VENUS [#5 Venus Series]

By RiriLidya

25.2K 2.4K 331

Venus are back! "Only us who can say RED" Bercerita tentang keempat wanita muda yang masih sekolah; Hera Loui... More

V E N U S
PROLOG
Chapter 1 - Freshman
Chapter 2 - Don't provoke them
Chapter 3 - Matthew's back
Announcement
Chapter 4 - How to get her in your bed
Chapter 5 - The boy on the balcony
Chapter 6 - Alice
Chapter 7 - Young woman with green eyes
Chapter 8 - Help her
Chapter 9 - Help him
Chapter 10 - 5M
Chapter 11 - Her father's lover
Chapter 12 - He's coming
chapter 13 - Frat party
Chapter 14 - Fix himself
Introducing Characters
Chapter 15 - With one kiss
Chapter 16 - Kiss you like this
Chapter 17 - I'll send you to hell
Chapter 18 - A dirty book
Chapter 19 - Don't bet on it
Chapter 21 - Get rejected
Chapter 22 - Special gift
Chapter 23 - Special gift 2
Chapter 24 - Got her number
Chapter 25 - Girl crush
Chapter 26 - Girl crush 2
Chapter 27 - Joke's on her
Chapter 28 - Looking for my sunshine
Chapter 29 - Confessed
Chapter 30 - Ethan O'Connor
Chapter 31 - Possessive
Chapter 32 - Father and daughter
Chapter 33 - Mr. Coward
Chapter 34 - The days went well
Chapter 35 - Feel like a fool
Chapter 36 - His hunch came to pass
Chapter 37 - Can't scold her
Chapter 38 - Inanna the lazy one
Chapter 39 - Shopping with his future father-in-law
Chapter 40 - BBQ time!
Chapter 41 - Eavesdropping
Chapter 42 - The uncle
Chapter 43 - Rejected
Chapter 44 - The worst date ever
Chapter 45 - Argue and then make up
Chapter 46 - A terror
Chapter 47 - The best meeting place is the toilet room
Chapter 48 - Duel
Chapter 49 - An intern
Chapter 50 - Worry about him

Chapter 20 - Chase you

337 49 7
By RiriLidya

Hari yang tidak diinginkan Inanna akhirnya tiba. Semua anggota OSIS sangat sibuk mempersiapkan hari ini dalam waktu yang lama. Tidak hanya anggota OSIS, tim pemandu sorak Hera juga berlatih cukup giat untuk menunggu kedatangan Finn dan teman-temannya. Ya, hari ini adalah lomba persahabatan softball dengan sekolah Finn.

Finn dan teman-temannya baru saja tiba bersama tim pemandu sorak Hera. Finn berjalan santai mendekati Helena. Dari jauh Finn bisa melihat tatapan menusuk Hera dan Helena pada tim pemandu sorak sekolah Finn yang sudah tiba sebelum pria itu. Sedangkan Diana, wanita kecil itu melambaikan tangannya pada mereka dengan ramah.

“Oh, mereka melihatku! Siapa bilang mereka membenci Venus?” Diana berseru bahagia padahal siapa pun tahu tatapan permusuhan dari para gadis sekolah lain.

Sambil mengunyah permen karet, Hera berkata, “Jangan lupa sapaan hangatmu, Sweety.”

“Oh benar. Aku lupa.” Masih tersenyum lebar, Diana pun mengacungkan jari tengahnya setinggi yang ia bisa. Hal yang sudah diajarkan Hera padanya di mobil tadi.

Dan wajah pemandu sorak lawan menjadi suram. Sebagian lagi merasa bingung, sebenarnya Diana ini menyambut mereka dengan baik atau sedang mengejek mereka?

Hera dan yang lainnya segera tertawa merasa lucu.

"Jaga jarakmu, Tuan pembuat onar. Hari ini kita sedang bermusuhan!" Helena berseru ketika melihat Finn mendekatinya.

"Tidak seperti aku menjadi pemandu sorak untuk sekolahku." Finn tahu Helena tidak akan memusuhinya karena permusuhan yang sebenarnya terjadi di antara tim cheerleaders sekolah mereka.

Helena mengerutkan bibirnya. "Tetap saja aku tidak ingin kau mendekatiku."

Finn mendengus merasa konyol. "Aku ingat sebulan yang lalu kau membiarkan aku menciummu."

