Bandung - Jogja.....The Harde...

By AditPrasetya0

169K 9.2K 1.1K

Tidak mudah memang untuk membuat hubungan saling percaya. Sangat mudah diucapkan, sangat mudah di angankan... More

DISCLAIMER
Chapter 1. Crawl-Run-Jump-Fly
Prolog
Chapter 2. Family Trip - The Drama of Love.
Chapter 3. End of Holiday, End of "Fucking" Love
Chapter 4. I Need Pandora Still Closed
Chapter 5a. Menebar Pesona, Menebar Bom Waktu
Chapter 5b. Menebar Pesona, Menebar Bom Waktu
Chapter 6. Saat Sebagian Kecil Bom Meledak
Chapter 7. Cinta Yang Terlalu Banyak Segi
Chapter 8. Rizki......Someone From My Past
Chapter 9. Small Part of Missing Puzzle
Chapter 10. Sebuah Catatan Liburan
Chapter 11. Vira and Her Mom...Sebuah PR Juga
Chapter 12. Weird Relationship
Chapter 13. Kembalinya Om Abang
Chapter 14a. Art3Logic....That's We Are - Jakarta
Chapter 14 b. Art3Logic....That's We Are - Jogjakarta
Chapter 14c. Art3Logic....That's We Are - Bali
Chapter 15. Cerita Tertinggal - Rizki Raja Preman
Chapter 16a. Year Two - Semester Rempong
16b. Year Two - Next Destination: Aljazair - Marseille - Paris
16c. Year Two - Yes.....I am So Selfish
16d. Year Two - Males Collector
Chapter 17a. Year Three - Euro Trip
Chapter 17b. Year Three-Gue Sang Mafia Baru
Chapter 17c. Year Three-Adek Gue, Si Pembuka Pandora
Chapter 17d. Year Three-Keluarga Yang Terpecah
Chapter 19. Zhang Yong, The Other Man
Chapter 20. Zhang Yong - The Guardian Angel
Chapter 21a.Year Four - KKN.....Awal yang Buruk
Chapter 21b.Year Four - KKN.....New Paradigm - 1
Chapter 21c.Year Four - KKN.....New Paradigm - 2
Chapter 21d.Serigala Pemangsa
Chapter 22. Serigala Pemangsa
Chapter 24c. Year End - Vira's Legacy
Chapter 23. Journey with Grand Ma
Chapter 24a. Year End - Songong Time
Chapter 24b.The Waroong Legacy - Who's The Winner ?
Chapter 24d. Year End - O..ow... Ketahuan
Chapter 24e. Year End - War Preparations
Chapter 24f. Year End - The Determination
Chapter 25a. The Battle We've War-1
Chapter 25b. The Battle We've War-2
Chapter 25c. The Battle We've War-3
Chapter 25d. The Battle We've War-4
Epilog
Surat Untuk Pembaca

Chapter 18. I Announced Myself As Mobster

2.7K 174 9
By AditPrasetya0



Tadinya gue udah mau nyerah, lebih baik mengulang di semester pendek dan semester genap tahun depan.

Tapi gue ngerasa, itu hal terbodoh dari diri gue. Sebegitu banyak orang lakuin buat gue, kok gue cuma gini nyerah.

Ok, misalnya pen terlepas gue gak peduli. Gue harus bisa maksimal.
Sakit biarin aja sakit, toh gue udah berpengalaman mendekati kematian. Jadi kalau cuma sakit mah gak ada apa-apanya.

Sebenarnya menyebalkan sih, di Kampus banyak yang nanyain.
Paling gue senyumin aja......toh semua orang juga mikir, kalau gue gak kelahi apalagi?

Sehabis UAS, gue penuhi janji gue ke Riau untuk berkunjung ke keluarga Om Abang dan keluarga anggotanya Rizki di Madura yang meninggal karena peristiwa itu.
Karena Rizki berkeras menemani gue, mau gak mau dia akan ikut diawasi organisasi.

Sebagai anggota Organisasi, masalah transportasi bukan hal yang sulit lagi. Tinggal gue minta tolong ke Huda, untuk atur semua.
Hingga saat itu, belum seorangpun menyadari kalau gue adalah bagian organisasi.

