DIRGANTARA (SELESAI)

By Sofie715

929K 60.3K 6.4K

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, KARENA SEBAGIAN CHAPTER SUDAH DI PRIVAT❤️] "Burung yang sudah tertangkap, tidak... More

P r o l o g
1.Tatapan Mata
2.Dirgantara
3.Masalah
4.keroyokan
5.Leopard
6. Pertarungan (1)
7.Pertarungan (2)
8.Keluarga
9.Awal masalah
10.Rasa ketakutan
11.Begajulan Leopard
12. Perseteruan
Cast of story
13.Hukuman
14.Pertemuan kedua
15. Permulaan
16. Peliharaan?
17. Kedatangan Talos
18. Diserang! (1)
19. Diserang! (2)
20. Secarik kertas
21. Bermain?
22. Bajingan
23. Anjing peliharaan
24. Bertemu lagi?
25. Insiden
26. Sentuhan
27. Tercium
28. Pelukan kedua
29. Sisi baiknya
30. Giliran pipi?
31. Dia, siapa?
32. Nervous
33. Kerja bakti sekolah
34. Melindungi, atau menyakiti?
35. Kekangan Dirga
36. Tidak rela?
37. Amarah Dirga
38. Diluar kendali
39. Nggak sengaja, katanya?
40. Kehangatan Dirga
41. Dia demam
42. Sipeneror cokelat
43. Marah?
44. Perdebatan
Baca, harus teliti
45. Rengkuhannya
46. Hilangnya senyuman
47. Sebatas kasihan?
48. Takdir cinta
49. Dua hati?
50. Lembaran baru
51. Hari bahagia
52. Merelakan
53. Ikatan pertemanan
54. Pembuktian cinta
55. Malam bersamamu
56. Janji sang senja
57. Hari tanpa Dirga
58. Malam kehancuran
59. Dekat, tapi jauh
60. Hanya kamu
62. Hanya sesaat
63. Takdir yang berbicara
64. Kejutan semesta
65. Suka dan Duka
E p i l o g
Kabar gembira? Atau...
Spin off
New story!
Halo...

61. Tercerai-berai

7.8K 627 94
By Sofie715

Menjelang tamat, kenapa kalian justru ngilang? Kenapa yang dulu nyemangatin, sekarang enggak?

Gimana aku semangat nyelesainnya kalo kalian gini-_-

Part terpanjanggggg, jangan ngantuk;)

Diketik dengan 4235 kata.

⚫HAPPY READING⚫

Hati Alexa sekarang menjadi lebih tenang, setelah mengetahui semua fakta yang sebenarnya. Ia tidak mengatakan jika hubungannya dengan Dirga sudah baik-baik saja seperti semula. Keputusan laki-laki itu jelas salah dan tidak disetujuinya.

"Al, beli minum yuk? Di kafe itu, yang lucu itu loh! Aku juga pengen banget foto disana, gas lah!" Ocha berdiri, bergelayutan di lengan Alexa, menarik-narik tangannya sembari menunjuk sebuah kafe cantik yang ada diseberang jalan.

Malam ini, mereka asik menghabiskan waktu di taman kota. Ocha yang mengajaknya lebih dulu. Karena suasana hati Alexa sedikit membaik, gadis itu menurutinya. Keduanya pergi, tanpa kehadiran Chelsy tentunya. Sekarang, pihak asrama membatasi waktu luang siswa-siswi, karena menjelang ujian.

"Tadi udah beli minum Cha, itu makanan kamu masih banyak. Punya aku ambil juga, kalo masih kurang." Alexa berkata, menunjuk aneka ragam makanan disampingnya dengan dagu tanpa beranjak dari kursi putih yang diduduki.

"Nggak mau, nggak suka!" Ocha menolak dan menggeleng keukuh.

"Terus maunya apa, Cha?"

"Ke kafe itu!" Ocha langsung menunjuk kafe tersebut antusias. "Ayo dong Al, plis... Masa disini doang, bosen tau!"

"Cha__"

"Kamu tau nggak? Aku tadi liat duplikat Alvaro Mel, masuk kesana! Beneran deh, 100% mirip banget. Aku pengen liat dari deket, pasti tambah uwah. Yok, ayok?" Dengan gencar Ocha memaksanya berdiri dan terus menariknya untuk mengikuti.

"Aku agak mual, Cha. Kamu kesananya sendirian emang mau? Enggak kan? Nggak usah kesana ya? Disini aja," jelas Alexa pelan-pelan.

"Ih, ngeselin! Itu kafe nya agak jauh loh Al. Kamu berani aku tinggal sendirian, hm? Banyak bujang-bujang girang disini, emangnya kamu nggak takut apa??" tanya Ocha sengaja.

Alexa terkekeh lirih. "Kesana aja kalo kamu pengen Cha. Aku nggak masalah sendirian,"

"Tapi__"

"Alexa, Ocha?! Kalian disini juga?? Wah, kebetulan banget!" Entah darimana datangnya Lulu dan Flora secara tiba-tiba.

"Hai Lu, Flo! Iya nih, kita udah lama nggak main kesini, hehe." Ocha cengengesan.

