The One And Only [END]

Oleh TriaPutri-

134K 11.3K 1.3K

Nabila mengira, selama ini ia hanya mengagumi pria itu, tapi lambat laun ia menyadari kalau kekaguman itu tel... Lebih Banyak

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
THR UNTUK KIDZZZ (19)
20
21
22
23
24
25
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40[END]

26

2.5K 271 32
Oleh TriaPutri-

🎶Novita Dewi - Sampai habis air mataku🎧🎶

Nabila saat ini sedang jalan bersama Dimas membawa beberapa buku pelajaran kelas mereka. Sebenarnya hanya Nabila, tetapi saat di persimpangan koridor tadi mereka bertemu dan Dimas menawarkan diri untuk membantu, Nabila sudah menolak namun Dimas tetap memaksakan diri.

Nabila mengetuk pintu, bu Rossa mempersilahkannya masuk. Nabila dan Dimas meletakkan buku itu di atas meja.

"Terimakasih ya Nabila, eh Dimas juga? Terimakasihya"

Dimas mengangguk tersenyum, Nabila juga begitu. Mereka pamit untuk kembali ke kelas.

Di perjalanan balik ke kelas, suasananya cukup canggung. Tidak ada pembicaraan di antara keduanya, dan Nabila tidak tertarik untuk memulai percakapan. Dia sibuk melamun di sepanjang jalannya, sudah dua hari dia dan Paul tidak bertegur sapa, rasanya seperti hampa.. dia tidak bersemangat sama sekali

"Nabila" panggil Dimas. Nabila tidak menjawab

"Nabila?" Panggil Dimas lagi, Nabila tersentak dari lamunannya dan menatap Dimas

"Ya?"

"Kamu kenapa? Kok melamun?"

Nabila melirik Dimas sekilas "ah, gak papa. Dimas aku duluan ya" Nabila ingin mempercepat langkahnya, tetapi Dimas keburu menarik tangannya

"Nabila, aku suka kamu"
.
.
.
.

"Dari mana Ul?"

Rony bertanya ketika Paul memasuki kelas, pria itu tidak menjawab. Mukanya tampak sangat datar walaupun sedikit tersirat raut kecemasan disana.

Paul menunduk sambil memejamkan matanya erat. begitu dia mendongak, Nabila dan Dimas baru saja memasuki kelas. Tersirat raut kebahagiaan di wajah Dimas, membuat Paul semakin takut dan serbah salah

Paul bangkit dari kursinya dan pergi keluar, bahkan lengannya tidak sengaja bertabrakan dengan lengannya Nabila saat gadis itu ingin duduk.

Rony, Anggis, dan Nabila menatap kepergian Paul dengan heran. Nabila dan Rony ingin mengejar Paul tetapi bel istirahat berakhir sudah berbunyi, mereka hanya bisa pasrah dan kembali duduk di bangku masing-masing

***

Nabila merasa ini sudah tidak benar lagi, Paul sedari tadi tidak mengikuti jam pelajaran kecuali saat bel pulang sekolah berbunyi dia hanya masuk untuk mengambil tasnya dan langsung pergi tanpa mengatakan apapun.

Nabila memasukkan bukunya dengan asal kedalam tas lalu dia pergi berlari menyusul Paul. Anggis ingin mengingatkan Nabila agar gadis itu tidak berlari, karna bagaimanapun juga kakinya tidak lama baru sembuh
Dari cedera

Rony menggeleng pelan memberi kode ke Anggis untuk membiarkan Nabila.

Di koridor yang padat saat ini, Nabila tidak perduli jika dia di tegur oleh beberapa murid karna menerobos mereka. Nabila berulang kali mengucapkan maaf hingga akhirnya dia bisa keluar dari kepadatan itu.

Nabila langsung berlari menuju Paul yang sedang menstarter motornya. Paul melihat kedatangan Nabila dan dia hampir ingin menjerit mengingatkan Nabila agar tidak berlari, tapi niatnya langsung di urungkannya

Nabila menatap Paul sesaat, lalu dia dengan segera duduk di boncengan pria itu. Paul menoleh "Nab?"