"Helena mencuci mulutnya dengan air zam-zam yang dibawa Ethan, ngomong-ngomong," celetuk Diana yang polos membuat Finn mendesis ngilu.

Sontak Helena menatap Diana datar, itu tidak seperti yang dikatakan Diana. Ethan membohonginya, mengatakan itu adalah micellar water untuk membersihkan lipstick yang ia kenakan. Jadi dia melakukannya di depan Diana yang baru saja datang. Dan saat itu Diana pikir Helena benci ciuman Finn.

"Seburuk itu rupanya ciumanku." Finn tertawa.

"Ya, sangat buruk!" Diana pun tertawa terbahak-bahak membuat Finn berhenti tertawa dan menatapnya datar.

"Sepertinya setelah ini aku akan berlatih lebih giat lagi."

"Apa kami akan menunggumu di tempat latihan?" Hera bertanya tiba-tiba.

Helena menggelengkan kepalanya pelan. Ia mendongak menatap Finn. "Sampai jumpa di lapangan."

"Hei, kalian akan mendukungku, bukan?"

Helena tersenyum manis. "Tentu saja aku mendoakanmu kalah."

"Jilat kakiku jika ingin dukungan dariku." Sudut bibir Hera ditarik sedikit ke atas sebelum berbalik disusul Diana dan Helena. Dia yang diapit kedua sahabatnya berjalan meninggalkan Finn yang masih berdiri di tempatnya. 

"Kau tahu, aku pasti bisa melakukannya," Finn berseru namun Hera dan Helena tidak menolehkan kepalanya sama sekali.

"Sampai jumpa, Maxie!" Diana melambaikan tangannya pada Finn. 

"Wanita itu masih tidak hapal namaku." Finn terkekeh, membalas lambaian tangan Diana tak kalah semangat.

"Jika aku menang, aku akan menciummu, Helena!" teriak Finn yang mendapatkan balasan jari tengah Helena membuat dia tertawa.

"Jika kau menang, aku yang akan menciummu."

Sebuah suara yang sudah lama tidak ia dengar membuat Finn menghadap ke belakang. Di sana, Matthew bersandar pada mobilnya sendiri. Sepertinya pria itu baru tiba.

Finn menyeringai. "Sudah lama, Kawan."

Matthew berjalan mendekat dan berhenti hanya beberapa senti dari wajah Finn. Karena tubuh Matthew sedikit lebih besar dan tinggi darinya, pria itu sedikit mengangkat lirikan matanya.

"Kau merindukan pukulanku?"

Matthew membalas senyuman Finn. "Oh, Dude, lebih dari siapa pun."

"Sangat bagus." Finn tertawa. "Oh, ngomong-ngomong aku dengar bahwa kau mendekati Helena. Sayang sekali, aku sudah mengenalnya lebih dulu." Finn berdecak di akhir kalimat.

"Maksudmu pacarku?" Matthew bertanya santai membuat Finn terdiam. Wajah pria itu kaget sejenak sebelum kembali tertawa geli.

"Oh, kau ingin membodohiku?" Finn mendekatkan wajahnya. Senyumnya kali ini menghilang dan diganti dengan tatapan tajamnya. "Aku tahu orang seperti apa Helena. Dia tidak akan memberimu waktu untuk bermain terlalu lama."

Matthew tersenyum samar. "Ahh .... Aku tahu. Kau sedang mencurahkan hatimu, ya? Karena Helena tahu dirimu seorang bajingan, dia tidak berani memberimu hatinya."

Wajah Finn menjadi suram. Tangannya mengepal dengan erat seolah apa yang dikatakan Matthew benar adanya.

Matthew tertawa puas. Lalu, ia menatap Finn dengan tatapan berbahaya. "Jangan menemui wanitaku lagi, atau aku akan melanggar janjiku kepadanya untuk tidak membuat keributan denganmu."

"Oh ya, aku hampir melupakan sesuatu, aku masih memegang kartu as milikmu." Matthew menepuk bahu Finn cukup keras, namun terlihat seperti mereka berteman. "Aku mendoakan kekalahanmu, Kawan lama."

Matthew memberikan seringai malasnya untuk terakhir kali sebelum meninggalkan Finn di sana sendirian.

