Mèmoire : 13. Hug

14.4K 1.8K 396
                                    

Gadis itu sudah tak peduli lagi jika tubuhnya lemas bukan main. Dia pun tak peduli dengan rasa mual yang begitu menyiksa. Amarah yang memeluknya kini, seakan lebih kuat dari rasa sakit yang menghampiri tubuhnya.

Membuka pintu kamar Lisa secara kasar, Jennie yang baru kembali dari rumah sakit segera mengelilingi kamar megah itu. Ingin berteriak marah pada Lisa, namun adiknya itu belum juga pulang.

Entah dimana keberadaan Lisa sekarang, Jennie tak tahu karena ponsel adiknya itu tidak aktif. Padahal Lisa sudah berjanji untuk menemaninya melakukan proses cuci darah. Tapi nyatanya sampai selesai pun, Lisa tak menunjukkan batang hidungnya.

Tapi amarah Jennie saat ini bukan tentang Lisa yang mengingkari janjinya karena tak datang menemani Jennie. Tapi karena Jisoo memberitahu Jennie jika Lisa masih mengkonsumi obat penenang.

Gadis berpipi mandu itu tahu seberapa bahayanya jika Lisa terlalu berlebihan mengkonsumsinya. Maka dari itu dia selalu melarang Lisa. Namun ternyata ucapannya hanya dianggap angin lalu.

Jennie berhenti sejenak. Mengatur napasnya yang memburu. Lalu kembali melangkah, kali ini menuju setiap laci meja yang di kamar itu. Dan ternyata, dia mendapatkan lima tabung obat dari masing-masing laci.

Tak sampai disitu, Jennie mendatangi walk in closet milik Lisa. Menggeledah seluruh saku mantel dan jaket yang tergantung disana. Setelah mendapatkan sekitar empat botol obat yang sama, Jennie melanjutkannya dengan memeriksa tas-tas milik Lisa.

Rasanya ingin sekali Jennie menangis. Meratapi dirinya sendiri yang tak bisa menjaga adik bungsunya dengan baik. Karena dia sadar, senyuman yang selalu Lisa umbar bukanlah senyum tulus.

Seharusnya Jennie sadar, karena sedari kecil adiknya memang tak seperti mereka. Adiknya selalu ketakutan akan hal kecil pun. Bahkan dulu Paman mereka sempat berniat untuk membawa Lisa ke rumah sakit jiwa karena ketakutan berlebihan yang Lisa punya. Tapi tentu Hyunbin tak terima anaknya dipandang seperti itu.

Baru saja meletakkan sebelas tabung obat yang dia temukan ke atas meja nakas. Jennie segera menoleh pada suara pintu yang terbuka. Dan tampaklah Lisa dengan wajah lelahnya.

"Unnie--"

Plak~

Bibir Lisa seketika merapat karena terlalu terkejut dengan apa yang dia dapat barusan. Jennie menamparnya. Sungguh? Kakak yang selalu menyayanginya, bahkan semut pun tak Jennie izinkan untuk menyakitinya. Tapi sekarang, kenapa Jennie yang menyakitinya secara langsung?

"Unnie, kau marah karena aku tidak datang tadi? Maaf, aku lupa dan ponselku mati--"

"Bukankah Unnie sudah menyuruhmu untuk berhenti mengkonsumsinya, Lisa-ya?" tanya Jennie dengan sorot mata kesakitan. Bahkan kini dia mulai menitihkan air matanya. Merasa kecewa karena Lisa melakukan hal yang dia larang dengan keras.

"Aku sudah tidak mengkonsumsinya." Jawab Lisa pelan.

"Tapi kenapa aku menemukan semua itu di kamarmu?" bentak Jennie sembari menunjuk sebelas botol obat penenang yang masih penuh dengan isinya di atas meja nakas.

Lisa mematung. Dia tidak tahu, jika kakaknya akan menemukan semua itu. Padahal Lisa sudah berusaha keras untuk menyembunyikannya. Atau karena Jennie memang pintar? Membuatnya dengan mudah menemukan semua obat penenang itu.

"Jika kau melanggar ucapanku lagi, aku... Tak akan menganggapmu sebagai adikku lagi Kim Lisa." Ujar Jennie tajam. Kembali melangkah dengan lebar meraih semua obat itu dan membawanya ke toilet yang ada di kamar Lisa.

"Unnie, ingin kau apakan semua itu?" Lisa tentu terkejut. Dia berlari mengikuti kemana kakaknya pergi, dan saat sampai di ambang pintu kanar mandi, Lisa tak bisa melakukan apapu ketika Jennie memasukkan sebuah obat penenang itu ke dalam closet.

Mémoire ✔Where stories live. Discover now