"Aku gak mau turun"

Paul membuka kaca helemnya, dia menatap Nabila. Nabila langsung menutup kedua kupingnya "aku gak mau dengar apapun. Aku ikut kemana kamu pergi"

"Tapi kamu hari ini ada latihan"

Nabila pura-pura tidak dengar, dia menatap keselilingnya sambil bersiul-siul kecil. Paul nyerah, dia menutup kaca helmnya dan mulai keluar dari perkarangan sekolah.

Di sepanjang perjalanan, sudah pasti tidak ada pembicaraan, keduanya masih sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing. Nabila menatap laut dengan kosong, seperti lukisan hingga dia akhirnya sadar kalau mereka memang sedang berada di pantai

Paul memarkirkan motornya, mereka berdua turun dan berjalan ketepi pantai. Masih membisu seperti tadi, keduanya hanya menatap laut sambil menikmati semilir angin yang memeluk mereka berdua

"Kamu kenapa ngediami aku dua hari ini?"

Nabila membuka pembicaraan. Tangannya yang berada di belakang punggung sedang saling meremas-remas.

"Aku gak ngediami kamu" ucap Paul

"Aku cuman lagi ngelatih diri buat gak cemburuan" Paul menatap Nabila, dia tersenyum paksa, senyum yang penuh kebohongan.

"Paul..."

"Kamu gimana? Tadi Dimas sudah ngutarakan perasaanya kan?" Potong Paul ketika Nabila ingin berbicara

Ha? Nabila terkejut. Matanya mendelik, mereka yang sedari tadi tidak bertatapan kini Nabila sudah menghadap Paul sepenuhnya.

"Kamu dengar sejauh mana?"

Mereka saling bertatapan, suara ombak mengisi indra pendengaran mereka saat keduanya saling diam

"Kenapa?"

"Jawab aja"

"Cuma sampai Dimas ngatakan cinta"

Nabila sudah menebak, jadi itu alasan kenapa Paul langsung pergi ketika dia dan Dimas memasuki kelas.

"Udah nguping! Salah faham, terus marah sendiri"

Nabila tampak kesal saat mengatakan itu "lain kali kalau nguping, di dengar sampai habis" lama-lama jadi Nabila yang emosi.

Kebiasaan Paul yang seperti ini harus di hilangkan, bukan sekali dua kali pria itu merasa tersakiti dan mendiamkan semuanya tanpa ingin membicarakannya. Jika semuanya terus di bawa diam, mau sampai kapan masalah mereka akan selesai?

Paul mengernyit, dia tidak ingin menjawab perkataan Nabila. Tadi, saat dia baru saja keluar dari toilet dan ingin kembali ke kelas, di persimpangan koridor dia mendengar Dimas mengutarakan perasaanya ke Nabila. Paul tentu saja terkejut, dia langsung bersembunyi di balik dinding, di intipnya sedikit untuk membuktikan apakah benar bahwa itu suara Dimas, dan benar saja.

Paul tidak ingin mendengar lebih jauh dan dia segera pergi dari sana tanpa meninggalkan jejak.

Benar dugaannya selama ini kalau Dimas menyukai Nabila, sebenarnya jika di fikir lebih dalam, dia tidak cemburu tanpa alasan. Teman lelaki Nabila bukan hanya satu, tetapi banyak, dan Paul tidak pernah cemburu sama sekali ke mereka, karna Paul tau mereka real berteman tanpa melibatkan perasaan

Berbeda dengan Dimas, karna itu Paul tidak bisa mengindahkan rasa cemas dan cemburunya, belum lagi Nabila, gadis itu tidak menyadari semuanya dan terlalu baik ke Dimas membuat pria itu semakin berharap. Sekarang semua terbukti, kalau dugaannya bukan hanya sekedar dugaan.

Serr...

Air pantai menyapu kaki mereka, Nabila tidak ingin melepaskan tatapannya dari Paul. Dia mundur selangkah untuk melihat pria itu lebih jelas.