Alexa berdiri kemudian menyapa mereka senang. "Kalian dari rumah bareng?" tanyanya basa-basi.

"Iya nih, rumah kita kan sebelahan Al." Lulu yang menjawab, dan Flora hanya tersenyum.

"Gitu ya? Eh eh, kalian liat kafe itu nggak? Itu loh, yang dekor nya cantik banget, lucu lucu gemoy deh!" kata Ocha menuntun Lulu dan Flora agar menatap kafe yang ada diseberang jalan, cukup jauh.

"Ih, iya iya gue liat! Kita tadinya juga mau kesana tau Cha, kayaknya itu kafe baru ya? Pengen coba deh," balas Lulu excited.

"Iya, dekorasinya aesthetic banget." Flora menambahkan.

"Yes, asik! Ayo kesana? Aku pengen kesana tapi nggak ada temen. Sekarang udah ada, kesana yuk??"

Lulu mengernyitkan dahi. "Woi Udin! Alexa temen lo kan? Kenapa bisa nggak ada temen? Wah, nggak bener nih. Masa lo nggak dianggap Al,"

"Eh, enak aja! Bukan gitu. Alexa mual, lagi dateng juga, jadi dia mager deh," perjelas Ocha.

"Terus, kalo kita kesana, Alexa sendirian disini? Wah, ini lebih nggak bener!" ucap Lulu ngegas.

Alexa tersenyum simpul. "Nggak papa Lu, bukan masalah besar."

"Kalo gitu gue disini aja, sama Alexa." Flora menawarkan diri kemudian ikut duduk disampingnya.

"Nggak papa Flo, kamu juga pengin liat kan? Tenang aja, jangan sungkan gitu ah, aku beneran nggak papa, serius." Alexa berujar, tersenyum meyakinkan.

"Beneran?" tanya Flora.

"Iya, nggak papa kok."

"Serius nih Al? Nggak papa??" Giliran Lulu yang bertanya.

"Iya Lu, beneran."

"Nah kan, Alexa aja nggak keberatan. Dia benci keramaian tau," kata Ocha memberitahu.

Lulu ber-oh ria, seraya mengangguk pelan. "Oke deh, kita kesana dulu ya Al? Ayo Flo. Kita usahakan nggak bakal lama kok, tenang aja. Bye Al..."

"Bye bye Alexa, muach muach!" Ocha menjauh sembari melambai antusias disertai kiss bye yang membuat Alexa terkekeh geli lalu menggeleng.

Mereka bertiga sudah mulai menyebrang jalan, dan perlahan berjalan menjauh menuju kafe tersebut. Sekarang, Alexa benar-benar sendiri di kursi taman dengan letak pencahayaan yang temaram.

Ia menyenderkan bahunya pada kursi. Memejamkan matanya, menikmati semilir angin malam yang membelai lembut wajahnya.

Berharap kepada Tuhan, semua masalahnya akan segera berakhir.

Alexa membuka matanya. Tepat dikejauhan, sesosok yang tengah berdiri kemudian berjalan pergi setelah menerima 1 porsi gulali kapas itu sangat mencuri perhatiannya. Alexa mengerjap beberapa kali untuk menetralkan pandangannya, lalu netranya sedikit memicing.

"Itu?__"

Detik itu juga, setelah memperhatikan dengan seksama dan akhirnya dapat menerka, Alexa langsung berdiri. Menelan ludah tak yakin, kemudian bergegas melangkah sedikit berlari untuk menyusul langkah orang tersebut.

Ia mengedarkan pandangan kesana kemari, sembari berjalan. Menyusuri jalanan lembab, karena gerimis sore tadi yang masih berbekas. Tanpa sadar, Alexa semakin jauh dari kursi taman yang ia duduki.

Secara spontan, kakinya terhenti saat samar-samar melihat orang yang ia cari berdiri cukup jauh didepannya, menghentikan langkahnya juga. Seperti kebingungan, orang itu menolehkan kepala ke kanan kiri.

Ini kesempatan bagi Alexa.
Gadis itu menarik nafas dalam-dalam dengan mata tertutup, kemudian dihembuskan perlahan dengan rasa gundah yang merayapi hatinya.

"Tuhan, bimbing aku..." Kelopak matanya terbuka, setelah itu ia melangkah.

"Tunggu,"

Orang tersebut berhenti, tepat disaat Alexa membuka suara.

Alexa menyiapkan hatinya sekuat mungkin sebelum berkata, "Velin??"

Sedetik kemudian setelah namanya terpanggil, Velin membalikkan tubuhnya. Jarak kedua gadis itu terpaut dekat, hanya sekitar empat jengkal saja.

Tatapan Velin berubah menajam, seperti tak suka melihat kehadirannya.

"Kamu?"

Alexa tidak tersenyum. Ekspresinya tampak lurus, murni tanpa ada kemarahan ataupun kebahagiaan disana.

Siang tadi di sekolah, Alexa nekat mendekati Raja di dalam kelas, alasannya untuk menggali lebih dalam informasi tentang terkaitnya hubungan Dirga dan Velin. Kedekatan seperti apa, hingga membuat laki-laki itu sanggup melakukan apa saja demi Velin.