"Sayang....Lo jadi China banget deh!"
Rizki ketawa melihat baju yang gue kenakan.

Jas hitam dengan shanghai neck  , celana hitam, sepatu hitam dan kacamata hitam.

Gue cuma senyum.
Ini akan jadi identitas baru gue selama ikut organisasi.  Kenapa gue pilih jas hitam?
Apabila seseorang menembak gue, gak ada seorangpun menyadari.
Karena darah berwarna hampir gelap, dan akan tersamar dengan jas yang gue kenain.

Kalau dulu aku seorang pemuja warna putih, kini warna hitam akan menggantikan itu semua.

"Sayang kita ziarah khan? Kenapa pakai baju formal?"

Gue menghela nafas

"Gue menghormati orang yang menebus hidupnya demi nyawa gue."

Rizki akhirnya mengganti bajunya dengan jas yang sama dengan gue.

"Ok? Kita sekarang samaan!"

Gue senyum.

Sebenarnya dokter belum bolehin aktivitas terlalu banyak, tapi janji adalah janji bagi gue.

Dari Jogja menggunakan first flight Wings Air gue ke Surabaya.
Gak cuma Rizki, gue aja kaget. Penjemput kita dua orang, semuanya berseragam hitam kayak kita dengan postur tubuh pengawal Big Boss.

Kita sepanjang perjalanan diam, sama sekali gak ada percakapan. Mereka langsung mengantar ke rumah keluarga korban tanpa perlu gue atau Rizki kasih alamat.

Tiap gue ziarah di depan makam, gue ngerasa sedih. Periiiiih banget....!!
Kadang gue bertanya, apakah nanti saat kita berjumpa mereka di surga masih mengenali gue? Sedang dalam doa, gue selalu ingin bisa ucapkan terima kasih pada saat bertemu nanti.

Yang harus dilakukan saat ini gue harus bisa survive, untuk menghormati mereka yang mengorbankan nyawa buat gue. Itu saja!

Gue berjumpa keluarga dan ahli warisnya. Sedapat mungkin gue tegar.
Gue pasti menanyakan pertama kali mengenai sekolah anak-anaknya dan rencana kedepan nanti.

"Boss, saya disuruh Big Boss minta passport Boss!" ,bisik seorang pengawal ke gue.

Gue mengangguk, "Sekarang?"

"Iya Boss!"

Gue keluarin passport dari tas gue dan gue serahin ke dia. Ternyata diluar ada mobil menunggu, dan orang itu menyerahkan passport gue ke mobil yang menunggu tadi.

Gue yakin, apa yang barusan dibisikkan orang itu didengar Rizki.
Karena Rizki sudah melihat gue dengan curiga.

"Boss?" bisik Rizki

Gue cuma senyum

"Lo...?" mata Rizki terbalalak

Gue mengangguk, tanpa diteruskan bicara, Rizki pasti sadar sekarang siapa gue. Mungkin Rizki shock, tapi gue pasti jelasin nanti. Ditempat yang bebas tanpa alat sadap tentunya.

Sore itu kita langsung ke Pekanbaru. Walaupun bisa langsung ke Pangkalan Kerinci, tapi gue putusin menginap.
Bukan di hotel yang sudah mereka booking, tapi gue memilih random.

HP gue sudah gue non aktif dan gue taruh di toilet, saking paranoidnya gue.
Kamar gue check semua.
Hmm...siapa sih mau main-main dengan organisasi?
Rizki cuma melihat apa yang gue kerjain.

"OK sayang...sekarang mau nanya apa?" sembari gue cium bibir Rizki.

Rizki diam sesaat

"Gue takut kehilangan lo sayang. Udah cukup masalah yang lalu. Kenapa lo malah jadi gini?"

Gue lihat muka penuh keputus asaan dari Rizki.

"Nanti gue pasti ada cara buat exit! Cuma gue minta, seluruh orang lo kasih ke gue. Mulai detik ini!"

"Sayang minta apa aja gue kasih, tapi bukan jalan ini!!!"

Gue geleng kepala

"Gue sudah tahu konsekwensinya sayang! Tahu banget! Dan gue gak mau lo terlibat, lo kasih semua orang lo, gue akan lindungi keluarga lo. Semuanya!
I keep my words!"

