ABHATI

By Lalaa_po

351K 46.5K 2K

[TAMAT]✓ Ratih Fairuza Malik adalah seorang mahasiswi dengan kehidupan yang begitu kacau. Sejak insiden pembu... More

Disclaimer
Prolog
1 | Orang Asing
2 | Putra Mahkota
3 | Pelarian
4 | Pawitra
5 | Bhumi Mataram
6 | Pemuda Bercapil
7 | Seruling Merdu
8 | Kepingan Memori
9 | Awal yang Buruk
10 | Srikandi
11 | Purnama di Atas Langit Pawitra
12 | Busur Panah
13 | Sosok Berjubah Hitam
14 | Time Traveller
15 | Time Traveller (2)
16 | Kembali ke Dunia Itu
17 | Pelarian kedua
18 | Pembunuh
19 | Sayatan Luka
20 | Sebuah Kekecewaan
21 | Bhumi Sambhara Budhara
22 | Si Cantik Bermahkota Emas
23 | Kematian Raja Garung
24 | Raja Muda
25 | Jamuan Kerajaan
26 | Mimpi Buruk
27 | Keputusan Akhir
28 | Kelompok Bayangan
29 | Pernikahan Dua Dinasti
30 | Perjalanan ke Medang
31 | Puri Pratama
32 | Hilangnya Kepercayaan
33 | Siasat Baru
34 | Malapetaka
35 | Sarang Harimau
37 | Hukuman Mati
38 | Busur Bajra
39 | Pertemuan Tak Terduga
40 | Dua Saudara
41 | Dimensi yang Berbeda
42 | Bangkitnya Kekuatan Hitam
43 | Raseksa Penunggu Hutan Undir
44 | Pengabdian dan Kesetiaan
45 | Penyerangan
46 | Perebutan Takhta
47 | Akhir Kisah
Epilog

36 | Penghianat

4.2K 650 52
By Lalaa_po

Bruk!

Seseorang mendorong tubuh Laras hingga ia terjungkal ke depan. tangannya telah terikat ke belakang dan mulutnya dibungkam dengan kain. Seluruh senjatanya kini telah dirampas semua hingga ia tak dapat berbuat apa-apa. Laras mencoba memberontak namun semua usahanya sia-sia saja.

"Sebelumnya aku tidak pernah menyangka kau akan datang kemari. Tapi kau hanyalah seekor serangga kecil, sangat mudah bagiku untuk menyingkirkanmu."

Laras memincingkan kedua matanya, andai ia bisa mengeluarkan suara, ia pasti sudah memaki pria itu.

"Sekarang, kau akan ku beri dua pilihan, gadis muda. Kau ingin menghabiskan hidupmu di pakunjaran, atau menyusul kakek dan kedua orang tua mu di Nirwana? Ha...ha...ha...."

Laras yang sudah diluap api kemarahan, mencoba menyerang dengan mengambil kesempatan saat pria itu tertawa. Ia memanfaatkan kedua kakinya yang tidak terikat untuk menyerang. Darsana terkejut hingga ia tersentak ke belakang.

Laras memutar tubuhnya dan kini ia berada dalam posisi berdiri dengan kedua kakinya, ketika setiap orang berusaha menghadangnya, ia akan memberikan tendangan jejag kepada tiap orang itu satu per satu. Sementara saat mereka kesakitan, ia melompat dengan cepat ke arah Darsana, pria itu adalah sasaran utama kemarahannya, ia menendang perutnya hingga tersentak ke belakang berkali-kali, ia bahkan tak memberikan ruang gerak sedikitpun pada Darsana. Salah seorang kemudian menarik pedangnya dan melukai tungkai atasnya hingga ia meringis kesakitan dan menjatuhkan kedua lututnya. Darah segar pun mengalir dan membasahi lantai. Laras tergeletak lemas sambil menahan kesakitan.

