Mémoire : 45. Tears

16.1K 1.7K 294
                                    

Gadis itu yakin, dia baru saja tertidur sebentar. Tapi sungguh, gelak tawa itu membuat dia harus kembali meninggalkan rasa kantuknya. Memilih membuka mata perlahan, dan hatinya tiba-tiba menghangat saat melihat tiga orang yang sangat dia sayangi, tampak begitu bahagia dengan tawa mereka.

Indah. Lisa tak ingin kehilangan itu. Jika bisa, dia ingin setiap saat melihat mereka tertawa. Tanpa tangis, tanpa beban. Dan tanpa halangan siapa pun.

Lisa tersenyum. Mendengar berbagai lelucon yang dikeluarkan oleh ketiga kakaknya, tanpa siapa pun sadar bahwa bungsu Kim itu sedang memperhatikan mereka dengan senyum penuh kesenduan.

Satu tetes air mata jatuh, kala Lisa tahu jika suatu saat dia akan kehilangan tawa itu. Dia... Tak akan mengingat betapa indahnya suara tawa mereka.

"Eoh, kau terbangun? Apa kami membangunkanmu?" Rosé terkejut saat melihat kedua mata sang adik kembali terbuka. Padalah Lisa baru tertidur selama kurang lebih lima belas menit.

"Aniya, mendadak aku tak ingin tidur malam ini." Jawab Lisa dengan senyuman. Menutupi rasa sakit yang mulai menghujami perasaannya.

"Kau membutuhkan sesuatu?" tanya Jisoo mendekat.

Lisa terdiam sejenak. Dia ingat, kemarin telah benar-benar melukai perasaan Jisoo karena tak sengaja melupakan nama kakaknya itu. Sekarang, kakak sulungnya tampak baik-baik saja. Tapi Lisa tahu, jauh di lubuk hati Jisoo ada kekecewaan yang sulit sekali hilang.

"Lisa?" Gadis berponi itu terkesiap mendengar panggilan Jisoo.

"Aniya. Bagaimana jika kita menonton film?" usul Lisa sembari memandang jam dinding di ruangan itu. Masih pukul delapan malam, yang artinya mereka masih memiliki banyak waktu sebelum tertidur.

"Aku setuju. Bagaimana jika film sedih?" ujar Rosé bersemangat. Gadis berambut blonde itu sangat cinta dengan jalan cerita yang menyedihkan di dalam sebuah film maupun buku novel.

"Tidak. Kau dan Lisa bisa-bisa membanjiri ruang rawat ini jika kita menontin film dengan genre itu. Bagaimana jika horor?" kali ini, Jennie yang bersuara. Dia tentu tak mau terganggu dengan suara tangis kedua adik cengengnya ketika sedang mendalami sebuah film.

"Ya! Kau ingin aku dan Lisa pipis di celana seperti beberapa bulan lalu, Unnie?" Rosé protes. Dia dan Lisa sangat benci dengan film horor.

Beberapa bulan lalu, Jisoo dan Jennie pernah menyeret Lisa dan Rosé menuju bisokop pribadi yang ada di mansion untuk menonton film horor. Mereka bedua hanya beranggapan jika Rosé dan Lisa hanya berlebihan dengan ketakutan akan film horor. Tapi baru seperempat film berjalan, keduanya harus pasrah karena tiba-tiba ada bau tak sedap yang mengganggu. Itu adalah hasil dari ketakutan Lisa dan Rosé.

"Baiklah. Kita akan menonton Comedi. Tak ada bantahan."

Jisoo berjalan menuju televisi di ruang rawat itu untuk memutar sebuah film setelah tak mendapat bantahan lagi.

Mereka menikmati film itu. Jisoo ada di samping Lisa. Memeluk adiknya yang kini sedang dalam posisi setengah duduk. Sedangkan Rosé dan Jennie duduk di bangku yang ada di dua sisi ranjang Lisa. Sesekali ada tawa yang keluar saat sebuah adegan konyol terjadi.

Lisa ingin sekali tertawa seperti ketiga kakaknya. Ini adalah film komedi, tapi dia justru menangis dalam diam. Hingga memilih memejamkan mata dengan perlahan sambil bersandar pada dada kakak sulungnya.

"Mianhae." Bisik Lisa amat pelan. Mampu membuat senyum Jisoo meluntur.

Detik itu, dia tak bisa lagi menikmati bagaimana kelucuan di dalam film yang mereka tonton. Satu kata yang Lisa lontarkan, benar-benar menusuk hatinya. Dia kembali mengingat, bahwa kebahagiaan ini hanya sementara. Dan... Sangat singkat.

Mémoire ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora