rizki presentasi, semakin dia kritis dan menunjukkan kepandaiannya, gue semakin horny.
Sepanjang meeting tadi rasanyaaaa... gue sampai harus melukai pergelangan tangan dan menggigit jari hingga berdarah buat nahan perasaan  horny itu.

"Lo kenapa ini?", tanya Rizki saat menindih gue dan menahan tangan gue saat dia bersiap merojok anus gue.

"Tadi nahan horny sama lo. Lo sexy saat presentasi didepan tadi!"

Rizki melumat bibir gue.

"Gombal...!", sergah dia

"Serius Sayang!!!",

Giliran gue kemudian melumat bibir Rizki.

*********

Tengah malam gue terbangun, seperti gak bisa nerusin tidur lagi. Rizki tertidur pulas pake acara ngorok kenceng pula.
Gue keluar kamar dan mengenakan hooded robe. Saat gue mau masuk ruang kerja, Arifin sedang membaca di ruang duduk.

"Malam Bang!", sapa Arifin

"Malam Mas! Tugas jaga malam?", tanya gue

"Iya Bang!"

Gue masuk ke ruang kerja diikuti Arifin, sebenarnya gue mau periksa file yang dikirim Huda, tapi karena Arifin ikut masuk, gue tunda dulu pekerjaan itu. Gue kemudian rebah di sofa yang ada di ruang kerja. Dengan sigap Arifin melepas tali pengikat hooded robe dan memasukkan tangannya ke celana dalam gue. Dia mengocok penis gue perlahan.

"Abang mau minum apa?", tanya Arifin sambil sesekali melumat bibir gue.

"Peju..!", jawab gue ngasal.

Dia tersenyum

"Abang mau ditemanin siapa lagi?"

Gue menggeleng

Arifin kemudian berdiri dan berjalan ke arah pintu untuk mengunci.
Dia kembali mendekati gue dengan tubuh sudah telanjang. Kita saling pagut dengan penuh nafsu.

Dia kecup kening gue dan meremas rambut gue. Sementara gue hisap puting dia.

"Entot gue Mas!", desah gue

Arifin terkejut dan melihat wajah gue seakan gak percaya.
Gue tarik kepalanya dan gue lumat lagi bibirnya.

"Ayok Mas!"

Kaki gue angkat keatas dan menjepit badannya.

"Abang mau beneran?"

"Buruaan!", desah gue

Dia kemudian mulai memasukkan penisnya, gue mengerang

"Emmmhhh...mmhh...Ennhhaakk Masshh...!"

Gue dorong tubuhnya dengan jepitan kaki gue agar masuk lebih dalam.

"Aarrggh..sssshhhh....!!" geram dia

"Ehhmm..aarrhh...sssshh...Aaahh!" teriak gue.

Lama-lama posisi tangan Arifin yang semula menumpu di pundak gue, bergeser ke leher. Tekanan tumpuan tangan dan cengkeramannya membuat gue tercekik.
Dan herannya, gue biarkan tindakan itu walaupun sudah cukup lama. Gue ngerasa dibatas antara hidup atau pingsan atau malah mati?
Entahlah
Gue menjadi kehabisan nafas, sementara suara erangan menjadi samar dan pandangan menjadi kabur.
Suatu ekstase yang belum pernah gue alami sebelumnya, gue merasa badan terlonjak dan saat mencapai orgasme, segalanya menjadi ringan.
Benar-benar gue merasa seperti terbang dan sangat nyaman. Entah apa istilahnya.
Gue seperti tersadar saat Arifin menghentak badan gue dengan kencang dan berteriak karena mencapai orgasme.
Itu rasanya seperti dijatuhkan dari tempat tinggi, gue terhentak dan bingung.
Gambarannya mungkin seperti begini, lo tertidur pulaaas sekali dan tanpa mimpi, kemudian lo terbangun saat lo jatuh dari tempat setinggi 2 meteran mungkin. Begitu rasanya.

Keringat gue bercucuran, jauh lebih banyak dari biasanya, dan jantung berdegup kencang.
Haaah sensasi apa ini?

Arifin perlahan melumat bibir gue setelah dia bersihkan badan gue yang penuh sperma dengan sapuan lidahnya.

*********

Setelah Arifin meninggalkan ruang kerja, gue kembali membuka file-file sebanyak dua boks karton besar.
Rasanya perih banget melihat mereka yang bekerja sama dengan lawan gue.
Gue cuma geleng-geleng, ibarat mereka punya lumbung tetapi dibakar sendiri.
Salah gue sama lo apa nyet?

Gue mulai pilah mereka berdasar jabatan dan wilayah, masih perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan, apakah mereka masih bisa diperbaiki atau tidak.

Tok..tok..tok...!

"Yaaa masuuuk!"

Gue liat jam, ebuset udah jam 5 pagi.

Oki tersenyum

"Pagi Bang, mau minum apa?"

"Apa aja deh! Sepengen lo mau buatin!"

"Abang begadang semalam?"

"Iyaa...!" jawab gue sambil senyum ke Oki.