"Kamu seharusnya nanya ke aku, bukan tiba-tiba ngediami aku. Kamu fikir enak di cuekin secara tiba-tiba?"

Nabila mundur lagi

"Kamu egois"

Lalu dia pergi dari sana, meninggalkan Paul sendirian di tengah keramaian manusia.

****

"Kak Paul ayo sekolah!!"

Syarla berusaha menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Paul, tapi sedikitpun kain itu tidak terlihat tanda-tanda akan tertarik. Syarla menghela nafasnya lelah, badannya yang mungil mendadak sakit pinggang karna terus-terussan membungkuk menarik selimut Paul, rasanya seperti tarik tambang

"Kalau kak Paul gak bangun, aku bakal dukung kak Nabila sama siapa tuh namanya? Dimas? Iya Dimas! Aku bakal dukung kak Nabila sama Dimas aja!"

Mendengar nama Nabila, Paul membuka matanya, dia duduk dengan rambut yang acak-acakan. syarla bersidekap, dia tersenyum licik. Bangun juga kan!

"Kamu duluan aja, nanti kak Paul nyusul"

Syarla memicing tidak percaya

"Benerann.. udah kamu pergi nanti terlambat"

"Beneran loh yaa.. awas kalau bohong"

Syarla keluar dari kamar Paul, dia mengambil tasnya yang ada di kursi meja makan dan segera pergi untuk kesekolah.

Drrt..drtrtt...

Panggilan dari Alvin. Syarla mengernyit "halo?" Ucapnya saat panggilan itu tersambung

"Kamu udah berangkat?"

"Belum, lagi nunggu ojek online"

"Jangan! Pergi bareng aku aja, aku ada di depan rumah kamu"

Ha??

Syarla mendongak, benar saja Alvin baru sampai di depan rumahnya bersamaan dengan ojek pesanannya.

Syarla berlari mendekati mereka berdua "kamu kenapa mendadak sih?" Gumamnya ke Alvin, Alvin tidak menyahuti, dia menatap ojek online

"Maaf ya pak, gak jadi. Tapi saya bayar aja ya, berapa pak harganya?"

Bapak ojek awalnya ingin protes, tapi ketika mendengar Alvin akan membayarnya dia langsung sumringah, tidak kehabisan minyak tapi dapat duit! Hehe.

Setelah membayar tukang ojeknya dan bapak itu pergi, Alvin langsung menatap Syarla yang memasang tampang cengo

"Mingkem" ucap Alvin

Syarla langsung mingkem, dia kedip-kedip dan memukul lengan Alvin

"Aw! Kok di pukul sih?"

"Siapa yang nyuruh lo ngusir bapak ojeknya? Ha?"

"Loh? Kan ada gue" Alvin menunjuk dirinya sendiri dengan bingung

"Siapa yang bilang gue mau berangkat bareng lo??"

"Terus lo mau berangkat bareng siapa? Gak ada pilihan lagi selain aku! Udah ayok naik!" Alvin menstarter motornya dan bersiap-siap, tapi Syarla tidak perduli, dia sibuk dengan handphone nya.

Gak jelas nih mereka, kadang aku-kamu, kadang lo-gue. Terserah Alvin dan Syarla saja.

"Mau ngapain?" Tanya Alvin

"Mesan ojek lagi lah"

"Ih ngapain?? Aku gak ada duit lagi buat bayar tukang ojeknya. Udah kamu pergi bareng aku aja kenapa sih?? Apa aku semenjijikan itu ya?" Alvin bertanya dengan ekspresi sedih yang di buat-buat

"Iya" jawab Syarla tegas.

Buset.

Alvin segera menarik handphone Syarla dan mengantonginya di kantong celana

"Alvin! Balikin hp aku!"

"Nih, ambil aja" Alvin menunjuk kantongnya dengan dagunya. Syarla yang melihat itu langsung memasang tampang siap tempur, Alvin jadi takut juga

"Udah buruan dongg, nanti kita telat. Emang kamu mau di suruh lari lapangan sama bersihin toilet? Aku sih ogah!"