Awalnya Raja terus mengelak, namun lambat laun ia menceritakan segalanya.

Melihat wajah Velin, pikirannya mendadak Blang. Mengingat, bahwa gadis itu lah yang pertama kali hadir dalam kehidupan Dirga. Gadis itu lah, salah satu penyebab luka dan kesedihan yang bersarang dalam hidup Dirga selama ini.

"Kamu, benar Velin?" Perkataannya berjeda. Yang ada di pikiran Alexa saat melihat wajah dan perut Velin adalah kehancuran. Ya, kehancuran hidupnya.

Alexa maju dua langkah.
"Velin__"

"Apa? Kamu mau bilang, kalau aku penghalang kalian berdua? Sadar, justru kamu lah yang mengikis jarak antara aku dengan Dirga. Hubungan kami jadi jauh, setelah kamu datang di kehidupan Dirga." Velin berkata dengan logat santai.

Alexa menghela nafas. "Tolong, aku minta waktu kamu sebentar, dengerin aku dulu..."

Velin langsung menjatuhkan gulali kapasnya ke tanah, kemudian mengangkat kedua tangannya.

"Cukup, berdiri di sana. Kamu nggak perlu bicara apapun. Aku mohon, jangan katakan apapun di depan aku," pinta Velin dengan menyatukan kedua telapak tangan, memohon penuh kepadanya.

Velin memilih balik badan, hendak berjalan meninggalkannya.

"Dirga nggak salah, tapi dia yang mendapat masalah. Disini, aku..., aku hanya ingin meluruskan semuanya. Semua yang sudah seharusnya dibenarkan," tukas Alexa lekat, membuat Velin menghentikan jalannya.

Velin membalik kembali tubuhnya.
"Jadi, kamu menyalahkan aku atas semua ini? Kamu menganggap kalau aku adalah masalahnya? Begitu??"

"Dunia butuh kebenaran. Velin, cobalah berpikir kembali..." Alexa menjelaskan pelan-pelan, karena dia tahu perempuan hamil akan mudah sensitif.

"Stop, Alexa. Aku mohon sama kamu, jangan berusaha rebut Dirga dari aku..."

Alexa bungkam, dengan hati mencelos. Apa maksudnya merebut?

Velin maju perlahan-lahan dengan sorot yang berubah. Seperti ada kesedihan dan kebencian yang bersatu padu didalam matanya.

"Ya, aku tahu kamu adalah cintanya sekarang. Tapi, aku butuh dia... Masih ada banyak laki-laki yang bisa dampingi kamu diluar sana. Tapi, jangan Dirga. Aku mohon, kembalikan Dirga-ku... Biarkan dia kembali padaku, seperti dulu..." Wajah Velin terlihat tak berdaya seperti memohon dan tidak mengharap penolakan.

Alexa spontan menggeleng, dengan langkah mundur. Velin terus memohon didepannya dengan raut pedih, nyaris mengikis jarak.

"Aku mohon, jangan rebut Dirga dari aku... Dia milikku, cuma aku!" Velin menjerit diakhir kata membuat Alexa terpekik sekaligus terpukul hatinya.

Hormon perempuan hamil tidak stabil. Kadangkala apapun hal sepele, akan dianggap serius.

Sorot mata Velin menyalang, wajahnya merah padam dalam waktu singkat. Ada emosi yang terbendung di sana.

"Jauhi Dirga, jauhi dia!!" Velin berteriak keras, dan terus melangkah.

Ia menunjuk dirinya kemudian menunjuknya geram. "Dia miliku, bukan kamu! Kamu menghancurkan segalanya, gadis biadab!!" Kehilangan kendali, Velin menjambak rambut Alexa hingga kepalanya mendongak karena tertarik.

Alexa memegangi rambutnya dengan ringisan pedih. Menahan rasa sakit, dengan mulut terbungkam.

Sebagai sesama perempuan, apalagi dalam kondisi mengandung nyawa, Alexa berusaha mengertinya. Sedari tadi ia berusaha berkata pelan-pelan, namun Velin justru membalasnya dengan emosi dan kebencian.

"Kamu adalah penghancur segalanya, segalanya!!"

Dug

"Akhh!"

Keterkejutan itu bertambah, saat Velin membenturkan kepalanya ke pohon jalanan tanpa iba.

"Jauhi Dirga! Kamu dengar aku kan?! Jangan diam saja!!"

Isakan lirih Alexa terdengar pilu. Ia memegangi kepalanya yang pusing dan berat. Dia masih mencoba bersabar, sekalipun Velin berlaku tak pantas kepadanya.

"Jangan menunduk! Lihat aku, lihat perut aku!!" Velin menarik dagu Alexa memaksanya mengangkat wajah.

Velin menunduk, ia mengelus perutnya yang buncit dengan senyum miris. "Kamu lihat? Anakku butuh Ayah..."

Dia mendongak, menatap entah kemana dengan sorot menerawang dan senyum mengembang. "Ayah itu Dirga... Dia milikku, dan anakku. Kami akan bahagia, selamanya..." Suara Velin melirih, seolah sedang berangan.

Spontan, Alexa menggeleng lemah mendengar pertuturannya.

"Enggak..."

Velin mendelik tajam. Gadis itu maju kemudian mendorong dada Alexa kuat.

"Apa maksud kamu?! Kamu nggak mau serahin Dirga buat aku?! Kamu nggak kasihan sama takdir anakku?!"

Velin mendorongnya untuk yang kedua kali.

"Harusnya kamu tahu apa yang aku rasakan sekarang! Harusnya kamu mengerti, dan iba terhadap aku!!"

"Harusnya kamu relakan Dirga buat aku dan anakku! Setelah mengetahui semuanya, kamu belum juga mengerti sebagai sesama perempuan?!!" Dorongan ketiga, sukses membuat Alexa jatuh tersungkur ke tanah.

"Kamu salah meminta pertanggung jawaban, Velin. Bukan Dirga yang harus kamu mintai itu semua, tapi Ayah dari anak kamu. Aku mohon mengertilah..." Alexa berusaha berdiri, menatapnya sedih.

Velin terkekeh. "Oh ya? Bukan Dirga yang harus aku minta pertanggung jawaban, lalu siapa?!!" Nada bicaranya meninggi tiba-tiba disertai urat dahinya yang mengeras.

"Laki-laki bejad itu saja aku tidak tahu kemana perginya! Lantas kamu masih mau aku tidak meminta itu kepada Dirga?!!"

"Dirga tidak salah! Kamu nggak berhak memintanya untuk menanggung semuanya, itu kesalahan kalian. Demi Tuhan, jangan limpahkan itu ke Dirga dan aku..." Alexa menunduk dan menangis karena terpojok.

Ia berusaha menahan isakan lalu menyentuh pundak Velin secara perlahan. "Tolonglah mengerti, kamu bisa menghancurkan kehormatan Dirga dan keluarganya. Kamu pikirkan mereka, jangan egois seperti ini..."

"Persetan! Ini hidupku, aku berhak menentukan apa saja! Kamu pikir kamu siapa berani memerintahku seperti itu?!!" bentak Velin menggeram.

"Kamu pikirkan Dirga. Dia tidak salah, tapi justru dia yang bertanggung jawab. Itu berat bagi Dirga, kamu nggak tau kalau dia juga tertekan... Kamu cuma pikirin harga diri kamu sendiri, kamu tidak peduli dengan Dirga, kamu egois!" Diakhir kalimat Alexa menjerit.

"Ya, benar! Aku egois!! Aku mau Dirga, aku mau Dirga, hanya dia!! Lalu apa masalahmu?!!"

"Dirga punya kehidupan sendiri! Jangan kamu jerat dengan cara seperti ini! Aku juga ingin bahagia, Velin. Kamu yang sebenarnya merebut kebahagiaan aku..."

Bolehkah kali ini Alexa egois? Dia juga ingin Dirga tetap bersamanya. Kehadiran Velin, seperti empedu di kehidupannya yang manis. Alexa tidak menampik, bahwa ia menyalahkan Velin atas segalanya yang usai terjadi.

"Oh, seperti itu? Tapi kebahagiaan kamu adalah masalah bagi hidupku! Kamu harus lenyap, aku akan membunuhmu, sialan!!" Velin mengangkat tangan sudah bersiap untuk menghujamkan pisau lipat yang entah sejak kapan ada di genggamannya.

"Demi Tuhan, ja__Akhhh!!"

Alexa menjerit, hingga dengan upaya mencegah kejadian buruk ia menangkis Velin dengan kasar membuat Velin kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke tanah.

Alexa sontak menutup mulut. "M-Maaf... Bukan it__"

"Kamu jahat!!"

Alexa mengulurkan tangannya dengan raut sesal. "Velin, maaf__"

"Kamu yang egois disini!!" Velin menangkis cepat tangannya kemudian beranjak berdiri.

Alexa maju dengan tangan terangkat berusaha menggapainya. "Dengar Velin, dengarkan aku... Aku juga ingin bahagia sama seperti kamu. Tapi, cara kamu berusaha mendapatkan kebahagiaan itu salah. Jangan kamu renggut kebahagiaan orang lain, hanya untuk diri kamu sendiri. Korbankan nyawa orang lain, itu tidak benar..."

"Aku nggak peduli! Sama sekali nggak peduli dengan hidup kamu! Yang aku mau cuma Dirga! Jika melenyapkanmu adalah cara agar Dirga menjadi milikku, aku akan melakukannya!!" Velin menjerit kencang.

"Itu salah Velin, itu salah! Coba kamu pahami diri kamu sendiri! Coba kamu pikirkan lagi kesalahan apa yang kamu perbuat! Kamu yang melakukan kesalahan, tapi orang lain yang bertanggung jawab. Itu jelas tidak benar Velin, tidak benar..."

"Hahaha, dasar munafik!"

Alexa mengangkat pandangan dengan air mata yang membekas.

"Jangan berkata seolah kamu adalah perempuan paling suci, di dunia! Ucapan kamu basi! Nggak usah muna!!"

