YOUNG PAPA

By TintaTiway_

26.4K 5.6K 6.9K

Young Papa [SeulYong] COMPLETED "Maaf gi." "Ngga ada gunanya juga minta maaf, semua udah terjadi. Impian gue... More

prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
SPESYAL CAST
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
epilog
ekstra chapter 1
ekstra chapter 2

35

339 95 121
By TintaTiway_

Suatu saat, kamu akan sangat merindukan sesuatu hal yang pernah kamu rasakan saat dulu bersama,
ketika kamu kehilangan momen tersebut

Setelah sempat koma selama lima hari, kini kondisi Tiffany sedikit lebih membaik. Hanya saja, wanita itu begitu kaget dan tidak bisa menerima kenyataan kalau suaminya pergi dan dirinya juga mengalami lumpuh di kakinya. Selain itu, dokter juga memvonis bahwa ia mengidap kanker hati yang disebabkan karena terlalu banyak mengonsumsi alkohol.

Hari ini adalah hari pertama Yuna resmi menjadi siswa di salah satu TK milik keluarga Choi. Sepulang sekolah, Yuna merengek untuk ikut menjemput Tiffany pulang dari rumah sakit.

Joy dan Yuna lebih dulu ke ruangan Tiffany, sedangkan Taeyong memisahkan diri mengurus administrasi. Setelah semua selesai, mereka segera menuju kontrakan yang sudah disewa Taeyong. Tidak besar, tapi cukuplah untuk tinggal bersama sekeluarga.

Taeyong mengangkat tubuh Tiffany dan membawanya ke kamar yang sudah disiapkan. Dari tadi, wanita itu hanya diam tak bergeming mungkin karena masih  shock sama semua yang terjadi padanya.

"Mama istirahat yang cukup ya, Taeyong mau lanjut kerja dulu. Kalau ada apa apa, di rumah ada Joy sama Yuna," ucap Taeyong sembari mengusap dahi Tiffany.

Melihat sampai sekarang Tiffany tidak merespon, Taeyong pun berdiri dan berjalan keluar tanpa menutup pintu kamar mamanya. Menghampiri Yuna yang baru saja selesai berganti pakaian. "Yuna, ayah balik kerja dulu ya. Kalau nenek panggil, kamu ke kamarnya, ok?"

"Ok ayah, Yuna mau belajar di kamar nenek aja."

"Pintar anak ayah, baik baik di rumah ya. Bilangin tante Joy kalau ayah udah berangkat lagi."

"Pasti ayah, siap," jawab Yuna sambil menggendong tasnya menuju kamar Tiffany.

Sampai di luar rumah, Taeyong berpapasan dengan Jennie yang baru saja pulang membawa barang belanjaan. Memang deh orang itu tidak pernah memikirkan ekonomi keluarga yang semakin menurun.

"Dari mana saja Lo?" tanya Taeyong sinis.

"Ya shopping lah, mau ngapain lagi emang. Oh ya, mama udah boleh pulang kan? Berarti, jatah belanja gue balik normal lagi dong?"

Plak....

Jennie mengusap bekas tamparan Taeyong dipipinya. "Kok aku ditampar sih kak, kan bener aku ngomong!" protesnya.

"Bener apanya ha? Lo ngga capek apa dimanfaatin sama cowok Lo terus? Ha?"

"Maksud kakak apa sih, aku ngga paham tau. Orang cowokku ngga kaya gitu ko," elaknya, tapi Jennie juga sedikit berfikir tentang apa yang diucapkan Taeyong barusan.

"Jadi cewe ko goblok banget. Cowok Lo tuh cuma manfaatin duit Lo, bukan cinta sama Lo."

"Ya kakak juga goblok, Jennie mau nikah sama kakak tuh juga karena cuma mau duit kakak. Tapi sekarang apa, kakak bangkrut, Jennie nyesel tau ngga nikah sama kakak."

"Jadi Lo mau pisah sekarang?"

"Kalau iya kenapa?" balas Jennie sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ok, gua akan urus semua secepatnya," ucap Taeyong final.

Wanita itu membalikkan badannya dan kembali pergi dari rumah. Taeyong menghela nafasnya panjang melihat kepergian Jennie, tapi biarlah dia pergi, setidaknya sedikit mengurangi beban Taeyong juga.