Oki kemudian keluar ruangan, gue kemudian lanjutin lagi memeriksa file.
Gak lama Oki masuk membawa nampan berisi susu, toast dan telor mata sapi.
Bikinnya emang kapan? Kok cepet? Apa gue terlalu asik memeriksa file?

"Bang, boleh saya bicara?"

"Boleh! Kenapa?"

"Mmm...adek saya baru lulus SMA, bisa gak Bang kerja disini?"

"Kenapa gak am..., Eh boleh-boleh! Suruh kesini aja! Nanti ketemu gue!", gue potong sendiri kata-kata gue.

Liat nanti seberapa potensi dia, kalau otaknya pinter, gue mau bikin dia seperti Naufal sama Pambudi, biar bisa kuliah. Kalau pinteeeeer...!

"Adekmu dimana?", tanya gue

"Sayaaang, gak tidur?", tiba-tiba Rizki muncul aja ke ruang kerja gue.

Gue senyum ke Rizki. Dan Rizki mendekat kemudian mencium gue.

"Di Lembang, Bang! Orang tua saya di Lembang!", kata Oki

Gue mengangguk, Oki kemudian keluar ruang.

"Sexy bener pake hooded robe?" , kata Rizki

"Sexy an lo laaah, datang-datang bugil gitu!", kata gue sambil senyum.

Rizki menarik gue ke sofa dan mengajak gue bercinta.

"Sayaang...! Kasari gue yaah!", desah gue sambil memagut leher Rizki.

Rizki tersenyum nakal.

Teriakan gue, lebih pas jadi alarm pagi. Rizki benar-benar mengasari gue, menggiggit, membolak-balik badan gue dan merojok dengan kasar.
Olah raga pagi dengan bercinta.

Kita berdua terengah-engah sambil tertawa sesudah sama-sama mencapai orgasme. Dia kemudian mencium lagi bibir gue, tapi yang sekarang dengan penuh kelembutan.

Tok..tok..tok...!

Anjing....!!!, masa gak tahu sih gue lagi apa. Orang gue tadi teriaknya kenceng!

"Ya, siapa?", tanya gue

"Arifin Bang! Orang tua Abang datang, masih ditahan di gerbang. Bagaimana Bang?"

"Ambilin baju gue sama punya Mas Rizki!"

"Sudah siap semua Bang!"

"OK, masuk!"

Ternyata selain pakaian, Arifin sudah bawain tissue basah, perfume sama deodorant. Jadi gak perlu lagi kuatir bau sperma.

"Anak buah lo tanggap bener jadi orang?", kata Rizki

Gue cuma tersenyum nanggepin kata-kata Rizki.

Ada apa pagi-pagi gini ke Jogja? Naik apa? Bikin deg-degan aja.

Gue dan Rizki menyambut mereka di area drop off. Loh kok bawa Velfire? Berarti pake mobilnya langsung dari Bandung. Ikhsan melambai kearah gue. Gue senyum kearahnya sambil membalas lambaian.
Laah yang turun gak cuma Papa sama Mama, ada Adek, Eyang Putri sama Oma. Haaah ngapain?

"Abang, ini loh adek kamu ini!", keluh Mama seperti orang cape.

Kenapa lagiiiiiiiiii??? Curut itu bikin
masalah apa lagi?

Mama memeluk pinggang gue sambil berjalan masuk kedalam rumah.

"Mama mau sarapan apa?", tanya Rizki.

"Apa aja Sayaaaang!", kata Mama sambil senyum.

"Langsung dari Bandung Ma?", tanya Rizki

"Iya.., rencana mau ke Jogja sebenarnya baru minggu depan. Tapi adekmu ternyata harus besok Senin daftar ulang...!Adekmu khan gitu, daftar gak bilang, tes gak bilang, tahu-tahu diterima dan bikin kaget orang tua!", kata Mama sambil duduk di tempat makan outdoor.

"Radiiiit....enak yaaa tempatmu! Oma kerasan nih!", kata Oma sambil ngeliat arah sawah dan gunung.

Rizki kemudian mengajak Oma dan Eyang Putri jalan ke sawah, biar menjauh dari kita.

"Adeek, siniii! Abang udah lama gak pangku Adek!", panggil gue.

Adek gue julurin lidah, "Yeee...! Emang Adek masih SD!"

"Kenapa Maaa? Mama sama Papa kenapa gak pernah cerita sama Abang?", protes gue

"Orang Mama sama Papa dikasih tahu Adekmu juga baru kemaren siang! Makanya ini judulnya dadakan!"

"Emang Adek diterima dimana Ma?"

"Seminari....!", kata Mama agak dengan nada agak tinggi.

Whaaaaaaaaaaaaaaaaatttttttt...???

"Are you sure Adek?", tanya gue yang hampir mau pingsan dengernya.

"Yes, sure. Absolutely....!"

"With all consequence ? Are you ready for all ?"

"Yes....!!"

"Kenapa Adek?  Kenapa Adek memilih itu?"

