The Mission [END]

Galing kay PenaLyra_

463K 43.9K 4.8K

TAHAP REVISI!!! [WARNING!! CERITA INI BANYAK MENGGUNAKAN KATA-KATA KASAR, HARAP BIJAK DALAM MEMBACA!] [FOLLOW... Higit pa

Arabella 2
Arabella 3
Arabella 4
Arabella 5
Arabella 6
Arabella 7
Arabella 8
Arabella 9
Arabella 10
Arabella 11
Arabella 12
Arabella 13
Arabella 14
Arabella 15
Arabella 16
Arabella 17
Arabella 18
Arabella 19
Arabella 20
Arabella 21
Arabella 22
Arabella 23
Arebella 24
Arabella 25
Arabella 26
Arabella 27
Arabella 28
Arabella 29
Arabella 30
Arabella 31
Arabella 32
Arabella 33
Arabella 34
Arabella 35
Arabella 36
Arabella 37
Arabella 38
Arabella 39
Arabella 40
Arabella 41
Arabella 42
Arabella 43
Arabella 44
Arabella 45
Arabella 46
Arabella 47
Arabella 48
Arabella 49
Arabella 50
Arabella 51
Arabella 52
Arabella End
INFO!!

Arabella 1

37.2K 2.2K 91
Galing kay PenaLyra_

"Lari Ara! Cepat lari!!" teriak seorang wanita setengah baya.

"Terus Mama sama Papa, gimana? Kita lari bareng-bareng, yah! Biar Ara bantu buka ikatan mama sama papa." Gadis cantik berusia sekitar sepuluh tahun itu berbicara sambil menangis di selimuti ketakutan. Mancoba menyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.

Wanita setengah baya itu menggeleng. "Nggak sayang! Kami akan baik-baik saja, kamu lari keluar duluan! Nanti mama sama papa nyusul," titahnya.

Gadis kecil yang kerap di sapa dengan nama Ara tersebut terlihat gemetar, dengan suara tangisan yang semakin keras. Ara yang saat itu tidak tau apa-apa harus terlibat dalam urusan seperti ini

"Jangan menangis nak, kamu bukan gadis yang lemah, Mama yakin kamu pasti bisa! Jangan biarkan ada orang lain yang menyakitimu atau mengendalikanmu, cukup kamu yang menentukan apa yang menjadi pilihanmu. Karena kehidupan sangat keras, kadang kita harus terlihat jahat, dan tidak memiliki hati. Anggap ini sebuah permainan, siapa yang kuat dia yang menang. Cepat lari sayang, pergi sejauh mungkin! Kembali jika kamu sudah cukup kuat, dan bisa meneruskan perjalanan mama dan papa untuk memenangkan permainan ini!" ucap Karmila--- Mama Ara.

"A--apa ini pesan sebelum perpisahan, Ma? Ara nggak bisa tidur tanpa Mama sama Papa."

"Tidak sayang, anggap itu sebagai prinsip hidup! Tidak ada perpisahan, Karena mama sama papa akan selalu bersama dengan Ara. Mama sama papa 'kan selalu ada di hati Ara."

Wanita itu menyodorkan sebuah kalung berbandul kunci dengan desain yang sangat indah. "Simpan ini, nak! Hari ini kamu ulang tahun yang ke sepuluh tahun, 'kan? Maaf, Mama tidak sempat menyiapkan pesta ulang tahun untuk mu." Dengan tangan gemetar Ara langsung menerima kalung tersebut.

"Cepat, nak! Sebentar lagi orang itu akan datang! Pergilah sejauh mungkin, nak! Ingat jelas bahwa, ada kami yang menunggu kedatanganmu untuk memenangkan permainan ini!" ujar papa Ara dengan suara parau yang terlihat sudah tak berdaya, dengan wajah yang penuh darah, dan luka di sekujur tubuhnya.

"T--tapi, Ara takut, Pah! Ara nggak berani, kaki Ara lemes!" sahut Gadis itu dengan suara gemetar, dan dibanjiri air mata.

"Tidak ada waktu, Ara. Cepat lari!!! Orang-orang itu akan segera kembali, untuk membunuh kita, semua! Cepatlah Nak, ada Arga yang akan melindungimu! Bukankah masih ada kakak, dan Cila--- sahabatmu? Mereka akan membantumu." Karmila sudah tak mampu lagi menahan air matanya, bagaimana mungkin anak sekecil ini, harus dilibatkan dengan urusan bisnis.