Yuna mendudukkan dirinya di karpet, tepatnya di bawah Tiffany istirahat. Gadis kecil itu mengeluarkan buku barunya yang berisi titik-titik yang sudah membentuk sebuah huruf, sedangkan anak itu tinggal mengetarakannya.

Sedang asik mengerjakan, pensil yang gadis itu gunakan patah. Gadis itu hanya bisa mendengus, menyangga wajahnya dengan kedua tangannya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Uhuk, uhuk, uhuk...."

Yuna beranjak dari duduknya, gadis itu mendapati Tiffany yang tengah kesulitan untuk duduk. "Nenek udah bangun?"

Tiffany hanya diam dan memandangi wajah cucunya dari atas sampai bawah. Yuna yang merasa aneh karena tatapan Tiffany pun bertanya. "Nenek haus?"

Wanita paruh baya itu hanya mengangguk sebagai jawaban, dengan cepat Yuna mengemasi buku-bukunya di bawah dan keluar untuk mengambil air putih untuk Tiffany.

Tak butuh waktu lama, Yuna sudah kembali dengan segelas air putih dan satu sedotan di tangannya. Anak itu terdiam agak lama di samping kasur neneknya, ia bingung bagaimana cara dia membantu neneknya minum orang neneknya aja ngga kuat untuk duduk, dan pastinya dia juga belum bisa membantu Tiffany untuk beranjak duduk.

"Nenek, Yuna ngga kuat bantu nenek duduk," ucap Yuna dengan wajah bingung sekaligus sedikit takut.

"Panggil tante Jennie, suruh nemenin nenek sini," pinta Tiffany yang juga ikutan kebingungan.

"Tapi tante Jennie lagi ngga ada dilumah, dali kemalin pelgi dan tadi mau pulang tapi sama ayah di malahin," jelas Yuna polos.

"Joy?"

"Tante Joy lagi ngeljain tugas nek, kamalnya dikunci."

Helaan nafas panjang keluar dari mulut Tiffany. Wanita itu sedikit memiringkan kepalanya. "Taruh gelasnya disamping nenek sini," pintanya, dan Yuna hanya menurut dan meletakkan gelas itu di samping bantal Tiffany.

Tiffany menggerakkan tangannya untuk memegang gelas yang akan diletakkan Yuna, namun Yuna buru-buru melarangnya dan tetap memegangi gelas itu. "Bial Yuna aja yang pegang nek."

Hanya menurut dan segera meminum air itu dengan susah yang bisa Tiffany lakukan. Wanita itu sebenarnya cukup kesal dan ingin marah karena baru bangun sudah melihat Yuna dilamarnya, namun bagaimana lagi, mau tak mau ia harus baik sama Yuna saat ini.

Selesai membantu Tiffany minum, Yuna meletakkan gelas tadi dia atas nakas. "Nenek," panggilnya lembut. "Yuna mau belajal di bawah ya, nanti kalau nenek mau minum lagi, panggil Yuna," pamitnya sebelum mendudukkan dirinya di karpet.

Tiffany hanya mengangguk, memandangi Yuna yang mulai mengetarakan titik-titik yang tersedia di buku. Anak itu cukup serius, bahkan jika ada satu garis yang agak keluar pun ia hapus dan ulangi lagi sampai benar-benar pas.

"I," ejanya sambil mengetarakan huruf 'i'. "Be," lanjutnya. "U," ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ibeu," ucapnya dengan riang setelah menyelesaikan tiga huruf yang ia ketarakan.

Tiffany yang melihatnya sedikit tertawa, ya dirinya tau kalau dulu Seulgi selalu mengajari kedua cucunya belajar menulis, berhitung, atau mengeja kata-kata sederhana. Tapi, mungkin Yuna masih bingung dalam membacanya.

"Yuna, cara bacanya bukan ibeu, tapi ibu," Tiffany berusaha membenarkan dengan masih terkekeh.

Yuna hanya menggaruk hidupnya yang tidak gatal dan sedikit berfikir karena masih belum paham.

