Tersenyum sebuah kata yang sering dilakukan kebanyakan orang untuk menutupi keadaanya. Tapi disisi lain, senyum itu samgat berarti dalam kehidupan, trrkadang keegoisan ini dapat luluh oleh senyuman, tapi entahlah...
Trying To Stay
_Nblaasyfaa🍂
_______________________________
Suhu dingin dari puncak gunung ini sangat terasa ke dalam kulit, mungkin jika tidak pakai jaket tebal ini akan membuat tulang sampai beku akibat cuaca dinginnya.
"Jadi kapan nih kita balik?" tanya Afzal pada teman temannya.
"Ngapung (terbang) aja biar cepet, gak perlu turun puncak dulu," jawab Maulana asal membuat terkena pukulan ringan dari Bagas.
"Sekate kate aje klo ngomong, mimpi mulu sampe jatoh sama kenyataan," ucap Bagas dengan logat yang tak abstrak.
"Udah berantem mulu kek anak kecil, rencana gue kita makan dulu disini bentar trus nanti kita turun," jelas Amran dengan tenang.
Tiba-tiba suara gemuruh besar terdengar ke telinga masing-masing, gemuruh itu besar sekali, tak ada yang bisa menyangkal bahwa gemuruh itu kecil. Akhirnya runtuhan tanah dan batuan itu turun dengan deras, lereng gunung itu terjadi longsor, bagaimana dengan nasib mereka?
***
Mayra
Nit? Ikut yu jalan bareng kak Azwar, sekalian hangout katanya. Ikut ya? Deket kok, ntar gue kasih tau jam berapa nya.
Sama kak Amran? Dia belum balik May, ntar gue nunggu dia dulu.
Eh... gapapa lu aja sendiri lagian sama gue jugakan? Jdi ada mahramnya gue, gak cuman Azwar doang.
Gimana nanti aja.
Kasian Nit, kak Azwar pen ngumpul katanya, gue harap lo ikut si biar gak ngecewain juga.
Cuman lu berdua?
Iyaa, mangkanya gue ajak lo biar agak rame gitu.
Dimana?
Bumi perkemahan cibubur, nanti jam 9 pagi. Gimana mau kan?
Gue usahain.
Okee, gue tunggu ya Nit....
Hanya itu percakapannya, entahlah rasa aneh memenuhi benak pikirannya, 'gak biasanya' itulah yang terlintas dipikirannya, apalagi sekarang hari Minggu juga, ya kalau dipikirkan emang si weekend, tapi besok kan dah harus masuk sekolah? Sudahlah mungkin ikut dulu juga gapapa, pakaian simple juga jadi gak perlu yang ribet.
"Assalamu'alaikum, Nit.." ketuk seseorang terhadap pintu kamarnya, dengan sigap Ia segera membuka pintu kamarnya dan terlihat seorang wanita paruh baya tersenyum hangat padanya, Ia pun membalas senyuman itu namun hanya senyuman tipis.
"Wa'alaikumussalam mah, kenapa?" tanya Qanita pada ibunya.
"Makan dulu yuk," ajaknya diangguki Qanita.
Mereka makan bersama diruang makan, walaupun diantara mereka ada yang kurang, ya tak ada Amran diantara mereka, Qanita telah memberi tahu keluarganya bahwa Amran izin muncak beberapa hari yang lalu.
"Alhamdulillah... kerjaan papah udah membaik sekarang," ucap Ayahnya.
"Alhamdulillah...." ucap syukur keduanya dengan hangat.
"Amran kapan pulang, Nit? Dia bilang sama kamu gak?" tanya Ibunya.
"Katanya 3 hari, tapi gak tau kapan pulangnya," jawab Qanita diakhiri minum air hangat didepannya.
"Mah, Pah... aku izin keluar bentar, ada urusan soalnya. Insyaa Allah gak lama," sahut Qanita tiba-tiba.
"Iyaa, tapi inget harus bisa jaga diri!" peringat Ayahnya dengan hangat.
"Hati-hati.." ucap Ibunya dengan tersenyum.
"Iya Pah, Mah... Assalamu'alaikum," pamit Qanita pada kedua orang tuanya.
"Wa'alaikumussalam," jawab keduanya beriringan.
****
Abang
Rez? Lu dirumah gak? Jemput gue di Bandara bisa gak? Gue dah nyampe ni beberapa menit yang lalu.
Bandara mana?
Yang biasa gue pake, masa lu gak tau?
Tunggu 10 menit.
Dengan segera Ia menyambar kunci mobilnya dan jaket yang selalu Ia pakai.
"Rez mau kemana?" tanya Bundanya yang berada diruang keluarga.
"Jemput abang," jawab Reza lalu sekalian pamit pada Bundanya.
"Abang kamu pulang sekarang? Katanya minggu depan,"
Ia mengangkat bahu, lalu menjawab, "gak tau Bund, aku pamit dulu, Assalamu'alaikum," pamit Reza lalu meninggalkan rumahnya.
***
"Gue kira lu gak bakal dateng, eh taunya lagi baek ceritanya?" Goda Abangnya jahil.
"Bersyukur dijemput, gak digantung,"
"Digantung apaan tu? Lu dah nganter gue sibuk gak?" tanya abangnya dengan hangat.
"Gue mau keluar dulu, masalah lama atau nggaknya gue gak bisa nentuin gimana nanti aja," jawab Reza menjelaskan.
"Oh.... yaudah, emang berangkat jam berapa?" tanya Abangnya dengan penasaran.
"Setelah nganter abang," balas Reza yang duduk disamping abangnya.
"Oh gitu? Gimana kalau ni kemudi gue puterin dulu ke toko kue?" tanya Abangnya seraya fokus pada kemudinya.
"Terserang abang aja, asal jangan lama," ucap Reza.
"Oke,"
Setelah keperluan di toko kue selesai, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah mereka.
***
Disisi lain yang berbeda, Azwar sedang mengotak atik handphone nya, seperti sedang menghubungi seseorang yang sulit dihubungi.
"Kenapa susah dihubungin ni temen?!" seru Azwar dengan kebingungan.
"Kak Az!! Liat ada berita gak?" teriak Mayra kepada Azwar.
"Berita apa?" tanya balik Azwar menghampirinya.
"Nih!" ucap Mayra dengan memberikan sebuah berita itu pada Azwar.
Azwar hanya mengerutkan dahinya, lalu bertanya pada Mayra. "Trus apa hubungannya?"
"Ya ngga ada, kali aja gitu buat informasi aja, gini amat dah punya abang!" seru Mayra lalu pergi meninggalkan Azwar sendiri.
"Dasar cewek, gitu mulu," ucap Azwar pelan dengan menggeleng gelengkan kepalanya.
"Gue denger ya kak!" teriak Mayra dengan kencang membuat Azwar terkejut.
Azwar hanya menggelengkan kepalanya bingung atas sikap Mayra yang aneh.
***
Qanita telah sampai ditempat tujuan, memang bisa dibilang tempat ini sepi, entahlah mungkin biasanya tempat ini ramai tapi kenapa saat ini tak ramai?
Ia masih menunggu, mana katanya Mayra sama Azwar? Kenapa masih belum ada?
Tiba-tiba seseorang membekapnya dari belakang, dengan sigap Ia segera menginjak salah satu kaki orang itu. Sayang sekali, obat bius tersebut ada yang menyengat ke hidung Qanita, beruntung Ia masih bisa mengendalikan keseimbangan tubuhnya.
Orang tersebut menyerang Qanita, Iapun menyerang balik orang itu. Tak diduga orang itu membawa senjata tajam, ya benda itu bisa dikatakan seperti pisau lipat yang siap menancap ke dalam tubuh Qanita.
Dengan lihai Qanita membalas dan menghindar setiap aksi yang dilakukan oleh sang lawan, sampai pada titik akhirnya tubuhnya sudah lemas karena bius dari kain yang dipakai untuk membekapnya.
"Lu siapa si, hah?" tanya Qanita dengan pelan namun dingin, bisa dibilang sebuah perkataan horor namun dengan tubuh yang sudah melemas.
"Lu gak perlu tau gue siapa!" serunya dengan lebih menakutkan, antara suara serak namun ada suara lembut, jadi dia wanita atau lelaki?
Tepat disaat orang itu siap menancapkan senjata ke dalam tubuh Qanita, disaaat itu pula seseorang segera menendang tangan orang itu yang membawa senjata tajam, sehingga sasaran menjadi tergeser ke bagian bahu Qanita, ya sebuah goresan senjata itu mengenai tubuh Qanita.