"Lo....." Rizki seperti kehabisan kata untuk meneruskan ucapannya.

"Ambillah....! Tapi jangan lo bikin mereka jualan narkoba!," pinta Rizki.

"No, never...... gue masih punya hati, masih punya moral, gue pegang teguh untuk itu sayang! Gue gak akan ada kaitan dengan itu!" tegas gue.

HP Rizki berbunyi, gue pergi menjauh ke toilet agar Rizki menerima telephone.

Hmm....kebiasaan dari kita, apabila salah satu ada yang terima telephone, kita menjauh, atau yang terima telephone yang menjauh. Kita sangat menghargai privacy masing-masing.

"Yaaaaang..... Kak Gita mau ngomong!"

Gue keluar dari toilet dan menerima HP dari Rizki

"Hallo Kakak!"

"Kenapa gak aktif HP lo?"

Gue diem, ngapain juga bohong

"Pulang dari Pekanbaru kapan?"

"Besok Kak!"

"Lo harus ke tempat gue, ditunggu Mas Dony sama Ardi!"

Waduuuh ngapain?

*******

Pagi buta kita berangkat ke Pangkalan Kerinci. Sebuah kota kecil berjarak 75 km dari Pekanbaru.

Didepan makam Om Abang, gue gak kuasa nahan air mata. Mungkin satu jam lebih gue didepan makam Om Abang, gue gak tahu.
Nafas gue tersengal-sengal didepan makam, hingga Rizki mengusap punggung gue.

"Apo ang iko Radit?"

Itu kalimat pertanyaan saat gue datang ke rumah Mamanya di Pangkalan Kerinci.

"Iyo, ambo Radit, Mak Wo!"

Gue cium tangan Mamanya dan bersimpuh di kakinya. Setelah itu gue cium kaki Mamanya.
Beliau mengusap kepala gue, seperti seorang Ibu memberi restu, dan meminta gue berdiri. Dia memeluk gue erat dengan tangis yang kencang.

Gue hanya bertahan jangan sampai gue larut dan ikut menangis.
Gue hanya mengusap punggung Mak Tuo, begitu gue sebut Mamanya Om Abang.

Beliau hanya mendapat cerita dari Huda, kalau gue itu orang terdekat Om Abang. Gue itu adek angkatnya Om Abang.

Gue sadar, hal ini bakal jadi pertanyaan Rizki, siapa lagi ini orang?
Padahal gue gak pernah lepas dari pengawasan Rizki, kenapa masih muncul orang lain lagi?

Setelah Mak Tuo tenang, gue bimbing masuk. Sebenarnya Mak Tuo usianya mungkin sama dengan Mama. Suaminya sudah berpulang, Om Abanglah tiang keluarga.
Gue dikenalin ke seluruh adik-adik Om Abang. Gak seberapa lama, datanglah kerabat-kerabat Om Abang.

Seseorang menyalami gue dan tersenyum.

"Masih inget saya Bang?"

Gue tersenyum....

"Abang yang di Novotel khan?" tanya gue

"Coba inget gak nama saya?"

"Bang Ardi........?"

Dia tersenyum...

"Dunia sempit yaaa...!" kata dia

Pertemuan keluarga di Pangkalan Kerinci menjadi awal hubungan gue dan keluarga Om Abang.
Rasa cinta gue ke Om Abang dalam sehari itu, menjadikan keluarga Om Abang sama seperti keluarga Mampang dan Keluarga Tante Sofia.
Mereka adalah keluarga gue, keluarga yang harus gue lindungi dan hormati, sampai ajal gue berakhir.
Gue gak peduli Om Abang sudah tiada, tapi gue masih merasa ada dia dalam hidup gue.

Saat gue pamit, gue kembali bersimpuh dan mencium kaki Mak Tuo, sebagai permohonan restu.
Rasanya masih ingin bersama Mak Tuo. Gue berjanji, suatu hari nanti ada satu atau dua hari gue bisa melayani Mak Tuo.

********

Pesawat mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, saat kita keluar lobby, empat orang pengawal menjemput kita. Salah satu diantaranya menyerahkan kunci mobil ke gue.