"Kamu ini ada ada aja, udah ya, sekarang dilanjut dulu nulisnya, nanti belajar membaca sama tante Joy biar pinter."

"Hehe, siap nek."

"Ya udah, nenek mau tidur dulu ngga apa-apa kan?"

"Loh, tidur lagi?" tanya Yuna kaget.

Tiffany tersenyum melihat wajah kaget Yuna. "Iya emang kenapa?"

Yuna menggeleng cepat. "Ngga, apa apa ko, nenek tidur aja."

Seulgi baru saja pulang dari kampus, sampai di apartemen, wanita itu sudah disambut oleh Yura yang masih memakai seragam sekolah barunya. Disertai senyuman yang manis, Yura bernyanyi sambil menari di atas sofa.

Lelah dan kesal perlahan hilang berganti dengan rasa gemas dan ingin tau apa saja yang dilakukan anaknya di sekolah. Seulgi, berjalan menghampiri Yura di sofa, menarik tangan anaknya dan mendudukkan tubuh Yura di pangkuannya.

"Buna, tadi Yula punya temen banyak, kita mainan belsama dong," ucap Yura sombong.

"Oh ya? Terus tadi di sekolah diajari ngapain aja kamu?"

"Nulis nama, sama gambal kelualga."

"Coba mana bunda mau lihat."

Yura mengambil tasnya di meja belajar dan membawanya ke arah Seulgi. Mengambil dan menunjukkan gambar dengan sedikit coretan warna didalamnya.

"Bagus kan Buna?" tanya Yura sambil menyodorkan gambarnya ke arah Seulgi.

Terkejut? Pasti lah, bagaimana tidak, yang Yura gambar bukan seperti yang Seulgi bayangkan. Anak itu justru menggambar dirinya, Yura, dengan Kun.

"Ba-bagus kok, tapi kenapa sama om Kun?"

"Ayah Tae punyanya kakak, nanti aku dimalahin. Ya udah aku gambal om Kun aja," jawab Yura polos.

Seulgi hanya mengangguk, ia tak mau membahas lebih tentang gambaran Yura. Bertepatan dengan itu, Kun datang dengan membawa beberapa berkas ke apartemen Seulgi.

"OM KUN!" teriak Yura girang sambil berlari ke arah pria itu. Kun pun dengan sigap merentangkan tangannya dan membawa Yura kepelukannya.

Kun berjalan menghampiri Seulgi yang tengah membereskan buku-buku milik Yura ke dalam tas. Pria itu lalu mendudukkan dirinya di sofa dan meletakkan berkas yang dibawanya di atas meja.

"Gi, ini ketinggalan di mobil. Lo mau coass di RS mana? Jadi yang SM Hospital Singapore?"

Masih dalam aktivitas yang sama Seulgi menoleh. "Iya, lagian RS nya juga bagus banget. Siapa tau habis itu bisa dapat kerja disana juga."

Kun hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Mata pria itu beralih pada lembaran kertas di tangan Seulgi. "Gi, itu Yura yang ngegambar?"

Terkejut? Pasti lah. Dengan cepat Seulgi memasukkan semua buku ke dalam tas lalu menutupnya rapat. "Oh, iya. Bentar ya, biar aku taruh dikamar dulu," pamit Seulgi sambil beranjak menuju kamar.

"Om, Yula pinjam Dino ABC nya boleh?" tanya Yura berusaha mengambil iPhone Kun di dalam saku.

"Nanti aja deh, sekarang om mau tanya sama Yura," jawab Kun sambil memegang kedua tangan Yura. "Enak ngga sekolahnya?"

Yura mengangguk. "Enak, tapi disini semua olang ngomongnya aneh, ngga kaya kita."

Kun mencubit gemas perut Yura, senyum pria itu terukir indah diwajahnya disertai lesung pipi yang menghiasi pipinya. "Ya disini semua pake bahasa melayu, ngga kaya kita kan pake bahasa Indonesia."

"Kaya Upin Ipin ya om?"

"Nah, kamu tau."

"Tadi pagi, Adin sama Yelin diantal sama mami papinya. Cuma Yula yang diantal bunda doang, meleka bilang Yula ngga punya papi," adu Yura sambil meremas tangannya. "Tadi juga disuluh ngegambal kelualga, tapi Yula diketawain kalena yang Yula gambal wajah om."