"Berapa banyak laki-laki yang udah kamu layani sebelum tidur bersama Dirga, hah?!"

PLAK!

"HENTIKAN PERKATAAN MENJIJIKKANMU ITU, VELIN!!"

Wajah Velin berpaling dengan nafas mencelos. Ia memegangi bekas tamparan Alexa yang begitu menyakitkan.

"KAMU SADAR KALAU KAMU LEBIH MENJIJIKKAN DARI LAKI-LAKI BEJAD DILUARAN SANA?!!"

"KAMU SADAR APA YANG KAMU LIMPAHAN KE DIRGA ITU ADALAH SEBUAH KESALAHAN BESAR?!!"

"AKU NGGAK NYANGKA DIRGA PERNAH MENCINTAI PEREMPUAN MENJIJIKKAN SEPERTI KAMU!! KAMU MENGANGGAP SEPELE KESALAHAN YANG BEGITU BESAR!! KAMU SEPERTI PEREMPUAN YANG TIDAK MEMILIKI SIMPATI! KAMU TIDAK MALU TERHADAP DIRI SENDIRI, KAMU MENJIJIKKAN, SANGAT!!"

Alexa terus berteriak, meninggikan suara tanpa memberinya kesempatan berbicara. Velin keterlaluan, sikapnya begitu tak pantas. Kedua mata Alexa memanas, dengan nafas memburu.

Tak lama, dia menangis.

"Dirga rela lakuin apa aja demi kamu! Tapi kamu anggap sepele itu semua. Kamu nggak peduli sama dia..." Alexa menunduk, pikirannya luluk-lantak.

"Harusnya kamu berpikir, dampak dan resikonya lebih dulu!" Alexa kembali meninggikan suara. "Ini kesalahan kalian berdua, murni kalian berdua, Bukan Dirga! Itu keinginan kalian berdua kan?! Bukan sepihak?!"

"YA! INI MEMANG KEINGINAN KAMI!!" teriak Velin menggebu-gebu. Dia berteriak dan luruhan cairan bening keluar dari matanya yang merah menyalang.

"Kamu tau?? Setelah semuanya terjadi, dia meninggalkanku!! Dia pergi, seperti lenyap! Aku tidak punya siapapun, aku butuh pengganti untuk kehidupan selanjutnya! Aku nggak bisa jalanin ini sendirian, aku butuh seseorang untuk meringankan beban kehidupan! Dan orang itu adalah Dirga!! Hanya Dirga yang mampu bertanggung jawab demi aku, sekalipun dia tidak bersalah!!"

Alexa menggeleng lemah.

"Itu salah Velin, itu salah..." Lirih Alexa nyaris menyerah.

"Kamu pikir aku bisa jalani ini sendirian?! Kamu yang sebenarnya egois, kamu nggak bisa ngertiin perasaan aku! Kamu menilai sepihak!Dirga milikku, cuma aku!! Kamu harus relakan dia buat aku dan anakku!! Kamu belum lama mengenal dia, seharusnya itu sangat mudah, sialan!!!"

"TERSERAH, TERSERAH!! LAKUKAN APA SAJA YANG KAMU INGINKAN, LAKUKAN!!!" jeritan histeris itu akhirnya keluar dari tenggorokan Alexa. Air matanya meluruh, ia menangis sejadi-jadinya.

"Kamu memang ingin hancurkan kehidupan aku kan, silakan! Aku nggak tau lagi gimana cara menjelaskan ini ke kamu. Kamu berpikiran rendah seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa!"

"Jika ini keinginan kamu, lakukan! LAKUKAN SEMAUMU!!!"

Alexa memilih pergi, menyeka air matanya yang tiada henti. Ia lelah dengan cara berpikir Velin. Gadis itu gelap mata, apapun yang berusaha Alexa jelaskan itu akan menjadi sia-sia.

Velin menatap lamat-lamat punggung itu. Pada akhirnya Alexa menyerah, dan memilih pergi.

PROK! PROK! PROK!

"Very good! Pertunjukan yang sangat-sangat menyenangkan, untuk di tonton."

Secara spontan, Velin membalik tubuhnya. Ia dikejutkan dengan kedatangan gadis lain dari belakang.

"Siapa kamu?!"

Gadis itu melirik Velin santai.

"Kali ini gue akui, Alexa jauh lebih baik dibanding lo, stupid." Gadis itu menunjuk sarkas dada Velin sekaligus mendorongnya kuat.

Gadis itu berjalan pelan-pelan mengelilingi Velin. Tangan kanannya asik memainkan gagang permen yang berada dimulutnya.

"Psikis lo bermasalah. Setelah berbuat kesalahan fatal yang menjijikkan dengan orang lain, lo justru minta pertanggung jawaban ke Dirga. Rela jadi pembunuh, untuk melenyapkan Alexa yang jelas-jelas nggak salah, hanya karena Dirga udah nggak cinta lagi sama lo. Cuih, CEWEK TOLOL!!" Gadis itu meludah kasar.

"Jaga ucapanmu! Aku lebih baik daripada Alexa, dia yang buruk! Bukan aku!!" Velin balas memperingatinya tajam.