"Ini untuk Boss selama di Jakarta."

Kita diarahkan ke sebuah mobil yang terparkir di drop off area. Audi Q7 warna hitam.

"Selamat jalan Boss, ini nomor HP saya, jika ada apa-apa hubungi saya!"

"Terima kasih Bang!"

Iyuuuh, mobilnya masih bau. Kursi belakang semua masih dilapis plastik.
Baru ngambil dari dealer.
Hmmm....dapet mobil gini tapi taruhan tetep nyawa.... huh.

Kita langsung ke Cibubur, ke rumah kontrakan Kak Gita di Grand Cibubur.
Sebenernya Kak Gita keterlaluan yah, adek toh tinggal di Medan sekarang.
Kenapa gak pulang aja?
Apa Kak Gita masih marah dengan Papa?
Kasihan Papa.....
Kasihan Mama....
Kasihan Adek......

********

Sepanjang jalan ke Cibubur, gue kepikiran kata-kata Mama untuk membujuk Kak Gita. Karena Papa dan Mama sudah minta maaf.

Cuma kata Mama, hati Kak Gita itu rapuh, fragile.....
Dia sudah patah arang dengan pengulangan kejadian dimana gue terus yang jadi korban.

Aaaah....seandainya Papa mau dengerin kita, buat kuliahin adek di PTS biasa aja, mungkin adek gak salah pergaulan.
Judi sama dengan narkoba, dua hal yang merusak hidup dan kedamaian keluarga.

Sekarang adek nganggur di rumah, apa malah gak tambah negatif ya?
Gue mau telephone adek, tapi ada Rizki. Gue lebih beratin perasaan Rizki, karena dia sama kayak Kak Gita yang sangat membenci adek.

"Cieeee....mobil baru Dit?" Sambut Kak Gita saat gue parkir di carport Kak Gita.

"Buat di pake Kak Gita aja," jawab gue sambil cium pipi Kak Gita.

"Loh kok bisa? Yaa lo yang pake lah!!"

"Kak Gita khan kerja pake ojek, belum lagi kalau hujan! Radit ada CR-V juga di Jogja."

"Beneran nih?"

Gue ngangguk, sambil kasih kunci ke Kak Gita.
Kak Gita buka pintu mobil, semua masih berlapis plastik.

"Lo barusan ngambil di dealer Dit? Lo beli cash ?"

Gue dan Rizki cuma ketawa.
Kalau dijawab jujur nanti Kak Gita gak mau terima. Yaudah mending ketawa aja. Lagian tadi di kasih STNK dan BPKB juga atas nama gue.
Terus gimana dong?
Yaudah ah....rempong bener....
STNK dan BPKB, juga gue kasih ke Kak Gita.

Thank you Mr.He-Who-Must-Not-Be-Named.

"Wiiiii........Makasih Radiiit....Makasiiih Rizki sayaaaang!!!!"

Kak Gita menciumi kita berdua berkali-kali.

********

"Mas Dony sama Ardi kemana Kak?" tanya Rizki.

"Lagi cari lauk buat kita makan!"

Kak Gita masih sibuk ngoprekin mobil barunya. Gue cuma angkat bahu dan masuk rumah.

"Mandi yok sayang!"

Maksud gue, gue itu minta dimandiin. Soalnya gips masih terpasang di badan dan tangan kiri.

Rizki senyum...

Gue besok rencana mau ke Rumah Sakitnya dokter Syarief. Bosen banget pake gips. Bau pula.

Setelah selesai dimandiin, gue keluar duluan.

"Eh liat mana lukanya?" teriak Kak Gita.

Dia ngedeket gue, semuanya dilihat.

"Udaaah, nanti dioles bioplacenton juga bekas lukanya ilang," kata gue.

"Dit....gue minta maaf ya, coba kalau lo gak gue suruh ber..."

"Udaaaah ah....Kak, yang lalu yaaa udah, ngapain juga masih dibahas? Lagian udah beres khan? Radit juga gak keluar duit kok!" potong gue.

"Yaudah sana pake baju dulu!"

"Nunggu Rizki, dia yang pake in baju."
Gue meringis.