Haa.. Syarla menghela nafasnya, masih pagi tapi sudah di hadapkan dengan manusia seperti Alvin. Dia menengadah dan mengangkat tangannya seperti berdoa

"Amin" ucap Alvin tanpa tau apa yang Syarla keluhkan. Syarla berdecih dan dia naik ke boncengan

"Mana helm aku?"

"Nihhh, jangan marah-marah dong. Masih pagi juga. Mau rezekinya di patok ayam?"

Nyenyenye,, Syarla mengejek Alvin di belakang punggung pria itu

"Aku liat lhoo.."

Ternyata Alvin sedang memantaunya dari kaca spion, Syarla meliriknya dan menjulurkan lidahnya sambil memakai helmnya. "berangkat!" Serunya

***

Paul sedang mengutip sebagian sampah yang ada di sekitaran lapangan basket sendirian. Kenapa bisa mengutip sampah? Ya sudah jelas karna dirinya telat.

"Tumbenan telat?"

Ada langkah kaki yang mendekat dan berhenti di sampingnya, Paul melirik sepatu itu dan sudah bisa menebak siapa pemiliknya

Paul berdiri setelah selesai mengutip sampah di bagian sini, dia berjalan melewati orang yang tadi mengajaknya berbicara menuju ketempat satunya lagi

"Sini biar di bantu"

Orang itu mengikuti Paul dan juga membantunya mengumpulkan beberapa sampah, mereka membungkuk saling membelakangi dan jalan mundur hingga saling menabrak satu sama lain

Paul berdecak, dia menolah

"Sory" ucap orang itu

Paul tidak menjawab dan lanjut mengumpulkan sampahnya

"Paul"

Paul diam saja

"Semalam, gue ngungkapin perasaan ke Nabila"

Haa.. Paul akhirnya meresponnya, pria itu berdiri tegak, dia berbalik menatap Dimas. Ya, seseorang yang datang menemuinya adalah Dimas

"Gue suka sama Nabila. Dan akan terus begitu"

Dimas menatap Paul yang menatapnya dengan dingin, pria itu tidak memiliki ekspresi apapun saat ini selain wajahnya yang datar

"Gue masih ingin memperjuangkan dia" ucapnya lagi

Haha, Paul tertawa tanpa ekspresi. Dia berbalik melanjutkan hukumannya tanpa ingin meladeni Dimas.

"Tapi kayaknya gue gak bisa"

Ucapan Dimas berikutnya membuat Paul diam

"Karna Nabila sukanya sama lo"

Saat di koridor semalam, sebenarnya Dimas tidak memiliki niat untuk mengutarakan perasaanya secara tiba-tiba. Dia menyukai Nabila sejak pertama kali dia menatap wanita itu, entahla mungkin ini yang di bilang dengan cinta pandangan pertama.

Tetapi belakangan ini Nabila seperti menghindarinya, awalnya Dimas tidak terlalu sadar, hingga saat dia mencoba berinteraksi dengan gadis itu, tanggapan Nabila tidak seperti biasanya.

Dimas berfikir apakah sebenarnya Nabila sudah tau tentang perasaanya sehingga gadis itu menjaga jarak? Maka semalam Dimas ingin memastikannya, dan ternyata benar

"Aku suka sama kamu"

Dia masih ingat bagaimana ekspresi Nabila ketika dia mengatakan itu. Nabila hanya terkejut sedikit seperti sudah tau kalau ini akan terjadi

Nabila diam mematung

"Aku tau, kamu pasti udah tau kan kalo aku naruh perasaan ke kamu? Mangkanya belakangan ini kamu menghindar dari aku"

Dimas tersenyum kecil, dia menatap Nabila yang berdiri di depannya. Nabila menunduk sesaat sebelum mengangkat wajahnya dengan senyum sopan.