"HAHAHA, lucu deh. Disini, lo itu biang utamanya, GOBLOK! Nggak usah lo cari-cari kesalahan orang lain yang udah jelas nggak salah!" bentak gadis itu.

"Gue tau kok, lo sebenarnya ngerti, siapa yang salah dan siapa yang sebenarnya benar."

Perkataan santai itu sukses membuat Velin tergagu. Hati terdalamnya seketika mencelos, tidak menyalahkan atau membenarkan ucapan itu. Velin terlalu kalut, hanya dengan mendengar perkataannya.

"K-Kamu, nggak usah ikut campur!!" peringat Velin.

"Ya, of course! Gue cuma mau bilang... Periksa gih, ke psikiater, kalo perlu rumah sakit jiwa sekalian!"

Velin menatap tak nyaman, saat gadis asing itu mendekat kearahnya. "Lo itu udah gila! Kesalahan sendiri, lo limpahkan ke dua pihak sekaligus yang tidak bersangkutan."

Velin membeku. Seolah, ucapan gadis itu benar dan mampu membuatnya telak. Mulutnya terkunci rapat.

"Benar-benar gila. Sakit mental. Selain itu, lo juga psycho. Disini, semua kesalahan lo yang buat sendiri. Lo yang egois, buruk dan jahat. Bukan Alexa," tukas gadis itu tepat didepan wajah Velin.

"Okey, gue pergi."

Gadis itu sudah berbalik, siap untuk pergi namun tiba-tiba kembali.

"Ah tunggu, untuk terakhir kali gue cuma mau bilang..."

Velin terdiam.

"Yang buruk, harus di hancurkan. Yang egois, harus dilenyapkan. Lo adalah perpaduan dari buruk dan egois, lo berhak mendapatkan keduanya. Lo mau semua masalah selesai dan kehidupan lo tenang damai? Sini gue kasih tau,"

Gadis itu mendekatkan mulutnya ke telinga Velin.

"Lebih baik, mati aja." Bisikan paraunya berhasil membuat Velin terdiam kosong.

Setelah berucap, gadis itu pergi bersamaan dengan laki-laki yang wajahnya terhalang tudung jaket, baru saja mengakhiri rekaman video di ponselnya dengan seringaian bengis.

"Kali ini, lo kena ladies." Gumamnya.

"Ella, Ella. Bukan Velin, atau Alexa yang buruk, tapi elo. Iblis berkedok malaikat, itu lo."

Laki-laki itu menyeringai penuh.

"Lihat sendiri, permasalahan ciptaan lo ini, akan timbal balik. Tunggu kejutan ini, di garis finish."

"Ahh, I love you and hate you, Ella..."

*****

Semalaman, Velin tidak tidur dan tidak kembali ke rumah Dirga. Kantung matanya menghitam, dan pakaian lusuh yang ia kenakan masih sama dengan yang semalam. Hatinya resah, dan pikirannya blang.

"Benar-benar gila. Sakit mental. Selain itu, lo juga psycho. Disini, semua kesalahan lo yang buat sendiri. Lo yang egois, buruk dan jahat. Bukan Alexa,"

"Yang buruk, harus dihancurkan. Yang egois, harus dilenyapkan. Lo adalah perpaduan dari buruk dan egois, lo berhak mendapatkan keduanya. Lo mau semua masalah selesai dan kehidupan lo tenang damai? Sini gue kasih tau,"

"Lebih baik, mati aja."

Setelah mendengar perkataan gadis asing itu, pikirannya langsung kosong. Roh dari dalam raganya seolah tersesat, dan tak kunjung kembali.

Ada satu hal yang semalaman ini menghantui akal dan jiwanya. Perkataan itu seperti badai yang menghantam egonya.

Mati.

Perkataan lainnya musnah, sementara itu masih membekas.

"Eh, serem banget anjir! Dia kaya nggak tidur satu tahun tau nggak? Siapa sih dia??"

"Mana gue tau! Murid baru kali,"

"Masa penampilannya kaya sundel bolong gitu sih? Dia kaya abis dari kuburan deh, auranya tuh beda. Serem banget sumpah!"

"Ember! Muka dia juga pucet, kaya nggak ada darah."

"Husss, kalian nggak bisa sekali aja nggak ngomongin orang ya?"

Velin terus berjalan, sekelilingnya tampak seperti hitam kelam. Tak menyadari tatapan aneh dari siswa-siswi sekolah, saat melihat kehadiran gadis seumuran mereka dengan perut buncit dan penampilan mengenaskan.

Kebetulan saat Velin datang, satpam sekolah sedang tidak berjaga. Ia berjalan masuk, dengan gontai dan sorot pandang kosong.

Suasana sekolah sudah cukup ramai di jam 06:10 pagi. Velin terus berjalan, hingga langkahnya terlihat menuju ke arah tangga penghubung rooftop.

Banyak murid yang memilih abai, dan banyak juga yang berasumsi bahwa mungkin Velin adalah siswa baru yang ingin mendaftar sekolah.

Perlahan Velin menaiki satu persatu anak tangga, hingga sampai di depan pintu rooftop yang masih gelap dan sunyi.

