Di malam hari, Matthew melihat tato di dada bagian kirinya yang baru saja dibuat. Sebuah gambar wajah wanita cantik dari samping dengan rambut penuh dengan bunga. Melihat lebih lama lagi membuat dia tersenyum miring menandakan dia puas dengan hasilnya.
“Sungguh mengejutkan gambar seperti itu yang kau inginkan,” ujar pembuat tato yang sudah akrab dengannya. Namanya Bennett Joshua dan orang-orang memanggilnya BJ. Pria dewasa itu melepaskan sarung tangan sambil melirik Matthew yang mulai mengenakan t-shirt kembali. Dia kemudian bersandar di meja belakangnya dan mengambil kotak rokok dengan santai. “Pacarmu?”
“Hm.”
BJ yang hendak menyalakan pemantik seketika tidak jadi. Betapa ringannya pria itu berkata membuat dia terkejut.
“Oh please, jangan menatapku seperti itu.” Matthew terkekeh ketika mengenakan jaket.
BJ menggelengkan kepalanya, menyalakan rokoknya lalu menghembuskan asapnya ke atas. Dia berjalan menuju luar salon dan Matthew mengikutinya.
“Dia pasti kewalahan dengan sikap bajinganmu.”
Ada beberapa pekerjanya yang menangani klien, ada juga yang bersantai karena belum ada pelanggan baru.
“Yo, BJ,” sapa beberapa pelanggan yang mengenalnya dan dia hanya mengangkat tangan sebagai tanggapan.
Begitu juga dengan para pekerja, mereka menyapa Matthew. Dan dia mengangkat dagunya tanda membalas sapaan mereka sambil berbicara, “Entahlah. Mau aku tanyakan?”
Begitu mereka sudah di luar, BJ menghisap rokoknya setelah bertanya, “Kau baru saja tiba di sini beberapa bulan lalu dan sudah mendapatkan pacar?”
“Kau pikir aku akan melajang setelah kembali ke sini? Yang benar saja.” Matthew mengapit rokok di bibirnya. Dia menyalakan pemantik ke ujung rokok.
“Siswi di sekolahmu?”
Matthew mengangguk sambil menghembuskan asap. Dahinya sedikit berkerut setelah itu. “Lena sangat populer di sekolah. Dia bergabung dengan sebuah geng terkenal .... Yah, seperti itu.”
“Kau tidak suka dia populer?”
“Terlalu banyak menarik perhatian para bedebah.” Bahkan Finn juga. Ini sedikit mengganggunya.
“Itu konsekuensi menyukai wanita cantik, kau tahu, Young Man?”
Menghembuskan asap lagi ke udara, Matthew yang menatap BJ menyeringai. “Ya, dia sangat cantik.”
BJ terkekeh ketika menjentikkan rokoknya agar abu jatuh. “Lena?”
Matthew mengangguk. “Ariadne Helena Alexandras. Dia dan keluarganya dari Yunani menetap di sini.”
BJ mengerutkan dahi. “Pantas saja nama keluarganya terdengar langka di sini.”
Matthew menyunggingkan senyuman. Dan pembahasan tentang Lena ini berhenti.
Menikmati rokok sambil menatap langit malam, BJ membuka suara setelah keheningan yang mereka buat, “Apa Joanna tahu tentang pacar barumu?”
Beberapa waktu berlalu begitu saja tanpa jawaban membuat dia melirik pria muda di sebelahnya.
Matthew menghisap untuk yang terakhir kalinya sebelum menginjak putung rokoknya.
“Jangan buang sampah sembarangan di depan tokoku,” ucap BJ menjentikkan abu namun Matthew malah menendangnya sampai memasuki selokan.
“Dia tidak perlu tahu.”
BJ melirik Matthew dalam diam.
Matthew mengeluarkan dompet kulit. Dia mengambil beberapa lembar ratusan dollar lalu menyerahkannya pada BJ. “Karena dia bukan siapa-siapa.”
Tanpa BJ hitung karena dia tahu uang yang diberikan Matthew selalu lebih langsung menyimpannya ke dalam saku kemeja.
Matthew pun pergi kemudian meninggalkan BJ yang menatap kepergiannya. Dia menekan ujung rokoknya sebelum membuangnya di tempat sampah yang berada di samping salonnya, barulah dia kembali ke dalam salon.
Sambil berjalan menuju mobilnya yang terparkir, Matthew mengeluarkan ponsel untuk mengetik beberapa pesan kepada Helena. Saking fokusnya, dia sampai tidak sadar jika dia diikuti beberapa orang di belakang. Dan mereka semakin dekat dengannya.
Sebelum ia sempat mengirim pesan tersebut, seseorang menyentuh bahunya.
“Hei.”
Baru saja menoleh, sebuah pukulan sudah mendarat di wajahnya dengan bunyi yang nyaring membuat dia mundur beberapa langkah.
“Crap,” desisnya berbisik.
Dia kemudian menegakkan tubuhnya untuk melihat siapa yang berani memukulnya. Di depannya, sudah ada 3 pria dengan salah satunya tampak tidak asing bagi Matthew. Setelah mengingat sebentar dan menyadari bahwa dia pernah bertengkar dengan pria ini dan dua temannya yang lain di depan restoran karena menatap Helena, Matthew terkekeh.
“Pria ini, benar?” tanya pria yang Matthew tidak kenal.
Pria yang pernah ia pukul mengangguk. “Dia yang membuat kami babak belur.”
“Dasar.” Matthew menghembuskan napas berat dan rendah. Kenapa mereka tidak jera?
***
Di kamar mandi, Helena mengenakan jubah mandi putih sepanjang mata kaki.
Saat dia keluar, dia terperanjat kaget melihat sosok yang besar duduk di ranjangnya dalam ruangan yang temaram tersebut. “God!”
Karena lampu di kamarnya sengaja ia matikan mengingat dia akan tidur, belum lagi satu-satunya cahaya yang menyoroti tempat tidurnya berasal dari jendela balkon, sosok itu benar-benar seperti hewan liar. Sungguh menakutinya.
Dengan cahaya dari rembulan, Helena menajamkan pandangannya sejenak dan begitu mengenali siapa yang berada di sana, kewaspadaannya mulai mengendur. Dia secara naluriah melihat jendela balkon yang terbuka lebar kemudian kembali pada Matthew.
Di sana, Matthew Parker tersenyum. “Ini aku.”
Helena berdecak sambil berjalan menuju kekasihnya. “Kenapa selalu melewati balkon? Rumah ini memiliki banyak pintu di lantai dasar.”
“Aku tidak tertantang jika menggunakan cara biasa.”
“Bilang saja kamu tidak ingin bertemu Daddy.” ketika Matthew tidak menjawab, Helena mendengus pelan. Tebakannya benar.
Semakin dekat dengan Matthew, Helena menangkap wajah pria itu tampak tidak baik-baik saja. Wajahnya berubah serius dan panik. “Ya Tuhan.”
Secara naluriah dia menghidupkan semua lampu kamar hingga menjadi terang kembali sebelum kembali ke kasur.
Melihat wajah prianya yang penuh lebam, Helena segera menangkupnya. “Tuhanku, apa yang terjadi denganmu? Kamu bertengkar lagi?”
Matthew berdesis ketika kekasihnya tidak sengaja menyentuh bagian yang menyakitkan. “Mereka memukulku duluan, jadi aku membalasnya.”
Helena dengan cepat ke kamar mandi. Mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin. Setelah itu ia segera mendekati Matthew. “Serius? Apa semua hal harus diselesaikan dengan kekerasan? Berkelahi seperti ini tidaklah keren.”
“Kamu pikir aku akan membiarkannya memukulku begitu saja?”
Helena kembali duduk di sebelahnya lalu mengompres wajah pria itu hingga dia mengeluh. “Berkelahi seperti ini tidak akan menguntungkanmu. Bgaimana jika sesuatu terjadi padamu? Apa kamu tidak memikirkan orang-orang terdekatmu?”
“Mereka tidak akan peduli,” jawab Matthew ringan membuat Helena menatapnya tajam.
“Tapi aku peduli padamu.”
Matthew memandang kekasihnya cepat dan terdiam begitu melihat mata Helena yang berair.
“Aku sangat mengkhawatirkanmu. Apa kamu tidak memikirkan perasaanku?”
Dan sekarang, dia menyadari tangan Helena yang digunakan menekan lukanya dengan handuk kecil gemetar.
Matthew menghela napa dalam. Dia menggenggam tangan Helena dan membawanya ke bibirnya. “Aku berjanji, aku tidak akan mencari masalah dengan orang lain.”
“Sungguh?” Mata Helena tampak penuh harap.
Matthew mengangguk. “Tapi lain halnya jika mereka menggangguku duluan.”
Artinya, akan ada hari seperti ini lagi ke depannya. Wajah Helena menjadi sedih.
“Mendekatlah.” Matthew memegang belakang kepala Helena agar mendekati wajahnya. Kemudian menempelkan bibirnya di bibir pacarnya.
Ciuman panjang itu berhasil membuat Helena melupakan kekhawatirannya dan membuat di menjadi lebih rileks. Tanpa melepaskan tautan bibir mereka, Matthew mulai membaringkan Helena.