"Dimas, kamu orang yang baik. Tapi maaf, aku gak suka sama kamu"

Dimas tertawa kecil, dia ngangguk-ngangguk "aku udah tau"

"Tapi bolehkan kalau aku terus berusaha?" Ucapnya lagi

Nabila menggeleng "jangan. Aku bakal ngerasa bersalah kalau biarin kamu terus-terusan berjuang untuk aku. Aku gaakan pernah bisa ngebuka hati buat kamu, Dimas"

"Kenapa? Aku gak masalah kok. Ini keputusan aku, aku ya--

"Dimas jangan" potong Nabila "tolong jangan"

"Kenapa sih Nab? Kamu curiga sama aku karna kita belum kenal lama ya? Oke, aku bakal buktiin kalau aku beneran suka sama kamu, mangkanya kamu kasih aku kesempatan ya?"

Dimas mendekat, dia ingin meraih tangan Nabila tetapi Nabila langsung mundur menghindar

"Bukan karna kita baru kenal. Aku tau kamu orang yang baik. Tapi aku sendiri udah suka sama orang lain"

Ohh... Dimas mengangguk mengerti, itu adalah alasan yang paling masuk akal kenapa Nabila tidak memberinya kesempatan buat dia berusaha. Kenapa dia tidak kepikiran?

"Boleh aku tau siapa?"
"Paul" jawab Nabila cepat, sangat cepat. Seolah mengatakan kalau dia tidak ragu sama sekali.

Dimas diam sesaat, dia mengangguk mengerti "yaa.. Paul orang yang baik" ucapnya sambil tersenyum. Nabila mengangguk

"Aku rasa aku gaakan bisa ngegantikan Paul di hati kamu kan?"

Lagi-lagi Nabila mengangguk

"Kalau gitu, boleh kita berteman saja?"

Nabila diam sesaat lalu dia mengangguk pelan

"Boleh. Asalkan kamu juga bisa menjaga batas, sewajarnya saja seperti pertemanan yang biasanya" Nabila tidak ingin Paul salah faham lagi

Dimas mengangguk, dia tersenyum cerah walaupun didalam hati dadanya terasa sesak. Baru sekali ini merasakan cinta pandangan pertama, belum juga mekar eh malah layu.

"Iya. Aku janji"

.
.
.

Paul mendengar cerita Dimas, dia tidak tau harus bagaimana sekarang ini, ingin tersenyum tetapi ada Dimas yang bersamanya.

Paul hanya bisa mengusap-usap pucuk hidungnya untuk mengalihkan rasa salting yang di rasakannya.

Paul jadi ingat perkataan Nabila saat mereka berada di pantai, itu sebabnya Nabila begitu marah dan pergi begitu saja. Paul jadi merasa bersalah kepada gadis itu

Paul bangkit dari duduknya dia ingin menjumpai Nabila, tetapi baru dua langkah dia berbalik menghampiri Dimas yang masih duduk menatap heran kearahnya

"Katanya lo mau bantuin gue kan? Nih" Paul menyerahkan kresek yang sudah terisi beberapa sampah kering, dia pergi dan berbalik lagi, agak canggung tetapi dia tetap menepuk pundak Dimas dua kali "makasih ya" lalu dia pergi, benar-benar pergi

Dimas menatap kresek di tangannya dengan cengo. Serius nih dia disuruh ngutip sampah? Sama orang yang seharusnya menjadi saingannya? Gak salah nih? Dia masih patah hati karna di tolak sama Nabila, eh sekarang malah disuruh ngutip sampah sama Paul.

Dasar si Paul!

***

Maaf karna author masih belum bisa profesional ekwwk, masih ngandalkan mood buat nulis. Aku ngerasa bersalah ke kalian kidzz, semoga kalian suka ya sama part ini. Part ini gak akan aku lupain, karna nulisnya sambil patah hati. Betul-betul patah hati. Hehe. Aduhh lebay bingitzzz🌚🌝🙈

Maaf kalo kurang memuaskan🙏

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

1.7M 63.1K 28
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.1M 43.8K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
825K 100K 13
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
5.9M 329K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...