Ia melangkah, mendekati ujung curam rooftop tanpa pembatas. Velin terdiam diri, dengan angin pagi yang menyibak rambutnya. Awan gelap pagi hari, terlihat jelas dimatanya.

Tangannya bergerak, mengambil ponsel di saku jaketnya dengan pandangan lurus. Nama Dirga, adalah tujuan utamanya mengambil ponsel.

Tut tut

"Halo? Damn it, lo kemana aja dari semalam?! Kenapa lo keluar tanpa ngomong ke gue dulu? Lo tau banyak bahaya diluar sana, Bunda juga khawatir sama lo."

"Dirga..."

Panggilan itu membuat Dirga membeku.

"Kenapa? Lo dimana sekarang?? Share loc, biar gue jemput. Gue ada di warung belakang sekolah sekarang,"

"Kamu harus memilih, Dirga. Ada dua pilihan..."

Diseberang sana Dirga mengernyit.

"Lo nggak jelas, Gue nggak ngerti."

"Aku, atau Alexa."

Dirga mengeraskan rahangnya.

"Penting dengan lo tanya gitu? Sekarang cepat share loc, gue nggak punya banyak waktu."

"Sebentar lagi, Alexa akan berakhir."

"Sialan, maksud lo apa?!" teriak Dirga.

"Datang ke rooftop, jika pilih aku. Cari Alexa ke gudang kosong, jika kamu memilih dia."

"Keparat! Jangan becanda Velin, nggak lucu!!"

"Aku atau Alexa. Jika pilih aku, Alexa yang pergi. Jika pilih Alexa, setelah itu kamu hanya akan menemukan jasadku."

"SIALAN, GUE NGGAK SUKA CANDAAN KAYA GINI ANJING!! LO JANGAN GILA!!!"

"5 menit, dari sekarang..."

"TUNGGU VELIN! HALO, VELIN?!! VEL__"

Tut

PRAK!

Velin membiarkan ponsel yang digenggamnya jatuh dan hancur. Dua matanya memandang lurus, dengan gamang. Tidak ada lagi warna, dimatanya.

Kini hanya tinggal menunggu, keputusan Dirga. Jika laki-laki itu benar-benar tidak datang, demi dirinya dan berujung memilih Alexa. Tidak ada yang perlu dipikirkan lagi, selain mengakhiri segala kehidupannya sekarang juga.

*****

"ANJING!!!"

Dirga berdiri, membanting ponselnya dengan keras yang memperlihatkan putusnya sambungan telepon dirinya dengan Velin.

"Bos?! Lo kenapa sih??" Wahyu berdiri, mendekat ke arah Dirga yang tengah mengerang dan menendang kursi warung kang casmo dengan brutal.

Satu persatu temannya mengehentikan aktivitas, dan mendekat.

"Kunaon den? Yang tenang, kendalikan diri, ada apa ini??"

"Iya bos, kenapa?? Jangan bikin gue panik gini, ngapa sih?!" Cecep mendengus seraya menelan bakwan jagungnya.

Dirga mengendalikan nafasnya yang semakin memburu dengan mata menyalang. Hatinya runyam dan gundah. Ia yakin, Velin sedang tidak main-main. Lalu, apa yang harus dilakukannya sekarang? Shit shit shit! Disaat seperti ini, Dirga kehilangan akal.

"Aku atau Alexa. Jika pilih aku, Alexa yang pergi. Jika pilih Alexa, setelah itu kamu hanya akan menemukan jasadku, tanpa nyawa."

"Bos__"

"Gue ke gudang kosong belakang sekolah! Kalian balik ke sekolah dan pergi ke rooftop, sekarang!!" titah Dirga tegas dan panik.

Cecep heboh dan ikut panik.
"Kenapa, ada apa sih bos?! Kenapa kita ke rooftop?! Kenapa lo ke gudang?! Kenapa__"

"CEPAT! NGGAK ADA WAKTU BUAT NANYA, SIALAN!!!" Dirga berlari, melompati pagar sekolah diikuti mereka semua.

*****

Dengan raut panik dan hati yang gelisah, Dirga berlari ke belakang sekolah menuju gudang. Sama hal nya dengan Velin, Alexa tidak bisa dihubungi sedari pagi. Kekalutan dan rasa takut mendominasi wajahnya.

Demi Tuhan, ia tidak sanggup melihat gadisnya terluka walau itu seujung jari sekalipun.

BRAK!!

Dirga menendang pintu gudang yang sedikit terbuka, ia menghentikan laju larinya yang nyaris tak terkendali.

"ALEXA?!"

"AL?!"

Dirga menyapu pandangan ke seluruh ruangan dengan gestur panik, ia kemudian berlari membuka satu persatu ruangan di dalam sana.

"ANJING!!"

Tidak ada tanda-tanda kehadiran Alexa disana. Matanya tertuju pada ruangan paling pojok, yaitu ruangan berisikan alat musik yang sudah rusak.

BRAK!

Sialan, pintunya dikunci dari luar.

BRAK!

BRAK!!