***

Pertandingan akan segera di mulai. Tim pemandu sorak dari sekolah Finn mulai menunjukkan aksi mereka dengan sorakan yang lumayan. Dan saat tim Hera berjalan ke tengah lapangan, sorakan heboh memekakkan seisi ruangan tersebut. Karena lapangan untuk mereka lomba berada di luar, itu sungguh besar. Teriakan demi teriakan jelas terdengar. Semakin tinggi Diana kecil melambung dan berputar di udara, semakin penuh teriakan memekakkan telinga hingga suara musik sulit didengar.

Bagaimana tubuh Helena bergerak mengikuti ketukan musik, bagaimana ekspresinya yang sensual  membuat semua orang tergila-gila dengannya.

Tidak terkecuali Matthew. Bersandar di dekat tangga bagian tengah sambil melipat kedua tangannya di depan dada, dia tidak bisa berhenti menatap Helena. Matanya yang tajam selalu mengikuti ke mana wanita itu dan gerakan tubuhnya.

Mungkin Helena menyadari tatapannya, karena dia tiba-tiba saja membalas tatapannya. Membiarkan timnya menyentuhnya, Helena menatap Matthew dengan tatapan yang intens. Dia pun menjilat dan menggigit bibirnya sebelum mengedipkan mata dengan nakal membuat sorakan para pria di sekitar Matthew semakin heboh.

"Helena, aku mencintaimu!"

"Helena!"

Panggilan dan pernyataan cinta mengalun tidak berhenti seolah Helena baru saja menarik perhatian mereka.

Matthew menunduk seraya terkekeh kemudian menggelengkan kepalanya. Wanita muda ini tahu bagaimana menggodanya.

Selain Diana dan Helena, orang yang paling banyak mencuri perhatian tentu saja Hera. Aura yang terpancar dari gerakan tubuh dan raut wajahnya sangat merepresentasikan sosoknya yang seperti seorang pemimpin. Sungguh membuat penonton terpesona dan kagum.

Semua orang mendambakan Hera.  Tidak terkecuali Miguel. Berdiri di tempat paling belakang, dia menonton Hera yang menari dengan sangat baik. Walaupun sikapnya sangat tenang, senyum lembut di bibirnya tidak pernah lepas.

Beberapa menit kemudian tim Hera telah selesai. Dan mereka berdiri di luar garis lapangan untuk menyemangati tim sekolahnya. Sedangkan Miguel dalam diam berbalik dan pergi sebelum orang-orang bisa menyadari keberadaannya.

Di saat Hera menoleh ke satu tempat, dia melihat semua orang di sana saling berbicara berkelompok. Ada juga yang lalu-lalang. Aktivitas yang normal sebenarnya. Tapi, selama menari tadi, dia bisa merasakan tatapan intens sampai-sampai dia terganggu. Apa itu hanya perasaanya saja?

“Ada apa?” Helena bertanya seraya menatap tempat yang Hera lihat cukup lama.

Hera sekali lagi melihat tempat tersebut sebelum menggeleng. Dia mengambil botol minuman yang diberikan Lesley. “Nothing.”

Dan pertandingan softball antar sekolah telah di mulai.

Inanna dari sudut memperhatikan jalannya pertandingan yang lancar membuatnya bernapas lega. Entah bagaimana cara Helena dan Hera melakukannya, nampaknya Matthew beserta kawan-kawannya dan Finn tidak membuat kehebohan.

Di sudut lain, Christian tidak berhenti menatap Inanna selama lebih dari 1 jam yang lalu. Ke mana Inanna pergi, kepala Christian akan mengikuti gadis itu.

Lalu, Becky juga menonton pertandingan softball. Dia awalnya terlalu malas untuk datang tapi ketika Christian bilang akan datang juga, ia akhirnya memutuskan ikut. Setelah memandang seluruh lapangan, akhirnya ia menemukan Christian. Becky menjadi bahagia. Tapi ketika melihat arah pandang Christian yang tidak tertuju pada pertandingan membuatnya penasaran, apa yang pria itu lihat sedari tadi. Mengikuti arah pandang Christian, ia melihat Inanna berdiri diam di sudut terpencil yang tanpa orang lain sadari.

Dengan wajah tidak senang, Becky menggertakkan giginya dengan kedua tangan mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.

"Hei, Becky, kau baik-baik saja?" Lisa menepuk bahunya mengejutkan Becky.

Becky menoleh. Dia pikir keempat gadis ini tidak akan datang menonton. Tapi siapa yang tahu? Mereka hadir dan entah bagaimana bisa menemukannya. Yang pada akhirnya, dia, Lisa, dan yang lain duduk bersama.