Darsana kembali berdiri tegak seakan tidak kesakitan sama sekali, padahal sebelumnya Laras yakin bahwa serangannya barusan berhasil mengenai pria itu. Namun, melihat caranya berjalan sekarang, ia terlihat biasa saja bahkan seakan tidak merasakan apapun.

kemudian ia berjalan mendekati wanita yang tengah terkapar di lantai itu, "Harus ku akui, kekuatanmu lumayan untuk seorang pejuang wanita satu-satunya yang ada di Bhumi Mataram ini. Tapi, kenapa kau harus selalu repot-repot melakukan semua itu Laras? Apakah aku harus mengingatkanmu, dimana kah posisi seorang perempuan harusnya berada? Kau..."

Pria itu berjalan semakin dekat kemudian berjongkok di hadapannya seraya berkata, "Kau sama sekali tidak pantas. Harusnya kau malu pada dirimu sendiri, sungguh menyedihkan." bisiknya.

Kedua manik mata gadis itu tengah dilahap kemarahan yang amat besar, tetapi ia telah kehabisan banyak tenaga, ditambah dengan darah yang terus mengalir keluar membuatnya semakin lemah. Ia hanya bisa menarik napas dengan susah payah.

"Dengar Laras, sekuat apapun kau berusaha, suatu hari aku pasti bisa mencapai tujuanku, para leluhur Dinasti Sanjaya akan mendengar suara riuh gemuruh penyambutan seorang raja yang akan membangun dinasti baru di atas tanah ini!" Darsana membentangkan tangannya, Kedua matanya terbelalak dengan senyuman lebar.

"Rakai Pikatan dan Pramodawardhani tidaklah lebih dari sekedar sampah yang menghalangi jalanku. Dengan membuat jarak mereka merenggang, maka akan semakin mudah bagiku menyingkirkannya satu per satu. Dan kau..."

"Kau adalah orang yang telah banyak membantuku untuk menghancurkan hubungan mereka. Aku sangat berterima kasih padamu, Laras." ucapnya sambil membelai rambut Laras yang sudah terurai berantakan sejak tadi.

Laras tidak suka saat pria itu menyentuh rambutnya. Terlebih, ia pun membenci sifat asli yang ditunjukkan pria itu. Namun hal yang paling mengguncangnya saat ini adalah saat ia tahu bahwa ia telah bertindak bodoh selama ini. Ia merasa sangat menyesal bahkan ia sangat malu pada dirinya sendiri.

Apakah kini pria itu akan membunuh Pramodawardhani? Laras tidak bisa membiarkannya, ia harus menyelamatkan Pramodawardhani sebelum terlambat. Tapi apa yang harus ia lakukan dengan keadaannya yang sekarang?

Darsana memerintahkan dua anak buahnya untuk segera membawa Laras dan menawannya.

"Aku tidak punya banyak waktu untukmu, aku ingin sekali membunuhmu karena telah mengetahui kedokku sekaligus berusaha menyerangku, tapi karena kau telah membantuku mencapai tujuanku," Pria itu mengangkat dagu Laras, kemudian ia melanjutkan, "Aku akan tetap membiarkanmu hidup dan membusuk di penjara bawah tanah. Aku sudah menyediakan tempat yang bagus bagimu Laras, jadi nyamankan dirimu." kemudian ia tersenyum dan berpaling dari hadapan gadis itu.

Saat berjalan terseret ke luar, tanpa sengaja seseorang berpapasan dengannya di sebuah lorong yang gelap. Orang itu sepertinya tengah berjalan menuju tempat Rakryan Darsana, tetapi anehnya ia tampak memerhatikan Laras cukup lama seakan ia mengenal dirinya. Dan saat Laras menoleh ke arah orang itu ia sungguh terkejut saat mengetahui seseorang di balik jubah itu adalah seorang wanita. Namun anehnya, wanita itu terlihat memalingkan pandangannya saat tatapan mereka saling bertemu. Dan lagi, Laras merasa seperti pernah melihat wanita itu, tapi dimana?

Mereka tidak mengijinkan Laras berdiam cukup lama di lorong itu, kedua prajurit kelompok bayangan yang kasar itu mendesak Laras untuk terus berjalan. Laras yang terus melangkah dengan langkah gontai, sesekali menoleh ke belakang, tepatnya ke arah wanita tadi.

Ia tidak salah lagi, kini ia sudah ingat bahwa wanita itu tidak lain adalah...

"Ayo cepat jalan!" perintah salah seorang di belakangnya, ia pun kembali menatap ke arah depan dan terus berjalan dengan susah payah.

***

"Semua persoalanku dengan Laras sudah tidak bisa diluruskan lagi. Kita berdua memang benar-benar sudah sangat jauh," gumannya.

Ratih mengembuskan napas gusar, ia tengah duduk di dekat jendela sambil memandangi sinar rembulan yang begitu indahnya. Malam ini adalah bulan purnama, malam yang sama dengan saat ia pertama kali diperkenalkan oleh Resi Adwaya sebagai salah satu cantriknya. Ia sangat ingat, malam itu rasanya dia sedang diliputi penuh kebahagiaan. Suasana di pasraman adalah yang paling ia rindukan. Walaupun mereka semua bukan keluarga aslinya, serta itu bukan tempatnya yang seharusnya, namun di sanalah ia menemukan arti keluarga. Ketenangan dan keharmonisan pun ia dapatkan di sana, sangat berbeda dengan kehidupannya di kerajaan seperti ini, mungkin itu semua karena aura spiritual dari tempat itu.

Ratih mengangkat tangannya dan memandangi sebuah cicin yang tersemat di jari manis sebelah kirinya. Batu mulia di cincin itu berkilauan terkena cahaya rembulan, sangat indah. Pasraman memiliki sejuta kenangan yang takkan Ratih lupakan. Di sana juga merupakan tempat mereka berdua bertemu hingga menghabiskan waktu bersama. Semua itu sangat indah, tepatnya saat semua bencana ini belum terjadi.

Entah kenapa tiba-tiba ia merindukan Rakai, ia ingin sekali pria itu ada di sisinya untuk saat ini. Namun yang Ratih inginkan bukanlah kehadiran Maharaja Rakai Pikatan, melainkan Raka sang kesatria biasa yang dulu pernah ia kenal.

Tanpa disadari Ratih meneteskan air matanya. Ia mendekap cincin itu dengan kedua tangannya. Ia mendekapnya seakan tidak ingin kehilangan cincin itu sebagaimana ia telah kehilangan Rakai.

"Aku gagal...aku telah gagal melaksanakan tugasku, sekarang tidak ada lagi yang bisa kulakukan...semuanya telah hancur," ucap Ratih dalam tangisnya.

Dalam keheningan malam yang diwarnai isak tangisnya, tiba-tiba angin berembus dengan kencangnya. Ratih menengadah dan melihat ke arah luar jendela. Sambil melindungi matanya dari terpaan angin, ia memerhatikan dahan-dahan pepohonan yang berayun ditiup angin. Daun-daun kering yang berserakan pun Saling beterbangan tak tentu arah. Embusan angin itu menghapus air mata yang ada di sudut matanya.

Seluruh lilin yang ada di kamar itu pun menari-nari karena tiupan angin yang begitu kencang. Tidak lama setelah keadaan mulai kembali seperti semula, gadis itu berniat untuk menutup daun jendela. Namun, saat ia tidak sengaja memandang jauh di atas langit, terlihat sesuatu yang tengah melayang-layang tertiup angin. Dan saat ia memincingkan kedua mata, ia sadar ada sebuah benda kecil berkilauan di atas sana.

Ratih mengangkat tangan, mencoba meraihnya. Dan saat mendapatkan benda itu, ia membuka telapak tangannya. Ternyata itu adalah serpihan bunga randa tapak yang melayang-layang terbawa angin. Bunga ini selalu mengingatkannya kepada seseorang, dan hal yang paling ia sukai adalah ketika orang itu berkata...