Ara mulai berdiri gontai, hendak berlari keluar, namun langkahnya terhenti kala suara parau Karmila kembali terdengar. "Ara, kalung itu selain menyimpan keindahan akan menjadi kuncimu dalam menemukan jati diri keluarga kita, siapa dan bagaimana, kamu pasti akan menemukannya. Kamar mama dan papa di sanalah kamu akan menemukan jawaban dari setiap pertanyaanmu. Satu lagi yang harus kamu ingat, sayang. Jangan pernah percaya kepada orang lain, kecuali dirimu sendiri!" Ara mengangguk, walaupun sebenarnya ia tidak mengerti maksud dari perkataan Mamanya, apakah sebuah teka-teki? Namun gadis itu yakin, suatu hari nanti ia akan mengetahui maksud dari perkataan Mamanya.

Ara kecil pun berlari keluar dengan kaki gemetar, Karena ruangan tempat penyekapan mereka terkunci, gadis itu keluar melalui jendela yang muat dengan ukuran tubuhnya. Beruntung para penjaga itu sedang pergi semua, entah sedang melakukan hal apa. Mungkin semuanya berpikir bahwa, korban mereka tidak akan keluar karena kondisi yang sudah terluka parah, tapi tidak dengan Ara yang masih memiliki peluang untuk kabur.

"Ma, Pah! Ara akan kembali! Itu janji Ara!" ucap Ara sambil menangis sedangkan kedua orangtuanya tersenyum getir. Ara pun keluar dari gedung tua itu bersembunyi dibalik pohon besar dekat dengan gedung itu, jiwa gadis itu seakan ditarik ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya, sehingga Ara memutuskan tidak pergi, tetapi hanya bersembunyi.

Tak lama kemudian, orang-orang yang menjadi dalang penyekapan keluarga Alexander, datang dengan membawa remaja laki-laki berumuran sekitar tiga belas tahun, dan seorang gadis kecil berusia sama dengan Ara.

Ara membekap mulutnya tak percaya, air matanya luruh begitu saja. "Kak Dimas, Cila? Kalian juga akan menjadi korban? Terus Ara mainnya sama siapa?" Gadis itu mulai melihat melalui celah jendela, aksi para orang-orang yang menyekap keluarganya itu.

"Kemana anak gadismu? Arghhh! Seharusnya kita harus lebih hati-hati, kemana kaburnya anak itu? Entar si bos marah, gimana?" frustasi salah seorang anggota penyekapan itu.

Tiba-tiba saja datang seorang pria, menggunakan hoodie berwarna hitam yang menutupi wajahnya. "Bodoh!! Kenapa kau membiarkan anak itu kabur. Ha-ha-ha tapi biarlah, anak itu tidak akan hidup lebih lama, tanpa seorang pun keluarga!" ucapnya sambil tersenyum miring.

Pria itu berjalan mendekati keluarga Alexander, dengan membawa satu buah pisau di tangannya. Dan kemudian membuka hoodie yang menutupi wajahnya. "Hei ... apa kau mengenaliku, tuan Adrian Alexander yang terhormat?" tanya pria itu, sambil menggoreskan pisau itu di wajah Adrian.

Adrian menatap wajah pria itu tak percaya. "Kau? Jadi kaulah yang menjadi dalang, di balik semua ini!"

"Iya, aku! Anak yang diangkat oleh keluarga mu karena kesepian, ketika kau memutuskan untuk bersekolah di luar negeri. Pasti kau berpikir, mengapa saya melakukan ini? Saya sangat membencimu! karena sejak kepulanganmu ke Indonesia, kasih sayang yang diberikan orang tuamu untuk saya mulai terbagi karena kehadiranmu. Saya sangat tidak suka membagi apapun yang sudah menjadi milik saya. Dan sejak kematian ayahmu, dia memberikan lebih banyak harta untukmu, dibandingkan untuk saya!" ucap pria itu.

"Dasar kurang ajar! Tak tau di untung, keluargaku sudah mengasuhmu. Dan inikah balasanmu?" sahut Adrian menahan sakit di wajahnya, yang terus mengeluarkan darah segar.