Dirga menggetarkan rahangnya dengan mata membelalak.

"ALEXA?!!!"

Dirga langsung berlari, menyeret meja dan menempatkannya dibawah tubuh Alexa yang tergantung. Tali besar melilit lehernya, hingga yang bisa gadis itu lakukan hanyalah merintih dengan tangis. Fuck! Dirga bersumpah akan membunuh dalang dibalik ini semua.

"Bertahan, please..."

Walau dengan tergesa, Dirga berhasil melepaskan kaitan kuat tali tersebut dileher Alexa. Ia membawa tubuh lemah itu untuk turun.

Bekas lilitan tali dilehernya berbekas jelas. Merah terang dan melukai lehernya seperti sayatan pedang. Itu terjadi karena lilitan dileher sudah lama. Sialan, Dirga benar-benar murka!

"Sayang, hei... Buka mata kamu. Alexa??" Dirga menangkup wajah Alexa dan ditepuknya pelan, karena gadis itu terus merintih parau dengan mata terpejam dan cairan bening yang memenuhi wajahnya.

Tubuh Alexa sepenuhnya dikuasai Dirga karena gadis itu benar-benar kehilangan semua tenaganya.

Gadis itu membuka matanya yang terasa sulit. "Dir-ga. Ka-mu, da-tang..."

Dirga langsung mendorong tengkuk gadis itu, hingga kepalanya berada didepan dadanya. Ia merengkuh erat-erat tubuhnya, tak sanggup berkata selain menikmati kenyamanan kerap kali berada didekatnya.

"Ja-ngan, tinggalkan, a-ku, Dirga..."

"No! Nggak akan, sayang. Nggak akan..."

Dirga mendorong bahunya perlahan-lahan. Menarik kepalanya, dan mendaratkan ciuman di kening, lalu hidungnya.

Ada luka memar di pelipis gadis itu. Banyak pertanyaan yang ingin Dirga berikan, tapi itu nanti. Kondisi Alexa benar-benar buruk. Dirga memilih menggendongnya, kemudian membawanya keluar gudang.

"Dirga..."

"Hm, kenapa sayang?"

"Ka-mu, pi-lih, aku?"

Deg

Dirga langsung teringat perkataan Velin.

"Jika pilih Alexa, setelah itu kamu hanya akan menemukan jasadku, tanpa nyawa."

Dirga menelan ludah. Sedikit mempercepat langkahnya, walau dengan menggendong Alexa.

Ketika sampai di tengah lapangan, kerumuman ribuan siswa mulai terlihat jelas. Firasat buruk, mulai menghantui hatinya.

Dirga meletakan Alexa di kursi, tepatnya dibawah pohon menyuruhnya duduk menyender.

"Temani Alexa sebentar, biar gue yang bawa ke UKS nanti." Dirga mendekati ke tiga siswi junior, yang sedang berbincang.

"I-Iya, kak."

Mereka langsung mengangguk patuh, kemudian menghampiri Alexa dan menemaninya.

Dirga melangkah sedikit berlari, ke arah kerumuman siswa-siswi. Ia menyingkirkan satu persatu punggung seseorang, hingga terdapatlah celah untuk melihat apa yang terjadi ditengah-tengah kerumunan siswa.

Police line melingkar, dan tepat ditengah-tengahnya terdapat gundukan panjang seperti tubuh seseorang, yang tertutup kain putih hingga menjadi merah, karena banyaknya bercak darah.

Hembusan angin bertiup kencang, dan menyebabkan kain putih itu terbuka, tepat di bagian kepala.

Deg!

Satu tetes air mata keluar, tanpa kerjapan mata. Siswa-siswi disekeliling menjerit dan menutup mata saat melihat wajah mengenaskan itu.

Itu, Velin.

Tubuh Dirga kaku. Matanya tak lepas dari tubuh yang tertutup kain putih. Kedua matanya memanas, dadanya naik turun tak stabil.

Ucapan Velin, benar terbukti.

Bug

Tidak sanggup menahan daya tubuhnya lagi, kedua lututnya jatuh menghantam tanah.

Seseorang memegang salah satu bahunya dari belakang. Menatap pedih, sang pemimpin.

"Bos, sorry..."

Dirga diam membisu. Mulutnya terkatup rapat.

"Kita... Kita terlambat menyelamatkan Velin. Dia terjun dari atap, pas kita baru aja sampai pintu."

-
-
-
-
To be continued

Bagaiman kejutannya?

Oke, mungkin ini terlalu jahat ya? Velin nggak sempet menerima keadilan dan udah berakhir duluan.

Yah gimana lagi, dari lama alur ini udah terencana. Mau berusaha diubah bagaimanapun, tetep aja nyampenya sini. Aku juga nggak tau kenapa.

Semangatin dong😭

Alexa

Velin

Continue Reading

You'll Also Like

677K 78.8K 10
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
8.8M 947K 65
[SUDAH TERBIT] Tersedia di Gramedia dan TBO + part lengkap Apakah kalian pernah menemukan seorang pemuda laki-laki yang rela membakar jari-jari tanga...
4.5M 268K 62
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
6.6M 217K 75
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...