Ternyata gak lama Mas Dony dan Ardi datang.
Mas Dony cium kening gue terus kebelakang.
Ardi yang lagi ribet bawa makanan, gembira saat lihat gue.
Dia cium bibir gue lama.

"Yaaang...pakein aku baju, dingin banget. Nungguin Rizki masih lama."

Ardi ketawa

"Mobil baru yang?" tanya Ardi

"Iya, buat Kak Gita."

"Tadinya aku bawa Jazz itu niatan emang buat Kak Gita. Tapi Kak Gita gak mau. Kayaknya masih marah sama Papa."

"Iya mungkin, makanya itu buat Kak Gita aja."

"Ayang kalau lagi horny gimana dong?"

"Hahaha....aku cuma bisanya di fuck, udah gitu harus pelan, kasihan Rizki."

Gak lama Rizki masuk dan disambut ciuman dari Ardi.

"Eeeh...ayok makan bareng, malah pacaran di kamar!" teriak Kak Gita.

Aaah ternyata masih ada banyak hal yang menyenangkan di keluarga gue.
Masih ngumpul khan, walau cuma berlima.

Kita sedang asik makan dan ngobrol gak penting, tiba-tiba Mas Dony ngeluarin selembar kertas

"Ini kenapa lo disini? Om Satrio bilang ke gue, kalau dia bingung dengan lo. Dia bilang, lo itu pinter apa berbahaya?
Sampai-sampai lo dibilang gini, sebenarnya lo itu pengen ngobrak-abrik organisasi atau mau ambil alih organisasi? Soalnya khan aneh, lo tiba-tiba masuk ke posisi middle. Padahal posisi itu gak gampang. Lo aja sekarang udah mulai ditakuti!"

Semua orang di meja itu berebut kertas yang ada foto gue. Sebuah gambar piramida, atas gue cuma simbol orang gak ada nama.

"Gue ngerasa lo itu ajaib? Adek gue yang paling ajaib. Gue gak habis ngerti, lo itu punya skenario macam apa?" suara Mas Dony mengeras, seperti putus asa atau marah?

Iya ajaiblah....!
Gue dulu korban....
Gue dulu dikejar-kejar....
Gue dulu mau dicelakai
Sekarang gue tiba-tiba bertengger posisi middle di organisasi yang semula mau celakai gue.
Mana ada skenario? Gue mana bisa bikin skenario?
Gue sendiri kagak tahu, ini keberuntungan atau kesialan.

Sementara selain Rizki, semua ternganga melihat lembaran kertas dari Mas Donny itu.

"Itu keputusan tercepat yang Radit ambil. Itu demi banyak nyawa. Radit harus berpacu dengan waktu, supaya tidak didahului Pak Utomo untuk ketemu Big Boss. Itupun Radit harus bertaruh nyawa. Radit niatan mau gencatan senjata dengan Big Boss."

Gue diem sejenak

"Radit terpaksa harus ambil keputusan itu, demi keluarga Radit, orang-orangnya Rizki dan Rizki sendiri. Gimana kalau Radit gak ambil itu atau terlambat? Banyak yang mati Mas. Keluarga Radit terutama. Kalau Radit yang mati sih gak pa pa. Banyak orang gak bersalah Mas yang jadi korban!"

Kak Gita jambak-jambak rambut sendiri, semua terdiam.

"Mas, mau ngandalin Polisi cepat? Semuanya terlambat Mas. Korban jauh lebih banyak. Sampai kerusuhan selesai aja mana ada Polisi datang?" tanya gue.

"Radit harus cepat Mas....apapun yang terjadi! Paling gak Radit sudah bisa pencet tombol pause kalau itu sebuah permainan.

"Radit sudah tahu resikonya?" tanya Mas Dony

"Tahu Mas, dari organisasi sendiri, hanya Radit satu-satunya orang yang rebut posisi dengan cara berdarah-darah. Sangat mungkin posisi Radit rawan. Hidup Radit itu hitungan detik, menit, jam, hari,bulan Mas! Bisa hitungan tahun itu berkah! Belum lagi Radit jadi sasaran tembak diluar organisasi."

Kak Gita kembali menangis...sebuah tangis yang sama seperti saat melihat gue disakiti.

"Radit ambil alih orang-orang Rizki, dengan harapan selain mereka bisa paling loyal, juga buat lindungi keluarga Rizki. Jangan setelah kejadian Radit, mereka diusik."

Mas Dony menghela nafas panjang sambil mengusap punggung Kak Gita.

"Apa yaaa yang harus gue sampein ke Om Satrio." desah Mas Dony.

"Bilang aja apa adanya Mas. Radit baru berapa hari sih pegang kendali?
Tapi Radit berusaha maksimal gak akan biarin orang-orang Radit jualan narkoba atau yang ngerusak masyarakat. Pegang janji Radit!"

"Lo tahu gak, Om Satrio bilang... Lo itu berlagak innocent, tapi otak lo jalan, tiap detik lo bisa ubah skenario. Dia khawatir, lo juga coba buat kepolisian buat alat permainan lo!"

"Am I? No.....I tell you the truth!"

Rizki memeluk gue.......

"Lo mau berkorban buat berapa banyak orang lagi, sayang? Gak cukupkah lo berkorban selama ini?" kata Rizki.

"I'll try to do my best!"

"Radiit....ya badan lo, ya hidup lo, ya masa depan lo, semua dibuat hancur orang......kenapa yang kayak gini bisa pada adek gue?" Kak Gita meratap.

"Kak....Radit gak merasa masa depan dan hidup Radit terampas. Radit menikmati dan bersyukur. Masa depan Radit selalu dibangun tiap detik Radit bangun dan bernafas. Masa lalu adalah masa lalu. Kenapa harus meratapi masa lalu?"

Gue diem sejenak...

"Kak....Radit kurang bersyukur apa? Ada banyak orang yang dukung Radit.Radit juga punya pasangan Ardi dan Rizki yang cinta Radit. Ada Papa,Mama, Mas Dony dan Kak Gita. Kurang apalagi?"

Gue sengaja gak sebutin Adek, takut nanti Kak Gita sensi lagi, baper lagi...khan gawat.

Mas Dony menutup mukanya dengan kedua telapak tangan, dan mengusap-usap mukanya. Dia bangkit dari duduk, kemudian dia memeluk gue.

"Gue bangga punya adek kayak lo!"

********

Gue masih gak habis ngerti, kenapa gue termasuk orang yang ditakuti?
Sebelah mananya?
Gue baru tahap orang yang diwaspadai, belum masuk target.
Mereka semua sedang dalam posisi wait and see.

Pagi itu gue ditelephone Tante Shery soal buku. Dia minta kita datang ke kantor.

Waktu di lobby kantor Mama, kita bertiga tersenyum, karya masterpiece kita terpajang.

"Gimana Kakak?" tanya Tante Shery

"Baik kok Tante, udah kontrak rumah di Grand Cibubur."

Tante Shery tersenyum

"Nih buku-bukunya, berat bangeet!! Satu buku 300-an halaman, malah ada yang 600-an. Tampilan hardcover semacam ini. Gimana?"

"Bagus Tante!!" kata gue

"Iya keren ", kata Rizki

Sementara Ardi masih sibuk buka setiap halaman.

"Siap launching?" tanya Tante Shery

"Siap Tante!"

"Tante pengen profit banyak?" tanya gue

"Gimana tu?"

"Cetak masing-masing 5000 eksemplar! Sekalian jual semua buku karya kita, sekaligus pameran properti dan hotel!" kata gue

"Haaah banyak banget? Lagian ini cuma peluncuran perdana buku?"

"Tante gak percaya our Midas touch?" tantang gue.

Sebenarnya ini buat test gue, seberapa gue bakal punya pengaruh. Yang pasti gue punya telephone sakti dan daftar orang yang penting.

Tante Shery telephone Mama, sempat beradu argumen.

"Deal......!" kata Tante Shery mengajak kita bersalaman.

Sewaktu di mobil, Ardi dan Rizky complain dengan gue.

"Gila lo, 5000 eksemplar? Lo gak main-main khan?"

"Just test on the water. Sekalian gue umumin diri gue, ke tamu-tamu gue!"

********

Gue serahin daftar tamu gue ke Tante Sofia, sesuai daftar dari Huda sebanyak 1500 orang. Gue juga minta ada waktu buat presentasi investasi Condotel di Jogja, Bandung dan Phnom Penh.

Properti tersebut hingga kini setahu gue, masih terhalang masalah dana.
Proyek tersebut kerjasama Mama dan Tante Sofia. Sedangkan untuk di Jogja bersama Ibu Kos gue.

Sementara jika perusahaan properti gak sehat, akan memberatkan maincore business Mama di bidang tiles. Gue udah ngerasa khawatir, setelah dengar gosip dari Mba Efi akan ada pengurangan tenaga kerja. Gue harus ambil langkah ini, pikir gue.

"Abaaang, ini mah undangan kawinan atuh!" kata Tante Shery

"Tante ingin beres masalah investasi properti khan? Semoga itu jadi jawaban. Abang jamin sebelum tiga bulan, beres!"

Tante Shery terbelalak gak percaya

"Serius Abang bilang?"

Gue mengangguk. Tante Shery gak tahu, gue udah siap dengan sepasukan gue.

"Abang, ini mah format lokasi juga besar!"

"Hotel Mulia, Tante! Nanti dibuat presentasi soal properti secara grafis dan ada juga model animasi. Harus dengan Giant LCD stage background.
Format acara terserah Tante. But no media...no press conference!"

Tante Shery mungkin heran, gue berubah menjadi mendikte Tante Shery. Tapi gue hanya berambisi untuk tes kekuatan dan pengaruh gue. Udah itu aja.

********

"Bang Huda, udah beres khan tamu-tamu nanti? Gue minta foto semua tamu gue, apa yang disukai, hobby sampai kelemahan dan rahasia dia!"

"Siap Boss!"

Hmm...gue bisa sindir apa yang jadi rahasia dia, gue bisa dapetin gain, tapi awas aja kalau sampai gak datang.

Acara launching buku dan properti di Phnom Penh jadi diadakan di Mulia. Semua permintaan gue dituruti. Sementara properti lokasi lain mengikuti.

Tugas gue sebelum acara ngapalin tamu dan data rahasia mereka. Itu pekerjaan menyebalkan gue.

Gue lakuin ini dengan hati-hati, jamgan sampai siapapun tahu. Rizki dan Ardi sekalipun.

********

Jumat malam, acara dilaksanakan. Mama, Tante Sofia dan Ibu Kos hadir.
Seperti biasa, gue pakai jas hitam dengan Shanghai neck. Semua serba hitam dan gak lupa kaca mata hitam.
Jangan ketawa....
itu usaha mempertegas siapa gue di depan tamu gue
Sementara Ardi dan Rizki menggunakan tux warna putih.

Acara berlangsung lancar, info dari orang gue, semua tamu hadir.
Gue memperkenalkan diri siapa gue dan kadang didampingi Huda.

Gue selalu mempertegas dalam ucapan bahwa gue adalah pemegang wilayah baru. Gue emang masih bocah, tapi jangan main-main dengan gue. Itu sih inti dari percakapan gue ke tamu-tamu gue. Mereka juga harus tahu, bahwa gue punya andil dalam pameran properti dan launching buku.

"Lo tengil banget gayanya!" bisik Rizki

"They are my client!" gue senyum ke Rizki.

Rizki mengangguk dan tersenyum, dia sekarang ngerti.
Itu adalah pekerjaannya dulu.

Continue Reading

You'll Also Like

95.3K 188 7
"Han står bakom mig och smeker min bröstvårta Han trycker sitt hårda stånd mot min rumpa och vi stönar båda två Jag vill ha dig, jag vill ha dig i m...
8.2K 359 32
16 år senare har Emma och Charles dotter samt William och Melanies son börjat första året på gymnasiet. Ett polisbesök blir till två och två blir til...
4.2K 352 40
Alex Beijer och Josef Eriksson har jobbat tillsammans ett tag nu. De jobbar som poliser och Alex är Josefs chef. Sedan första dagen har det funnits e...
138 33 4
Denna berättelsen kommer handla om Josef och Alex när de har varit ihop ganska länge