"Penebusan Adek, ini satu-satunya yang Adek rasa terbaik untuk hidup Adek dan keluarga. Untuk mengabdi dan melayani. Mungkin Abang tertawa gak percaya, saat Adek mengalami panggilan Iman. Ada suatu hal yang Adek gak bayangkan merasakan hal yang susah diterima nalar, terutama Abang."

"Bentar Adek, lo mau jadi pastor itu karena perasaan bersalah lo gitu maksudnya?"

Adek gue menggeleng

"Awalnya Adek memang punya beban rasa bersalah. Adek menghukum diri dengan berpuasa dan Adek berusaha lepas dari duniawi. Adek pengen semua kembali seperti semula. Keluarga kita utuh. Tetapi sepanjang satu tahun, Adek seperti dituntun untuk kearah ini!"

Gue mau nangis....sungguh gue jadi cengeng.

"Untuk itu Papaaa, Mamaa, Abaaang! Adek mohon restu buat masuk ke biara kelak. Adek minta maaf, dari kecil Adek selalu egois, tidak mau mengerti perasaan kasih dari kalian dan masih juga menyakiti. Pagi ini Adek minta ijin  dan minta kerelaan Papa, Mama dan Abang dan tolong sampaikan juga ke Kak Gita, kalau Adek akan menjalankan kehidupan baru Adek."

Siapa yang bisa nahan tangis coba? Gue dan Papa yang kuat aja kagak bisa. Meskipun hanya menetes air mata saja.
Apalagi Mama....dari awal saja beliau udah terisak.

"Ini permintaan Adek yang terakhir, setelah itu Adek gak pernah lagi meminta sesuatu. Papa, Mama dan Abang berdiri disini!", kata Adek gue menunjuk ke pool deck.

"Apaan?" tanya gue

"Turutin permintaan Adek, Bang! Adek cuma minta ini saja!", kata Adek gue

Lo gak dorong kita ke kolam khan?

Yaudah, akhirnya Papa, Mama dan gue berdiri di pool deck.

Suatu hal menakjubkan bagi gue, Adek gue bersujud dan mencium kaki Papa lamaaa sekali.

"Adek minta maaf Papaaa! Adek minta maaf seluruh kesalahan Adek, dari Adek kecil hingga dewasa. Ijinkan Adek untuk jalanin hidup baru Adek."

Dia berdiri dan mencium Papa.

Dia melakukan hal serupa ke Mama, hanya setelahnya Mama menangis cukup lama sambil memeluk erat Adek gue.

Adek gue mencium kaki gue jauh lebih lama daripada ke Papa maupun Mama. Air matanya menetes mengenai kaki gue. Dia hanya diam tanpa kata-kata, hanya air matanya terus menetesi kaki gue. Sedikitpun dia tak menggerakkan tubuhnya dengan hidungnya tetap berada di kaki gue.

"Abaaang...! Adek gak bisa ungkapkan, tapi Adek tahu, Abang paham semuanya! Adek hanya bisa bilang minta maaf dan terima kasih."

Dia bangkit dan gue peluk eraaaat banget. Mama dan Papa ikut memeluk kita berdua.
Kita berempat hening entah berapa lama.

Setelahnya Adek gue melakukan hal yang sama ke Oma, Eyang Putri dan Rizki.

Saat dia bersujud dan mencium kaki Rizki, ada kata-kata yang menghentak perasaan gue.

"......................Mas Rizki adalah Abang bagi Adek. Adek meminta juga Mas Rizki untuk menjaga Abang, karena Adek tahu Abang bisa sekuat sekarang karena ada Mas Rizki."

Rizki seorang yang keras hati, gak pernah sedikitpun meneteskan air mata, hanya sebatas berkaca-kaca, kini semua luluh. Rizki ikut meneteskan air mata saat memeluk Adek gue.

Adek gue bukanlah pecundang, bukan orang yang lari dari perang.
Dalam kepasrahannya, dia membangun hidup baru sambil memperbaiki seluruh kerusakan yang ada. Dia berani berjuang untuk lepas dari kenikmatan dunia. Dia melepas semua dengan berawal dari puasa hingga mewujud seperti sekarang.
Memang butuh proses dan waktu yang sangat lama untuk ditahbiskan menjadi seoran Pastor. Tapi setidaknya Adek gue membuat langkah baru sebagai pemenang. Dia berani bersujud minta maaf, berani membuat langkah penebusan yang sangat berat.

Di keluarga besar gue tumbuh dari perpaduan keluarga Muslim dan Katolik. Tak seorangpun dalam sejarah keluarga besar gue menjadi seorang rohaniwan. Apalagi yang akan dijalankan Adek kelak adalah kehidupan biara. Kehidupan yang jauh dari nikmat dunia. Itu suatu hal yang baru dalam sejarah keluarga gue.
Berat memang bagi keluarga gue melepas Adek untuk hidup selibat, tanpa perkawinan dan tak memiliki keturunan. Apalagi Papa yang sudah tahu seluruh kebenaran. Papa kini hanya punya keturunan dari garis anak perempuan bukan lagi dari garis anak lelakinya.
Gue ? Homo
Adek gue? Jadi calon biarawan.

