Mémoire : 7. Benzodiazepin

14.5K 1.9K 645
                                    

Seumur hidup, Lisa tak pernah merasa takut seperti saat ini. Jantungnya seakan dipacu begitu cepat, dan tubuhnya seperti berada di laut terdalam. Ketika Jisoo kembali menghubunginya. Memberitahu jika Jennie dilarikan ke rumah sakit karena tak sadarkan diri di ruangannya.

Lisa sekarang benar-benar ketakutan akan kondisi Jennie. Bukannya berprasangka buruk, tapi keadaan kakaknya akhir-akhir ini cukup membuat Lisa selalu dilanda khawatir. Apalagi, sedari kecil Jennie tak pernah masuk ke rumah sakit bahkan pingsan. Kakak keduanya itu adalah yang terkuat di antara keempat gadis Kim.

Sesampainya di depan ruangan yang sebelumnya sudah Jisoo beritahu melalui telepon, Lisa berhenti sejenak untuk mengatur napasnya yang memburu. Berusaha meyakinkan hatinya jika Jennie akan baik-baik saja.

Dengan keraguan yang begitu dalam, Lisa memberanikan diri untuk menggeser pintu ruang rawat VVIP itu. Dan dirinya benar-benar seperti terjun ke dalam jurang saat melihat Jennie kini sedang berbaring di atas ranjang dengan mata terpejam dan nasal canula yang terpasang di hidungnya.

"Dia... Belum sadar?" tanya Lisa pelan, saat sudah ada di samping ranjang Jennie dan mengusap kepala kakaknya dengan hati-hati.

"Sudah. Dia sempat menjalani beberapa pemeriksaan. Setelah itu dia kembali tertidur." Jawab Jisoo yang kini sedang duduk di samping ranjang Jennie. Berhadapan dengan Lisa yang masih betah berdiri dan menatap wajah pucat kakak keduanya.

"Hasilnya?" tanya Lisa sembari beralih tatap kepada Jisoo.

"Belum keluar. Sepertinya beberapa jam lagi."

Lisa hanya mengangguk paham. Ingin sekali dia berbarap jika kakaknya baik-baik saja. Tapi, melihat kondisi Jennie saat ini rasanya sangat mustahil. Lisa benar-benar tak akan sanggup, jika sesuatu yang buruk terjadi pada Jennie.

"Lisa-ya, bisa bicara dengan Appa sebentar?" Hyunbin berbicara kepada Lisa, setelah itu berjalan keluar dari kamar rawat Jennie. Diikuti Lisa di belakangnya.

Sesampainya di depan ruangan Jennie, Hyunbin terdiam sejenak. Lisa yang melihat itu tahu, jika saat ini Hyunbin sedang dilanda oleh beban berat. Biar bagaimana pun tak akan ada Ayah yang ingin anaknya sakit, bukan? Apalagi Jennie adalah anak yang selalu Hyunbin banggakan atas prestasinya.

"Kau memiliki kegiatan apa, selain belajar tentang bisnis bersama Appa satu bulan ini?" tanya Hyunbin yang membuat kedua tangan Lisa mulai mengeluarkan keringat dingin.

Sudah Lisa duga, Ayahnya pasti akan curiga ketika Lisa justru sangat sibuk di luar rumah padahal Hyunbin tak mengajaknya untuk pergi ke kantor sekedar belajar masalah bisnis.

"Igeo... Aku hanya pergi bersenang-senang bersama temanku." Jawab Lisa ragu. Entah Ayahnya marah atau tidak, Lisa benar-benar sudah pasrah sekarang. Dia sama sekali tak bisa berpikir jernih saat kepalanya kini hanya dipenuhi oleh nama Jennie.

"Kurangi waktu bermainmu. Belajarlah dengan lebih tekun agar bisa menjadi seperti Jennie." Suara Hyunbin sama sekali tak mengandung kemarahan. Nadanya pun cukup lembut, tapi membuat Lisa dilanda kebingungan. Karena biasanya Hyunbin tak akan suka jika anak-anaknya membuang waktu dengan sia-sia.

"Nde, Appa." Jawab Lisa patuh.

Setelahnya, diantara kedua orang itu hanya ada keheningan. Lisa melihat gerak-gerik sang Ayah yang sepertinya masih ingin bicara. Namun tampaknya Hyunbin diselimuti keraguan hingga hanya bisa terdiam.

"Appa--"

"Apakah kau masih mengkonsumsi obat penenang itu?" tanya Hyunbin cepat, menyela ucapan Lisa begitu saja.

Lisa tertegun kala mendengar kalimat yang dilontarkan sang Ayah. Karena sungguh, jantungnya kembali berdetak tak karuan.
"Tidak. Aku... Sudah tidak mengkonsumsinya."

Mémoire ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang