Life Game

By MariaHor1

56.1K 4.5K 628

Life Game. Kami harus menghadapi sebuah permainan kematian untuk mendapat sebuah gelar pemenang agar tetap b... More

Prolog
Chapter 1 : Kaito Kano
Chapter 2 : Kaito Kano
Chapter 3 : Kaito Kano
Chapter 4 : Korune Hazu
Chapter 5 : Joshi Hera
Chapter 6 : Joshi Hera
Chapter 7 : Haruaki Mizu
Chapter 8 : Hotaru Fuji
Chapter 9 : Futari Nara
Chapter 10 : Mahari Yusa
Chapter 11 : Mahari Yusa
Chapter 12 : Gurume Moshi
Chapter 13 : Kaito Kano
Chapter 14 : Kaito Kano
Chapter 15 : Kaito Kano
Chapter 16 : Kaito Kano
Chapter 17 : Hatoru Fuji
Chapter 18 : Mahari Yusa
Chapter 19 : Bos? (He/She?)
Chapter 20 : Kaito Kano
Chapter 21 : Takuma Ryuu
Chapter 22 : Kaito Kano
Chapter 23 : Bos? (He/She?)
Chapter 24: Mahari Yusa
Chapter 25 : Kaito Kano
Chapter 26 : Kaito Kano
Chapter 28 : Mahari Yusa
Chapter 29 : Mahari Yusa
Chapter 30 : Mahari Yusa
Chapter 31 : Kentarou Kidou
Chapter 32 : Kaito Kano
Chapter 33 : Mahari Yusa
Chapter 34 : Mahari Yusa
Chapter 35 : Mahari Yusa
Chapter 36 : Joshi Hera
Chapter 37 : Mahari Yusa
Chapter 38 : Kaito Kano
Chapter 39 : -----
Chapter 40 : Mahari Yusa
Chapter 41 : Joshi Hera
Chapter 42 : Mahari Yusa
Chapter 43 : Mahari Yusa
Chapter 44 : Kaito Kano
Chapter 45 : Joshi Hera
Chapter 46 : Kaito Kano

Chapter 27 : Mahari Yusa

1K 88 14
By MariaHor1

Sudah dua bulan aku selamat dari game Life Game. Banyak hal yang berubah, aku sudah masuk ke sekolah seperti biasa dan membuat percakapan singakat dengan mereka semua. Walaupun aku sedikit tidak peduli dengan sekitar tapi aku sudah menyapa orang lain lebih dulu. Biasanya aku tidak melakukan itu.

Pertama kali aku terbangun di sebuah rumah sakit. Kata ayah tiriku, dua hari yang lalu aku ditemukan di sebuah toko bunga yang sudah tua dan tidak ada penghuninya. Korban yang selamat dari Life Game juga ditemukan di berbagai tempat yang berbeda di hari yang sama ketika aku ditemukan.

Setelah lima hari dirawat akhirnya aku pulang. Aku mengurung diri di kamar karena merasa frustasi. Aku masih tidak percaya dengan apa yang menimpaku. Ditambahlagi aku mengingat sosok yang begitu beharga menghilang dari sisiku. Dia rela membunuh dirinya sendiri hanya untuk menyelamatkanku. Aku menangis dan tidak makan untuk beberapa hari. Berat badanku sempat turun.

Tapi karena ayah tiriku yang menenangkan dan menyemangatiku, aku baru sadar masih ada orang beharga disini. apalagi Kano juga mengatakan bahwa aku harus mencuri hati ibu tiriku. Dan itu sudah terwujud. Hubunganku dengannya mulai membaik semenjak aku tidak lagi minum-minum dan membantunya di kedai. Aku juga tidak membuat kerusuhan di rumah. Bahkan ibu tiriku membantuku untuk menghindari para wartawan yang datang untuk menanyai beberapa pertanyaan yang membuatku sangat terpuruk.

Orang tua tiriku mengatakan bahwa aku sudah menghilang 6 bulan semenjak aku dinyatakan hilang. Berarti selama 6 bulan itulah aku melalui hidupku bersama Kano. Tapi itu berakhir dan aku tidak bersamanya lagi selama 2 bulan ini.

Karena tidak pernah masuk semenjak insiden menghilangnya diriku, aku harus mengejar beberapa pelajaran yang ketinggalan di sekolah. Aku juga belajar giat agar bisa mengalahkan Kano yang kelewatan pintar.

Joshi, Takuma, dan Kentarou sering ke rumahku atau ke tempat lain untuk bermain atau membicarakan hal yang berkaitan tentang Life Game. Kami juga menghadiri pemakaman para korban yang meninggal yang tak selamat di Life Game. Anehnya hanya beberapa mayat dari mereka yang belum berhasil ditemukan. Bahkan mayat Kano belum juga ditemukan.

"Apa kau lihat berita hari ini?" Tanya Takuma sambil memakan keripik kentang yang telah kusediakan.

"Aku lihat. Hanya terdapat 69 mayat yang ditemukan. Bagaimana dengan korban lainnya? Yang selamat hanya 6 orang dan terdapat 4 program jadi seharusnya terdapat 90 mayat. Kemana sisa mayatnya?" Joshi balik bertanya.

"Aku kurang tahu. Bahkan mayat Kano belum ditemukan." Jawabku dengan pandangan kosong.

"Ini belum akhir. Semoga saja mayat Kaito cepat ditemukan." Tambah Kentarou.

"Padahal kita sudah sepakat dengan semua peserta yang selamat tapi mereka telah tahu tentang Life Game. Tapi untung saja peserta itu tidak memberitahu secara spesifik dan tetap menjaga rahasia itu semua. Beruntung dia berbohong tentang kita terlibat dalam kasus ini."

Takuma mengalihkan obrolan kami dengan topic berbeda. Aku tahu dia tidak ingin aku mengingat kejadian itu lagi. ini sangat membuatku strauma.

Langit sudah berubah warna menjadi gelap. Takuma dan Kentarou pulang terlebih dahulu karena memiliki urusan masing-masing sedangkan Joshi menemaniku bermain di taman terdekat.

Aku berdiri di atas ayunan dan Joshi di sebelahku duduk di bangku ayunan. Kami mengobrol cukup panjang. Kami sering menghabiskan waktu berdua dan sering makan bersama tanpa Takuma dan Kentarou.

"Kau sudah bisa melupakan semuanya?"

"Tidak. Aku tidak mungkin melupankannya. Ini kenangan berharga jadi mana mungkin aku melupakannya."

"Gomen. Aku tidak bermaksud."

"Aku tahu." Aku berusaha mengganti topik pembicaraan. "Bagaimana dengan sekolah barumu? Apa menyenangkan?"

"Lebih baik dari sebelumnya. Sepertinya kau belum cukup berubah."

"Aku telah berubah." Sangkalku.

"Belum. Temanku juga sekolah di sekolah yang sama denganmu. Dia mengatakan bahwa kau tetap saja cuek."

"Ya, mau bagaimana lagi ini sudah sifatku."

"Ya...Ya. aku sangat tahu itu. Bahkan sangat tahu." Dia melirik jam tangannya. "Sudah jam 9, aku harus pulang. Ayahku akan pulang hari ini."

Ayah? Sayangnya aku tidak bisa melihatnya kembali padaku. Bahkan dia tidak akan pulang. Tapi aku telah menemukan keluarga baru.

Joshi melambaikan tangan dan pergi menjauh hingga aku tidak bisa lagi melihatnya. Bukannya aku langsung pulang, aku mampir ke rumah Kano untuk berdoa disana dan menginap. Tak lupa aku memberi kabar ke orang tua tiriku tentang pergi ke rumah Kano dan mereka mengizinkan. Lagi pula besok hari minggu.

Aku menyusuri jalan yang sepi dan gelap. Aku masih ingat ketika aku menemukan Kano di tengah jalan dalam keadaan mabuk. Sebenarnya aku ingin mengabaikan tapi aku berujung menyeretnya hingga rumahnya. Aku mengetahui letak rumanya dari kartu pelajarnya.

Ketika sampai, aku langsung masuk ke dalam tanpa seorangpun mencurigaiku. Tampaknya mereka tidak terlalu peduli dengan kehadiran Kano yang jarang sekali di rumah dan hanya pada saat-saat tertentu dia akan pulang. Aku mendengar kabar ini dari salah satu tetangga.

Walaupun Kano tidak dipedulikan, aku sering mendapati seorang gadis datang kemari. Aku tidak pernah bertanya tapi aku tahu dia mengenal Kano.

Rumah Kano cukup besar dan memiliki lima kamar. Kamar Kano berada di lantai dua. Saat pertama kali aku ke sana, kamarnya sungguh berantakan. Banyak sekali coret-coretan di dinding dengan coretan tangan dan hampir semuanya tentang penyeselan dan keluarganya. Dari semua coretan terdapat namaku disana. Tertulis bahwa aku adalah 'teman minum' nya.

Aku berlutut di depan foto Kano dan berdoa.

"Semoga kau tenang disana."

Setelah itu aku tidur di kamar Kano.

****

Alarm ponselku berbunyi dan itu berarti sudah pagi. Aku menyikat gigi di depan cermin dan mengganti pakaianku. Aku mengambil roti dari kulkas yang kutinggal beberapa hari lalu dan pergi keluar untuk olehraga pagi. Tapi langkahku berhenti ketika malihat seorang gadis yang tak asing lagi di mataku. Dia nampak terkejut melihatku keluar dari rumah Kano.

"Kau siapa?" gadis berkatamata itu bertanya.

Aku bingung menjawab. Hubunganku dengan Kano hanya teman tapi lebih. Aku tidak bisa menyebutnya sebagai kekasih karena Kano tidak pernah mempertegas pernyataan itu.

"Aku saudara Kano."

"Kaito tidak memiliki saudara."

Ahhh... aku masuk lubang hitamku sendiri.

"Aku teman Kano."

Wajahnya merubah menjadi murung. "Berarti kau dekat dengannya. Kaito tidak pernah memperbolehkan orang lain memanggilnya dengan nama 'Kano'. Ternyata Kaito lebih menyukai perempuan yang dingin."

Apa dia sedang meledekku?

"Giliranku, siapa kau? Sepertinya kau mengenal Kano cukup baik."

"Tentu aku mengenalnya cukup baik karena aku menyukainya."

Aku membeku. Betapa dia mudah mengatakan itu padahal aku sangat sulit mengatakannya.

"Kalau begitu aku pulang." Dia mulai pergi.

Entah kenapa aku mengurungkan niatku untuk olahraga. Aku kembali ke kamar Kano dan mengganti pakaian berniat untuk jalan-jalan.

Pusat kota begitu padat dan aku mencari tempat yang tidak terlalu banyak orang. Aku melihat tiga orang berkumpul dan saling berbisik di depan TV yang sedang menyiarkan berita. Pertama aku tidak peduli karena banyak orang membicarakannya tapi aku tertarik ketika salah satu dari mereka mengatakan sesuatu yang menurutku menarik.

"Tadi apa yang paman katakan?" aku bertanya untuk memastikan apa yang kudengar tadi itu benar.

Ketiga orang itu kaget dengan kehadiranku.

"Nona jangan mengagetkan kami." ujar salah satu dari mereka.

"Gomen. Paman menyebutkan Life Game?"

"Iya, mamangnya kenapa?"

"Darimana paman tahu?"

Dia berpikir sebentar. "Dulu ada seorang anak lelaki yang bertanya padaku. Dia mengatakan hal aneh tentang tempat undian yang bernama Life Game di dekat sini. Aku sudah berjualan sudah cukup lama tapi tidak pernah mendengarnya."

Itu berarti anak lelaki itu adalah salah satu peserta di Life Game.

"Dimana tempat undian itu?"

"Aku sudah katakan aku tidak tahu. Tempat undian itu tidak pernah ada disini."

"Kalau begitu dimana dia pergi?"

"Ke arah sana." Dia menunjuk ke kiriku.

"Apa belakangan ini pernah ditemukan mayat?"

"Tidak. Kau cukup menakutkan nona."

"Maaf." Mungkin ini tentang mayat. Betapa mudahnya aku mengatakan kata tersebut. "Terimakasih atas informasinya."

Itu berarti mayat peserta tersebut belum ditemukan. Tempatnya tidak jauh dari sini. Aku harus segera menemukannya.

Tempat yang ditunjuk oleh paman itu adalah sebuah tempat yang sama sekali tidak ada orang lain, sangat sepi. Bahkan dua gedung sudah kosong dan tak berpenghuni. Biasanya para peserta ditemukan di tempat yang tidak berpenghuni padahal pada saat kami lihat pertama kali sangat berbeda.

Aku memeriksa gedung pertama dan aku sudah mencarinya sampai 4 lantai tapi tidak ada keanehan. Aku melanjutkan ke gedung ke dua yang terdapat 9 lantai. Gedung ini terlihat sangat menyeramkan seperti tempat berhantu. Untung saja aku datang ketika siang hari.

Lantai pertama tidak ada ke anehan. Aku memutuskan untu ke lantai dua dengan menggunakan lift karena ternyata liftnya berfungsi tidak seperti pada gedung pertama yang liftnya tidak berfungsi.

Pintu lift terbuka. Aku masuk dan lift mulai naik sesuai dengan lantai yang kutekan. Tiba-tba saja mataku tertuju pada sebuah map di pojok lift. Aku mengambilnya dan ternyata surat tanah. Disana terdapat nama Kaito Taka.

"Kaito? Apa ini milik Kano? Nama marganya seperti milik Kano." Kalau begitu yang dimaksud paman itu adalah Kano. Peserta di Life Game yang memiliki marga Kaito hanya Kano.

"Ada apa ini?"

Tiba-tiba saja lampu yang sedari tadi berkedip, padam. Lift menjadi terhenti. Aku panik. Bagaimana aku bisa keluar dari sini? Tidak mungkin ada orang lain yang kemari.

Aku meraih ponselku dari dalam tas. Nama Joshi menjadi tujuanku.

"Ah sial! Kenapa tidak ada sinyal di saat seperti ini!"

Lift berguncang. Seketika keseimbanganku ambruk. Aku mencoba bangkit dan membuka pintu lift dengan paksa. Lift berhasil terbuka dan ternyata lantai dua bisa kulihat. Aku memanjat dan berhasil keluar dari Lift.

Lift kembali bergerak seperti biasa setelah aku keluar. Tapi bukan berhenti di lantai dua tempat kuberdiri sekarang tapi tetap naik ke atas. Padahal tidak ada yang memencet ke lantai lain. Mungkin saja liftnya rusak.

Aku mulai melakukan pencarian. Suara tetesan air bergema dimana-mana membuatku merinding. Tidak ada penerangan sama sekali sehingga aku harus menajamkan mataku.

Aku berlanjut ke lantai 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 dengan menggunakan tangga dan ternyata tidak ada mayat Kano. Ketika aku sedang berpikir tiba-tiba saja leherku terasa dingin, merasa ada yang aneh. Aku mendengar suara langkah seseorang.

Aku melihat ke tangga, tidak ada siapapun. langkahnya semakin dekat.

Terdengar suara perempuan dari arah kamar 102. Aku menelan ludah dalam-dalam. Kakiku terasa membeku tapi aku penasaran dengan suara itu.

"Kemari." Suara perempuan, seperti menyuruhku.

Aku ingin lari tapi kakiku tetap membeku.

"Aku butuh darah. Darah. Darah. Darah." Dia mengulangi kata darah hingga kupingku terasa sakit.

Aku melihat di ujung lorong terdapat sebuah asap. Saat kulihat dengan baik ternyata itu adalah sebuah sesajen. Pikiranku mulai bercampur aduk.

"Aku butuh darah." Tiba-tiba saja seorang wanita berbaju putih lusuh dengan rambut hitam menghalangi wajahnya muncul di hadapanku. Sebelah matanya sangat menakutkan.

Aku berteriak sekuat tenaga dan berlari menuruni tangga. Aku terus melihat wanita itu mengikutiku dari belakang sehingga aku kurang peduli dengan yang berada di depanku.

Banyak orang mengatakan bahwa manusia lebih menyeramkan daripada hantu. Itu hanya pendapat mereka. Coba mereka mengalaminya dan melihatnya langsung, mereka akan berpikir hantu itu lebih menyeramkan dari pada manusia.

Kakiku terus berlari dengan sekuat tenaga tapi tetap saja dia berada di belakangku. Keringatku mulai berkucuran. Sampai kapan aku terus berlari dan rasanya ini tidak akan berakhir. Tunggu! Kenapa, kenapa aku tetap berada di lantai Sembilan? Padahal aku sudah berlari begitu lama.

Ketika aku menengok ke balakang lagi sambil berlari, hantu itu tetap mengejarku dan seketika aku menabrak seseorang!

"AAAA." Teriakku dan ketiga orang itu bersamaan.

"Paman mengagetkanku!" teriakku pada mereka.

Sekarang sedikit ada penerangan karena salah satu dari mereka memegang senter.

"Sebaiknya kita pergi!" salah satu dari paman itu menarikku keluar gedung dan akhirnya berhasil.

Aku mengambil napas lega.

Kami berjalan menjauhi gedung tua itu. "Nona sudah gila ya datang ke gedung itu sendirian. Padahal sudah ada peringatan untuk tidak masuk. Gedung itu berhantu. Dari salah satu orang yang pernah selamat katanya ada hantu wanita disana. Sebenarnya kami tidak ingin masuk kesana tapi nona tidak kembali-kembali membuat kami khawatir."

"Selamat? Hantu wanita? Apa dia menyebutkan darah?"

"Jarang ada yang selamat dari sana. Kenapa nona tahu kalau hantu itu sering menyebutkan darah?"

"Tadi aku menemuinya." Jawabku ketakutan.

"Apa?!" Teriak mereka bersamaan.

"Aku serius. Bahkan liftnya naik padahal tidak ada yang memencetnya." Tambahku sambil ketakutan.

"Ini sangat menakutkan. Mungkin nona sekarang beruntung. Biasanya yang sudah masuk ke lantai 9 tidak akan selamat karena hantu yang paling menyeramkan ada disana di kamar 201. Kami juga merasa selamat karena berhasil keluar dari sana."

Aku menelan ludah. Jadi yang mereka takutkan bukan soal mayat tapi soal hantu.

****

"Kau kenapa Mahari? Wajahmu sangat pucat."

"Joshi, apa kau percaya hantu?"

"Sedikit ragu sebenarnya tapi aku percaya."

"Kau harus percaya. Mulai dari sekarang." Aku menatap Joshi.

"Apa kau sakit? Kau sangat aneh. Dan apa yang kau pegang?"

Setelah aku dari gedung itu aku langsung menghubungi Joshi untuk bertemu di taman biasa kami mengobrol.

"Ini surat tanah milik Kaito Taka." Aku tidak mau menceritakan tentang hantu itu lagi.

"Ayah Kaito?"

"Kau juga berpikir demikian? Aku harus memastikannya dahulu. Tapi anehnya aku tidak menemukan mayat Kano atau siapapun disana."

Anehnya ada disana. Aku tidak menemukan mayat siapapun disana. Bukankah sudah jelas pasti disana ada mayat seseorang atau Kano? Ini membuatku bingung. Tempat dimana dia hilang pasti itu tempat dimana dia ditemukan.

"Mahari, kau kenal dengan perempuan itu?" Joshi menunjuk pada seseorang. "Ketika aku sedang melihat kabar baru tentang Life Game di sebuah warnet, aku melihatnya sedang melihat berita tentang Kaito."

"Ah tadi pagi aku mengobrol dengannya."

"Mungkin saja dia mantan Kaito? Kau seharusnya mencari tahu tentangnya dari ponsel milik Kaito."

"Aku sudah menelpon ke nomernya tapi tidak ada jawaban. Aku tidak menemukan ponselnya dimanapun." Aku sudah mencarinya dimana-mana tapi tidak ada. Aku mendapatkan nomer Kano dari ponsel milik ibunya.

"Mungkin kau ceroboh makanya tidak menemukannya. Aku akan membantumu."

Joshi menarikku hingga ke rumah Kano. Joshi mulai mencari di kamar bawah dan akhirnya dia mencarinya ke kamar atas. Dia tidak terkejut dengan situasi kamar Kano yang penuh dengan coret-coretan karena aku, Joshi, Takuma, dan Kentarou lumayan sering ke rumah Kano.

Banyak barang-barangku yang kutinggal disini.

"Kemarin kau menginap disini?"

Aku mengangguk.

"Seharusnya kau mengajakku."

"Kau mengatakan ayahmu akan pulang hari ini jadi aku mengurungkan niatku."

"Baiklah."

Dia mulai mencari di rak buku. Sedangkan aku mencari di meja belajar Kano walaupun aku tahu tidak aka nada disana. Aku menyingkirkan bukuku dari meja belajar dan menaruhnya di rak. Aku tidak menyadari terdapat coret-coretan disana.

"Joshi, apakah ada orang gila yang masuk penjara?"

Joshi menghentikan tangannya dan mulai berpikir. "Tidak ada. Adanya orang gila masuk rumah sakit jiwa. Mereka akan dibebaskan dari hukuman kan?"

Itu benar, tapi kenapa di tulisan ini Kano menuliskan hal yang aneh. Aku menyuruh Joshi untuk membacanya juga.

Ayah sialan! Aku sangat membencimu. Penjara dan jiwamu yang terganggu belum cukup! Bajingan!

"Aneh." Gumam Joshi pada dirinya.

Aku dan Joshi menuju ke rumah tetangga Kano untuk menanyakan hal ini. Seorang wanita paruh baya keluar dari sana.

"Permisi kami ingin menanyakan sesuatu. Apa nenek tahu siapa Kaito Taka?" ucap Joshi dengan sangat sopan.

"Ah... orang yang membunuh istrinya sendiri itu? Dia ayah dari Kaito-kun. Padahal mereka sangat akrab dulu tapi entah kenapa hubungan mereka hancur setelah kejadian itu."

"Apa nenek tahu dimana dia sekarang?" tanyaku.

Dia masuk ke dalam dan memberiku sebuah kertas berisi alamat. "Ini letak penjaranya."

"Terimakasih banyak." Bukukku dalam.

Joshi mulai melangkah keluar gerbang dan aku mengikutinya tapi nenek itu menahanku.

"Kau percaya, pada saat kejadian itu aku melihat Taka-san menyuruh Kaito-kun untuk keluar. Aku melihat Taka-san sangat berbeda dari biasanya. Auranya sangat berbeda seperti orang lain. Aku yang melihatnya sangat ketakutan."

Apa dia sedang menceritakan hal berbau horror?

"Mahari, ayo!"

"Iya." Jawabku.

"Taka-kun adalah orang yang baik jadi tidak mungkin dia melakukan hal kejam seperti itu." Dia melepaskanku. "Cepat susul temanmu. Maaf mencegatmu."

"Terimakasih atas semuanya. Maaf menggangu." Aku membungkuk kembali dan menghampiri Joshi.

"Apa yang tadi kalian biarakan?"

"Bukan apa-apa." Aku tidak mengerti perkataannya tapi dari wajah nenek yang sangat serius dan ini sudah pasti bukan informasi sepele.

Kami kembali ke kamar Kano. Tanpa sadar aku membuka laptop dan membuka web . Tapi tidak bisa.

"Mahari, kita sudah membukanya beberapa kali tapi tetap tidak bisa."

"Aku hanya penasaran. Sebaiknya kita sekarang ke penjara tempat ayah Kano."

Ponsel Joshi tiba-tiba saja berdering.

"Oke aku akan segera kesana." Dia menutup telpon. "Maaf Mahari, nenekku jatuh sakit. Aku harus ke sana. Apa kau baik-baik saja pergi sendiri?"

"Tidak apa-apa. Sebaiknya kau cepat ke tempat nenekmu."

******

Seseorang muncul dibalik kaca di hadapanku. Aku yakin dia adalah ayah Kano.

"Hanya 30 menit." Ujar salah satu polisi.

"Apa yang ingin kau katakana anak muda? Aku sudah malas jika kau membicarakan tentang istriku."

"Apa kau ayah Kaito Kano?"

"Ya." Jawabnya malas.

"Aku mendengar dari salah satu tetanggamu bahwa paman sangat dekat dengan Kano?"

"Sepertinya kau cukup dekat dengan anakku. Apa selama dua tahun ini dia mendekatimu ketika aku dipenjara? Wow anakku sangat luar biasa dekat dengan gadis cantik sepertimu." Jawabnya bangga.

"Paman sepertinya tidak merasa bersalah sama sekali."

"Aku tidak membunuh istriku. Aku bahkan kaget ketika aku melihat diriku yang lain."

"Apa maksudnya?"

"Orang yang mirip sekali denganku sangat aneh. Bahkan suaranya tidak dapat aku bedakan. Dia yang membunuh istriku tapi aku yang ditangkap oleh polisi. Bahkan dia mengatakan anakku akan dibawanya ke suatu tempat. Kau pasti tidak percaya dengan perkataanku. Itu memang tidak masuk akal."

Suara yang tidak dapat dibedakan?

"Aku percaya padamu."

Ayah Kano terkejut. "Kau percaya? Kau orang kedua yang percaya dengan perkataanku. Ternyata ada orang lain yang percaya dengan ceritaku selain nenek itu."

Berarti nenek itu mengatakan sesungguhnya. Pantas saja dia mengatakannya dengan serius.

"Pasti banyak teman kami yang percaya dengan perkataan paman. Tempat yang paman maksud apakah Life Game?"

"Darimana kau tahu?" Matanya membesar ketika aku menyebutkan Life Game.

"Karena aku mengenal baik anakmu dari sana. Aku juga berada disana."

"Bagaimana keadaan anakku? Apa dia sekarang baik-baik saja?"

Wajahku menjadi murung. "Maaf. Karenaku dia tidak selamat hanya untuk menyelamatkanku."

"Begitu. Dia pasti melakukannya dengan suatu alasan setelah melewati dua babak. "

"Dua babak? Kami melakukan 14 level."

"Tapi dia yang mengatakan bahwa aka ada dua babak."

Apa maksudnya ini? Apa yang selama kami rasakan hanya satu babak dan masih ada babak lain? Apa ini sebabnya hanya beberapa mayat yang ditemukan dan masih ada yang belum?

Tiba-tiba saja aku mengingat perkataan Kano yang mengatakan bahwa ketika dia pertama kali mati, dia tidak merasakan bahwa dirinya sudah mati. Kano juga mengatakan bahwa dirinya dipindahkan ke tempat lain. Apa yang dimaksud itu adalah babak ke dua?

Apa Kano masih hidup?

"Waktu sudah habis." Polisi menarik ayah Kano ke dalam.

(�?v�d

Continue Reading

You'll Also Like

Pengantin Iblis By Khalisa

Mystery / Thriller

306K 18.2K 44
"Kau telah terikat dengannya, Alana." Malam itu burung gagak membawa kabar buruk yang akan menghancurkan seluruh hidup Alana, sebuah kutukan yang mem...
HE IS MY DESTINY By Ayaa23

Mystery / Thriller

8.3K 28 7
Hanya hiburan refreshing otak AREA 🔞 HARAP BIJAK DALAM MEMBACA. +Cwok hyper +Cwek polos Dan jadilah...⊙⁠īšâ âŠ™
282K 27K 41
Start : 30 Nov 22 End : 10 Mei 23 Kehidupan baru untuk Erlan yang tak semulus pantat bayi. Dingin diluar receh didalam. Luka dan siksaan, kegilaa...
3.1M 191K 70
𝐒đĸ𝐧𝐨𝐩đŦđĸđŦ: Baru saja Kayla memaki tokoh antagonis dalam novel 'Fall in Love' yang ia baca, Kayla tak menyangka, setelah kecelakaan, ia malah t...