Tapi gue yakin Adek gue sanggup, karena dia orangnya gak jauh beda dengan gue untuk keras kepala dan keras hati. Adek gue pasti belajar arti konsekwensi itu tadi.

Gue bangga dengan Adek gue. Orang tua gue emang gak kaya raya, tapi sanggup memberi apapun ke anaknya. Tetapi Adek gue yang sedari kecil dimanja dengan uang dan kenikmatan duniawi, berani melepaskan itu semua.
Sebuah keputusan yang besar dan prestasi yang hebat menurut gue.
Sangat jarang kejadian seperti Adek gue, apalagi di era semacam ini.

"Bang....ini surat untuk Kak Gita dan Mas Ardi. Adek nitip ya? Karena Adek belum sempat meminta maaf langsung."

"OK."

"Adek mau ke dangau sana ya Bang!"

"Abang temenin?"

"Gak usah Bang! Adek pengen nikmati sendirian!"

Gue tersenyum dan masuk ke rumah. Surat untuk Ardi gue masukkan tas, sedang untuk Kak Gita gue suruh staf untuk kirim hari ini juga.

".......Bapak khan dulu sudah bilang Nang...cah baguuuss. Coba baca sendiri semua pangandikane Bapak ini!"

Hmmm...pasti Eyang Putri sedang kasih nasehat ke Papa.
Gue pernah liat dulu buku itu di meja Eyang Putri. Tulisan latin miring semua.

Ada beberapa ramalan semua tentang anak dan cucunya. Gue cuma sempat baca punya Papa. Kalau gak salah, jika Papa jatuh sakit hari Senin, hari pasarannya apa, bulan Jawa apa, Wuku nya apa gitu, sudah saatnya berserah. Issh....gue merinding bacanya, terus gue tutup. Takut ketahuan Eyang Putri.

Gue bingung nih, di rumah sendiri aja bingung mau kemana. Soalnya mau ngumpul, males........pasti bahas soal Adek, soal Papa dan ngelebar kemana-mana.
Mmmmm....renang aja atau lanjutin memilah files ?
Gara-gara drama mengharu biru pagi tadi gue jadi gak fokus.

********

"Maaa...bantuin Abang Ma! Abang ada urusan ke Guangzhou, Qing Dao dan Tianjin!", gue kemudian cerita soal rencana gue sama Rizki ke Mama, sore harinya.

"Eh kalau gitu Mama sekalian ikut, Mama sekalian mau ke Foshan, ada urusan dengan factory!"

Yaaaah....rombongan banyak beneeeer!
Tapi mau gimana lagi. Tapi paling gak Mama khan bisa bujuk Mamanya Vira.

Rencana berarti berjalan mulus. Gue bisa ketemu dengan Mr.He-Who-Must-Not-Be-Named.

"Boss, maaf ganggu, ada tamu!", kata Bambang.

"Siapa?"

"Kurang tahu, tapi ditemani Boss Huda!"

Gue langsung senyum gembira.
Gue kemudian masuk kamar dan berganti menggunakan jas.
Saat gue ambil HP, ternyata ada 25 missed call, semuanya dari Huda. Waaah pantesan aja! Gue yang tolol!

Gue sambut tamu di Hall tengah. Tamu yang datang mungkin seusia Papa gue atau lebih tua, beliau kelihatan orang yang keras. Pasti agak sulit negosiasinya.

Gue kemudian siapin beberapa data sebagai gambaran beliau. Saat gue bawa-bawa file beliau mengamati lukisan dan foto-foto yang ada disitu. Cukup lama gue dibelakang beliau.

"Ini lukisan siapa?", tanya orang itu.

"Sebagian lukisan saya, sebagian saudara saya Pak!"

"Oh ya? Anda itu pelukis juga?"

"Bukan Bapak, saya hanya hobby saja!"

"Kalau saya berminat, boleh saya beli?"

"Bapak menginginkan yang mana? Akan saya beri free Pak"

Iya dooong, gue pengen segera jual konsesi HPH itu masalahnya. Kalau udah dikasih good service, khan beliau jadi lebih gampang negosiasinya.

Beliau tersenyum,"Nanti saya lihat lagi!"

Orang itu kembali melihat ke wall gallery lagi. Beliau membetulkan kacamata, meneliti foto berwarna sepia......karakter warna reddish-brown. Sambil menunjuk-nunjuk jarinya, seperti mau mengatakan sesuatu.

"Ini Johannes yah? Benar?"

Terétét......signal bahagia atau signal nyusahin?

"Benar Bapak!"

"Anda anaknya atau apanya?"

"Saya anaknya Pak!"

"Oh yaaaah?", wajah beliau seperti berbinar dan melepas kacamatanya.

"Dimana dia sekarang?"

"Sebentar Bapak!", gue membungkuk hormat.

Gue kasih file yang gue pegang ke Bambang dan masuk ke dalam rumah utama.

"Papa ada yang mau ketemu!", kata gue agak kenceng.

Sebelum Papa bereaksi dengan pertanyaan, gue udah seret Papa.
Ternyata mereka dahulu sama-sama satu angkatan saat mengambil pasca sarjana di London School of Economics and Political Science di Westminster.

Signal bagus...!

"Ini usaha lo atau gimana?" tanya orang itu ke Papa.

"Bukaaaaan, gue dari dulu juga cuma karyawan Bank! Ini gimana yaa, anak gue sendiri yang jalanin usaha ini!"

"Haaah serius lo? Dia masih seusia anak gue yang nomer tiga!"

Bingung khaaaan jelasinnya....
Pasti rempong deh ujungnya.
Papa aja garuk-garuk kepala dengan muka berganti-ganti dari merah, pucat, hijau, ungu.....
Akhirnya beliau bukan bahas HPH malah nostalgia jaman mereka kuliah bareng.
Bapak itu kemudian gue persilahkan masuk ke rumah utama agar bisa berbincang dengan Mama juga, sekalian makan malam bersama.

Huda bukannya nemenin gue, malah ngilang. Sialan...!!
Suasana semakin malam malah menjadi lebih ramai dan akrab. Disitu semua berkumpul bahkan ada Eyang Putri dan Oma juga. Lebih bikin heboh pembicaraan lagi, saat Papa memperkenalkan Adek yang mau masuk seminari.

Cuma sekarang yang gue pikirin kalau Bapak itu jadi ambil alih konsesi HPH gue, sekarang gue bingung gimana kalau nanti ada yang bakar hutan beliau?
Dia khan temen Papa? Laaah gue khan jadi gak enak! Apalagi beliau itu orang terkenal dan punya kuasa pula.
Ini namanya makan buah simalakama dooong! Nanti aja deh bikin skenario tambahan.

Gak terasa ternyata sudah jam 10 malam, beliau cuma meminta data saja ke gue, penawaran harga cukup lewat whatsapp saja, begitu kata beliau.
Beliau kemudian pamit akan kembali ke Hotel tempat beliau menginap. Saat gue persilakan memilih lukisan, beliau kemudian memilih dua lukisan.
Satu lukisan karya Rizki dan satunya gue.
Tanpa sepengetahuan beliau, di mobil beliau sudah gue persiapkan wine, coklat dan buku-buku karya gue, Rizki dan Ardi.

Beberapa urusan sudah gue beresin sebelum berangkat ke Bandung dan Guangzhou. Ini lebih cepat dari rencana yang diperkirakan.
Leganyaaaa...!

"Paa... Terima Kasih!"

Papa bingung untuk sesaat kemudian tersenyum.

"Hmmm....!", jawab Papa.

Horeee Papa gue balik lagi kayak duluuu, cuma ham hem ham hem, gak banyak bicara.
Gue kemudian cium Papa dan merangkul pundak Papa sambil masuk kedalam rumah.

Lusa rencana mengantar Adek ke Mertoyudan. Tempat Adek akan digembleng jadi calon Pastor.
Astagaaa....gue bakal gak bisa panggil Adek lagi, tapi Romo!!!!


***********

Kita jadinya konvoi ke Bandung dengan peserta tambahan Vira dan Mamanya.
Mama paling jago membujuk, sehingga Mamanya Vira mau juga ke Bandung dan lanjut ke Tiongkok.
Pantes aja bisnis Mama makin gede. Orang Bapak yang mau ambil alih konsesi HPH gue aja, akhirnya terbujuk, proyeknya diserahkan ke Mama untuk digarap lebih lanjut.

Sementara Eyang Putri dan Oma ditinggal di rumah dinas gue, soalnya Oma bilang masih kerasan. Yaudah....

Gue antara sedih dan bangga dengan Adek gue. Sepanjang jalan gue lebih banyak ngelamunin Adek.
Adek yang dari SD gue bela, ngajarin setiap pelajaran bahkan sampai terakhir dia SMP.
Perasaan gue teraduk-aduk.

Tuhan.....
Apakah Engkau tahu perasaan ini?
Adek adalah satu-satunya harapan bagi gue, sebagai penerus keturunan dari garis lelaki di keluarga gue.
Sebenarnya Adeklah pewaris utama usaha keluarga.
Sekarang justru Engkau berkehendak memilihnya untuk melayani-Mu
Aaah Tuhan, kehendakmu itu Agung...!

Om Krdhi na udhvarny carathaya jivase.

(doa yang diajarkan Oka ke gue, agar diberi ketabahan hidup)

---------

Saat surat Adek, kemudian gue kasih ke Ardi. Gue melihat Ardi mengeluarkan tiga lembar kertas HVS.
Adek gue ngarang cerita apa sih?

Gue dan Rizki duduk di depan Ardi yang membaca surat itu dan memperhatikan ekspresinya.
Lembar pertama, jidat kadang mengkerut, alis terangkat dan kadang saling bertemu.
Lembar kedua, mata berkaca-kaca dan gak lama air mata meleleh.
Lembar ketiga, butiran air mata mengenai lembaran kertas itu, hingga tintanya luntur.

Alhamdulillah.....pertunjukan pantomim drama selesai, dan gue emang gak pengen tahu isi suratnya.
Sudah cukup dari pantomim tadi.

"Sayang udah siap buat besok?", tanya gue, pada malam harinya.

"Sudah, aku pinjam lukisanmu yaaa?",kata Ardi sambil menunjukkan lukisan jaman kelam gue.

Gue mengangguk.

Ardi kemudian memeriksa persiapan untuk besok pagi, termasuk pesanan nasi kotak dan kue basah untuk dosen-dosen saat sidang nanti.

"Mau tigaan gak?", tanya Rizki

Ardi mengangguk dengan semangat.

Awalnya gue dan Rizki sepakat satu ronde saja, tapi Ardi minta lanjut, entah deh mungkin tiga atau empat ronde jadinya.
Soalnya, paginya kita udah kayak kesetanan. Bangun jam 5 pagi ternyata berat banget. Sementara mata masih terasa berat, badan masih pengen nempel tempat tidur. Tapi begitu kita dengar ketukan dan suara Vira, kita berloncatan dari tempat tidur. Waduuuh udah jam 5.30!!!

Sampai kampusnya Ardi, sudah banyak temannya yang berkumpul.
Kita dikenalin ke temen-teman Ardi.

Plok....! Seseorang menepuk pundak gue.

"Radiiit....! Apa kabar?"

"Eh...Tommy!!!"

"Oooh...masih ingeeeet ternyata!!!

Gue senyum.

"Hallo Rizki...!" sapa Tommy ke Rizki.

Rizki cuma nyengir sambil kasih tangan buat bersalaman. Gue tahu, pasti Rizki lupa siapa orang itu.

Daripada ganggu konsentrasinya Ardi, gue lebih baik ngedeket Ardi yang sedang ngobrol dengan Vira. Kita bertiga khan datang niatnya support Ardi. Hari ini Ardi kelihatan lebih ganteng, dengan menggunakan jas warna hitam. Gak ada satupun yang gak sempurna dari keseluruhan. Gue tersenyum memandangi dia.

"Lo jangan ngeliat Ardi kayak gitu dong! Lo daritadi diliatin temennya Ardi noh!," bisik Rizki

"Siapa emang?"

"Itu tadi yang sok akrab sama kita!"

"Oh...!"

Hingga pas giliran Ardi dipanggil, gue dan Rizki memeluk Ardi dan memberi ciuman di pipi.

"Om Avighnam astu namo sidham Om Sidhirastu tad astu astu svaha", gue bisikkan doa itu ke Ardi.

Semoga sukses.

Kita bertiga menunggu Ardi dengan sedikit cemas. Kita khan gak tahu, permasalahan yang Ardi hadapi semacam apa? Kita semua berbeda disiplin ilmu, jadi gak kebayang kayak apa ilmu psikologi itu.

"Kalian bersaudara kompak banget ya!", kata Tommy

"Iya, karena kita berjuang bersama-sama. Buat mewujudkan apapun kita juga bersama!", kata Vira.

Udah deh, ada Vira ini, yang mau jadi Public Relation kita. Kalau gue ma Rizki cuma senyum aja.

"Viraaa...!", segerombolan cewe-cewe berlari ke arah kita. Vira berdiri menyambut mereka.

"Kenalin yang ini Radit sama yang ini Rizki! Radit, Rizki, mereka temen-temen SMA dan ada yang tetangga di Solo juga!"

Gue senyum dan mengatupkan tangan, tapi kalau Rizki mah langsung ulurin tangan buat berjabat tangan. Merekapun menyambut jabat tangan Rizki.
Kok gue bingung ? Katanya kalau selain muhrim gak boleh bersentuhan.
Isssshh... bikin awkward.

Mereka kita biarin asik ngobrol dengan dunia mereka, yang sial khan gue sama Rizki. Terpaksa meladeni obrolan dengan Tommy. Bukan sial......ralaaaat.
Cuma jaga perasaan Ardi aja, karena Ardi gak suka kalau gue sampai akrab dengan Tommy.

Begitu Ardi keluar, semua berdiri dan menyambut Ardi.
Sama kayak gue dulu. Gimana, gimana, gimana.......
Hanya Vira satu-satunya orang yang menyambut dia dengan tissue. Vira melap keringat di wajah dan leher Ardi.  Gak ada satupun kata pertanyaan.
Isssh....sama gue aja gak segitunya.

"Yaaang....buruan pulang! Aku horny!," bisik Ardi ke gue.

Waaah bener nih anak lagi stress. Tapi  masa iya ninggalin Vira disini yang lagi kangen-kangenan sama temen-temennya, sementara kita bertiga ML. Gini nih rempongnya.

"Vir....gue antar Ardi dulu cari minuman anget bentar ya?", kata gue.

Ini alasan bohong yang paling tepat, ML nya harus cepet dan cari penginepan paling dekat.

"Pengen bertiga!", bisik Ardi lagi sambil memegang erat lengan gue.

"Iyaaaa!"

Gue ngasih kode ke Rizki buat ikutan. Kita bertiga berjalan cepat menuju tempat parkir.
Waaah berjuang di jalanan padet itu super bikin senewen. Jangan sampai kita ditelephone Vira nanti! Ilham juga ikutan senewen cari celah jalan.