"Kemana pun benih itu jatuh, ia akan tumbuh dan membuat kehidupan baru."

Ratih terjingkat, di kesunyian malam yang begitu tenang, tiba-tiba ia mendengar suara seseorang, suara siapa itu? Kemudian secara reflek ia pun dengan cepat menoleh ke belakang,

"Raka?"

***

Ratih terjingkat dari tempat tidurnya, napasnya memburu ketakutan. Ia menoleh ke segala arah dan mendapati jendela kamarnya yang tertutup rapat.

"Ternyata hanya mimpi," gumannya pada diri sendiri. Kemudian ia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan.

Ia mengangkat jadi manisnya dan terus memerhatikan cincin itu sampai tidak menyadari bahwa seseorang tiba-tiba datang dan memasuki kamarnya, orang itu tidak lain adalah Nirma.

"Ndoro, ini sudah saatnya," ucap Nirma.

Kemudian Ratih teringat bahwa hari ini adalah hari penobatannya, ia pun mengangguk dan membiarkan Nirma melakukan tugas seperti biasanya dibantu dengan beberapa dayang lain sementara Ratih beranjak menuju kolam pemandiannya.

Ratih mencelupkan ujung kakinya dan menyesuaikan suhu untuk beberapa lama sebelum kemudian ia memasuki kolam yang sudah bertabur kelopak mawar itu. Kolam ini cukup luas, bahkan ia kerap kali berenang-renang di kolam itu. Namun untuk saat ini Ratih sedang tidak ingin berenang, ia cukup membiarkan tubuhnya terendam air saja. Dan pikirannya pun sudah berkelana kemana-mana.

Ia mencoba untuk mengatakan pada sang pemilik tubuh ini, ia mencoba meyakinkan diri sebagai Pramodawardhani, bukan sebagai Ratih. Bahwa ia akan menjadi seorang ratu, dan ini bukanlah persoalan yang biasa. Akan ada banyak tanggungjawab yang harus diembannya. Tapi ia akan menyanggupi ini, sepenuhnya ia akan berusaha menjadi Pramodawardhani. Bersamaan dengan itu, kini hingga ujung kepalanya pun telah terendam sempurna ke dalam air.

***

Sepeninggal Rakai Pikatan, kini Pramodawardhani naik tahta dengan gelar Maharani, untuk pertama kalinya ia akan duduk di atas singgasana itu. Sebuah hal yang sangat mustahil ketika seorang gadis berusia 18 tahun tiba-tiba menjadi seorang ratu. Bahkan, sampai detik ini pun itu adalah sebuah hal yang tidak pernah terbesit dalam benak Ratih.

Ratih menghamburkan pandangannya, dilihatnya seluruh isi penjuru balairung istana yang sangat megah ini. Upacara penobatannya sudah hampir selesai namun ia tidak mendapati Laras dan Rakryan Darsana di sana.

Kini tiba saatnya untuk pemberian mahkota, yang mana setelah ini ia akan benar-benar menjadi seorang penguasa yang diakui dan memiliki seluruh wewenang terhadap kerajaan ini begitu pun seluruh Bhumi Mataram. Setelah penobatan ini, Ratih sudah berencana untuk menurunkan Darsana dari jabatannya agar ia tidak memiliki wewenang lagi dalam kerajaan. Setelah itu, ia akan mudah untuk membongkar kelicikannya selama ini.

"Aku memang tidak punya bukti untuk membuktikan Rakryan Darsana bersalah, tapi aku akan memastikan bahwa dia akan dihukum atas segala perbuatannya." ucapnya dalam hati.

Tepat sebelum upacara terakhir selesai, tiba-tiba segerombolan prajurit masuk ke dalam balairung istana dan menghancurkan kesakralan upacara itu. Dengan cepat Ratih berdiri dan bertanya-tanya siapa yang memerintahkan para prajurit ini untuk merusak upacara penobatannya yang tengah berlangsung.

"Apa-apaan ini? Mengapa para prajurit dari bangsal kepatihan tiba-tiba berada di sini?" tanya salah seorang pendeta yang telah menyiapkan semua upacara ini.

"Aku yang memerintahkan mereka resi," jawab seseorang yang berjalan masuk dengan angkuhnya.

"Tapi kenapa rakryan? Apakah kau telah memilih untuk memberontak terhadap Kerajaan Medang?"

"Aku tidak memberontak, tapi aku akan melindungi kerajaan ini dari wanita itu!" tandas Darsana seraya menunjuk ke arah Ratih. Seketika seluruh rakyat yang menjadi saksi penobatan di ruangan itu saling bertanya-tanya tak mengerti dengan ucapan Rakryan Darsana barusan.

"Permainan bodoh apa lagi ini rakryan? Setelah kau memenjarakan Panglima Abdiwasepa, kini kau akan memenjarakanku tanpa alasan yang jelas?" balas Ratih tidak terima.

"Aku tidak bicara tanpa alasan, tapi selama aku hidup, aku tidak akan membiarkan darah dari Wangsa Syailendra menguasai kerajaan ini, itulah sumpah yang telah ku buat dengan Raja Garung! Dan juga, sebagian besar petinggi kerajaan ini tidak akan setuju dengan penobatan ini!" paparnya dengan nada tinggi.

"Ku perintahkan kalian untuk menahan wanita ini sekarang juga!" perintah Darsana pada para prajuritnya. mereka pun mengambil posisi melingkar dan menghunuskan setiap pedangnya ke arah Ratih.

"Berhenti! apa yang telah kau lakukan ini rakryan! Kau tidak bisa menahan Ratu Pramodawardhani begitu saja, dia adalah seorang parameswari di kerajaan ini, dia juga merupakan putri dari Raja Samaratungga. Dengan menahannya kau sama saja telah mendatangkan malapetaka besar bagi kerajaan ini, kau akan membuat hubungan antara dua wangsa mataram yang telah susah payah dibangun raja kita kembali retak!" tahan salah seorang petinggi kerajaan.

Darsana yang tampak memikirkan perkataan barusan, kembali membalikkan badan seraya berucap, "Hukuman bagi sebuah kejahatan tidak memandang siapa pun orang itu, mungkin selama ini gelarnya lah yang telah membuat kita semua lupa siapa yang telah membunuh raja kita," cetusnya.

Seketika seisi ruangan pun terdiam, mereka sontak memusatkan pandangan ke arah Ratih yang terkepung oleh para prajurit di tengah ruangan.

"Tentu saja! Kaulah pembunuh itu rakryan!" seru Ratih.

"Aku tidak membunuh siapapun, Yang Mulia. Jangan pernah melempar tuduhanmu kepada orang lain. Untuk membuktikan perkataanku, aku akan menghadirkan bukti kepada semua orang saat ini juga." ucap Darsana. Ratih sedikit bingung dan bertanya-tanya memangnya apa yang bisa dibuktikan oleh pria licik itu.

"Bawa dia kemari!" perintah Darsana.

Kemudian datang dua orang prajurit yang masuk sambil menyeret seorang pelayan yang tidak lain dia adalah Nirma.

Nirma adalah satu-satunya pelayan setia Pramodawardhani bahkan sejak mereka masih berada di kerajaan Syailendra.

Rakryan Darsana meminta Nirma untuk memberi kesaksian terhadap semua yang dilakukan Pramodawardhani selama ini, dan tentu saja Ratih merasa lega karena sudah pasti Nirma akan mengatakan yang sebenarnya bahwa selama ini ia memang tidak pernah merencanakan apapun apalagi sampai berniat membunuh raja.

Ratih menarik napas lega, awalnya ia sudah berpikiran yang tidak-tidak, namun setelah mengetahui bahwa bukti yang dimaksud itu hanya berupa kesaksian Nirma, yang tak lain adalah pelayan setia sekaligus orang yang sudah ia anggap teman dekatnya, maka tidak ada lagi kekhawatiran dalam diri Ratih. Malah, Rakryan Darsana hanya akan membuat malu dirinya sendiri.

Darsana mulai berjalan menghampiri Nirma, "Kau adalah pelayan terdekat Ratu Pramodawardhani, maka kau harus bersumpah akan memberikan jawaban yang sebenarnya, bersumpahlah kau tidak akan berbohong di balairung istana yang suci ini!" perintahnya.

"A...Aku bersumpah...aku akan mengatakan yang sebenarnya, aku tidak akan berbohong," ucap Nirma gemetaran.

"Sekarang, katakan di hadapan semua orang! Katakan semua yang kau ketahui selama ini tentang Yang Mulia Ratu!" desaknya.

"Setahu hamba, Ndoro Putri adalah seorang yang baik hati...."

Ratih tersenyum, ia sangat senang mendengar hal itu dari Nirma. Baginya, Nirma adalah kunci untuknya terbebas dari semua ini.

"...Tapi...." kemudian Nirma melanjutkan, "Semua kebaikan itu hanyalah topeng untuk mencapai semua keinginannya, yang sebenarnya ia tidak lebih dari seorang monster berkedok tuan putri yang siap menyiksa semua dayang yang tidak bekerja sesuai dengan keinginannya. Dia juga kerap kali menyiksa hamba, tapi hamba selalu diam karena merasa tidak cukup berani untuk mengadukan ini ke siapa pun. Itu...itulah yang hamba tahu."

Seketika senyuman Ratih menghilang. Samar-samar terdengar gunjingan dari semua orang yang mulai mengusik telinganya. Ratih tidak percaya, ia tidak menyangka bahwa Nirma akan berbicara yang sebaliknya, bukan yang sebenarnya.

"Apa-apaan ini Nirma? Apa yang telah kau katakan ini?" teriak Ratih dari kejauhan, ia tidak bisa berjalan lebih dekat ke arah Nirma karena keadaannya yang tengah terkepung saat ini. Di kejauhan, Nirma terlihat menundukkan kepalanya seakan tidak berani menatap siapapun. Bahkan, sejak masuk ke ruangan ini tadi ia sama sekali tidak menatap mata Ratih.

"Nirma!" bentaknya sekali lagi.

"Jangan membuang tenaga untuk melakukan semua ini Yang Mulia Ratu. Kau tidak perlu marah kepadanya, dia hanya mengatakan apa yang dia tahu dari mu selama ini," potong Darsana.

Ratih tidak dapat banyak bergerak, para prajurit di sekelilingnya semakin mendekatkan pedang mereka ke arahnya. Padahal ia ingin sekali menghampiri Nirma.

"Lanjutkan pelayan, jadi apakah benar Ratu Pramodawardhani telah merencanakan sesuatu selama ini?" tanya Darsana lagi kepada Nirma.

"Iya benar" jawab wanita itu penuh yakin, "Selama ini Ndoro Putri menyimpan kebencian terhadap raja, bahkan pernikahan politiknya ini pun bukanlah hal yang ia inginkan. Ia mencintai pria lain, tetapi dipaksa menikah dengan Yang Mulia Rakai Pikatan. Untuk itulah, ia bertekad untuk membunuh raja dan mengambil alih kekuasaannya." Jelas Nirma

Ratih yang mulai geram kembali mengangkat suara.

"Bohong, itu semua bohong! Apa yang ia katakan semuanya tidak benar!" tangkas Ratih.

"Kau tidak bisa menutupi semua kejahatanmu kali ini Yang Mulia, bahkan pelayanmu sendiri lah yang telah membongkar kedokmu."

Ratih menggeleng, ia menatap ke arah semua orang yang kini memberikan tatapan tak percaya kepadanya, bahkan seorang pendeta yang awalnya sangat yakin akan penobatan dirinya, sekarang terlihat hanya diam seribu bahasa.

"Biar aku ingatkan kepada seluruh orang di balairung istana ini..." papar Darsana sambil membuka kedua tangannya lebar-lebar, "Bahkan, Yang Mulia Rakai Pikatan sendiri membencimu karena kau telah membuat siasat terhadap insiden di pasraman, dan itu sudah jelas dibuktikan dengan kesaksian seorang pemuda bernama Lingga. Dan kau lah yang telah membuat raja kita melakukan perjalanan ini, seandainya dia tidak pergi, semua ini sudah jelas tidak akan terjadi. Jadi sekarang akui saja bahwa semua ini kau lakukan tidak lain karena kau menginginkan singgasana itu," tunjuknya tepat ke arah singgasana raja.

Sekali lagi Rakryan Darsana telah menang darinya, tapi ia juga tidak bisa memberikan bukti kuat atas semua perbuatan yang telah ia lakukan selama ini. Ratih meremas gaunnya kuat-kuat, kemudian dua orang prajurit menarik lengannya dengan kasar, mereka pun membawanya dengan paksa dari ruangan itu. Ketika berjalan melewati Darsana, sekali lagi ia melihat senyuman licik pria itu dari sana.

Saat menoleh ke sisi lain, ia mendapati Nirma yang berdiri sambil menatap ke arahnya. Kenapa wanita itu begitu tega melakukan semua ini terhadapnya, apa yang telah salah dari perlakuan Ratih selama ini sehingga wanita itu memilih untuk menghianatinya?

Kedua manik mata Ratih diliputi perasaan kecewa terhadap Nirma, namun sebaliknya, pelayan itu bahkan tidak memperlihatkan perasaan bersalahnya sedikitpun terhadap Ratih. Wanita itu...apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya. Ratih menggeleng tak percaya sambil menatapnya.

Dalam setiap langkah yang Ratih ambil, ia akan mendapat hunjaman tatapan kebencian semua orang bak anak panah yang melesat bertubi-tubi ke arahnya. Ratih membalas semua tatapan kebencian itu seakan ia ingin mengatakan bahwa semua ini tidak benar, kalian semua telah dibodohi oleh kelicikan Darsana. Tapi tidak ada yang bisa dia katakan lagi, pernyataan yang diberikan Nirma tadi sudah sangat kuat untuk mematahkan kepercayaan semua orang terhadapnya.

Di sepanjang jalan menuju pakunjaran istana, Ratih tak habis-habisnya memikirkan semua ucapan Nirma di balairung istana tadi, tepat di hadapannya dan juga di hadapan semua orang. Semua ini terjadi sangat cepat dan seperti sudah direncanakan.

***

Di sisi lain, keadaan kerajaan semakin memburuk setelah apa yang terjadi di balairung istana pagi tadi, kini semua orang kembali dibuat bingung dengan kekosongan penguasaan setelah orang yang seharusnya dinobatkan, malah terbukti bersalah dan harus menerima hukuman. Sebagian para petinggi kerajaan setuju untuk mengangkat Darsana yang sebelumnya menjabat sebagai Rakryan Kanuruhan menjadi raja ke-7 menggantikan Rakai Pikatan.

Tentu saja Darsana menyanggupi akan hal itu, tetapi penobatan tidak bisa dilakukan untuk sekarang karena situasi kerajaan yang tidak memungkinkan ditambah dengan penolakan rakyat yang menentang pengangkatan Darsana sebagai seorang raja. Terlebih, para pendeta juga masih memperdebatkan masalah ini, itu karena Darsana tidak memiliki darah Wangsa Sanjaya dan juga ia tidak memiliki ikatan kekerabatan apapun dengan raja.

Maka keputusan di hari itu pun menyatakan bahwa Rakryan Darsana berkewajiban sebagai penanggung jawab tahta kerajaan. Ia baru akan dianggap sebagai seorang raja secara resmi setelah penobatannya dilakukan.

Sejak saat itu, roda pemerintahan terpusat pada keputusan rakryan dan dewan kerajaan, mereka semua pun semakin memercayai Darsana sebagai pemimpin tertinggi karena telah mengungkapkan dalang di balik pembunuhan Maharaja Rakai Pikatan.