Srttt....
Dengan sigap seseorang itu mengambil alih pertarungan, bukan pertarungan si maksudnya perkelahian mungkin.....
Setelah dirasa orang itu menyerah dia kabur dengan lincah, awalnya seseorang itu hendak mengejar namun Ia teringat.. seseorang disampingnya harus segera mendapatkan oertolongan dokter.
'Gue telat... harusnya gue tadi lebih awal ke sini....' batinnya menyesal namun tak bisa berbuat apa apa.
"Nit? Lo gapapakan?" tanyanya dengan pelan.
"Kak Rez..." ucap Qanita pelan lalu tenaganya bagai terkuras habis begitu saja sampai Ia melemah seperti ini.
Tak lama kemudian, datanglah beberapa mobil dengan suara sirine yang memekakkan telinga. Ya, apalagi kalau bukan para movik polisi itu?
Semuanya turun dengan lincah, namun mereka bingung harus mengejar kemana?
"Pak! Tadi dia lari ke arah dalam, sebelumnya mau saya kejar namun ada seseorang yang terluka disini," ucapnya menjelaskan, mereka mengangguk mengerti lalu pergi mencari dengan berpencar.
"Sini kami bantu!" tawar beberapa polwan terhadapnya, Ia mengangguk lalu memberikan arahan kepada beberapa polwan itu.
"Masukkan saja ke mobil saya, biar saya antar dia ke rumah sakit... atau dari salah satu ibu mau mengantarkan kami agar tak menimbulkan fitnah," tawarnya dengan sopan.
"Biar saya saja, Nak." tawar salah satu dari para polwan. Ia mengangguk cepat lalu segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat.
***
"Luka pasien cukup dalam, sehingga kulitnya harus dijait agar lebih cepat proses pemulihan," ucap sang Dokter keluar dari ruang pemeriksaaan.
"Lakukan saja, Dok. Asalkan beliau baik baik saja," jawab Reza spontan membuat sang Dokter mengangguk paham.
Sang polwan yang berada disampingnya bingung, antara harus menanyakan atau tidak? Apa yang harus Ia lakukan?
"Kamu sama wanita itu ada hubungan keluarga?" tanya polwan itu dengan hati hati, namun dapat menyadarkan Reza dari lamunannya.
Pikirannya berfikir harus menjawab apa? Sedangkan Ia dengan Qanita tak ada hubungan darah sama sekali, paling hanya sebatas teman atau bahkan kenal dari pertemanan kedua orang tuanya, bagaimana ini? Apa yang harus Ia jawab?
"Pasien sudah kami tangani, kondisinya membaik, saya harap Ia lebih banyak istirahat dahulu dan jangan terlalu banyak kegiatan," ucap Dokter tiba tiba yang datang tanpa ada angjn bahkan hujan.
'Alhamdulillah....' batin Reza mengucap syukur.
"Baik, Dok. Terimakasih," ujar Reza lalu Dokter itu mengangguk dan pergi.
"Nak, karena saya rasa semuanya telah selesai, saya izin pamit je kantor karena ada kerjaan yang lain yang harus saya selesaikan," pamit polwan itu pada Reza.
"Iya bu, terimakasih atas bantuannya."
"Sama-sama, Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumussalam,"
Karena bingung harus melakukan apa, akhirnya Ia menghubungi sahabat terdekatnya, Aldi tujuannya berhubung dia juga punya adik perempuan jadi tak apalah minta tolong padanya.
'Assalamu'alaikum, Al!'
'Wa'alaikumussalam. kenapa, Rez?'
'Lu sama adek perempuan lu maen sini yok!'
'Kemana?'
'RS!'
'Lah? Siapa yang sakit?'
'Ntar gue jelasin, yang penting lu sama adek lu dulu ke sini.'
'Kenapa harus sama adek gue?'
'Dateng aja dulu ya, ntar gue jelasin sama lo, Al!'
'Yaudah... gue otw, sharelock dimananya.'
'Sip, makasih bro. Assalamu'alaikum.'
'Wa'alaikumussalam,'
______________
Bismillah......
Thank dah baca....
Ntar gue lanjutin kelanjutannya dichapter selanjutnya......
Jangan lupa minum obat klo klean sakit....
Allah always with you, dont felling your life very bad, because Allah know that you can do it. Spirit......
_Nblaasyfaa🍂