Setelah mendapat penginepan, Ardi seperti gak bisa sabar. Dia langsung melumat bibir kita bergantian.
Udah di ubun-ubun sange nya mungkin.
Gue dan Rizki bergantian ngerojok anusnya Ardi.

"Lagiii...!", desah Ardi saat setelah mencapai orgasme.

Nah loooh....!

Rizki ngeliat gue sambil senyum dan mengangguk.
Udah deh....lupain dulu soal Vira, puasin kemauan Ardi dulu. Toh mobil satunya juga ada disana.

Hari ini Ardi manja banget ke kita. Dia minta begono, begini, begitu.....
Ya deeeh....pokoknya mau lo apa!

"Yaaang...!", kata Ardi sesaat setelah kita selesai mandi.

"Iya?"

"Kok aku pengen lagi ya?"

Ebuset tadi udah tiga ronde....

"Siniiii...!", Rizki menarik tubuh Ardi dengan kasar, dan mendorongnya ke dinding.

Rizki angkat pahanya Ardi sebelah dan mulai merojok dengan kasar.

"Ginnhhhiii....mmmaaksuddhh...loohh...hmmm??", kata Rizki

"Iiiyyaahh...aaarrgghh...mmmhhh...eeennaaakk sshhaayaaang!", racau Ardi

Gue cuma bisa geleng-geleng. Dan gue pun bergabung dengan mereka.


*********


"Kalian darimana aja?", tanya Vira yang masih ngumpul dengan teman-temannya.

"Ardi diare!", bisik gue ke Vira

"Haaaah...terus?"

"Stress kayaknya...!"

Aaahhh...bohong lagi....!!!!
Bagi gue sampai sehari bohong dua kali itu udah alarm nyala. Gue paling takut sampai kejadian bohong lebih dari sekali. Karena bakal jadi kebiasaan.
Kalau udah kebiasaan, sama aja kayak sakit jiwa.

Kita menebus dosa dengan mengajak teman-teman Vira makan di Swarga Loka Restaurant yang ada di Hyatt Regency.
Kalau urusan makan, peserta jadi banyak yang ngikut...yah mau gimana lagiii...!

Trrr....trrr....trrr...

HP gue bergetar...mmm Huda

"Ya Bang!"

"Boss, kalau bisa sore ini ke Singapore, oom Yan hari ini disana!"

"Kalau gue pakai pesawat kita, ada yang curiga?"

"Aman Boss...mereka gak ada yang tahu posisi penting Oom Yan!"

"Bang, ada pesawat ready di Hussein?"

"Udah siap Boss! Begitu Oom Yan di Singapore, saya minta Mba Sara siagain di Bandung. Sekarang Mba Sara udah di Bandung juga!"

"Makasih Bang!"

Gue tutup telephone.
Langkah kedua lobi Oom Yan dahulu sebelum ke Mr.He-Who-Must-Not-Be-Named.
Pertama, untuk menghormati kedudukan dan usia Oom Yan. Dan yang kedua, jaminan keamanan.
Gue baru siap bicarain soal pengalihan konsesi HPH ke kebun sawit dan rencana akuisisi industri oleochemical.
Apalagi teman Papa setuju dengan harga yang gue tawarkan.
Gue gak mau bahas soal pabrik pulp gue dan pabrik di Gunung Putri. Karena rencana bisa berantakan semua.

"Kita ke Singapore sore ini!", bisik gue ke Rizki

Rizki mengangguk.

Gue lanjutin makan lagi, gue kemudian berpikir, kalau sampai gue pulang dulu ke Buah Batu, bakal kemalaman. Gak cukup waktu pastinya. Ini di Jalan Sumatera, posisi lebih dekat ke Bandara. Lebih cepat berangkat, tentu lebih bagus.

"Vir, kita mau ke Singapore siang ini. Lo ajak satu teman aja buat nemenin lo. Soalnya kita gak pulang ke Buah Batu."

"Baju ganti gimana?"

"Nanti ada staf bantuin. Tenang ajaa!"

"Passport?"

Anjiiing, gue lupa itu. Kalau gue selalu siap di tas. Yang lain?
Gue terpaksa kerahin Ilham dan Yusach buat ambilin passport semua orang. Teman Vira yang mau ikut juga terpaksa pulang duluan buat ambil passport. Haaah...gini nih rempongnya kalau harus bawa orang.

Selama Ardi gak ditelephone atau diberi kabar temannya di kampus, berarti sidang dia fine. Jadi gue agak santai untuk soal ini.

Sekitar jam 2.30 kita beres dan keluar dari Hyatt. Kita menuju Bandara dikawal bodyguard tiga orang. Sedangkan Ilham mengantar temen-temennya Vira.

"Dit, kok mendadak sih perginya? Lagian emang udah reserve ticket? Namaku nanti gimana?", tanya Azizah teman Vira.

Gue bingung jawabnya, cuma garuk-garuk kepala.

"Zah, Radit harus meeting dadakan hari ini, jadinya suka gitu!", kata Vira.

"Loh, Radit ki wes kerjo to Vir?"