***

Di malam harinya, Darsana tengah duduk di dalam ruangan raja dengan santainya. Seketika seorang wanita datang untuk memenuhi panggilannya.

"Masuklah!" perintah Darsana, bahkan tanpa menatap ke arah orang itu pun ia sudah tahu siapa yang datang. Kemudian pria itu berdiri dan memerintahkan kepada seluruh prajurit yang ada di ruangan itu untuk keluar dan meninggalkan mereka berdua saja.

Setelah merasa keadaan sudah memungkinkan, barulah Darsana mengangkat suara.

"Kau telah melakukan tugasmu dengan sangat baik, aku sangat terkesan, terima ini." ucapnya seraya menyerahkan sesuatu kepada wanita itu.

Nirma tidak bergeming sedikit pun, ditatapnya sekantong emas yang kini tengah berada di genggamannya.

"Kau tidak ingin mengucapkan terima kasih? Baiklah kau boleh langsung pergi," ucap Darsana seraya memalingkan badannya.

"Tidak," ujar Nirma. Seketika Darsana kembali menoleh ke arahnya.

"Maafkan aku, tapi aku tidak dapat menerima semua ini Tuanku," ucapnya sambil mengembalikan kantong emas tersebut kepada Darsana. Darsana terkejut dan kembali membalikkan badannya.

"Semua ini ku lakukan tidak lain hanya untuk membalaskan dendamku," ungkapnya, kemudian gadis itu segera berlalu pergi setelah ia mengembalikan kantung emas tersebut.

Darsana hanya tersenyum sambil mengangkat satu alisnya, ia mainkan kantung emas tersebut dengan melempar-lemparkannya ke udara.

"Gadis pintar," gumannya.

***

Malam sebelumnya...

Nirma berjalan mengendap-endap sambil memakai sebuah jubah hitam menuju ruang rahasia yang berada di balik bangsal kepatihan.

Setelah memasuki ruangan itu, ia harus berjalan cukup jauh di antara lorong-lorong yang gelap dan menyeramkan.

Saat hampir tiba di ruangan rahasia itu, ia cukup dikejutkan oleh dua orang prajurit yang membawa seorang tawanan baru, tetapi kali ini dia adalah seorang perempuan.

Nirma mencoba mengenali wajah wanita itu dan alangkah terkejutnya ia saat mengetahui bahwa dia adalah srikandi kerajaan. Tiba-tiba saja srikandi mendongakkan kepalanya dan memandang ke arahnya, reflek ia pun memalingkan pandangannya ke arah lain karena khawatir wanita itu akan mengenalinya.

Dengan segera, ia pun bergegas pergi dari hadapan mereka dan langsung masuk ke dalam ruangan untuk menemui Rakryan Darsana.

"Tuanku, apakah Anda memanggil hamba?" tanyanya pada sosok pria berbadan besar yang berdiri memunggunginya, saat pria itu memutar badannya, ia pun tersenyum lebar.

"Tentu saja, aku punya sebuah tugas untukmu besok"

Continue Reading

You'll Also Like

33K 1.7K 8
Kisah Klasik tentang cinta masa SMA yang dialami seorang cewek gendut nan jutek bernama Kintara ini cukup unik ia tak mengira dengan penampilan fisik...
KASHMIR By B.O.S🚀

Historical Fiction

382K 24.9K 121
Menjadi pengantin dari kerajaan yang wilayahnya telah ditaklukkan bukanlah keinginanku. Lantas bagaimana jika kerajaan yang aku masuki ini belum memi...
4.3K 856 30
Peradaban kerajaan Nusantara? Tentu saja kakak adik bernama Lokamandala Nalendra Putra dan Batari Nalendra Putri tidak terlalu peduli dengan semua it...
124K 10.6K 30
Reyhan si mahasiswa pintar namun bar-bar bertransmigrasi kedalam tubuh seorang gadis pacar seorang most wanted namun sayangnya banyak yang gak suka k...