Tersenyum sambil merapikan rambutnya ke belakang telinga, Becky mengangguk. "Hm."

Lisa membalas senyuman Becky sebelum lanjut berteriak menyemangati tim sekolah mereka.

Becky sekali lagi memberikan perhatian khusus pada Inanna sebelum kembali menatap lapangan tanpa minat.

Beberapa saat kemudian, Becky tiba-tiba merasa gelisah tanpa alasan. Ketika ia berbalik menoleh ke belakang di tempat Inanna berdiri tadi, Inanna sudah tidak berada di tempatnya. Secara naluriah Becky menolehkan kepalanya ke tempat Christian berdiri tadi dengan cepat, dan pria itu juga sudah tidak ada. Becky menggigit bibir bawahnya keras. Seketika wajahnya menjadi merah padam karena marah.

"Tolong bawa ini ke lapangan. Pertandingan akan selesai sebentar lagi." Inanna mengintruksikan dua orang anggotanya. Melihat mereka mengangkat barang yang diperintahkan Inanna, gadis itu mengucapkan terima kasih dengan tulus, "Terima kasih."

Setelah melihat dua orang tadi membawa kardus berisi minuman dan camilan, Inanna segera mendekati sebuah kotak besar. Ketika ia ingin mengangkatnya sendiri, seseorang tiba-tiba saja masuk dan membantunya.

Inanna melirik seorang pria yang tengah tersenyum ke arahnya.

"Perlu dibawa ke lapangan?" tanya Christian yang sudah mengangkat kotak itu sendirian.

Inanna mengangguk pelan. "Ya."

Melihat Christian yang sepertinya mampu membawa kotak besar tersebut, Inanna mengambil kardus kecil yang sangat ringan.

Christian tersenyum dan mulai berjalan beriringan dengan Inanna.

"Bukankah anggota OSIS lumayan banyak? Kenapa kau harus memikul ini sendirian? Kau seharusnya meminta bantuan mereka." Christian bertanya di sela-sela perjalanan mereka di lorong sekolah.

"Mereka memiliki tugas lain," Inanna menjawab dengan singkat.

Christian mengerutkan dahinya sedikit. "Ini lumayan berat ternyata. Dan kau ingin mengangkatnya sendirian?"

Inanna yang salah mengartikan ucapan Christian segera berhenti. "Apakah terlalu berat? Kemarikan, biar aku saja yang membawanya—"

Ucapan Inanna terhenti ketika ia mendengar suara tawa Christian. "Kenapa kau tertawa?"

"Kau sangat tidak peka."

Melihat Christian kembali berjalan, Inanna pun mengikuti pria itu.

"Apa sangat menyenangkan menjadi anggota OSIS?" tanya Christian tiba-tiba.

"Senang atau tidak aku harus melakukannya."

Christian menoleh. "Apa maksudmu?"

Inanna kembali berhenti berjalan. Ia menatap Christian dengan datar. "Menurutmu ada berapa anak murid yang membutuhkan beasiswa di sekolah elite ini?"

Christian terdiam sejenak sebelum tersenyum lebar. "Aku juga masuk ke sekolah ini karena beasiswa."

Inanna menatap Christian dengan aneh. Kenapa dia bahagia menjadi orang yang tidak mampu membayar biaya sekolah? "Oh ... kalau begitu ... selamat(?) untukmu."

Inanna tidak tahu apakah akan menyakiti hati pria itu jika ia prihatin, jadi yang bisa Inanna lakukan adalah memberinya ucapan selamat dengan tidak yakin. Tidak ingin berlama-lama, Inanna kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Christian yang masih di tempatnya berdiri.

"Kalau begitu aku bisa bebas mengejarmu, kan?"

*TBC*


Jangan lupa follow akunku Riri Lidya dan juga instagramku: ririlidya7

Suka chapter ini? Mau aku rajin update???

Vote ⭐️ spam komen 💬 dan share ⌲

Happy reading, Loves!

Riri Lidya:*

Continue Reading

You'll Also Like

607K 23.9K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
6.9M 293K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
PUNISHER By Kak Ay

Teen Fiction

1.3M 116K 44
"Kenapa lo nolongin gue, hm? Kenapa nggak lo biarin gue mati aja? Lo benci 'kan sama gue?" - Irene Meredhita "Karena lo mati pun nggak ada gunanya. G...
3.3M 169K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...