Pria jangkung itu menghentikan aksinya, lalu berdiri dan kemudian kembali berjalan ke arah Karmila--istri Adrian. "Dan kau! Apa kau tau? Sebelum kau dijodohkan dengan Adrian, akulah yang lebih dulu mengenal dan mencintai mu! Tapi kau lebih memilih bersama dengan, Adrian! Dan hari ini, kau akan ku bunuh! bersamaan dengan suami dan anak-anak tercintamu!" hardik pria itu, dan kemudian menggoreskan pisau nya ke wajah cantik Karmila.

Karmila menjerit menahan sakit di wajahnya itu, ia menangis tak seharusnya anak-anaknya diikutkan dalam urusan seperti ini. Karmila tak tega melihat wajah polos Dimas dan Cila. "Dasar brengsek!"

"Ohh tenanglah, sayang! Hari ini aku akan menuntaskan semua dendamku kepada kalian! Mari kita nikmati ini!" ucap pria itu kemudian memundurkan tubuhnya menjauhi Karmila.

Ara kecil masih setia menonton pertunjukan itu, air mata terus saja mengalir menghiasi mata indahnya. Tubuhnya gemetar menyaksikan aksi pertumpahan darah itu.

Pria jangkung itu tersenyum miring, mengangkat dan melihat dengan saksama benda tajam yang akan ia gunakan untuk membunuh orang-orang di depannya itu.
"let's start the show! Pertama kita mulai Dengan saudaraku tersayang, Adrian Alexander." Pria itu mendekat ke arah ayah Ara, kemudian mulai memainkan pisaunya di bagian tubuh Adrian.

Ruangan itu dipenuhi dengan suara tangisan, melihat Adrian yang hampir tak bernyawa. "Mari kita akhiri ini!" Pria itu mengambil sebuah pistol, lalu mengarahkannya ke arah kepala Adrian. Dan door! Kepala Adrian hancur berkeping-keping.

Karmila berlari ke arah suaminya itu, ia menangis sejadi-jadinya melihat keadaan suaminya yang sudah tak berbentuk. "Mas!"teriaknya histeris.

"Jangan menangis, sayang! Kau akan menyusul suami tercintamu itu." Pria itu beralih mengangkat Karmila di kerak bajunya, pertama ia menjambak rambut Karmila dengan brutal, lalu menusuk perut Karmila dengan pisaunya. Setelah merasa puas, pria itu beralih mengambil pistol yang ia gunakan untuk membunuh Adrian tadi. "Ucapkan selamat tinggal untuk kedua anak mu, itu!" ucap pria itu dan kemudian menembakkan peluru pada pistol itu ke kepala Karmila.

"Mama! Papa!" teriak Dimas dan cila histeris secara bersamaan, ketika melihat tubuh kedua orangtuanya yang sudah hancur tak berbentuk.

"Kak Dimas, Cila takut!" jerit Cila memeluk erat tubuh Dimas.

"Udah nggak usah takut! Kan di sini ada aku!" Dimas mencoba menenangkan Cila, meskipun di dalam hatinya ia juga merasa sangat takut.

Pria itu bertepuk tangan. "Drama yang menarik. Tapi sudah saatnya kau menyusul kedua orang tua mu!" Saat ini pria itu tak membunuh Dimas menggunakan pistol, melainkan menggunakan pisau.

"Sekarang giliran mu, Dimas Alexander!" Pria itu melancarkan aksinya, ia mengiris lengan Dimas banyak darah segar dari lengan anak itu. Karena banyak darah yang keluar, hal itu menyebabkan Dimas tak sadarkan diri. Dapat dipastikan Dimas akan meninggal karena kehabisan darah

Tanpa memastikan lagi, pria setengah baya itu tersenyum. "Ucapkan selamat tinggal untuk untuk mereka!" ucapnya menatap Cila.

Setelah selesai menghilangkan nyawa orang-orang itu, kini pria itu beralih menatap Cila yang sedang menangis ketakutan melihat ayah, ibu, dan kakaknya yang sudah tak bernyawa. "Dan sekarang giliranmu, anak angkat!" pria itu mengambil pisau, lalu mengiris tangan Cila tepat di bagian nadi gadis kecil itu. Mata gadis itu mulai tertutup secara perlahan.

