Mémoire : 24. Thunder

12.2K 1.7K 262
                                    

Sudah sejak lima menit berlalu Lisa sampai di mansion, Rosé terus saja memeluknya sembari menangis dengan kencang. Tentu Lisa menjadi serba salah dibuatnya. Dia ingin mengungkapkan apa yang dia lihat di perjalanan tadi. Tapi sangat sulit karena keadaan kakaknya tampak amat buruk sekarang.

"Unnie---"

"Kondisi Jennie Unnie semakin buruk. Dokter Song bilang, sudah mencapai stadium empat."

Kepala Lisa seperti baru saja ditimpahi oleh batu yang sangat besar. Tangannya juga mulai bergetar hebat, tapi dia berusaha untuk menahan. Dia tidak boleh menjadi lemah, disaat sang kakak membutuhkannya kini.

"Aku tidak mau Jennie Unnie meninggalkan kita, Lisa-ya. Aku harus bagaimana?" tanya Rosé disela tangisnya. Lisa bisa mendengar bahwa kini gadis blonde itu sedang dilanda rasa frustasi yang begitu berat.

Untuk sekarang, dia tidak mungkin memberitahu perihal apa yang Chanyeol lakukan di belakang Rosé. Entah bagaimana perasaan kakaknya nanti jika tahu sang kekasih berselingkuh. Disaat Rosé sedang merasakan tekanan yang berat.

Perlahan, kedua tangan Lisa terangkat untuk membalas pelukan Rosé. Memejamkan kedua matanya, dan disaat itulah setitik air mata menetes. Merasa dirinya kini benar-benar ketakutan. Tak hanya satu hal, namun ada begitu banyak hal yang kini memenuhi kepala Lisa hingga terisa penuh oleh masalah.

"Dia... Tidak akan meninggalkanku kan, Lisa-ya? Yakinkan aku jika Jennie Unnie akan selalu disini." Ujar Rosé dengan nada bergetar. Tapi tampaknya dia tak sadar, Rosé sudah menangis di bahu yang salah. Bahu yang bahkan lebih rapuh darinya.

"Aku tidak tahu, Unnie." Jawab Lisa pelan. Semuanya terasa begitu mengejutkan hari ini. Dan Lisa merasa sudah hampir kehilangan kewarasannya.

.........

Yejin yang semula sedang berdiri sembari menangis dengan kedua tangan memeluk sebuah bingkai foto, seketika terkejut saat Jisoo tiba-tiba datang dan berlutut di hadapannya.

"Jisoo-ya, apa yang kau lakukan?" Yejin spontan memundurkan langkahnya. Menatap bingung pada Jisoo yang kini sudah menangis dengan bahu bergetar hebat.

"Eomma, mianhae. Aku tidak bisa menjadi kakak yang baik. Aku tidak bisa menjaga Jennie hingga dia harus sakit seperti ini."

Jika biasanya, Jisoo adalah yang terkuat di antara adik-adiknya. Namun kali ini, gadis berambut cokelat itu justru lebih lemah dari mereka. Menahan setiap rasa sesak yang selalu muncul ketika Jennie sakit, tampaknya tak berdampak baik untuk Jisoo.

Sekarang, dia merasa sudah tidak bisa menahan keluh kesahnya lagi. Dia ingin mengutarakan apa yang kini memenuhi perasaannya. Yaitu rasa kecewa terhadap dirinya sendiri. Yang tampak menjadi kakak terburuk di dunia karena tak menjaga adiknya dengan baik.

"Apa yang kau katakan, Jisoo-ya? Kau adalah anak Eomma yang hebat. Kau sudah menjadi kakak yang baik untuk adik-adikmu." Yejin berujar dengan lembut sembari bergerak untuk memposisikan dirinya menjadi berlutut seperti yang Jisoo lakukan saat ini.

"Yang Appa bilang saat itu benar. Aku memang bodoh dalam segala hal. Aku tidak berguna." Jisoo terus saja meracau tanpa henti. Hendak memukul kepalanya sendiri, namun dengan cepat sang ibu segera menghalanginya.

"Sayang, kau tidak bodoh."

Yejin tahu, fakta mengenai kondisi Jennie yang semakin menurun akan berdampak untuk mental anak-anaknya yang lain. Keempat gadis Kim itu saling menyayangi satu sama lain. Dan ketika salah satunya ada dalam rasa sakit, tentu yang lain pun akan merasa ikut terpuruk.

Mémoire ✔Where stories live. Discover now