Diam dan mendengarkan semua curahan hati Yura yang bisa Kun lakukan. Tapi mengapa bukan Taeyong yang Yura gambar. "Loh, kan Yura tinggal bilang ayah lagi di Indonesia sama kakak."

"Yula udah bilang om, tapi kata meleka, ayah Tae bukan ayahnya Yula, tapi ayah Tae itu ayahnya Kaka Yuna."

Kun membawa anak itu kepelukannya, mengelus rambutnya, tak lupa juga mengecup kening anak itu beberapa kali. "Dengar om Kun. Kalian kan kembar, ngga mungkin ayah cuma sayang sama kakak aja."

"Yula mau sekolah diantal mami sama papi juga, kaya teman-teman yang lain."

Hembusan nafas panjang keluar dari hidung Kun. Ia bingung akan menjawab apa, untung saja Seulgi sudah kembali. Pasti ada jawaban bijak dari ibu muda itu untuk anaknya.

"Hey Yura, kan bunda udah janji bakal terus antar Yura tiap pagi. Kamu ngga suka ya bunda yang antar?" tanya Seulgi sembari mendudukkan dirinya di samping Kun.

Wajah cemberut juga gelengan yang dilakukan Yura. "Ngga ko Buna, Yula mau sama Buna."

"Nah, kalau gitu, Yura kudu selalu bersyukur ya meski cuma bunda yang antar. Ingat, teman-teman kamu bukan Adin sama Yerin aja. Coba tanya teman yang lain, ada kok pasti yang ngga diantar bundanya."

"Iya Buna, Yula minta maaf. Tapi, boleh ya Yula nginep di unit om Kun?" tanya Yura sambil menunjukkan puppy eyesnya.

Seulgi selalu kalah jika Yura bertingkah lucu seperti itu. "Heh, mau ngapain? Disini aja, masa bunda ditinggal."

"Yula mau nonton Dino ABC Buna, di kamal om Kun, bagus."

"Tapi nanti kasihan om Kun dong, kudu urusin kamu."

"Ngga usah khawatir Lo, Yura akan aman sama gue. Lagian, dia juga pasti bosen ngga pernah keluar," sahut Kun meyakinkan.

"Tapi kak...."

"Udah Lo tenang aja, siapin baju ganti Yura gih, biar mandi sama makan malam di unit kakak," pinta Kun.

Seulgi hanya menurut, wanita itu buru-buru ke kamar untuk menyiapkan pakaian serta peralatan mandi milik Kun. Tak lupa juga boneka yang selalu menemani Yura tidur juga Seulgi siapkan. Padahal cuma pindah ke unit sebelah, ribetnya kaya mau pindahan lama aja.

Kembali dengan membawa paper bag dan boneka ditangannya. "Nih, baju, peralatan mandi, susu, semua ada di sini ya kak," ucap Seulgi sambil memberikan paper bag itu pada Kun.

"Bonekanya bial Yula yang bawa, Buna," ujar Yura sambil merentangkan tangannya mengambil boneka itu.

"Nanti kalau nangis, kakak telpon Seulgi aja, biar Seulgi yang jemput."

Kun kembali membawa Yura ke gendongannya. "Udah Lo jangan khawatir, Yura aman dan kakak pastiin dia ngga akan nangis."

Yura melambaikan tangannya ke arah Seulgi. "Bye Buna."



















































TO BE CONTINUED
_____________________________________

Yuna baik beut yaampun

Sepuluh part lagi end ya😭

Diketik 1880 kata

See you next part

Ig@ekcahytihh

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 128K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
32.5K 3.6K 54
Sahabatan bertahun-tahun, endingnya jadi bini gue🙂 -Suho ••• (01) "JANGAN SENTUH SUSU GUEE!!!!" Irene "Astaghfirullah susu apa rin?" Suho ••• (02)...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 60.6K 27
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
206K 21.5K 89
"Oppa, terimakasih atas semua kebahagiaan yang ada di dalam hidupku." "Tzuyu, aku akan selalu menggenggam tanganmu sampai aku menutup mataku." Highes...