Merasa puas melihat darah yang keluar tubuh dari mangsanya itu, pria itu tersenyum miring kepada semua orang suruhannya. "Bereskan!" ucapnya yang mendapat anggukan dari orang-orang bayarannya itu.

Ara kecil melihat semua kejadian itu, hanya menangis. "Ara, akan kembali! Saat mawar sudah mekar!" Gadis itupun berlari menjauhi gedung itu dengan tekadnya.

***
Seorang gadis cantik terbangun dari tidurnya, dengan napas yang sudah tak beraturan, dan wajahnya dibasahi oleh keringat. "Oh shit! Lagi-lagi mimpi itu," umpat gadis itu. "Kenapa kejadian itu selalu datang di mimpi ku? Apa ini pertanda kalau gue, harus segera balik, untuk balas dendam?"

Sejak kejadian tujuh tahun lalu, setelah Ara berhasil keluar dari gedung tempat dimana ia dan keluarganya disekap. Ara pergi mencari Arga seperti yang diperintahkan oleh ayahnya, lalu Ara menceritakan semuanya kepada Arga.

Arga yang merupakan orang kepercayaan dari keluarga Alexander, awalnya ingin membunuh orang yang berani berurusan dengan majikannya itu, namun Ara melarangnya. Ara mengakatakn bahwa dirinya sendiri lah yang akan membalaskan semua dendam keluarganya. Dan akhirnya Arga menuruti perkataan Ara. Arga langsung mengambil tindakan, pria mengambil alih semua perusahaan agar tak jatuh di tangan yang salah. Dan akan menyerahkan semuanya pada Ara ketika gadis itu sudah siap. Arga memutuskan untuk membawa Ara pergi ke luar negeri, selain ingin menyembunyikan gadis itu, Arga juga ingin mendidik fisik maupun mental anak itu.

Selama tujuh tahun ini Ara menetap di ibu kota Jepang yaitu Tokyo. Arga selalu mendidik Ara menjadi seorang gadis yang tak memiliki hati dan rasa kasihan. Arga mengajarkan Ara cara memegang pisau dengan benar.

Dengan didikan dari Arga, kini Ara tumbuh menjadi gadis dingin yang tak memiliki hati. Ia pernah membunuh salah satu teman sekolahnya, karena telah berani membully dirinya. Ara membunuh orang itu, tanpa ampun.

Masih dengan keringat yang memenuhi tubuhnya. Ara berlari ke ruangan kerja keberadaan pak Arga, untuk meminta pak Arga mempersiapkan semua keperluannya untuk pulang ke Indonesia.

Saat sudah tiba di depan ruangan yang menjadi tujuannya, langsung saja Ara memasuki ruangan itu.

Arga yang sedang sibuk berkutik dengan laptopnya, segera menghentikan aktivitas saat melihat Ara yang memasuki ruangannya. "Mimpi yang sama lagi, non?" tanya pak Arga yang dibalas anggukan oleh Ara. "Mungkin ini sudah waktunya nona pulang, untuk membalaskan dendam."

Ara menghempaskan bokongnya, di salah satu kursi yang ada di ruangan itu. "Apa mungkin, begitu? Baiklah, kita akan kembali ke Indonesia!" ucap Ara to the poin.

"Apa, nona sudah benar-benar siap?" tanya Arga ragu. "Apakah mental non Ara sudah siap, untuk kembali ke negara itu?"

Ara tersenyum miring. "Gue sudah sangat siap, untuk bermain-main bersama para bajingan itu! Bahkan jika bisa, hari ini juga kita akan berangkat!"

"Baiklah, hari ini kita akan berangkat! Saya akan mengabarkan para maid dan bodyguard yang berada di Indonesia untuk mempersiapkan segala kebutuhan nona, di Indonesia."

Ara mengangguk antusias. Gadis itu segera berlari menuju kamarnya, untuk mempersiapkan segalanya.

To Be Continue....
Sorry for typo 🙏

Next?

Hello ini cerita pertama aku, semoga ada yang suka. Terimakasih:)

Jangan lupa vote dan komen karena setiap vote dari kalian akan sangat berarti untuk penulis pemula kayak aku.

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

472K 24.1K 72
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
401K 43.9K 20
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
5M 287K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
1.2M 65.7K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...