_ Diri Sendiri, Aku menginginkan itu_

19 15 1
                                    

Salahkah jika aku berharap? Memilikimu misalnya.

_Dzikry_

Melelahkan sekali rasanya hari ini, Dari pagi sampai sore dihadapkan berbagai masalah. Pertengkaran dengan keluarga, kerjaan kantor, Tugas kuliah dan gadis itu.

Saat ini aku menempuh pendidikan disalah satu universitas di kota ini, tepatnya universitas milik Ayah. Sekarang aku sudah semester 2 jurusan Manajemen Bisnis. Walaupun masih kuliah, Ayah sudah memberikan kepercayaan untuk mengurus salah satu perusahaaanya. Ini yang tidak aku suka, semuanya diatur oleh Ayah, Dari mulai sekolah, kuliah, sampai pergaulan. Mau tidak mau, semua harus ikut aturan ayah. Bahkan aku tidak menyukai jurusanku, tidak menyukai pekerjaanku, semua yang ayah inginkan tidak aku sukai.

Aku termasuk anak yang beruntung. Berada dilingkungan keluarga yang kaya raya. Apapun yang aku inginkan akan dipenuhi, asalkan tetap patuh pada aturan Ayah. Namun, seiring berjalannya waktu aku sadar, bahwa aku tidak dalam keadaan baik baik saja. Ayah, Ibu, kakakku sibuk dengan kerjaannya. Sedangkan Aku dan adikku sejak kecil hanya di asuh oleh beberapa orang kepercayaan Ayah, Bibi Suri dan Bibi Ina.

Mereka berdualah yang merawatku dan adikku sejak kecil. Kalau Kakak, Dia yang mendapat perhatian penuh dari Ayah dan Ibu. Alasannya apa?. Dia tidak pernah membantah perintah Ayah. Bahkan sekarang dia sibuk mengurusi beberapa bisnis ayah diluar negeri.

Aku sadar, aku tidak pernah mendapatkan kasih sayang ayah dan ibu yang utuh. Bahkan mirisnya, shalat, membaca Alquran dan hal hal yang berkaitan dengan agama, tidak pernah ayah dan ibu ajarkan. Semuanya dari bibi Suri dan bibi Ina.

Hari ini aku tidak akan pulang kerumah, masih ingin menenangkan diri. Aku akan bermalam di apartemen untuk sementara waktu. Sebelum pulang aku mampir ke toko kue dulu, tadi aku mendapat chat dari adikku Faiz, Minta dibelikan kue.

Yah, Muhammad Faizal Hidayatullah. Dia sepaket denganku. Tidak suka diatur oleh Ayah dan tidak suka berada di rumah. Menurutnya dirumah sama seperti kuburan, sepi. Semua sibuk dengan kerjaannya. Dia akan pulang kerumah, jika ada aku atau rindu dengan bibi Suri dan bibi Ina. Rumah yang luas, harta yang berlimpah tidak menjamin sebuah kebahagian. Itu yang sering dia ucapkan.

Mungkin kalian heran, kenapa nama nama kita sangat bagus, padahal Ayah dan Ibu tidak begitu mengerti dengan agama. Yah, Nama nama kamipun bukan dari Ayah dan Ibu, tapi dari Kakek kami. Namun sayang, kakek lebih memilih tinggal di kampung daripada di rumah Ayah. Menurut beliau, kampung lebih nyaman dan lebih asri.

Muhammad Raihan Hidayatullah, Muhammad Dzikry Aqlan Hidayatulah, dan Muhammad Faizal Hidayatullah. Nama dari kakek kami, Muhammad Rosyid.

_________

Baru saja aku mau keluar dari toko, aku melihat gadis itu. Gadis yang sempat aku bawa kerumah sakit. Aku berniat untuk menjelaskan kejadian tadi siang. Tapi sebelum itu, aku bawa kuenya dulu ke mobil.

Ketika aku mau menghampirinya, aku melihatnya berlari menuju arahku. Aku berhenti melangkah, namun dia juga berhenti. Melihatnya bingung ketika aku menatapnya, sepertinya aku yang harus menghampirinya.

Aku mengajaknya ke mobil, untuk menceritakan kejadian itu. Namun kelihatan dari mukanya, sepertinya dia ragu kepadaku.

Dimobilku lebih aman, akupun tidak akan lama menjelaskannya, kalian juga berdua. Jadi tidak akan ada fitnah”. Ucapku meyakinkan.

Setelah aku menjelaskan semuanya. Aku mendengarkan tanggapan dari dia. Aku merasa sangat bersalah karena telah membuatnya sedih.

"Maaf jika itu membuat bersedih, aku tidak akan memberi tau siapa siapa. Namun izinkan aku untuk membayar kesalahanku ini. Apa yang kamu minta?”

Aku menuturkan kalimat itu, supaya bisa membayar kesalahanku, yang sudah lancang terhadapnya. Namun jawabannya membuat aku terdiam.
Sungguh, dia perempuan yang baik. Ucapku dalam hati.

Setelah memberi salam, Dia keluar begitu saja dari mobilku bersama teman perempuannya.
" Waalaikummussalam."

" Aku harus bertemu perempuan itu lagi. Aku penasaran dengan pribadinya, namanya saja belum aku tau, main pergi saja dia." Ucapku sambil tersenyum menatap kearah gadis  itu.

15 menit lagi masuk waktu shalat magrib. Aku harus bergegas kembali. Faiz pasti sudah menunggu.

_____________

" Assalamu alaikum."

" Waalaikummussalam. Kuenya dipanggang berapa jam bang? lama bener."

" Maaf adekku tersayang, tadi tiba tiba ada urusan mendadak. Nih kuenya."

" Tiba tiba, emang urusannya a......."

" Nggak jadi makan, nanti saja. Ayo shalat magrib dulu."

" Tapi bang, ini.."

" Eettsss,, cek cek cek... bibi Ina selalu bilang begini, Den Dzikry sama Den Faiz ingat yah, shalatnya harus tepat waktu."
Ucapku sambil memperagakan gerak jari bibi Ina.

" Hahahaah.... Suara bibi Ina nggak sejelek suara abang."

Kami berduapun tertawa.

Setelah melaksanakan shalat magrib dan mengaji, barulah aku dan Faiz makan bersama.
Kebersamaan seperti ini yang aku harapkan, semoga bisa makan bersama dan tertawa bersama. Aku dan Faiz selalu berdoa, semoga kelak keluarga kita bisa harmonis dan tidak hanya mementingkan urusan pekerjaan saja. Aku dan Faiz selalu menitipkan itu dalam doa.

Meski keadaannya seperti ini, Namun kami berdua masih bergantung sama Ayah dan Ibu. Dari sinilah, Aku dan Faiz tidak bisa melawan kemauan Ayah. Bibi Suri juga sering menasehati kami berdua untuk tidak pernah membantah perintah orang tua. Ada hadits yang selalu bibi ajarkan kepadaku dan Faiz.

Dari Abdullah bin 'Amru RA, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) bersabda: "Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua". (HR At-Tirmidzi: 1899, HR. Al-Hakim: 7249, Ath-Thabrani Al-Bazzar: 2394, Hadis Hasan).



JEJAK CINTA MUSLIMAHWhere stories live. Discover now