Sekarang Vira diem. Soalnya dia juga bakal bingung kalau ada pertanyaan lanjutan, gue kerja apa dan dimana, perusahaan apa trus ada lowongan kerja gak.....
Haduuuuuuhhhhhhhh.......!!!!!!!

"Bisnis..!", kata Vira pelan.

Gue buang muka, itu tetep aja masuk kuburan. Pertanyaan bakal sama aja.

"Jualan sapi Zaaaah!!!", jawab gue ngasal.

"Radit ki loooh, mosok to jualan sapi pakek meeting segala? Terus sapi opo to kuwi?"

"Sapi teleke emas!", jawab Rizki dibelakang.

Begitu sampai bandara, kita disambut Sara.

"Mas, nanti nginepnya di The Fullerton gak pa pa khan? Soalnya tadi yang reserve dari stafnya Huda, gak pakai nanya-nanya dulu."

"Gue sih gak pa pa Mba! Tuh nanya Mas Rizki yang susah orangnya. Di Geylang juga gue kagak protes."

Sara ketawa...,"Sering ya Mas ke Geylang? Hayooo!!!"

Gue ketawa.

"Ayok sekarang!", ajak Sara.

Begitu masuk pesawat, ternyata sudah disiapin dokumen-dokumen yang jauh lebih lengkap, didekat gue duduk.

"Mas, untuk yang soal akuisisi konsesi HPH, tinggal masalah waktu pembayaran. Pihak investor udah mengirim data-datanya lengkap begitu juga soal dephut." kata Sara.

"OK!"

Sepanjang penerbangan, gue, Rizki dan Sara meeting banyak hal yang berkaitan dengan armada kapal dan penerbangan milik organisasi.

Begitu mendarat, kita dijemput empat mobil CLS 550 warna hitam.
Kok standar di Indonesia beda? Sebel...gue langsung protes ke Sara soal pengadaan mobil.
Gitu dia cuma tertawa.

Gue semobil dengan Sara dan didampingi Bambang, langsung menuju Siglap Hill deket Bedok, tempat tinggal Oom Yan. Sementara yang lain langsung menuju Hotel Fullerton.

"Apa Radiiit...! Gue di Jakarta lo kagak main, sekarang gue pengen liburan lo malah ganggu!", kata Oom Yan sambil noyor kepala gue saat menyambut gue di foyer.

Gue cuma senyum.

"Lo duduk sebelah gue napa? Susah ngerti gue kalau hadap-hadapan gitu!"

Haduuuuuhhhhh.....!

Yaudah, gue presentasi in tuh semua rencana gue dari mulai menjual konsesi HPH, membeli lahan sawit, akuisisi pabrik CPO dan pabrik Oleochemical.
Data secara detail gue juga berikan termasuk prediksi usaha.

Oom Yan ternyata satu almamater dengan Papa, cuma beda angkatan jauuuh. Jadi liat presentasi gue, beliau pasti bakal senang karena detail. Karena orang lulusan situ, udah gak usah ditanya lagi sehebat apa otaknya.

Beliau manggut-manggut.

"Gimana Oom?"

"Yaaaa...yaaa...yaaa! Bagus!! Jitu!"

"Terima kasih Oom!"

"Eh....lo harus hati-hati! Yang kayak gini siapa yang tahu?"bisik Oom Yan.

"Baru Oom! Makanya dokumen saya labeli TOP SECRET."

Beliau mengangguk-angguk.

"Gue nanti suruh orang gue gerak, gila mereka mainnya! Lo anak kemaren sore mau dikeroyok! Ya gue sih cuma denger-denger dari rumor aja Diit..!!"

Beliau kemudian menyalakan pipa.

"Lo ati-ati! Biar gue backup, tapi lo gak ati-ati, bisa bahaya juga! Kapan lo ke Guangzhou?" lanjut beliau.

"Minggu depan Oom!"

"Hmm..!", beliau manggut-manggut sambil menghisap pipa.

"Lo atur deh, gue percaya, lo pinter. Termasuk taktik ini!", beliau tertawa terkekeh.

Ooo....jadi Oom Yan juga tahu ternyata soal sabotase di wilayah gue.
Jangan-jangan Mr.He-Who-Must-Not-Be-Named sebenernya juga udah tahu?

Permainan apalagi ini?






TO BE CONTINUED

Continue Reading

You'll Also Like

1.2K 180 20
Berättelse mer fokuserad på Josef och Alexs privatliv, hoppas ni kommer gilla det❤️
9.5K 122 44
Nora är 16 år och hatar allt, alla i skolan, hennes jävla brorsa, ja allt. En jävla kille i skolan kollar på henne hela tiden, han heter Dante. Noras...
95.2K 188 7
"Han står bakom mig och smeker min bröstvårta Han trycker sitt hårda stånd mot min rumpa och vi stönar båda två Jag vill ha dig, jag vill ha dig i m...
21 mil By :)

Romance

70.8K 670 48
"Så du säger alltså att de där inte betyder nått för dig längre?" sa han med ett litet leende. Och det leendet var faktiskt rätt så sött, uppsi. Jag...